• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.2 Pendidikan Anti Korupsi

Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil, mental, dan umum. Menurut Burhanuddin (2014:10) Secara harfiah, korupsi diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejadan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak

bermoral, penyimpangan dari kesucian. Dalam kamus besar bahasa indonesia, korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Mulyono (dalam Burhanuddin, 2014:10) Mendefinisikan korupsi sebagai sesuatu perbuatan yang busuk, jahat, dan merusak yang menyangkut perbuatan yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan. Sedangkan menurut Sumiarti (dalam Burhanuddin, 2014:11) korupsi merupakan hasil persilangan antara keserakahan dan ketidakpedulian sosial. Para pelaku koruptor adalah mereka yang tidak mampu mengendalikan keserakahan dan tidak peduli atas dampak perbuatannya terhadap orang lain, rakyat, bangsa, dan negara.

Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya. Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.

2.1.2.2 Pengertian Pendidikan Anti Korupsi

Dalam kurikulum nasional pendidikan di Indonesia, istilah korupsi relatif belum banyak yang mengenalnya. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional secara eksplisit istilah pendidikan anti korupsi tidak disebutkan. Dengan demikian pendidikan anti korupsi dapat dipandang sebagai hasil dari inovasi pendidikan. Hasil ini sesuai dengan dinamika masyarakat, dari masyarakat yang otoritarian dengan ciri ketertutupan menuju masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran.

Menurut Burhanuddin (2014:113) Pendidikan anti korupsi merupakan langkah pencegahan sejak dini terjadinya korupsi. Strategi ini mempunyai dampak yang baik dalam menanggulangi korupsi, hanya saja pendekatan preventif ini memang tidak dapat dinikmati secara langsung, tetapi akan terlihat hasilnya dalam jangka yang panjang. Berbeda dengan pendekatan represif yang mengandalkan jalur hukum sehingga terlihat

agresif menyidangkan dan memenjarakan orang yang bersalah, termasuk tersangka yang terbukti melakukan korupsi.

Menurut Sumiarti (dalam Burhanuddin, 2014:114) Pendidikan anti korupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi. Mentalitas anti korupsi ini akan terwujud jika setiap orang secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifikasi berbagai kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasi-situasi yang baru.

Pendidikan anti korupsi berhubungan dengan pendidikan moral. Menurut Zubaidi (dalam Burhanuddin, 2014:114) Pendidikan moral harus memberikan perhatian pada tiga komponen karakter yang baik, yaitu 1) pengetahuan tentang moral, 2) perasaan tentang moral, dan 3) perbuatan bermoral.

2.1.2.3 Nilai-nilai dalam Pendidikan Anti Korupsi

Sebagai bagian dari pendidikan karakter, pendidikan anti korupsi bukan merupakan bagian tersendiri dari pendidikan pada umumnya. Singkatnya, kurikulum pendidikan anti korupsi bukan merupakan bagian tersendiri dari kurikulum pendidikan secara umum, tetapi merupakan bagian dari kurikulum pendidikan itu sendiri. Dengan demikian pihak sekolah tidak perlu membuat kurikulum baru, tetapi cukup

mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan anti korupsi dalam kurikulum yang sudah ada.

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud, 2012), terdapat nlai-nilai yang diinternalisasikan dalam pendidikan anti korupsi, yaitu:

Tabel 2.1 Nilai-nilai acuhan dalam pendidikan antikorupsi (Kemendikbud, 2012)

No. Nilai Diskripsi

1. Kejujuran

Perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

2. Kepedulian

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

3. Kemandirian

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

4. Kedisiplinan Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan yang Maha Esa

6. Kerja keras

Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

7. Kesederhanaan

Bersahaja, sikap dan perilaku yang tidak berlebihan, tidak banyak seluk-beluknya, tidak banyak pernik, lugas, dan apa adanya, hemat sesuai kebutuhan, dan rendah hati.

8. Keberanian

Mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya, serta pantang mundur

9. Keadilan

Sama berat, tidak berat sebelah, tidak

memihak/tidak pilih kasih, seimbang, berpihak pada kebenaran, objektif, dan proporsional. Menurut Yulita (dalam Wibowo, 2013:47) dengan mengintegrasikan nilai-nilai anti korupsi tersebut kedalam kehidupan atau proses belajar siswa diharapkan mampu berkembang menjadi pribadi yang lebih baik, dan akibatnya akan bersikap anti korupsi. Penanaman nilai anti korupsi ini tidak sebatas pada mata pelajaran, tetapi perlu diberikan di semua tingkat pendidikan. Nilai anti korupsi ini hendaknya selalu direfleksikan ke dalam setiap proses pembelajaran.

Dokumen terkait