• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Karakter Kebangsaan .1Arti Karakter .1Arti Karakter

BAB II KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI

2. Kegiatan- kegiatan saat Pelaksanaan Upacara “nglarung”

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan .1Arti Karakter .1Arti Karakter

Menurut Koesoema (2007:79), kata “karakter” berasal dari kata bahasa

Latin kharakter, kharassein, dan kharax yang berarti “dipahat”. Berkarakter

artinya mempunyai watak atau berkepribadian. Sedangkan menurut Tillman (2004), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Dalam KBBI (2008), karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan menurut Kesuma (2011:11) karakter merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku kepada anak. Menurut Samani dan Hariyanto (2013:41-42) mengungkapkan bahwa karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam bersikap maupun bertindak.

Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2010:07), karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai-nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau

sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

2.1.2.2Karakter Kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07).

2.1.2.3Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang khas –

baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:28). Yang pertama adalah olah hati, karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertaqwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggungjawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela

berkorban, dan berjiwa patriotik. Olah hati dalam tradisi nglarung dapat dilihat dari tujuan tradisi nglarung yaitu mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemimpin agama.

Kedua olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah pikir dalam tradisi nglarung terwujud dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu nelayan berkreasi membuat sesaji. Kemudian masyarakat nelayan menghias perahu semenarik mungkin. Setelah melaksanakan tradisi nglarung, masyarakat nelayan merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi kehidupan.

Ketiga olah rasa dan karsa, karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, peduli, dan kerja keras. Olah rasa dan karsa yang tercermin dalam nilai gotong royong dimana nelayan bersama-sama memasang tenda ditepi pantai. Adapula etos kerja yang diwujudkan oleh nelayan ketika menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh basi dan harus baru.

Keempat adalah olah raga, karakter yang bersumber dari olahraga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, tahan, bersahabat, seria , dan gigih. Olahraga/kinestetika hal ini tercermin ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan, bersama-sama menggotong sesaji, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah laut.

2.1.3 Buku Cerita Anak

2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak

Hardjana (2006:02-03) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita. Menurut Wahyudi (2013:18) mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah pengalaman sehari-hari, maka pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah gambaran sehari-hari, maka gambaran kehidupan itu harus ditulis dengan sudut pandang anak.

Dari kedua pengertian menurut ahli, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan sehari-hari.

2.1.3.2 Tujuan Buku Cerita Anak

Buku cerita anak dibuat oleh penulis tentunya memiliki tujuan yang berguna bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c) memperluas pengetahuan anak, (d) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, (e)

mengembangkan imajinasi anak, dan (f) dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literatur (Raines, 2002:vii).

2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Dalam mengarang buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi yang dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa latin fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006:4). Cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Itulah sebabnya cerita fiksi juga disebut sebagai cerita rekaan. Selain fiksi ada juga cerita nonfiksi, kalau fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan non fiksi merupakan nyata.

Menurut Hardjana (2006:5) perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan sebagai berikut: (1) narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi; (2) narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi.

Menurut Tarigan dalam Hardjana (2006:5) dapat dikatakan bahwa fiksi itu realitas, sedangkan nonfiksi aktualitas. Aktualitas adalah apa-apa yang benar terjadi. Realitas adalah apa-apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi.

2.1.4 Media Buku Cerita Bergambar

Dokumen terkait