• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORITIK

B. Pendidikan Menurut Para Tokoh

Banyak tokoh-tokoh yang bergerak pada bidang pendidikan ataupun

tokoh yang secara intensif melakukan pemikiran tentang pentingnya ilmu

pengetahuan dan metodologi pendidikan. Di dalam skripsi ini penulis hanya

39 M. Arifm, Ilm u Pendidikan Islam (Tinjauan Teorttis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Bumi Aksara, Jakarta, 2006, him. 8.

akan mengemukakan bcberapa idc/gagasan dari ke-empat tokoh yang menurut

penulis -paling tidak- mewakili zamannya serta karakteristik pemikiran

pendidikannnya tanpa merendahkan tokoh-tokoh yang lain.

Tokoh-tokoh tersebut adalah; Imam Ghazali yang memiliki ciri khas

pemikiran pendidikan ke-lslaman, Ki Hajar Dewantara seorang bapak

pendidikan di Indonesia, R.A. Kartini pembaharu dan pejuang kemerdekaan

pendidikan perempuan serta Ahmad Bahrudin yang merupakan praktisi

pendidikan abad ini yang berusaha mengejawantahkan paradigma pendidikan

pembebasan dan pendidikan yang berpihak kepada kaum miskin.

1. Pendidikan Menurut Al-Ghazali.40

Imam Ghazali telah menulis hal ikhwal tentang pendidikan dan

pengajaran dalam sejumlah karyanya, namun pendapatnya yang paling

penting dalam bidang ini terdapat dalam bukunya yang bemama Fatihatul

Kitab, Ayyuhal Walad (Hai anakku), dan ihyaUlumuddin yang dianggap

sal ah satu dari kitab yang terbesar dalam bidang ilmu kalam, ilmu fiqih,

dan akhlaq. Kitab yang terakhir ini terbagi menjadi empat juz. Juz pertama

khusus membahas ilmu pengetahuan, juz kedua memuat masalah

muamalah antar umat manusia, sedangkan juz tiga dan empat mengkaji

tentang berbagai earn pembinaan akhlak yang terpuji dan mengobati

akhlak yang tercela.41

40 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali di lahirkan di Thunisia, sebuah Kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Imam Ghazali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang pecinta ilmu pengetahuan dan filsafat.

41 Fathiyah Hasan Sulaiman, teij: Fathur Rahman May, Sistem Pendidikan Versi A l Ghazali, Al Ma’arif, Bandung, 1986, him. 20.

Seseorang yang mempelajari tentang pendidikan dan berbagai

aspek atau masalahnya yang ditulis Imam Ghazali dal am berbagai karya

tulisnya, khususnya kitab Ihya ’Ulumuddin, tentu akan mendapatkan suatu

kesimpulan bahwa Al-Ghazali adalah seorang yang menciptakan si stem

pendidikan yang komprehensif serta pembatasan yang jelas.42

Untuk mencapai tujuan pendidikan ini ada dua sasaran pokok,

yakni:

a. Aspek-aspek ilmu pengetahuan yang harus disampaikan kepada murid

atau dengan kata lain kurikulum yang harus dipelajari murid.

b. Metode yang relevan untuk menyampaikan kurikulum atau syllabus

sehingga dapat memberikan pengertian yang sempuma dan

memberikan faedah yang besar tentang penggunaan metode tersebut.

Demikian seterusnya sampai murid dapat mencapai tujuan.43

Imam Ghazali menggariskan tujuan pendidikan itu sesuai dengan

pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, artinya

sesuai dengan filsafet hidupnya. Kemudian beliau menciptakan sebuah

kurikulum yang ada hubungannya dengan target dan maksud pendidikan.

Karena itu beliau menyusun bab-bab tentang ilmu pengetahuan,

mengklasifikasikan, memberi penilaian dan menjelaskan beberapa

faedahnya bagi seorang murid. Kemudian menyusun dan mensistematisir

ilmu-ilmu tadi sesuai dengan kepentingan dan kegunaannya.

42 Ibid, him. 20. 43 Ibid, him. 21.

Manakala akal manusia itu merupakan alat yang digunakan untuk

mendapatkan ilmu, dalam hal ini Imam Ghazali memberinya penilalian

yang tinggi, dan mengi stimewakan untuk belajar dan mengadakan

penelitian sebagaimana halnya mengi stime wakan tabiat dan naluriah

manusia untuk belajar, maka beliau lalu menulis tentang ghazirah (insting)

manusia, dan perbedaan antara masing-masing individu dilihat dari segi

potensi akalnya dan tingkat kecerdasannya. Beliau juga menulis tentang

berbagai topik lain yang berkaitan erat dengan hal-ihwal pendidikan dan

pengajaran.

2. Pentingnya Ilmu dan Pendidikan Menurut A1 Ghazali

Dalam mempelajari Imam Ghazali, sesuatu yang sangat penting

untuk diperkatakan dari segi pendidikan adalah perhatiannya yang sangat

dalam tentang ilmu pendidikan maupun keyakinannya yang kuat bahwa

pendidikan yang baik itu merupakan suatu jalan mendekatkan diri kepada

Allah swt, dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah

sebabnya beliau memberikan kedudukan yang tinggi bagi seorang guru

dan menaruh kepercayaannya terhadap seorang guru yang baik sebagai

penasehat atau pembimbing yang baik.

Dalam Kitabnya Ihya’ Ulumiddin juz 1, Imam Ghazali memulai

tulisannya dengan uraian tentang keutamaan ilmu dan pendidikan lalu

memberikan predikat yang tinggi terhadap ilmuwan dan para ulama

dengan dikuatkan oleh Firman Allah Azza Wajalla, pengakuan para Nabi

Imam Ghazali sering mengemukakan pendapatnya tentang

ketinggian derajat dan kedudukan para ulama ini diulang lagi dal am

beberapa tempat kitabnya, Ihya’ Ulumiddin itu, misalnya beliau berkata:

Makhluk yang paling mulia di bumi ini adalah jenis manusia dan bagian yang paling mulia diantara substansi manusia itu adalah hatinya. Sedangkan guru adalah orang yang berusaha menyempurnakan, meningkatkan, mensucikan dan membimbing hati itu mendekat kepada Allah Swt. Oleh karena itu mengajarkan ilmu pengetahuan dan suatu segi lam termasuk ibadah kepada Allah Swt.., dan dari segi lain termasuk tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Di katakana khalifah Allah Swt., dan dari segi lain termasuk tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Di katakan khalifah Allah, karena Allah telah membuka hati seorang Alim dengan ilmu, yang justru ilmu itu menjadi identitasnya. Karena itu ia bagaikan

bendahara bagipersonalia-personalia di dalam khazanah Tuhan.44

Imam Ghazali menjelaskan keutamaan dan pentingnya belajar

dengan mengemukakan dasar ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadi-hadis,

kemudian menjelaskan keutamaan pengajaran dan kewajiban mengajar

bagi para ilmuwan, katanya; “Sungguh orang berilmu yang tidak

menyebarluaskan ilmunya, tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya

adalah bagaikan pengumpul harta untuk ditimbun belaka, tidak

dimanfaatkan kepada seseorang.

3. Tujuan Pendidikan Menurut A1 Ghazali

Di muka telah dibicarakan bahwa si stem pendidikan apa pun harus

ada filsafat tertentu yang mengarahkan dan merumuskan langkah-langkah

serta metode-metodenya. Tentunya filsafat dan pandangan Imam Ghazali

tentang kehidupan yang global itu menjadi motifator berpikir mengenai

sistem pendidikan tertentu dan dikendalikan oleh tujuan yang jelas.

Setelah mempelajari karya-karya tulis beliau tentang pendidikan dan

pengajaran jelaslah kiranya bahwa beliau berusaha untuk mencapai dua

tujuan.

• Insan puma yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt.45

• Insan puma yang berusaha mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia

dan di akherat.46

Oleh karena itu beliau bermaksud ingin mengajar umat manusia

sehingga mereka mencapai tujuan-tujuan yang dimaksudkan. Ciri khas

Pendidikan Islam secara umum yaitu sifat moral religiusnya yang nampak

jelas dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai maupun sarana-sarananya,

tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi.47

Secara umum pendapat Al-Ghazali ini sesuai dengan aspirasi-

aspirasi Pendidikan Islam, yakni aspirasi yang bemafaskan agama dan

moral. Karena Imam Ghazali tidak melupakan masalah-masalah duniawi,

maka beliau menyediakan porsinya dalam Pendidikan Islam. Akan tetapi

penyediaan urusan dan kebahagiaan duniawi itu dianggap sebagai sarana

meraih kebahagiaan hidup di akherat yang dikatakan lebih utama dan lebih

abadi, sebab dunia ini sebagai ladang akherat saja.48

Ilmu Pengetahuan merupakan sarana yang dapat mengantarkan

kepada Allah ’Azza wa Jalla, bagi orang yang memfungsikan dunia ini

45 Op.Cit, Fathiyah Hasan Sulaiman. him. 21. 46 Ibid, him. 21.

47 Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, LKiS, Yogyakarta, 2008, him. 111. 48 Ibid, him. 112.

sebagai tampat peristirahatan, bukan bagi orang yang memfungsikannya

sebagai tampat tinggal yang permanen dan tanah tumpah darah abadi.49

Oleh karena kita menemukan bahwa pendapat-pendapat Imam

Ghazali didasarkan kepada coraknya, bercorak keagamaan yang

mengistimewakan kepada Pendidikan Islam, maka pendapat-pendapat

tersebut lebih banyak cenderung kepada masalah rohani. Tentu saja

kecenderungan ini selaras dengan filsafat Imam Ghazali yang berbau

tasawuf. Oleh karena itu, tujuan pendidikan menurut Imam Ghazali adalah

pembentukan insane puma, baik di dunia maupun di akherat, manusia

dapat mencapai kesempumaan lantaran usahanya mengamalkan fadhilah

(perbuatan utama) melalui ilmu pengetahuan. Fadhilah ini lalu

membahagiakannya di dunia dan mendekatkannya kepada Allah.

Akibatnya dengan fadhilah ini manusia dapat meraih kebahagiaan di

akherat.

Walaupun filsafat dan tasawufhya mempengaruhi pandangannya

terhadap nilai-nilai kehidupannya dan mengarahkannya kepada suatu

target untuk her-taqorrub kepada Allah dan mencapai kebahagiaan di

akherat, namun Imam Ghazali tidak melalaikan bahwa ilmu pengetahun

itu seyogyanya dipelajari, lantaran ia mempunyai keistimewaan-

keistimewaan. Jadi seolah-olah beliau berpendapat bahwa “Ilmu itu

memiliki keutamaan pada dirinya sendirinya dan memberikannya kepada

orang lain tanpa syarat”.50

2. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 12 Mei 1889 dari keluarga

K.P.H. Suryaningrat, merupakan cucu dari Sri Paku Alam III, kemudian

diberi nama Suwardi, karena kedudukannya sebagai putra bangsawan,

maka nama lengkapnya adalah R.M. Suwardi Suryaningrat. Gelar yang

menandai kedudukan kebangsawanan dan sekaligus memisahkan diri dari

rakyat kebanyakan, temyata tidak selamanya melekat pada pemiliknya.

Pada saat keberangkatannya ke tanah pengasingan di negeri Belanda pada

tahun 1913, ditanggalkannyalah gelar bangsawan “Raden Mas” tersebut

sebagai pemyataan bersatunya Suwardi dengan rakyat yang

dipeijuangkannya.51

Ajaran Ki Hajar Dewantara meliputi bermacam-ragam, ada yang

sifatnya konsepsional, petunjuk operasional-praktis, fatwa, nasehat dan

lain sebagainya. Di bidang pendidikan Ki Hajar Dewantara mempunyai

konsepsi yang disebut dengan “Tripusat Pendidikan”, satu upaya

pembinaan pendidikan nasional yang meliputi pendidikan di tiga

lingkungan hidup, ialah lingkungan keluarga, perguruan dan masyarakat.52

Ketiga lingkungan tersebut mempunyai pengaruh edukatif pada

hidup tumbuhnya jiwa-raga anak. Oleh karena itu ketiganya harus

50 Op. tit, Juz: I

51 Ki Soeratman, 70 Tahun Tamansiswa, Majlis Luhur Persatuan Tamansiswa, Yogyakarta, 1992, him. 20.

harmonis dan menjunjung nilai yang sama. Dengan demikian maka

kepribadian anak akan berkembang secara utuh dal am keadaan

berkesinambungan.

Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala

kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan

sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan

setinggi-tingginya. Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa

pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya

budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual), dan tubuh

anak.53

Dalam dunia pendidikan Ki Hajar Dewantara mempunyai konsepsi

tentang metode “Among”. Kata Among yang berasal dari bahasa Jawa,

mempunyai arti seseorang yang tugasnya “ngemong” atau “momong”

yang jiwanya penuh pengabdian. Ditegaskan metode tersebut beijiwa

kekeluargaan, hingga hal itu sudah memberi gambaran tentang interaksi

yang teijadi antara pamong-siswa.54

Hubungan antara pamong-siswa tersebut dilandasi oleh cinta kasih,

saling mempercayai, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan.

Dalam hal ini berarti, bahwa siswa bukan saja merupakan obyek, tetapi

juga dalam waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subyek.

Ki Hajar Dewantara setidaknya meninggalkan dua petuah bijak

bagi kita dalam membangun si stem pendidikan yang humanis. Pertama

53 Ahmad Munib dkk, Pengantar Ilm u Pendidikan, Unnes Press, Semarang, 2006, him. 31-32.

“ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ”,

kedua; “jadikanlah setiap orang guru dan setiap tempat sekolahan ”. Dua

hal tersebut sudah saatnya digali dan dikaji lebih lanjut sebagai bekal

pengajaran bagi kita semua.55

Ki Hajar Dewantara menjadikan “Tutwuri Handayani” sebagai

semboyannya metode among. Sikap “tutwuri” adalah perilaku pamong

yang sifatnya memberi kebebasan kepada murid, untuk berbuat sesuatu

sesuai dengan hasrat dan kehendaknya, sepanjang hal itu sesuai dengan

norma-norma yang wajar dan tidak merugikan siapapun.56

Tetapi kalau pelaksanaannya oleh siswa tersebut temyata

menyimpang dari ketentuan yang seharusnya, seperti melanggar peraturan

atau hukum masyarakat yang berlaku, hingga bisa merugikan fihak lain

atau diri sendiri, maka pamong harus bersikap handayani. Sikap ini

mempunyai maksud untuk menjaga tertib damainya hidup bersama,

dengan jalan meluruskan kembali perilaku murid yang tidak lurus tersebut.

“Tutwuri” memberi kebebasan siswa untuk berbuat sekehendak

hatinya, namun jika kebebasan tersebut akan menimbulkan kerugian,

pamong harus memberi peringatan dan sebagainya. “Handayani”

merupakan sikap yang harus ditaati oleh siswa, hingga menimbulkan

ketertundukan. Dengan demikian sebagai subyek siswa memiliki

55 Benni Setiawan, Pendidikan Roboh, Bangsa Roboh, Suara merdeka, 30 Agustus 2008.

kebebasan, sebagai obyek siswa memiliki ketertundukkan sebagai

kewajibannya.

Keseimbangan pelaksanaan hak (kebebasan) dan kewajiban,

merupakan jaminan adanya ketertiban dan kedamain, serta jauh dari

ketegangan dan anarki. Dal am dunia pendidikan siswa akan tumbuh dan

berkembang seluruh potensi kodratinya sesuai dengan perkembangan

alaminya dan wajar, tanpa mengalami hambatan dan rintangan.

Perkembangan itu akan memberi kemungkinan tercapainya tujuan

pendidikan sewajamya sesuai dengan target kurikuler yang hams

dicapainya.

Jelas kiranya bahwa metode “among” juga didasari oleh pandangan

Ki Hajar Dewantara tentang eksistensi manusia. Dengan memberi

kebebasan kepada siswa diharapkan akan tumbuh kemampuannya

berinisiatif serta berkreatifitas. Hal ini tenyata mempakan kunci bagi

upaya mengatasi segala tantangan zaman.

3. R.A. Kartini

a. Riwayat Hidup R.A. Kartini.

R.A. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Mayong

(Jepara). Tiap-tiap tahun hari kelahirannya itu diperingati oleh kaum

wanita di seluruh Indonesia. Ia salah seorang puteri dari R.A.A. Sosro

Ningrat, Bupati Jepara, yang suka akan kemajuan dan yang mendidik

anak-anaknya dengan pendidikan barat. Tetapi meskipun demikian,

mengapa R.A.Kartini hanya menuntut pelajaran pada sekolah Belanda

saja. Kesempatan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi tidak

diberikan kepadanya.

Pada umur 12 tahun ia tidak diperkenankan keluar rumah

(dipingit). Tetapi berkat usaha sahabat-sahabatnya, maka empat tahun

kemudian ia diizinkan untuk melihat dunia luar lagi. Tentulah hal ini

mendapat celaan dari masyarakat pada waktu itu.

Kartini seorang anak yang suka belajar. Di masa bersekolah ia

merasa bebas. Waktu ia dipingit, serasa sepi kehidupannya.

Hiburannya membaca buku-buku bahasa Belanda dan menerima surat-

surat dari temannya. Karena banyak membaca maka terbukalah dunia

Barat baginya. Terasa olehnya betapa pincangnya kedudukan wanita

Indonesia, bila dibandingkan dengan derajat wanita barat. Maka

dimulainya peijuangan untuk melepaskan kaum perempuan dari

belenggu pengikatnya.

b. Cita-cita Pendidikan R.A. Kartini

Melihat kepincangan dalam masyarakatnya serta perlakuan

yang tidak adil pada kaum wanita Indonesia dan karena membaca,

jiwa pemberontak timbul dalam diri Kartini. Dalam hatinya hidup

suatu keinginan akan bebas, berdiri sendiri, dan membebaskan gadis-

gadis Indonesia lainnya dari ikatan adat kebiasaan.

Sebenamya yang diperjuangkan oleh R.A. Kartini adalah

wanita. Janganlah “mengabdi” kepada sang suami saja. Janganlah

hancur segala harapan, apabila sang suami mundur. Selain mengurus

rum ah tangga, kaum wanita harus bisa melakukan pekeijaan lain.57

Karena itulah maka kaum wanita harus harus mendapat pengajaran

yang layak, supaya kelak dapat melakukan sesuatu di luar rumah

tangga. Perlunya belajar vak itu ialah agar jangan sampai menjadi

korban kawin paksa, dan juga agar jangan sampai diperbudak oleh

suami.

Wanita yang berpendidikan akan lebih pandai mendidik

anaknya dan lebih sempuma mengurus rumah tangganya. Akhimya

akan majulah nusa dan bangsanya.

c. Usaha-Usaha R. A. Kartini Untuk Melaksanakan Cita-Citanya

Sebenamya usaha-usaha dan peijuangan Kartini untuk

melaksanakan cita-citanya tidak banyak, karena usianya yang pendek.

Tetapi meskipun demikian, ada juga usaha-usahanya:

• Pada tahun 1903 ia membuka sekolah Gadis di Jepara.

• Setelah menikah dibukanya lagi sekolah Gadis di Rembang.

Untuk menghormati cita-cita Kartini, pada tahun 1913

didirikan sekolah rendah untuk anak-anak perempuan di beberapa

kota-kota besar. Sekolah itu dinamakan sekolah Kartini. Dari uraian di

atas tampaklah bahwa Kartini merupakan seorang penunjuk jalan.

57 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, LKiS, Yogyakarta, him. 23.

Cita-cita Kartini merupakan gambaran peijuangan dan cita-cita kaum c o

wanita Indonesia.

d. Agenda Pendidikan Versi Kartini

Ketika kita masih merasakan adanya kesulitan untuk

menentukan siapa yang paling layak menjadi idola, teladan dan figur

manusia sejati, sosok R.A.Kartini agaknya akan selalu layak dikenang

dalam pelataran sejarah proses kemanusiaan dan pemanusiaan. Bukan

hanya R.A.Kartini menjadi pejuang paling monumental dalam gerakan

emansipasi di Indonesia, melainkan juga karena agenda dan gagasan

pendidikan yang ditawarkannya, terutama pendidikan humaniora.

Diluar kerangka emansipasi, R.A.Kartini menawarkan agenda

pendidikan humaniora yang layak dicermati bahkan diaplikasikan

hingga saat ini. Mengapa demikian? Gejala sosial dan kemanusiaan

disekitar kita akhir-akhir ini membangkitkan khazanah edukasional,

bahwa kita perlu merevitalisasi pendidikan humaniora di sekolah-

sekolah formal. Konsep ini tidak hanya perlu diteijemahkan pada

tingkat praktis sebagai tautologi antara pendidikan dengan dunia keija,

melainkan yang tidak kalah pentingnya adalah tautologi-nya dengan

kebutuhan anak untuk hidup harmonis dalam masyarakat yang

beragam latar dan kepentingan.

Pemikiran mengenai perlunya peng-agendaan dan penguatan

terhadap pendidikan humaniora ini bukan barang barn. R.A. Kartini, 58

dal am sebuah notes-nya tanggal 19 April 1903 yang dikirim kepada

pemerintah Hindia Belanda antara lain menulis; pertama, kepandaian

merupakan salah satu capaian mulia dalam hidup. Dalam makna

aktualitas pribadi untuk berbuat baik dan luhur. Kedua, kecerdasan

otak yang tinggi bukanlah untuk ijazah melainkan untuk kelahiran budi

pekerti.

Kartini sangat menyayangkan kalau ada kaum cerdik pandai

yang berbuat kejam, hina, dan tidak berperasaan. Baginya, kalau hal

ini dilakukan oleh mereka yamg cerdik pandai itu, lalu bagaimana

pulaperilaku kaum bodoh, yang tidak dapat membedakan mana

perbuatan baik, dan mana yang jahat. Pendapat kartini itu menggaris

bawahi bahwa manusia Indonesia tidak cukup sebatas otak, melainkan

yang lebih utama adalah memiliki keluhuran budi pekerti. Karena

itulah Kartini mencaci maki kaum cerdik pandai yang berbuat kejam,

hina, dan tidak berperasaan.

Pemikiran di atas tetap relevan hingga sekarang, lebih-lebih

meningkatnya keterdidikan masyarakat kita temyata belum signifikan

diikuti dengan perilaku yang syarat dengan muatan humaniora.

Fenomena ini melahirkan hipotesis, bahwa katerdidikan tidak selalu

berkorelasi dengan keberadaban.

4. Ahmad Bahruddin

Ahmad Bahruddin adalah pria kelahiran Salatiga, 9 Februari 1965.

Abdul Halim pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin di Desa

Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah. Ia adalah seorang tokoh pendidikan

alumnus Fakultas Tarbiyah STAIN Salatiga yang berhasil mempelopori

sekolah berbasis komunitas yang kemudian diberi nama Sekolah Altematif

Qaryah Thoyyibah.59 Menurut Ahmad Bahruddin, prinsip-prinsip dasar

pendidikan adalah sebagai berikut60:

a. Membebaskan

Pendidikan harus selalu dilandasi semangat membebaskan, dan

semangat perubahan kearah yang lebih baik. Membebaskan berarti

keluar dari belenggu legal formalistik yang selama ini menjadikan

pendidikan tidak kritis, dan tidak kreatif, sedangkan semangat

perubahan lebih diartikan pada kesatuan proses pembelajaran.

b. Keberpihakan

Adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana pendidikan dan

pengetahuan merupakan hak bagi seluruh rakyat.

c. Partisipatif

Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola, murid,

keluarga serta masyarakat dal am merancang bangun sistem pendidikan

yang sesuai kebutuhan. Hal ini akan membuang jauh citra sekolah

yang dingin dan tidak beijiwa yang selalu dirancang oleh intelektual

59 Sekolah inilah yang kemudian oleh Prof Kenji Saga dari NICT Jepang dianggap sebagai tujuh keajaiban dunia setara dengan Mitaka City di Tokyo, Sunderland di Inggris, Tianjin di Cina, Pirai di Brasil, Issyles-Moileneaux di Prancis dan Toronto di Canada.

60 Ahmad Bahruddin, Pendidikan A ltem a tif Qaryah Thoyyibah, LKiS, Yogyakarta, 2007, him. xiv.

“kota” yang tidak membumi (tidak memahami kebutuhan nyata

masyarakat).

d. Kurikulum Berbasis Kebutuhan.

Utamanya terkait dengan sumberdaya lokal yang tersedia.

Belajar adalah bagaimana menjawab kebutuhan akan pengelolaan

sekaligus penguatan daya dukung sumberdaya yang tersedia untuk

menjaga kelestarian serta memperbaiki kehidupan.

e. Keijasama

Metodologi pembelajaran yang dibangun selalu berdasarkan

keijasama dal am proses pembelajaran. Tidak perlu ada lagi sekat-sekat

dalam proses pembelajaran, juga tidak perlu ada dikotomi guru dan

murid, semuanya adalah murid (prang yang berkemauan belajar).

Semuanya adalah tim yang berproses secara partisipatif. Keijasama

dari antar individu berkembang ke antar kelompok, antar daerah, antar

negara, antar benua, dan antar semuanya.

f. Sistem Evaluasi Berpusat Pada Subyek Didik.

Puncak keberhasilan pembelajaran adalah ketika si subjek didik

menemukan dirinya, berkemampuan mengevaluasi diri sehingga tahu

persis potensi yang dimilikinya, dan berikut mengembangkannya

sehingga bermanfaat bagi yang lain.

g. Percaya Diri

Pengakuan atas keberhasilan bergantung pada subjek

ijasah) tidak perlu dicari. Pengakuan akan datang dengan sendirinya

manakala kapasitas pribadi dari si subjek didik meningkat dan

bermanfaat bagi yang lain.

C. Peran Negara dalam Pendidikan.

Pada wilayah pendidikan, negara memiliki tugas dan peran yang sangat

strategis. Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara eksplisit

Dokumen terkait