S K R I P S I
UNDANG-UNDANG NOM OR 20 TAHUN 2003 (TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL)
DITINJAU DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN UNTUK KAUM MISKIN
Oleh:
A lif Ulfah Futihah
1 1 4 0 6 187
Program Ekstensi
D E P A R T E M E N A G A M A Rl
S E K O L A H T IN G G I A G A M A IS L A M N E G E R I (S T A IN ) S A L A T IG A J l Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.staiiisalatiga.ac.id E -m ail: administrasi@stainsalatiua.ac.id
H. Sidqon Maesur, Lc., M. A.
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudari:
Nama : ALIF ULFAH FUTIHAH NIM : 114 06 187
Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul : UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2003
TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN UNTUK KAUM MISKIN
Sudah dapat diajukan dalam sidang munaqosah.
Demikian surat ini, harap menjadikan perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
P E N G E S A H A N SK RIPSI
Judul : UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003
(TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL) DITINJAU DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN UNTUK KAUM MISKIN
Nama : ALIF ULFAH FUTIHAH
NIM : 114 06 187
Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Salatiga, 23 Agustus 2008
DEPARTEMEN AGAMA Rl
5EKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAIATIGA
J L S t a d i o n 0 3 T e l p . ( 0 2 9 8 ) 3 2 3 7 0 6 , 3 2 3 4 3 3 S a l a t i g a 5 0 7 2 1
Website: www.stainsalatiQa.ac.id E-mail: administrasi@stainsalatiaa.ac.id
D E K L A R A S I
D e n g a n p e n u h k e ju ju r a n d a n t a n g g u n g j a w a b , p e n e lit i m e n y a t a k a n b a h w a
s k r ip s i in i tid a k b e r is i m a te r i y a n g p e m a h d it u lis o l e h o r a n g la in a ta u p e m a h
d ite r b itk a n . D e m ik i a n j u g a s k r ip s i in i t id a k b e r is i s a tu p u n p ik ir a n -p ik ir a n
o r a n g la in , k e c u a li in f o r m a s i y a n g te r d a p a t d a la m r e f e r e n s i y a n g d ija d ik a n
b a h a n r u ju k a n .
A p a b ila d ik e m u d ia n h a r i t e m y a t a te r d a p a t m a te r i a ta u p ik ir a n -p ik ir a n o r a n g
la in d ilu a r r e f e r e n s i y a n g p e n e lit i c a n tu m k a n , m a k a p e n e l it i s a n g g u p
m e m p e r t a n g g u n g j a w a b k a n k e m b a li k e a s lia n s k r ip s i in i d ih a d a p a n s id a n g
m u n a q o s y a h s k r ip s i.
D e m ik i a n d e k la r a s i in i d ib u a t o l e h p e n u l is u n tu k d a p a t d im a k lu m i.
S a la t ig a , 11 A g u s t u s 2 0 0 8
P e n u lis
A L I F U L F A H F U T I H A H
Motto
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan seluruh pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan harapan.
2. Kakak dan Adikku tersayang yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
3. Bapak Sidqon Maesur,Lc.MA yang memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh perhatian dan kesabaran.
4. Bapak Jaka Siswanta,M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah Ekstensi. 5. Teman-temanku KKN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmad dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Undang- undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional ditinjau dari Perspektif Kaum Miskin ” ini diajukan dalam
rangka menyelesaikan studi strata I dan untuk memperoleh gelar Saijana
Pendidikan Islam pada jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Imam Sutomo, M.Ag., Ketua STAIN Salatiga yang telah memberikan
kesempatan melanjutkan Strata I.
2. Drs. Djoko Sutopo, Ketua Program Studi Ekstensi yang telah memberiakan
kesempatan melanjutkan Strata I.
3. Dr. H. M. Saerozi, M.Ag., Pembantu Ketua I, yang telah memberikan
kemudahan dalam perijinan penelitian.
4. H. Sidqan Maesur, Lc. MA., Dosen. Pembimbing, yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran dan pengertian sehingga
skripsi ini dapat selesai sesuai rencana.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu yang telah mendorong dan membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan amal semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempumaan,
mengingat keterbatasan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu dengan terbuka
dan senang hati penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak.
Akhimya penulis mengharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Salatiga, 4 Agustus 2008. Penulis
Alif Ulfah Futihah NIM : 114 06 187
DAFTARISI
L PENDAHULUAN
A. Latar Belakang M asalah...1
B. Rumusan M asalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Telaah Pustakan... 9
E. Manfaat Penelitian... 9
F. Metode Penellitian... ... 10
G. Definisi Istilah...11
H. Sistematika... 12
II. LANDASAN TEORITIK A. Hakikat Pendidikan... 14
B. Pendidikan Menurut Para Tokoh... 25
C. Peran Negara Dalam Pendidikan... 42
D. Definisi Kaum M iskin... 43
E. Peran dan Perhatian Negara Pada Kaum M iskin... 54
III. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A. Pasal-Pasal Tentang Pentingnya Pendidikan... 65
B. Pasal-Pasal Tentang Pendidikan Tanpa Diskriminasi...65
C. Pasal-Pasal Tentang Anggaran Pendidikan... 68
D. Pasal-Pasal Tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat... 69
E. Pasal-Pasal Tentang Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah Dalam Bidang Pendidikan... 71
F. Pasal-pasal tentang Hak dan Kewajiban Peserta Didik Dalam bidang Pendidikan... 73
IV. ANALISIS : UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI TINJAU DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN UNTUK KAUM MISKIN A. Pendanaan Pendidikan... 75
B. Undang-Undang Sisdiknas Bagi Orang Miskin... 76
C. Sumber Dana Pendidikan... 78
D. Pengelolaan dan Alokasi Dana Pandidikan... 83
A. Kesimpulan... 88
B. K ritik... 88
C. Saran... 89
BAB I
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Ilmu pengetahuan memiliki sebuah keutamaan tersendiri di hadapan
Allah Swt. Pengetahuan-lah yang mengantarkan manusia untuk selalu berpikir
dan menganalisa gejala alam yang dilandasi dengan zikir kepada Allah untuk
menghasilkan berbagai jenis perangkat alat-alat teknologi demi kesejahteraan
hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.1 2
Secara jelas Islam memberikan petunjuk betapa pentingnya sebuah
pendidikan dan ilmu pengetahuan, ini tertuang di dalam ayat-ayat suci Al-
Qur‘an dan berbagai hadis yang di sabdakan oleh Rasulullah Saw. Islam
mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menuntut ilmu sejak kita di
lahirkan hingga akhir hayat. Islam juga mengajarkan bahwa mencari ilmu
haras ditempuh dimanapun meskipun di negera yang jauh dari tempat tinggal
kita.
Islam menyuruh manusia untuk melaksanakan pendidikan terhadap
anak-anaknya, berdasarkan pandangan bahwa anak-anak sebagai makhluk
yang tumbuh dan berkembang ke arah proses pendewasaan diri serta memiliki
kemampuan dasar yang dinamis dan responsif terhadap pengarah dari luar
dirinya.3
1 AH Al-Jumbulati, teij; Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, him. 3.
2 Ibid, him. 5.
3 M. Arifin, Ilm u Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, him. 4.
Istilah pendididikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy, yang
mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar
seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput
dinamakan paedagogos. Dal am bahasa Romawi, Pendidikan di istilahkan
dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada didalam.
Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti
memperbaiki moral dan melatih intelektual. Oleh karena itu, pendidikan harus
di utamakan untuk melakukan peningkatan kualitas intelektual dan kualitas
moral.4
Berbicara tentang pendidikan di negeri ini memang tidak akan pemah
ada habisnya. Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa dimana anak
bangsa dididik dan dilatih agar bisa meneruskan gerak langkah kehidupan
bangsa ini menjadi bangsa yang lebih maju, berpendidikan, bermoral dan
beradab. Dengan kata lain masa depan bangsa sangat tergantung pada si stem
pendidikan bangsa itu sendiri.
Setiap bangsa tentu akan menyatakan tujuan pendidikannya sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan yang sedang dipeijuangkan untuk kemajuan
bangsanya. Walaupun masing-masing bangsa memiliki tujuan hidup berebeda,
namun secara garis besar ada beberapa kesamaan dalam berbagai aspeknya.
Pendidikan bagi setiap individu merupakan pengaruh dinamis dalam
perkembangan jasmani, jiwa, rasa sosial, susila dan sebagainya.5
Paling tidak ada lima penafsiran tentang makna pendidikan:
4 Wifi Suwamo, Dasar-Dasar Ilm u Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2006, Mm. 21.
1. Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan
kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan; peningkatan
pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi
faham, dari tidak beradab menjadi beradab, serta tujuan kearah mana
peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin.
2. Dalam pendidikan terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik.
Didalam hubungan itu mereka memiliki kedudukan dan perasaan
berbeda. Tetapi keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling
mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi
pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan yang tertuju
kepada tujuan yang diinginkan).
3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan
pembentukan diri secara utuh. Maksudnya, pengembangan segenap
potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai
individu, sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk ciptaan Tuhan.
4. Aktifitas pendidikan berlangsung didalam keluarga, sekolah,
masyarakat.
5. Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami
yang memberikan pengertian, pandangan (insight), dan penyesuaian bagi
seseorang yang menyebabkannya berkembang.6
Selain berbicara tentang pendidikan, dalam tulisan ini penulis berusaha
mencari format terbaik tentang pendidikan bagi kaum miskin (mustadz’afien).
Benny Setiawan didalam buku kecilnya yang beijudul Manifesto Pendidikan
di Indonesia mengatakan bahwa pendidikan iayak adalah pendidikan yang
bebas dari diskriminasi dan mahalnya biaya pendidikan. Biaya pendidikan
yang tinggi pasti akan sangat sulit diakses oleh orang-orang miskin.7 8
Bukan tanpa sebab bila kondisi dunia pendidikan kita amat
memprihatinkan. Mochtar Buchori menyebutnya; “Krisis Identitas
Pendidikan”. Ada banyak hal yang membuat pendidikan di Indonesia
metenceng semakin jauh dari cha-cha idealnya sebagai wahana pembebasan
dan pemberdayaan. Pertama, kecenderungan pendidikan kita yang semakin
elitis dan tidak teijangkau oleh rakyat miskin. Dal am hal ini, pemerintah
dituding banyak melahirkan kebijakan diskriminatif yang justru menyulitkan
akses rakyat miskin untuk memperoleh pendidikan. Kedua, manajemen
pendidikan yang masih birokratis dan hegemonik. Sistem pendidikan yang ada
saat ini bukanlah sistem yang memberdayakan dan populis. Terbukti berbagai
kebijakan yang lahir tidak mendukung terwujudnya pendidikan yang
emansipatoris karena kebijakan tersebut lahir semata-mata untuk mendukung
status quo dan memapankan kesenjangan.
Pendidikan yang bisa diakses semua golongan -termasuk orang miskin-
menjadi sangat besar manfaatnya. Artinya, dengan pendidikan yang dapat
diakses oleh semua golongan, manusia Indonesia dapat terangkat derajat,
harkat dan martabatnya. Ketika pendidikan sudah tidak lagi menjadi hal yang
7 Benny Setiawan, M anifesto Pendidikan di Indonesia, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2006, him. 93.
dipentingkan dalam alam kehidupan di Indonesia, maka anak-anak Indonesia
pun akan menjadi bodoh dan terbelakang.
Pendidikan yang hanya diperuntukkan bagi orang kaya sesungguhnya
bertolak belakang dengan apa yang telah ada dalam batang tubuh Undang-
Undang Dasar (UUD 1945), Pasal 31 yang bermakna bahwa pendidikan
adalah hak segala bangsa dan hak setiap warga negara. Pasal itu juga secara
jelas menunjukkan bahwa pendidikan tidak terpisah dari kehidupan bangsa ini.
Bangsa yang maju memang harus melalui pendidikan yang antara lain
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka menciptakan
perdamaian dunia, seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV.
Dengan pendidikan murah berarti bangsa ini telah mempertahankan
kedaulatannya. Karena dengan pendidikan murah bangsa Indonesia dapat
hidup lebih tertata dalam menatap masa depan. Tantangan hidup masa depan
yang lebih sulit akan mudah diatasi dengan pendidikan sebagai bekal hidup
yang lebih baik. Dalam pendidikan, kita diajarkan arti kemandirian dan
strategi untuk mempertahankan hidup. Dengan ilmu, kita akan dapat mengolah
potensi yang kita miliki menjadi sesuatu yang lebih berharga.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Si stem Pendidikan
Nasional, tercantum pengertian pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.9
Pendidikan murah akan dapat terlaksana dengan baik ketika program ini
didukung oleh semua kalangan. Pemerintah sebagai pemegang otoritas
kenegaraan berkewajiban untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sebesar 20% untuk pendidikan sesuai Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003.
Begitupun dengan kebijakan di daerah-daerah juga di targetkan alokasi
minimal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah 20%
untuk pendidikan.
Anggaran Pendidikan Nasional untuk pertama kalinya mencapai
presentase yang fantastis yaitu 22,5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Nasional (APBN) pada era pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus
Dur). Boleh jadi, inilah bukti nyata komitmen pemerintahan Gus Dur pada
bidang pendidikan yang bukan hanya diucapkan, tetapi juga diwujudkan lewat
tmdakan nyata.10
Kenaikan itu memang siginfikan, tetapi tidak otomatis akan
meningkatkan mutu pendidikan nasional bila tidak ditunjang dengan kenaikan
anggaran bidang yang lain, terutama yang sangat berkaitan erat dengan proses
belajar mengajar di sekolah maupun di rumah, seperti pembangunan prasarana
dan sarana transportasi, telekomunikasi, fasilitas kesehatan dan lainya.
Kegiatan belajar mengajar yang normal, apalagi yang bagus tidak akan pemah
9 Bab 1, Pasal 1 (1) UU No.20/2003, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah R I tentang Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006. him. 5.
teijadi pada daerah-daerah terisolasi ataupun daerah-daerah konflik. Kegiatan
belajar-mengajar yang baik hanya teijadi pada daerah-daerah yang
transportasinya bagus, teraliri listrik, ada sambungan telekomunikasi serta
fasilitas kesehatan yang cukup. Padahal, di daerah-daerah temtama di
Indonesia bagian timur hanya 40% wilayahnya yang teraliri listrik dan dengan
sarana transportasi yang baik. Pada daerah-daerah seperti itu peningkatan
anggaran pendidikan tidak secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan.11
Banyak instrumen yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan kualitas
pendidikan di negeri ini, tingkat ekonomi masyarakat juga hams benar-benar
di prioritaskan guna pemenuhan kesejahteraan bagi semua pihak.
Pendidikan murah bukan mimpi bangsa Indonesia, karena bangsa ini
mempunyai potensi lebih untuk membiayai pendidikan yang layak.
Pendidikan murah adalah bukti nyata pemyataan proklamasi, yaitu pemyataan
terbebasnya bangsa Indonesia dari belenggu kebodohan dan keterbelakangan.
Sumber daya alam bangsa ini yang gemah ripah loh jinaw i sudah seharusnya
di dedikasikan untuk kemaslahatan ummatnya (termasuk pada sektor
pendidikan), bukan justru untuk menumpuk-numpuk kekayaan bagi segelintir
oknum penguasa.
Skripsi ini mencoba menggali data-data yuridis yang mendukung upaya
pelaksanaan pendidikan murah di Indonesia, temtama menilik UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional apakah sudah sejalan dengan
proyek besar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa
diskriminasi baik ras, latar belakang ekonomi, agama, maupun bentuk-bentuk
diskriminasi yang lain.
Dari buku beijudul Islam Yang Memihak karya Moeslim Abdurrahman
Penulis merasa mendapatkan “tamparan” ketika membaca sebuah kalimat:
“Berdustalah mereka yang hanya menikmati sholat dan bersembahyang,
namun melupakan nasib orang-orang yang tersingkirkan, menderita secara
sosial, mengalami kemiskinan dan tidak dapat mengenyam ilmu
pengetahuan”.12
Bersama skripsi ini penulis memimpikan di Republik tercinta ini tidak
ada lagi anak-anak usia sekolah yang hams mengemis, ngamen, berjualan
koran dan aktifitas lainnya di saat mereka seharusnya dapat mengenyam arti
sebuah ilmu pengetahuan. Mereka memiliki hak untuk dapat menikmati
pendidikan di sekolah, pesantren, ataupun lembaga-lembaga pendidikan
lainnya, bukan justru mencari sesuap nasi di jalanan karena himpitan ekonomi
yang menimpa dirinya dan keluarganya.
B. RUMUSAN MASALAH
Penulis mencoba merumuskan beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana esensi dari U U No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
2. Bagaimana konsep dan pandangan para tokoh tentang pendidikan untuk
kaum mi skin.
3. Sejauh mana UU No. 20 Tahun 2003 memberikan perhatian terhadap
kaum miskin untuk tetap dapat merasakan pendidikan.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui dan menganalisis esensi dari UU No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Untuk mengetahui kepedulian negara -yang tercantum dal am UU No. 20
Tahun 2003- terhadap pendidikan bagi kaum miskin.
3. Merumuskan format yang ideal agar masyarakat miskin bisa terus
mengenyam pendidikan.
D. TELAAH PUSTAKA
Dalam menganalisis masalah ini penulis akan menggunakan
literatur-literatur yuridis, yaitu literatur atau data-data yang secara yuridis
telah disahkan oleh negara yaitu Undang-Undang yang didalamnya
berbicara tentang pendidikan. Selain itu penulis akan mengkaji buku-buku
terutama yang memuat tentang problematika kemiskinan dengan segala
format serta analisis solusinya.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca tentang
pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan.
2. Untuk melakukan pembahasan secara mendalam tentang UU. No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional sehingga kekurangan
3. Skripsi ini mencoba membuka sensitifitas social bagi penulis dan para
pembaca bahwa orang miskin juga harus diperhartikan nasib
pendidikannya.
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kepustakaan
(library research), yaitu dengan cara membaca, menelaah buku-buku
yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
2. Metode Penelitian
Penulis menggunakan metode pendekatan normatif yaitu metode
pendekatan yuridis (hukum).
3. Metode Pengumpulan data.
Sumber data yang penulis ambil yaitu;
a. Sumber data primer (primary data atau basic data), yang memberi
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen resmi
negara. Dal am hal ini penulis menggunakan Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b. Sumber sekunder (secundary data), yaitu bernpa buku-buku, hasil-
hasil penelitian, dan hasil karya dari berbagai kalangan
4. Tekhnik pengumpulan data,
a. Studi Dokumen.
Merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data
b. Tekhnik observasi.
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap kasus-kasus putus sekolah -yang lebih spesifik-
karena faktor ekonomi masyarakat.
G. DEFINISIISTILAH
Skripsi ini beijudul : “UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003
(TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL) DITINJAU DARI
PERSPEKTIF PENDIDIKAN UNTUK KAUM MISKIN”. Adapun secara
semiotika, tafsiran dari masing-masing katanya adalah:
1. Undang-undang adalah ketentuan dan peraturan negara yang dibuat
oleh pemerintah (Menteri, Badan Eksekutif, dsb) dan disahkan oleh
parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Legislatif, dsb)
ditandatangani oleh kepala negara dan mempunyai ketentuan hukum
yang mengikat.13
2. Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.14
3. Perspektif; Sudut pandang, Pandangan.15
13 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2005. him. 1245.
14 Bab I Ketentuan umum pasal 1 (3), UU No. 23 Tahun 2d03.
4. Pendidikan; Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dal am usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan atau proses atau cara perbuatan mendidik.16
5. Kaum; Golongan.17
6. Miskin; Tidak berharta, serba kekurangan, berpenghasilan rendah.18
H. SISTEMATIKA
Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan terhadap
pokok'pokok permasalahan yang akan dikaji, maka perlu adanya sistematika
penulisan sehingga pembahasan akan lebih sistematis dan runtut.
Bab I :
Latar Belakang Masai ah, Rumusan Masai ah, Tujuan Penelitian, Telaah
Pustaka, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Istilah dan
Sistematika.
Bab I I : Landasan Teori:
Dal am bab ini memuat pengertian tentang pendidikan baik dari perspektif
Agama Islam, pengertian pendidikan menurut terminologi maupun
epistimologi. Dal am bab ini juga akan di terangkan tentang urgensi dari
ilmu pengetahuan dan pendidikan serta landasan signifikansi ilmu
pengetahuan menurut beberapa tokoh. Di dal am bab ini penulis juga akan
melakukan kajian tentang arti kemiskinan serta berbagai penyebab dari
kemiskinan.
Bab I I I : Data Yurisprudensi
Di dal am bab III ini penulis akan memberikan data pasal demi pasal
tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun
2003.
Bab IV : Analisis
Di dal am bab ini penulis akan melakukan analisis tentang UU No. 20
tahun 2003 serta penulis akan berusaha mencari solusi dan format yang
tepat pendidikan yang dapat dirasakan oleh semua pihak termasuk orang
miskin.
Bab V : Penutup.
Bab Penutup ini akan penulis cantumkan kesimpulan, kritik dan saran
yang bertujuan untuk mewujudkan pendidikan murah yang mampu di
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A. Hakikat Pendidikan
1. Konsep Dasar Pendidikan.
Langeveld seorang ahli pendidikan dan Negeri Belanda
mengemukakan batasan pengertian pendidikan, bahwa pendidikan adalah
suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang
belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.19 20
Pendewasaan adalah proses pengembangan segenap potensi yang
tidak terkotak-kotak antara kecerdasan nalar, emosional, dan spiritual.
Tidak terkotak-kotak antara fisik dan psikis. Pendewasaan merupakan
perkembangan yang melibatkan semua potensi anak yang
mengintegrasikan pengalaman dan melibatkan gerakan fisik, gerakan
psikis, dan imaji nalar sekaligus.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973
dikemukakan pengertian pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di
dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan
dasar pendidikan adalah pandangan yang mendasari seluruh aktivitas
pendidikan baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun
19 Achmad Munib, Pengantar Ilm u Pendidikan, UPT UNNES Press, Semarang, 2006, him. 26.
20 Utomo Dananjaya, Sekolah Gratis; Esai-esai Pendidikan yang Membebaskan,
pelaksanaan pendidikan. Pada dasamya manusia adalah makhluk
pedagogik, maka dasar pendidikan yang dimaksud adalah nilai-nilai
tertinggi yang yang dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat atau
bangsa dimana pendidikan itu berlaku.21
Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) 2003,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia seta
Ada beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan, yaitu:
a. Bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education).
Dalam hal ini berarti bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak
manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia,
sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat
mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan
sepanjang hayat ialah bahwa pendidikan tidak identik dengan sekolah.
Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, dalam
lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat.
b. Bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah
tidak boleh memonopoli segalanya, melainkan bersama dengan
keluarga dan masyarakat, berusaha agar pendidikan mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
c. Bagi manusia pendidikan merupakan keharusan, karena dengan
pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang
berkembang. Handerson mengemukakan bahwa pendidikan
merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu
perbuatan yang tidak boleh tidak teijadi, karena pendidikan itu
membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih
baik.22
Istilah pendididikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy, yang
mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar
seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput
dinamakan paedagogos. Dalam bahasa Romawi, Pendidikan di istilahkan
dengan educate yang berarti mengeiuarkan sesuatu yang berada didalam.
Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti
memperbaiki moral dan melatih intelektual. Oleh karena itu, pendidikan
haras di utamakan untuk melakukan peningkatan kualitas intelektual dan
kualitas moral.23
Dinamakan pendidikan apabila dalam kegiatan tersebut mencakup
basil yang rambahannya (dimensi) pengetahuan sekaligus kepribadian.
Sedangkan pengajaran membatasi kegiatan pada transfer o f knowledge
22 Op.Cit, Achmad Munib, him. 26.
keteraturan kalender akademik. Hakikat pendidikan menjadi tereduksi
sebatas kegiatan persekolahan.24
Adapun unsur-unsur pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan
Cita-cita pendidikan yang baik dan sehat mendorong anak
didik untuk berfikir efektif, jem ih dan obyektif dalam berbagai
suasana. Anak didik akan bebas tanpa paksaan mewujudkan cita-cita
hidupnya ke dalam tindakan nyata dan merasa bertangggung jawab
atas sikap dan perilakunya. Dengan demikian terwujudlah cita-cita
demokrasi yang menjadi filsafet dan tujuan dalam pendidikan. Dalam
sejarah pendidikan kita dapat melihat perkembangan pendidikan dan
usaha-usaha perwujudannya sebagai suatu cita-cita bangsa, kelompok
atau masa yang memberi corak pelaksanaan pendidikannya.
Dapatlah dirumuskan bahwa tujuan umum pendidikan adalah
melaksanakan, mewujudkan, dan memelihara perkembangsn cita-cita
kehidupan suatu bangsa dengan mengimplementasikan cita-cita yang
dianutnya.25
Pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan pendidikan yang
berlandaskan kepada filsafat hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
Inilah yang akan menjadi pedoman pokok di dalam usaha pendidikan,
24 M. Jumali, dkk, Landasan Pendidikan, Muhammadiyah Universitas Press, Surakarta, 2004. him. 18-19.
mereal i sasikannya usaha-usaha pendidikan kita sejak dal am keluarga,
masyarakat dan sekolah.
Sedangkan tujuan pendidikan menurut undang-undang si stem
pendidikan nasional ialah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab 26
b. Peserta Didik
Pendidikan tidaklah sebatas kepada pengertian dan penguasaan
ilmu pengctahuan, melainkan juga perkembangan jiwa dan
penyesuaian diri peserta didik termasuk kehidupan sosialnya. Telah
diakui oleh para pendidik bahwa peserta didik adalah orang yang
senantiasa mengalami perkembangan dan lahir sampai akhir hay at.
Perkembangan disini diartikan adanya perubahan-perubahan yang
selalu teijadi dal am diri peserta didik secara wajar, baik ditujukan
kepada diri sendiri maupun lingkungannya.
Tugas pendidikan yang utama dalam perkembangan tersebut
ialah membimbing pengalaman itu pada tiap tingkatannya, dan
meyakinkannya bahwa cara-cara peserta didik memenuhi
kebutuhannya senantiasa sejalan dengan pola hidup sosialnya.27 Irama
perkembangan yang dimaksud meliputi perkembangan fisik yaitu
26 Undang-Vndang dan Peraturan Pemerintah R I tentang Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006. him. 8-9.
berfungsinya kelenjar-kelenjar hormon, pertumbuhan rangka, badan,
gigi, dan sebagainya, serta perkembangan mental seperti kematangan
sosial dan kesusilaan. Seperti perkembangan mental adalah usia
psikologis yang ditandai dengan tingkat kesiapan seseorang, usia
pengalaman yang ditandai dengan hasil tes pencapaian belajar, dan
usia kematangan intelektual, sosial dan kesusilaan ditandai dengan
penyesuaian atau penguasaan tingkah laku dal am berfikir, berperasaan,
kemasyarakatan, dan kesusilaan.28
c. Pendidik
Pendidik adalah unsur manusiawi dal am pendidikan. Pendidik
adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang
peranan penting dal am pendidikan. Ketika semua orang memersoalkan
masalah dunia pendidikan, figur pendidik pasti terlibat dal am agenda
prmbicaraan, terutama yang menyangkut pendidikan formal di sekolah,
sisanya ada di rumah dan di masyarakat.
Di sekolah pendidik hadir untuk mengabdikan diri kepada
ummat manusia dalam hal ini anak didik. Negara menuntut
generasinya memerlukan pembinaan dan bimbingan dari pendidik.
Pendidik dan peserta didik adalah dua sosok manusia yang tidak dapat
dipisahkan dari dunia pendidikan. Pendidik dengan ikhlas memberikan
apa yang diinginkan oleh anak didiknya. Tidak ada sedikitpun dalam
benak pendidik terlintas pikiran negatif untuk tidak mendidik anak
didiknya, mcskipun barangkali sejuta permasalahan sedang merong-
rong kehidupan seoarang guru.29
d. Alat-alat Pendidikan
Alat ialah apa saja yang dapat dijadikan perantara untuk
mencapai tujuan pendidikan.30 yang termasuk faktor alat-alat
pendidikan ialah segala sesuatu yang secara langsung membantu
terlaksananya pendidikan.31 Seperti pembiasaan, pengawasan,
perintah, larangan, penghargaan dan hukuman.
e. Lingkungan Educative
Situasi lingkungan pada dasamya juga dapat mempengaruhi
proses dan hasil pendidikan. Sebagai sal ah satu unsur pendidikan,
situasi lingkungan secara potensial dapat menunjang usaha pendidikan
disamping itu juga dapat menjadi sumber belajar. Disitu interaksi
edukatif antara pendidik dan peserta didik juga hams dikembangkan.32
Lingkungan edukatif itu bisa berada di lingkungan keluarga, sekolah
ataupun masyarakat.
2. Pendidikan Menurut Islam
Agama Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad
Saw mengandung implikasi kependidikan (tarbiyah) yang bertujuan untuk
menjadi rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil alamiin). Dalam agama
Islam terkandung suatu potensi yang mengacu pada fenomena
perkembangan, yaitu:
1. Potensi psikologis dan paedagogis (pendidikan) yang mempengaruhi
manusia untuk menjadi pribadi yang berkualitas baik dan menyandang
derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.33
2. Potensi pengembangan kehidupan manusia sebagai khalifatullah fll
ardh yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan
sekitamya. Lingkungan yang alamiah maupun yang ijtima ’iyah dimana
Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.34
Untuk mengaktualisasikan dan memfungsikan potensi tersebut
diatas diperlukan ikhtiar kependidikan yang sitematis, berencana,
berdasarkan pendekatan dan wawasan yang interdisipliner. Karena
manusia semakin terlibat ke dal am proses perkembangan sosial itu sendiri
menunjukkan adanya interelasi dan interaksi dari berbagai fungsi.
Agama Islam yang membawa nilai-nilai dan norma-norma
kewahyuan bagi kepentingan hidup manusia diatas bumi, barn, aktual, dan
fungsional bila diinternalisasikan kedalam pribadi melalui proses
kependidikan yang konsisten, terarah pada tujuannya.
Bila pendidikan Islam telah menjadi ilmu yang ilmiah dan amaliah,
maka ia akan dapat berfungsi sebagai sarana pemberdayaan manusia yang
bemafaskan Islam yang lebih efektif dan efisien. Kita mengetahui bahwa
sejak Islam diartikulasikan melalui dakwahnya dalam masyarakat sampai
33 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2003, him. 4.
kini, proses kependidikan Islam yang telah mengacu dalam masyarakat
yang beraneka ragam kultur. Selama itu pula jasa-jasanya telah tampak
mewamai sikap dan kepribadian manusia yang tersentuh oleh dampak-
dampak positif dari proses keberlangsungannya.35
a. Definisi Pendidikan Islam (tarbiyah) secara kebahasaan (semiotik).
Menurut kamus bahasa Arab, lafal at-tarbiyah berasal dari tiga
kata. Pertama: raba yarbu yang berarti; bertambah dan tumbuh.36 37
Kedua: rabiya yarba dengan wazrt (bentuk) khafiya yakhfa, berarti:
menjadi besar. Ketiga: Rabba yarubbu.> berarti; memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara. Makna ini
antara lain ditunjukkan oleh perkataan Hassan bin Tsabit: “Sungguh
ketika engkau tampak pada hari keluar dihalaman istana, engkau lebih
baik daripada sebutir mutiara putih bersih yang dipelihara oleh
X7 kumpulan air di laut ”.
Dari sini kemudian dapat diambil beberapa kesimpulan untuk
memahami makna pendidikan:
a. Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran dan obyek.
b. Secara mutlak, pendidikan yang sebenamya hanyalah berasal dari
Allah Swt. Dia-lah Yang memberlakukan hukum dan tahapan
perkembangan serta interaksinya, dan hukum-hukum untuk
mewujudkan kesempumaan, kebaikan serta kebahagiaan.
35 Ibid, him. 4.
36 Abdurahman an-Nahlawi, teij: Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, cv. Diponegoro, Bandung, 1989, him. 30.
e. Pendidikan menuntut adanya langka-langkah yang secara bertahap
hams dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai
dengan urutan yang telah disusun secara sistematis.
d. Proses belajar-mengajar hams mengikuti aturan penciptaan yang
dilakukan Allah Swt, sebagaimana hams mengikuti syara’ dan Din
Allah.38
b. Pengertian Pendidikan Islam Secara Epistimologi.
Baik secara implisit (tersirat) maupun eksplisit (tersurat) Al-
Qur’an banyak menerangkan tentang pentingnya pendidikan dan ilmu
pengetahuan, antara lain di Dal am Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat
33 Allah Swt menjelaskan:
^ • j tJJl3 ^
Artinya:
“Wahai jin dan manusia, jika kamu sekalian mampu untuk menembus menjelajahi langit dan bumi, tembuslah; namun kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (ilmu dan tekhnologi)
Prof H.M. Arifin, M.Ed. di dalam bukunya yang beijudul Ilmu
Pendidikan Islam memberikan pengertian, Pendidikan Islam adalah
suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan
yang dibutuhkan oleh seorang manusia, sebagaimana Islam telah
menjadi pedoman bagi scluruh aspek kehidupan manusia, baik didunia
maupun di akhirat.39 Dengan kata lain, manusia yang mendapatkan
pendidikan Islam harus mampu hidup didalam kedamaian dan
kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh cita-cita Islam.
Dengan demikan pengertian pendidikan Islam adalah suatu
sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah Swt sebagaimana Islam telah menjadi
pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun
ukhrawi.
Mengingat luasnya jangkauan yang hams digarap oleh
pendidikan Islam, maka pendidikan Islam tetap terbuka terhadap
tuntutan kesejahteraan ummat manusia, baik tuntutan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi maupun tuntutan pemenuhan kebutuhan
hidup rohaniah. Kebutuhan itu semakin meluas sejalan dengan
meluasnya tuntutan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu, dilihat
dari pengalamannya, Pendidikan Islam berwatak akomodatif terhadap
tuntutan kemajuan zaman sesuai acuan norma-norma kehidupan Islam.
B. Pendidikan Menurut Para Tokoh
Banyak tokoh-tokoh yang bergerak pada bidang pendidikan ataupun
tokoh yang secara intensif melakukan pemikiran tentang pentingnya ilmu
pengetahuan dan metodologi pendidikan. Di dalam skripsi ini penulis hanya
akan mengemukakan bcberapa idc/gagasan dari ke-empat tokoh yang menurut
penulis -paling tidak- mewakili zamannya serta karakteristik pemikiran
pendidikannnya tanpa merendahkan tokoh-tokoh yang lain.
Tokoh-tokoh tersebut adalah; Imam Ghazali yang memiliki ciri khas
pemikiran pendidikan ke-lslaman, Ki Hajar Dewantara seorang bapak
pendidikan di Indonesia, R.A. Kartini pembaharu dan pejuang kemerdekaan
pendidikan perempuan serta Ahmad Bahrudin yang merupakan praktisi
pendidikan abad ini yang berusaha mengejawantahkan paradigma pendidikan
pembebasan dan pendidikan yang berpihak kepada kaum miskin.
1. Pendidikan Menurut Al-Ghazali.40
Imam Ghazali telah menulis hal ikhwal tentang pendidikan dan
pengajaran dalam sejumlah karyanya, namun pendapatnya yang paling
penting dalam bidang ini terdapat dalam bukunya yang bemama Fatihatul
Kitab, Ayyuhal Walad (Hai anakku), dan ihya ’ Ulumuddin yang dianggap
sal ah satu dari kitab yang terbesar dalam bidang ilmu kalam, ilmu fiqih,
dan akhlaq. Kitab yang terakhir ini terbagi menjadi empat juz. Juz pertama
khusus membahas ilmu pengetahuan, juz kedua memuat masalah
muamalah antar umat manusia, sedangkan juz tiga dan empat mengkaji
tentang berbagai earn pembinaan akhlak yang terpuji dan mengobati
akhlak yang tercela.41
40 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali di lahirkan di Thunisia, sebuah Kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Imam Ghazali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang pecinta ilmu pengetahuan dan filsafat.
Seseorang yang mempelajari tentang pendidikan dan berbagai
aspek atau masalahnya yang ditulis Imam Ghazali dal am berbagai karya
tulisnya, khususnya kitab Ihya ’Ulumuddin, tentu akan mendapatkan suatu
kesimpulan bahwa Al-Ghazali adalah seorang yang menciptakan si stem
pendidikan yang komprehensif serta pembatasan yang jelas.42
Untuk mencapai tujuan pendidikan ini ada dua sasaran pokok,
yakni:
a. Aspek-aspek ilmu pengetahuan yang harus disampaikan kepada murid
atau dengan kata lain kurikulum yang harus dipelajari murid.
b. Metode yang relevan untuk menyampaikan kurikulum atau syllabus
sehingga dapat memberikan pengertian yang sempuma dan
memberikan faedah yang besar tentang penggunaan metode tersebut.
Demikian seterusnya sampai murid dapat mencapai tujuan.43
Imam Ghazali menggariskan tujuan pendidikan itu sesuai dengan
pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, artinya
sesuai dengan filsafet hidupnya. Kemudian beliau menciptakan sebuah
kurikulum yang ada hubungannya dengan target dan maksud pendidikan.
Karena itu beliau menyusun bab-bab tentang ilmu pengetahuan,
mengklasifikasikan, memberi penilaian dan menjelaskan beberapa
faedahnya bagi seorang murid. Kemudian menyusun dan mensistematisir
ilmu-ilmu tadi sesuai dengan kepentingan dan kegunaannya.
Manakala akal manusia itu merupakan alat yang digunakan untuk
mendapatkan ilmu, dalam hal ini Imam Ghazali memberinya penilalian
yang tinggi, dan mengi stimewakan untuk belajar dan mengadakan
penelitian sebagaimana halnya mengi stime wakan tabiat dan naluriah
manusia untuk belajar, maka beliau lalu menulis tentang ghazirah (insting)
manusia, dan perbedaan antara masing-masing individu dilihat dari segi
potensi akalnya dan tingkat kecerdasannya. Beliau juga menulis tentang
berbagai topik lain yang berkaitan erat dengan hal-ihwal pendidikan dan
pengajaran.
2. Pentingnya Ilmu dan Pendidikan Menurut A1 Ghazali
Dalam mempelajari Imam Ghazali, sesuatu yang sangat penting
untuk diperkatakan dari segi pendidikan adalah perhatiannya yang sangat
dalam tentang ilmu pendidikan maupun keyakinannya yang kuat bahwa
pendidikan yang baik itu merupakan suatu jalan mendekatkan diri kepada
Allah swt, dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah
sebabnya beliau memberikan kedudukan yang tinggi bagi seorang guru
dan menaruh kepercayaannya terhadap seorang guru yang baik sebagai
penasehat atau pembimbing yang baik.
Dalam Kitabnya Ihya’ Ulumiddin juz 1, Imam Ghazali memulai
tulisannya dengan uraian tentang keutamaan ilmu dan pendidikan lalu
memberikan predikat yang tinggi terhadap ilmuwan dan para ulama
dengan dikuatkan oleh Firman Allah Azza Wajalla, pengakuan para Nabi
Imam Ghazali sering mengemukakan pendapatnya tentang
ketinggian derajat dan kedudukan para ulama ini diulang lagi dal am
beberapa tempat kitabnya, Ihya’ Ulumiddin itu, misalnya beliau berkata:
“ Makhluk yang paling mulia di bumi ini adalah jenis manusia dan bagian yang paling mulia diantara substansi manusia itu adalah hatinya. Sedangkan guru adalah orang yang berusaha menyempurnakan, meningkatkan, mensucikan dan membimbing hati itu mendekat kepada Allah Swt. Oleh karena itu mengajarkan ilmu pengetahuan dan suatu segi lam termasuk ibadah kepada Allah Swt.., dan dari segi lain termasuk tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Di katakana khalifah Allah Swt., dan dari segi lain termasuk tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Di katakan khalifah Allah, karena Allah telah membuka hati seorang Alim dengan ilmu, yang justru ilmu itu menjadi identitasnya. Karena itu ia bagaikan
bendahara bagipersonalia-personalia di dalam khazanah Tuhan.44
Imam Ghazali menjelaskan keutamaan dan pentingnya belajar
dengan mengemukakan dasar ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadi-hadis,
kemudian menjelaskan keutamaan pengajaran dan kewajiban mengajar
bagi para ilmuwan, katanya; “Sungguh orang berilmu yang tidak
menyebarluaskan ilmunya, tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya
adalah bagaikan pengumpul harta untuk ditimbun belaka, tidak
dimanfaatkan kepada seseorang.
3. Tujuan Pendidikan Menurut A1 Ghazali
Di muka telah dibicarakan bahwa si stem pendidikan apa pun harus
ada filsafat tertentu yang mengarahkan dan merumuskan langkah-langkah
serta metode-metodenya. Tentunya filsafat dan pandangan Imam Ghazali
tentang kehidupan yang global itu menjadi motifator berpikir mengenai
sistem pendidikan tertentu dan dikendalikan oleh tujuan yang jelas.
Setelah mempelajari karya-karya tulis beliau tentang pendidikan dan
pengajaran jelaslah kiranya bahwa beliau berusaha untuk mencapai dua
tujuan.
• Insan puma yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt.45
• Insan puma yang berusaha mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia
dan di akherat.46
Oleh karena itu beliau bermaksud ingin mengajar umat manusia
sehingga mereka mencapai tujuan-tujuan yang dimaksudkan. Ciri khas
Pendidikan Islam secara umum yaitu sifat moral religiusnya yang nampak
jelas dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai maupun sarana-sarananya,
tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi.47
Secara umum pendapat Al-Ghazali ini sesuai dengan aspirasi-
aspirasi Pendidikan Islam, yakni aspirasi yang bemafaskan agama dan
moral. Karena Imam Ghazali tidak melupakan masalah-masalah duniawi,
maka beliau menyediakan porsinya dalam Pendidikan Islam. Akan tetapi
penyediaan urusan dan kebahagiaan duniawi itu dianggap sebagai sarana
meraih kebahagiaan hidup di akherat yang dikatakan lebih utama dan lebih
abadi, sebab dunia ini sebagai ladang akherat saja.48
Ilmu Pengetahuan merupakan sarana yang dapat mengantarkan
kepada Allah ’Azza wa Jalla, bagi orang yang memfungsikan dunia ini
45 Op.Cit, Fathiyah Hasan Sulaiman. him. 21. 46 Ibid, him. 21.
sebagai tampat peristirahatan, bukan bagi orang yang memfungsikannya
sebagai tampat tinggal yang permanen dan tanah tumpah darah abadi.49
Oleh karena kita menemukan bahwa pendapat-pendapat Imam
Ghazali didasarkan kepada coraknya, bercorak keagamaan yang
mengistimewakan kepada Pendidikan Islam, maka pendapat-pendapat
tersebut lebih banyak cenderung kepada masalah rohani. Tentu saja
kecenderungan ini selaras dengan filsafat Imam Ghazali yang berbau
tasawuf. Oleh karena itu, tujuan pendidikan menurut Imam Ghazali adalah
pembentukan insane puma, baik di dunia maupun di akherat, manusia
dapat mencapai kesempumaan lantaran usahanya mengamalkan fadhilah
(perbuatan utama) melalui ilmu pengetahuan. Fadhilah ini lalu
membahagiakannya di dunia dan mendekatkannya kepada Allah.
Akibatnya dengan fadhilah ini manusia dapat meraih kebahagiaan di
akherat.
Walaupun filsafat dan tasawufhya mempengaruhi pandangannya
terhadap nilai-nilai kehidupannya dan mengarahkannya kepada suatu
target untuk her-taqorrub kepada Allah dan mencapai kebahagiaan di
akherat, namun Imam Ghazali tidak melalaikan bahwa ilmu pengetahun
itu seyogyanya dipelajari, lantaran ia mempunyai keistimewaan-
keistimewaan. Jadi seolah-olah beliau berpendapat bahwa “Ilmu itu
memiliki keutamaan pada dirinya sendirinya dan memberikannya kepada
orang lain tanpa syarat”.50
2. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 12 Mei 1889 dari keluarga
K.P.H. Suryaningrat, merupakan cucu dari Sri Paku Alam III, kemudian
diberi nama Suwardi, karena kedudukannya sebagai putra bangsawan,
maka nama lengkapnya adalah R.M. Suwardi Suryaningrat. Gelar yang
menandai kedudukan kebangsawanan dan sekaligus memisahkan diri dari
rakyat kebanyakan, temyata tidak selamanya melekat pada pemiliknya.
Pada saat keberangkatannya ke tanah pengasingan di negeri Belanda pada
tahun 1913, ditanggalkannyalah gelar bangsawan “Raden Mas” tersebut
sebagai pemyataan bersatunya Suwardi dengan rakyat yang
dipeijuangkannya.51
Ajaran Ki Hajar Dewantara meliputi bermacam-ragam, ada yang
sifatnya konsepsional, petunjuk operasional-praktis, fatwa, nasehat dan
lain sebagainya. Di bidang pendidikan Ki Hajar Dewantara mempunyai
konsepsi yang disebut dengan “Tripusat Pendidikan”, satu upaya
pembinaan pendidikan nasional yang meliputi pendidikan di tiga
lingkungan hidup, ialah lingkungan keluarga, perguruan dan masyarakat.52
Ketiga lingkungan tersebut mempunyai pengaruh edukatif pada
hidup tumbuhnya jiwa-raga anak. Oleh karena itu ketiganya harus
50 Op. tit, Juz: I
51 Ki Soeratman, 70 Tahun Tamansiswa, Majlis Luhur Persatuan Tamansiswa, Yogyakarta, 1992, him. 20.
harmonis dan menjunjung nilai yang sama. Dengan demikian maka
kepribadian anak akan berkembang secara utuh dal am keadaan
berkesinambungan.
Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa
pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya
budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual), dan tubuh
anak.53
Dalam dunia pendidikan Ki Hajar Dewantara mempunyai konsepsi
tentang metode “Among”. Kata Among yang berasal dari bahasa Jawa,
mempunyai arti seseorang yang tugasnya “ngemong” atau “momong”
yang jiwanya penuh pengabdian. Ditegaskan metode tersebut beijiwa
kekeluargaan, hingga hal itu sudah memberi gambaran tentang interaksi
yang teijadi antara pamong-siswa.54
Hubungan antara pamong-siswa tersebut dilandasi oleh cinta kasih,
saling mempercayai, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan.
Dalam hal ini berarti, bahwa siswa bukan saja merupakan obyek, tetapi
juga dalam waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subyek.
Ki Hajar Dewantara setidaknya meninggalkan dua petuah bijak
bagi kita dalam membangun si stem pendidikan yang humanis. Pertama
53 Ahmad Munib dkk, Pengantar Ilm u Pendidikan, Unnes Press, Semarang, 2006, him. 31-32.
“ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ”,
kedua; “jadikanlah setiap orang guru dan setiap tempat sekolahan ”. Dua
hal tersebut sudah saatnya digali dan dikaji lebih lanjut sebagai bekal
pengajaran bagi kita semua.55
Ki Hajar Dewantara menjadikan “Tutwuri Handayani” sebagai
semboyannya metode among. Sikap “tutwuri” adalah perilaku pamong
yang sifatnya memberi kebebasan kepada murid, untuk berbuat sesuatu
sesuai dengan hasrat dan kehendaknya, sepanjang hal itu sesuai dengan
norma-norma yang wajar dan tidak merugikan siapapun.56
Tetapi kalau pelaksanaannya oleh siswa tersebut temyata
menyimpang dari ketentuan yang seharusnya, seperti melanggar peraturan
atau hukum masyarakat yang berlaku, hingga bisa merugikan fihak lain
atau diri sendiri, maka pamong harus bersikap handayani. Sikap ini
mempunyai maksud untuk menjaga tertib damainya hidup bersama,
dengan jalan meluruskan kembali perilaku murid yang tidak lurus tersebut.
“Tutwuri” memberi kebebasan siswa untuk berbuat sekehendak
hatinya, namun jika kebebasan tersebut akan menimbulkan kerugian,
pamong harus memberi peringatan dan sebagainya. “Handayani”
merupakan sikap yang harus ditaati oleh siswa, hingga menimbulkan
ketertundukan. Dengan demikian sebagai subyek siswa memiliki
55 Benni Setiawan, Pendidikan Roboh, Bangsa Roboh, Suara merdeka, 30 Agustus 2008.
kebebasan, sebagai obyek siswa memiliki ketertundukkan sebagai
kewajibannya.
Keseimbangan pelaksanaan hak (kebebasan) dan kewajiban,
merupakan jaminan adanya ketertiban dan kedamain, serta jauh dari
ketegangan dan anarki. Dal am dunia pendidikan siswa akan tumbuh dan
berkembang seluruh potensi kodratinya sesuai dengan perkembangan
alaminya dan wajar, tanpa mengalami hambatan dan rintangan.
Perkembangan itu akan memberi kemungkinan tercapainya tujuan
pendidikan sewajamya sesuai dengan target kurikuler yang hams
dicapainya.
Jelas kiranya bahwa metode “among” juga didasari oleh pandangan
Ki Hajar Dewantara tentang eksistensi manusia. Dengan memberi
kebebasan kepada siswa diharapkan akan tumbuh kemampuannya
berinisiatif serta berkreatifitas. Hal ini tenyata mempakan kunci bagi
upaya mengatasi segala tantangan zaman.
3. R.A. Kartini
a. Riwayat Hidup R.A. Kartini.
R.A. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Mayong
(Jepara). Tiap-tiap tahun hari kelahirannya itu diperingati oleh kaum
wanita di seluruh Indonesia. Ia salah seorang puteri dari R.A.A. Sosro
Ningrat, Bupati Jepara, yang suka akan kemajuan dan yang mendidik
anak-anaknya dengan pendidikan barat. Tetapi meskipun demikian,
mengapa R.A.Kartini hanya menuntut pelajaran pada sekolah Belanda
saja. Kesempatan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi tidak
diberikan kepadanya.
Pada umur 12 tahun ia tidak diperkenankan keluar rumah
(dipingit). Tetapi berkat usaha sahabat-sahabatnya, maka empat tahun
kemudian ia diizinkan untuk melihat dunia luar lagi. Tentulah hal ini
mendapat celaan dari masyarakat pada waktu itu.
Kartini seorang anak yang suka belajar. Di masa bersekolah ia
merasa bebas. Waktu ia dipingit, serasa sepi kehidupannya.
Hiburannya membaca buku-buku bahasa Belanda dan menerima surat-
surat dari temannya. Karena banyak membaca maka terbukalah dunia
Barat baginya. Terasa olehnya betapa pincangnya kedudukan wanita
Indonesia, bila dibandingkan dengan derajat wanita barat. Maka
dimulainya peijuangan untuk melepaskan kaum perempuan dari
belenggu pengikatnya.
b. Cita-cita Pendidikan R.A. Kartini
Melihat kepincangan dalam masyarakatnya serta perlakuan
yang tidak adil pada kaum wanita Indonesia dan karena membaca,
jiwa pemberontak timbul dalam diri Kartini. Dalam hatinya hidup
suatu keinginan akan bebas, berdiri sendiri, dan membebaskan gadis-
gadis Indonesia lainnya dari ikatan adat kebiasaan.
Sebenamya yang diperjuangkan oleh R.A. Kartini adalah
wanita. Janganlah “mengabdi” kepada sang suami saja. Janganlah
hancur segala harapan, apabila sang suami mundur. Selain mengurus
rum ah tangga, kaum wanita harus bisa melakukan pekeijaan lain.57
Karena itulah maka kaum wanita harus harus mendapat pengajaran
yang layak, supaya kelak dapat melakukan sesuatu di luar rumah
tangga. Perlunya belajar vak itu ialah agar jangan sampai menjadi
korban kawin paksa, dan juga agar jangan sampai diperbudak oleh
suami.
Wanita yang berpendidikan akan lebih pandai mendidik
anaknya dan lebih sempuma mengurus rumah tangganya. Akhimya
akan majulah nusa dan bangsanya.
c. Usaha-Usaha R. A. Kartini Untuk Melaksanakan Cita-Citanya
Sebenamya usaha-usaha dan peijuangan Kartini untuk
melaksanakan cita-citanya tidak banyak, karena usianya yang pendek.
Tetapi meskipun demikian, ada juga usaha-usahanya:
• Pada tahun 1903 ia membuka sekolah Gadis di Jepara.
• Setelah menikah dibukanya lagi sekolah Gadis di Rembang.
Untuk menghormati cita-cita Kartini, pada tahun 1913
didirikan sekolah rendah untuk anak-anak perempuan di beberapa
kota-kota besar. Sekolah itu dinamakan sekolah Kartini. Dari uraian di
atas tampaklah bahwa Kartini merupakan seorang penunjuk jalan.
Cita-cita Kartini merupakan gambaran peijuangan dan cita-cita kaum
c o wanita Indonesia.
d. Agenda Pendidikan Versi Kartini
Ketika kita masih merasakan adanya kesulitan untuk
menentukan siapa yang paling layak menjadi idola, teladan dan figur
manusia sejati, sosok R.A.Kartini agaknya akan selalu layak dikenang
dalam pelataran sejarah proses kemanusiaan dan pemanusiaan. Bukan
hanya R.A.Kartini menjadi pejuang paling monumental dalam gerakan
emansipasi di Indonesia, melainkan juga karena agenda dan gagasan
pendidikan yang ditawarkannya, terutama pendidikan humaniora.
Diluar kerangka emansipasi, R.A.Kartini menawarkan agenda
pendidikan humaniora yang layak dicermati bahkan diaplikasikan
hingga saat ini. Mengapa demikian? Gejala sosial dan kemanusiaan
disekitar kita akhir-akhir ini membangkitkan khazanah edukasional,
bahwa kita perlu merevitalisasi pendidikan humaniora di sekolah-
sekolah formal. Konsep ini tidak hanya perlu diteijemahkan pada
tingkat praktis sebagai tautologi antara pendidikan dengan dunia keija,
melainkan yang tidak kalah pentingnya adalah tautologi-nya dengan
kebutuhan anak untuk hidup harmonis dalam masyarakat yang
beragam latar dan kepentingan.
Pemikiran mengenai perlunya peng-agendaan dan penguatan
terhadap pendidikan humaniora ini bukan barang barn. R.A. Kartini, 58
dal am sebuah notes-nya tanggal 19 April 1903 yang dikirim kepada
pemerintah Hindia Belanda antara lain menulis; pertama, kepandaian
merupakan salah satu capaian mulia dalam hidup. Dalam makna
aktualitas pribadi untuk berbuat baik dan luhur. Kedua, kecerdasan
otak yang tinggi bukanlah untuk ijazah melainkan untuk kelahiran budi
pekerti.
Kartini sangat menyayangkan kalau ada kaum cerdik pandai
yang berbuat kejam, hina, dan tidak berperasaan. Baginya, kalau hal
ini dilakukan oleh mereka yamg cerdik pandai itu, lalu bagaimana
pulaperilaku kaum bodoh, yang tidak dapat membedakan mana
perbuatan baik, dan mana yang jahat. Pendapat kartini itu menggaris
bawahi bahwa manusia Indonesia tidak cukup sebatas otak, melainkan
yang lebih utama adalah memiliki keluhuran budi pekerti. Karena
itulah Kartini mencaci maki kaum cerdik pandai yang berbuat kejam,
hina, dan tidak berperasaan.
Pemikiran di atas tetap relevan hingga sekarang, lebih-lebih
meningkatnya keterdidikan masyarakat kita temyata belum signifikan
diikuti dengan perilaku yang syarat dengan muatan humaniora.
Fenomena ini melahirkan hipotesis, bahwa katerdidikan tidak selalu
berkorelasi dengan keberadaban.
4. Ahmad Bahruddin
Ahmad Bahruddin adalah pria kelahiran Salatiga, 9 Februari 1965.
Abdul Halim pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin di Desa
Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah. Ia adalah seorang tokoh pendidikan
alumnus Fakultas Tarbiyah STAIN Salatiga yang berhasil mempelopori
sekolah berbasis komunitas yang kemudian diberi nama Sekolah Altematif
Qaryah Thoyyibah.59 Menurut Ahmad Bahruddin, prinsip-prinsip dasar
pendidikan adalah sebagai berikut60:
a. Membebaskan
Pendidikan harus selalu dilandasi semangat membebaskan, dan
semangat perubahan kearah yang lebih baik. Membebaskan berarti
keluar dari belenggu legal formalistik yang selama ini menjadikan
pendidikan tidak kritis, dan tidak kreatif, sedangkan semangat
perubahan lebih diartikan pada kesatuan proses pembelajaran.
b. Keberpihakan
Adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana pendidikan dan
pengetahuan merupakan hak bagi seluruh rakyat.
c. Partisipatif
Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola, murid,
keluarga serta masyarakat dal am merancang bangun sistem pendidikan
yang sesuai kebutuhan. Hal ini akan membuang jauh citra sekolah
yang dingin dan tidak beijiwa yang selalu dirancang oleh intelektual
59 Sekolah inilah yang kemudian oleh Prof Kenji Saga dari NICT Jepang dianggap sebagai tujuh keajaiban dunia setara dengan Mitaka City di Tokyo, Sunderland di Inggris, Tianjin di Cina, Pirai di Brasil, Issyles-Moileneaux di Prancis dan Toronto di Canada.
“kota” yang tidak membumi (tidak memahami kebutuhan nyata
masyarakat).
d. Kurikulum Berbasis Kebutuhan.
Utamanya terkait dengan sumberdaya lokal yang tersedia.
Belajar adalah bagaimana menjawab kebutuhan akan pengelolaan
sekaligus penguatan daya dukung sumberdaya yang tersedia untuk
menjaga kelestarian serta memperbaiki kehidupan.
e. Keijasama
Metodologi pembelajaran yang dibangun selalu berdasarkan
keijasama dal am proses pembelajaran. Tidak perlu ada lagi sekat-sekat
dalam proses pembelajaran, juga tidak perlu ada dikotomi guru dan
murid, semuanya adalah murid (prang yang berkemauan belajar).
Semuanya adalah tim yang berproses secara partisipatif. Keijasama
dari antar individu berkembang ke antar kelompok, antar daerah, antar
negara, antar benua, dan antar semuanya.
f. Sistem Evaluasi Berpusat Pada Subyek Didik.
Puncak keberhasilan pembelajaran adalah ketika si subjek didik
menemukan dirinya, berkemampuan mengevaluasi diri sehingga tahu
persis potensi yang dimilikinya, dan berikut mengembangkannya
sehingga bermanfaat bagi yang lain.
g. Percaya Diri
Pengakuan atas keberhasilan bergantung pada subjek
ijasah) tidak perlu dicari. Pengakuan akan datang dengan sendirinya
manakala kapasitas pribadi dari si subjek didik meningkat dan
bermanfaat bagi yang lain.
C. Peran Negara dalam Pendidikan.
Pada wilayah pendidikan, negara memiliki tugas dan peran yang sangat
strategis. Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara eksplisit
disebutkan bahwa tugas pemerintahan negara adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.61 Artinya bahwa negara berkewajiban untuk memberikan
pendidikan bagi segenap rakyatnya demi tujuan mencerdaskan rakyat.
Dalam amandemen UUD 1945 terdapat perubahan pada pasal 31 batang
tubuh UUD 1945, yakni mengenai substansi isi, pada ayat pertama terdapat
perubahan yang semula berbunyi: “tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran’ diubah menjadi “setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”. Perubahan ayat tersebut mengandung makna bahwa setiap warga
negara berhak untuk memperoleh segala fasilitas untuk meningkatkan
pendidikan, tidak hanya aspek pengajaran yang cenderung bersifat kognitif,
akan tetapi aspek afektif, moral maupun psikhomotor atau keterampilan.62
Pasal 31 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 menegaskankan, setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
61 Rustopo. dkk, Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen; dalam satu naskah dan Analisis Singkat, UNNES Press, him. 3.
Perintah UUD 1945 ini diperkuat oleh UU Sistem Pendidikan Nasional
(SPN) yang disahkan 11 Juni 2003. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa
setiap warga negara memiliki hak yang sama atas pendidikan. Kaya maupun
miskin. Namun, dalam realitasnya, sampai saat ini dunia pendidikan kita juga
masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa.
Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada tahun 2008 adalah
meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama
pada jenjang pendidikan dasar.
Pada tingkat pendidikan dasar yaitu tingkat Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), setiap warga negara berhak
mengikuti pendidikan, dan pemerintah wajib membiayainya. UUD 1945 juga
mengamanatkan bahwa alokasi yang dianggarkan untuk pendidikan minimal
20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
D. Definisi Kaum Miskin.
1. Definisi Miskin Menurut Islam
Secara harfiah, “kaum miskin” terdiri dua kata. Jika kita membuka
kamus Besar Bahasa Indonesia, maka kita akan menemukan kata “kaum”
yang berarti; golongan63 dan kata “miskin” yang bermakna; tidak berharta,
serba kekurangan, berpenghasilan rendah.64 Dari situ kita dapat
meng-63 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2005. him. 517.