Baghdad Afero, 2016
PENGARUH KECERD ASAN EMOSIONAL TERHAD AP KEMAND IR IAN BELAJAR SISWA D I SMK PGRI 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan tidak hanya terfokuskan pada pendidikan formal seperti
sekolah saja, tetapi juga pendidikan informal yang sama-sama dapat
dilaksanakannya proses belajar. Belajar merupakan kegiatan pokok bagi seorang
siswa karena dapat meningkatkan kedewasaan berfikir serta mampu menghadapi
berbagai tantangan dalam kehidupan. Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri, dan interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2010, hlm. 2)
Penilaian baik buruknya proses pembelajaran bukan hanya dilihat dari
keterlibatan guru dan bagaimana cara mengajar siswa-siswinya, melainkan dilihat
juga dari seberapa mampukah siswa tersebut untuk menjadi mandiri dalam setiap
hal di kegiatan belajarnya, sehingga tidak bergantung pada guru ataupun
orang-orang terdekatnya. Kemandirian siswa dalam belajar sangat berpengaruh terhadap
pencapaiannya selama mengenyam pendidikan dan akan berdampak pada masa
depannya kelak. Sanan & Yamin (2010, hlm. 83-84) menambahkan bahwa anak
yang mandiri memiliki beberapa karakteristik, antara lain (1) percaya pada
kemampuan diri sendiri; (2) memiliki motivasi intrinsik atau dorongan untuk
bertindak yang berasal dari dalam individu; (3) kreatif dan inovatif; (4)
bertanggung jawab atau menerima konsekuensi terhadap risiko tindakannya dan;
(5) tidak bergantung pada orang lain (berusaha tidak bantuan orang lain, tetap
mandiri).
Karakteristik siswa yang mandiri dalam hal belajar seperti yang dijelaskan
di atas salah satunya adalah bertanggung jawab atau menerima konsekuensi
terhadap risiko tindakannya. Karakter tersebut juga merupakan salah satu dimensi
di dalam penelitian ini, berkaitan dengan karakter dan dimensi tersebut ditetapkan
adalah siswa yang bertanggung jawab penuh dengan segala tindakan yang harus ia
kerjakan. Berikut banyaknya siswa di SMK PGRI 2 Cimahi yang terlambat
mengumpulkan tugas, baik itu tugas yang diberikan di awal dan pertengahan dan
juga tugas di akhir semester seperti pengerjaan Lembar Kerja Siswa. Hasil
rekapitulasi jumlah siswa yang tepat waktu dan terlambat dalam mengumpulkan
seluruh tugas, didapat dari guru-guru di akhir semester genap 2015/2016
seminggu sebelum Ujian Kenaikan Kelas dilaksanakan, sebagai berikut:
Tabel 1.1
Rekapitulasi Jumlah Siswa yang terlambat mengumpulkan tugas
Jumlah dan Status Pengumpulan Tugas Siswa
Jurusan Jumlah Siswa kelas X (Tepat waktu) (Terlambat)
Administrasi Perkantoran 66 47 Siswa 19 Siswa
Akuntansi 67 44 Siswa 23 Siswa
Pemasaran 68 52 Siswa 16 Siswa
Farmasi 40 28 Siswa 12 Siswa
Jurusan Jumlah Siswa Kelas XI
Administrasi Perkantoran 77 60 Siswa 17 Siswa
Akuntansi 75 64 Siswa 11 Siswa
Pemasaran 72 51 Siswa 21 Siswa
Farmasi 59 51 Siswa 8 Siswa
Jurusan Jumlah Siswa Kelas XII
Administrasi Perkantoran 79 70 Siswa 9 Siswa
Akuntansi 42 33 Siswa 9 Siswa
Pemasaran 67 53 Siswa 14 Siswa
Farmasi 59 49 Siswa 10 Siswa
Berdasarkan tabel di atas, jumlah siswa terbanyak yang terlambat
mengumpulkan tugas sampai akhir batas pengumpulan terakhir di minggu
sebelum UAS ada pada kelas X jurusan Akuntansi yaitu sebanyak 23 Siswa, di
peringat kedua terbanyak ada pada kelas XI jurusan Pemasaran yaitu sebanyak 21
Siswa. Data di atas memberikan pemahaman bahwa dari 771 siswa di SMK PGRI
2 Cimahi masih ada beberapa siswa yang belum memiliki tanggung jawab dalam
tindakan mengumpulkan tugas tepat waktu sehingga perlu ada perubahan tingkah
laku dari siswa sendiri ataupun tindakan khusus dari orang tua siswa dan guru
untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa itu sendiri.
Kemandirian belajar yang dimaksud dalam penelitian ini bukan
disini yaitu seberapa mampukah seorang siswa dapat memilih kegiatan yang
menjadi prioritasnya, serta seberapa besar usaha sendiri yang dilakukan untuk
mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Kemandirian belajar dapat
terwujudkan manakala dalam seluruh aktivitasnya pengaruh dan arahan orang lain
lebih kecil dibanding dengan dorongan yang berasal dari dalam dirinya. Meski
juga disadari, bahwa dalam aktivitasnya seseorang tidak akan pernah bebas secara
total dari ketergantungan orang lain, mengingat sejak lahir manusia hidup dalam
masyarakat yang mempunyai norma sosial yang mengatur, dan membatasi
kehidupan seseorang.
Kemandirian belajar yang baik pada siswa belum terjadi secara merata di
SMK PGRI 2 Cimahi dan hal tersebut merupakan permasalahan yang penulis
ambil karena menarik untuk dikaji mengingat bahwa kemandirian merupakan
tugas perkembangan anak pada masa remaja yang perlu diperhatikan oleh orang
tua dan guru. Dalam konteks pendidikan, kemandirian sangat penting untuk
dikembangkan pada siswa guna memperlancar proses belajar mengajar, sehingga
tujuan pendidikan yang sudah ditentukan dapat tercapai dengan baik.
. Kemandirian seseorang tidak ditandai dengan usia, tetapi salah satunya
ditengarai oleh perilakunya. Burt Sisco dalam Hiemstra (1998) membuat sebuah
model yang membantu individu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar.
Menurut Sisco ada 6 langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih
mandiri dalam belajar, yaitu: (1) preplanning (aktivitas sebelum proses
pembelajaran), (2) menciptakan lingkungan belajar yang positif, (3)
mengembangkan rencana pembelajaran, (4) mengidentifikasi aktivitas
pembelajaran yang sesuai, (5) melaksanakan kegiatan pembelajaran dan
monitoring, dan (6) mengevaluasi hasil pembelajar individu.
Berdasarkan penelitian sederhana yang dilakukan penulis pada saat
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah SMK PGRI 2
Cimahi selama kurang lebih tiga bulan, Penulis melakukan wawancara dengan
beberapa siswa kelas XII Farmasi 2 untuk mengetahui hal yang dipersiapkan
untuk mengikuti ujian nasional dan uji kompetensi, mereka mengutarakan kepada
dioptimalkan. Para narasumber tersebut cenderung mengetahui kegiatan belajar
dapat dilakukan dimana saja, namun itu hanya sekedar mereka ketahui tanpa
adanya niat yang keras untuk melakukan pembelajaran mandiri.
Penulis melihat kemandirian belajar dari masing-masing siswa di berbagai
jurusan sudah terlihat namun masih belum maksimal. Pernyataan kemandirian
belajar di sekolah tersebut masih belum optimal didukung dari hasil wawancara
penulis kepada ketua prodi Administrasi Perkantoran untuk mengetahui
bagaimana salah satu cara melihat kemandirian belajar siswa, beliau menjawab
langkah mudah untuk mengetahui ada tidaknya kemandirian belajar siswa ialah
dilihat dari jadwal kegiatan sehari-hari siswa itu sendiri. Sehubungan dengan itu
penulis juga menjadikan jadwal kegiatan harian siswa sebagai tugas yang dapat
menghasilan data untuk mengetahui berapa banyak dari siswa terpilih yang
menetapkan kegiatan belajar dalam jadwal kesehariannya. Berikut hasil jadwal
kegiatan harian siswa pada 15 siswa kelas X, 15 siswa kelas XI dan 15 siswa kelas
XII dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan penulis untuk memberikan
tugas jadwal kegiatan harian kepada seluruh siswa yang ada di SMK PGRI 2
Cimahi. Data tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 1.1
Data banyaknya Siswa yang menetapkan Belajar pada Jadwal Kegiatan Harian
15 Siswa Kelas X 15 Siswa Kelas XI 15 Siswa Kelas XII
Berdasarkan data di atas, siswa yang menetapkan belajar mandiri pada
kelas X sebanyak 60% (9 Orang), kelas XI sebanyak 80% (12 Orang) dan kelas
XII sebanyak 67% (10 Orang). Dilihat dari data di atas, tidak ada satu tingkatan
kelaspun yang berada di bawah 50%, namun masih ada siswa yang secara sadar
dengan jadwal kegiatan hariannya tidak menetapkan kegiatan belajar sendiri,
mereka terfokus pada pembelajaran di sekolah dan pengerjaan tugas-tugas, bukan
belajar mengulas materi ataupun mempelajari materi pertemuan selanjutnya.
Berdasarkan fenomena tersebut, siswa SMK PGRI 2 Cimahi memiliki
kemandirian belajar sudah cukup baik namun belum memaksimalkan semua
kemampuan yang dimilikinya. Penulis beranggapan bahwa kemandirian belajar
siswa salah satunya disebabkan oleh faktor internal dari dalam dirinya yaitu faktor
siswa belum memiliki kecerdasan emosional yang baik. Kecerdasan emosional
merupakan modal yang sangat penting dimiliki oleh siswa dalam menghadapi
masalah belajar, sehingga mempengaruhi kemandirian belajar siswa. Karakteristik
siswa yang memiliki kecerdasan emosi yaitu mampu memotivasi diri-sendiri,
bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berfikir serta berempati dan berdoa (Daniel Goleman,
2000, hlm. 57-58)
Kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang sulit untuk diketahui
karena memang tidak ada satupun alat tes yang dapat digunakan untuk mengukur
kecerdasan emosi seseorang secara tepat, tetapi ada banyak situasi dimana gejolak
emosi yang seseorang rasakan dapat diukur. Data berikut merupakan petunjuk
kasar hasil dari pengukuran kecerdasan emosional dengan beberapa pernyataan
pada siswa yang juga dimintai oleh penulis untuk menuliskan jadwal kegiatan
hariannya, yakni 15 siswa kelas X, 15 siswa kelas XI, dan 15 siswa kelas XII di
SMK PGRI 2 Cimahi. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat dengan diagram
Gambar 1.2
Hasil pengukuran Kecerdasan Emosional Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi
Dari gambar di atas menyebutkan bahwa siswa dengan kecerdasan
emosional rendah sebanyak 4 orang, hampir rendah 11 orang, normal 15 orang,
hampir tinggi 12 orang dan tinggi sebanyak 3 orang. Siswa dipilih dengan jumlah
sama rata yakni 15 orang dari masing-masing tingkatan kelas sebagai sampel
sehingga totalnya 45 orang, karena disadari bahwa tekanan mental dan emosi
masing-masing siswa pasti berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan
kepribadiannya. Didapatkan dari gambar di atas sebagian besar siswa memiliki
kecerdasan emosional yang normal, hal tersebut diduga akan terjadi pada siswa
lain yang tidak diukur. Dengan alat ukur dan hasil kecerdasan emosional tertinggi
yang didapatkan dan dikatakan normal atau sedang yang kemudian diharapkan
mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap kemandirian siswa dalam hal
belajar.
Data pendukung lain yang menyebabkan peneliti tertarik untuk
menjadikan kecerdasan emosional sebagai salah satu hal yang dapat
mempengaruhi kemandirian belajar ialah penelitian yang dilakukan oleh ahli
kecerdasan emosional yaitu Daniel Goleman. Menurut penelitiannya, skor IQ
rata-rata anak-anak di AS meningkat cukup signifikan dibandingkan sewaktu PD
I. Faktor penyebabnya adalah nutrisi yang baik, kesempatan menyelesaikan
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kecilnya jumlah anggota keluarga, dan
semakin maraknya permainan (game) komputer yang membantu anak-anak
menguasai keterampilan berwawasan (spatial skills). Namun ironisnya, dengan
meningkatnya skor IQ mereka tingkat EQ (kecerdasan emosional) mereka justru
menurun. Hal yang menyebabkan adalah karena anak-anak saat ini tumbuh dalam
kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan sulit diatur, cenderung cemas, lebih
inpulsif, dan agresif. Hal-hal demikian menurut Daniel Goleman berseberangan
dengan dunia kerja saat ini dimana tingkat kecerdasan emosi lebih dibutuhkan
dibandingkan dengan IQ (Daniel Goleman, 2000)
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menganggap EQ lebih penting
bagi kesuksesan seorang siswa dibandingkan IQ. Hal tersebut meyakinkan
penulis bahwa siswa yang mampu mengendalikan emosinya dan
menyeimbangkan dengan IQ yang dimiliki akan lebih berhasil dibandingkan
teman-temannya yang hanya lebih mementingkan IQ dan rendah di EQ di
berbagai hal. Kecerdasan emosional yang optimal pada seorang siswa mampu
memberikan dorongan untuk dia dapat tetap bertindak dan bersikap mandiri,
meskipun ada suatu hal yang mengganggu hati dan pikirannya.
Penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian
belajar siswa sudah dilakukan oleh para peneliti lainnya. Dalam penelitian ini,
konsep kecerdasan emosional merujuk kepada konsep menurut Daniel Goleman
(1999 & 2000), Steven J. Stein dan Howard E. Book (2004) dan Ary Ginanjar
(2007). Sedangkan konsep kemandirian belajar lebih diarahkan untuk merujuk
kepada pendapat Chabib Toha (1996), Haris Mudjiman (2007), Muhtholi’ah
(2002), B. Renita Mulyaningtyas & Yusuf Purnomo Hadiyanto (2007) dan
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005). Pemaparan konsep dan teori akan
dijelaskan pada bab selanjutnya.
Kecerdasan emosional yang tinggi mampu menjadikan kemampuan
seseorang untuk dapat mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga
membantu perkembangan emosi agar dapat mengerjakan sesuatu dengan lebih
efektif. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi maka
kemungkinan besar ia akan berhasil di dalam kehidupannya karena ia
menganggap semua yang ada dihadapannya harus ditempuh dengan penuh
memiliki tingkat kecerdasan emosional rendah, ia tidak dapat menahan kendali
dan akan berpengaruh terhadap kehidupan jiwa dan efektivitas kerjanya
sehari-hari.
Kemandirian belajar yang belum dimiliki semua siswa di sebuah lembaga
pendidikan merupakan hal yang wajar, namun apabila dibiarkan maka akan
berdampak pada kebiasaan hidup siswa itu sendiri setelah lulus dari sekolahnya
dan memasuki dunia perkuliahan atau dunia kerja. Permasalahan tersebut harus
segera dipecahkan, karena sekalipun guru memberikan pengajaran yang terbaik,
dan orang tua memberikan arahan, namun apabila tidak tertanam kemandirian
pada diri siswa itu sendiri maka akan tetap tidak optimal penyerapan segala materi
belajar yang telah dipelajari.
Berdasarkan hal tersebut, mengingat pentingnya kemandirian belajar siswa
yang berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, maka
masalah kemandirian belajar ini merupakan aspek penting dalam pendidikan
untuk diteliti. Faktor kecerdasan emosional merupakan faktor yang menarik untuk
dikaji lebih dalam dan kaitannya dengan kemandirian belajar siswa. Oleh karena
itu penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap
Kemandirian Belajar Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi”
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Inti kajian dalam penelitian ini adalah masalah kemandirian belajar siswa
di SMK PGRI 2 Cimahi. Kemandirian belajar merupakan proses seseorang untuk
meyakini tindakannya dan berusaha mencapai tujuannya serta tidak bergantung
pada orang lain. Definisi mengenai kemandirian belajar tersebut merujuk pada
pendapat dari Abu Ahmadi (1990) yaitu “Belajar mandiri, tidak menggantungkan
diri kepada orang lain, siswa, dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif
sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa, maupun bernegara”.
Sehubungan dengan definisi di atas, banyak ahli yang mengemukakan
faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar tersebut. Menurut Chabib Toha
(1996, hlm. 124-125) menyatakan bahwa:
Faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua
kematangan usia, jenis kelamin dan kecerdasan anak. Faktor dari luar seperti
kebudayaan, keluarga, sistem pendidikan, sistem kehidupan di masyarakat.
Selanjutnya Hasan Basri (2000, hlm. 54) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua, yaitu:
Faktor endogen (internal) dan faktor eksogen (eksternal). Faktor endogen adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala yang melekat pada dirinya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Macam-macam sifat dasar orang tua yang melekat pada diri seseorang antara lain seperti bakat, potensi kecerdasan, dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Sedangkan faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Sering juga disebut sebagai faktor lingkungan. Faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian termasuk juga dalam hal kemandiriannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yang telah
dijelaskan di atas, maka dengan keterbatasan waktu. biaya. dan kemampuan serta
berdasarkan observasi yang penulis lakukan dan merujuk pada data empirik yang
telah ada, maka penulis memfokuskan penelitian ini pada faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar yaitu mengenai kecerdasan emosional di
SMK PGRI 2 Cimahi
Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam
pernyataan masalah (problem statement) sebagai berikut: “Kecerdasan emosional
siswa di SMK PGRI 2 Cimahi masih rendah, sehingga kemandirian belajar
menjadi rendah. Hal ini menyebabkan kualitas peserta didik menjadi rendah,
sehingga harus ditanggulangi agar dapat mencapai visi, misi, dan tujuan SMK
PGRI 2 Cimahi.
Berdasarkan pernyataan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini
secara spesifik dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK PGRI 2
Cimahi?
2. Bagaimana gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2
3. Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di
SMK PGRI 2 Cimahi?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ilmiah memerlukan adanya tujuan yang jelas, untuk itu dalam
penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara
kecerdasan emosional dengan kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi.
Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK
PGRI 2 Cimahi
2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI
2 Cimahi
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat
kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi
1.4 Kegunaan Penelitian
Ada dua macam kegunaan penelitian ini, antara lain kegunaan teoritis dan
kegunaan praktis.
1. Kegunaan teoritis
Kegunaan teoritis dalam penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan-masukan yang berharga yang berupa
konsep-konsep kecerdasan emosional serta pengaruhnya terhadap kemandirian belajar
siswa dan juga diharapkan dapat menjadi referensi serta memberikan
sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan
ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.
2. Kegunaan Praktis
a. Dapat memberikan input (masukan) serta gambaran kepada guru mengenai
pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di
SMK PGRI 2 Cimahi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menetapkan cara guru mengembangkan kecerdasan
juga memberikan arahan dan langkah-langkah agar siswa terbiasa untuk
mengambil keputusan sendiri dalam hal belajar.
b. Bagi penulis untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kecerdasan
emosional yang akan mempengaruhi kemandirian belajar siswa baik di
dalam maupun luar sekolah, sekaligus sebagai bekal pengetahuan saat