• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PKR 1205224 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PKR 1205224 Chapter1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Baghdad Afero, 2016

PENGARUH KECERD ASAN EMOSIONAL TERHAD AP KEMAND IR IAN BELAJAR SISWA D I SMK PGRI 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia pendidikan tidak hanya terfokuskan pada pendidikan formal seperti

sekolah saja, tetapi juga pendidikan informal yang sama-sama dapat

dilaksanakannya proses belajar. Belajar merupakan kegiatan pokok bagi seorang

siswa karena dapat meningkatkan kedewasaan berfikir serta mampu menghadapi

berbagai tantangan dalam kehidupan. Belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri, dan interaksi dengan

lingkungannya (Slameto, 2010, hlm. 2)

Penilaian baik buruknya proses pembelajaran bukan hanya dilihat dari

keterlibatan guru dan bagaimana cara mengajar siswa-siswinya, melainkan dilihat

juga dari seberapa mampukah siswa tersebut untuk menjadi mandiri dalam setiap

hal di kegiatan belajarnya, sehingga tidak bergantung pada guru ataupun

orang-orang terdekatnya. Kemandirian siswa dalam belajar sangat berpengaruh terhadap

pencapaiannya selama mengenyam pendidikan dan akan berdampak pada masa

depannya kelak. Sanan & Yamin (2010, hlm. 83-84) menambahkan bahwa anak

yang mandiri memiliki beberapa karakteristik, antara lain (1) percaya pada

kemampuan diri sendiri; (2) memiliki motivasi intrinsik atau dorongan untuk

bertindak yang berasal dari dalam individu; (3) kreatif dan inovatif; (4)

bertanggung jawab atau menerima konsekuensi terhadap risiko tindakannya dan;

(5) tidak bergantung pada orang lain (berusaha tidak bantuan orang lain, tetap

mandiri).

Karakteristik siswa yang mandiri dalam hal belajar seperti yang dijelaskan

di atas salah satunya adalah bertanggung jawab atau menerima konsekuensi

terhadap risiko tindakannya. Karakter tersebut juga merupakan salah satu dimensi

di dalam penelitian ini, berkaitan dengan karakter dan dimensi tersebut ditetapkan

(2)

adalah siswa yang bertanggung jawab penuh dengan segala tindakan yang harus ia

kerjakan. Berikut banyaknya siswa di SMK PGRI 2 Cimahi yang terlambat

mengumpulkan tugas, baik itu tugas yang diberikan di awal dan pertengahan dan

juga tugas di akhir semester seperti pengerjaan Lembar Kerja Siswa. Hasil

rekapitulasi jumlah siswa yang tepat waktu dan terlambat dalam mengumpulkan

seluruh tugas, didapat dari guru-guru di akhir semester genap 2015/2016

seminggu sebelum Ujian Kenaikan Kelas dilaksanakan, sebagai berikut:

Tabel 1.1

Rekapitulasi Jumlah Siswa yang terlambat mengumpulkan tugas

Jumlah dan Status Pengumpulan Tugas Siswa

Jurusan Jumlah Siswa kelas X (Tepat waktu) (Terlambat)

Administrasi Perkantoran 66 47 Siswa 19 Siswa

Akuntansi 67 44 Siswa 23 Siswa

Pemasaran 68 52 Siswa 16 Siswa

Farmasi 40 28 Siswa 12 Siswa

Jurusan Jumlah Siswa Kelas XI

Administrasi Perkantoran 77 60 Siswa 17 Siswa

Akuntansi 75 64 Siswa 11 Siswa

Pemasaran 72 51 Siswa 21 Siswa

Farmasi 59 51 Siswa 8 Siswa

Jurusan Jumlah Siswa Kelas XII

Administrasi Perkantoran 79 70 Siswa 9 Siswa

Akuntansi 42 33 Siswa 9 Siswa

Pemasaran 67 53 Siswa 14 Siswa

Farmasi 59 49 Siswa 10 Siswa

Berdasarkan tabel di atas, jumlah siswa terbanyak yang terlambat

mengumpulkan tugas sampai akhir batas pengumpulan terakhir di minggu

sebelum UAS ada pada kelas X jurusan Akuntansi yaitu sebanyak 23 Siswa, di

peringat kedua terbanyak ada pada kelas XI jurusan Pemasaran yaitu sebanyak 21

Siswa. Data di atas memberikan pemahaman bahwa dari 771 siswa di SMK PGRI

2 Cimahi masih ada beberapa siswa yang belum memiliki tanggung jawab dalam

tindakan mengumpulkan tugas tepat waktu sehingga perlu ada perubahan tingkah

laku dari siswa sendiri ataupun tindakan khusus dari orang tua siswa dan guru

untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa itu sendiri.

Kemandirian belajar yang dimaksud dalam penelitian ini bukan

(3)

disini yaitu seberapa mampukah seorang siswa dapat memilih kegiatan yang

menjadi prioritasnya, serta seberapa besar usaha sendiri yang dilakukan untuk

mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Kemandirian belajar dapat

terwujudkan manakala dalam seluruh aktivitasnya pengaruh dan arahan orang lain

lebih kecil dibanding dengan dorongan yang berasal dari dalam dirinya. Meski

juga disadari, bahwa dalam aktivitasnya seseorang tidak akan pernah bebas secara

total dari ketergantungan orang lain, mengingat sejak lahir manusia hidup dalam

masyarakat yang mempunyai norma sosial yang mengatur, dan membatasi

kehidupan seseorang.

Kemandirian belajar yang baik pada siswa belum terjadi secara merata di

SMK PGRI 2 Cimahi dan hal tersebut merupakan permasalahan yang penulis

ambil karena menarik untuk dikaji mengingat bahwa kemandirian merupakan

tugas perkembangan anak pada masa remaja yang perlu diperhatikan oleh orang

tua dan guru. Dalam konteks pendidikan, kemandirian sangat penting untuk

dikembangkan pada siswa guna memperlancar proses belajar mengajar, sehingga

tujuan pendidikan yang sudah ditentukan dapat tercapai dengan baik.

. Kemandirian seseorang tidak ditandai dengan usia, tetapi salah satunya

ditengarai oleh perilakunya. Burt Sisco dalam Hiemstra (1998) membuat sebuah

model yang membantu individu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar.

Menurut Sisco ada 6 langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih

mandiri dalam belajar, yaitu: (1) preplanning (aktivitas sebelum proses

pembelajaran), (2) menciptakan lingkungan belajar yang positif, (3)

mengembangkan rencana pembelajaran, (4) mengidentifikasi aktivitas

pembelajaran yang sesuai, (5) melaksanakan kegiatan pembelajaran dan

monitoring, dan (6) mengevaluasi hasil pembelajar individu.

Berdasarkan penelitian sederhana yang dilakukan penulis pada saat

melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah SMK PGRI 2

Cimahi selama kurang lebih tiga bulan, Penulis melakukan wawancara dengan

beberapa siswa kelas XII Farmasi 2 untuk mengetahui hal yang dipersiapkan

untuk mengikuti ujian nasional dan uji kompetensi, mereka mengutarakan kepada

(4)

dioptimalkan. Para narasumber tersebut cenderung mengetahui kegiatan belajar

dapat dilakukan dimana saja, namun itu hanya sekedar mereka ketahui tanpa

adanya niat yang keras untuk melakukan pembelajaran mandiri.

Penulis melihat kemandirian belajar dari masing-masing siswa di berbagai

jurusan sudah terlihat namun masih belum maksimal. Pernyataan kemandirian

belajar di sekolah tersebut masih belum optimal didukung dari hasil wawancara

penulis kepada ketua prodi Administrasi Perkantoran untuk mengetahui

bagaimana salah satu cara melihat kemandirian belajar siswa, beliau menjawab

langkah mudah untuk mengetahui ada tidaknya kemandirian belajar siswa ialah

dilihat dari jadwal kegiatan sehari-hari siswa itu sendiri. Sehubungan dengan itu

penulis juga menjadikan jadwal kegiatan harian siswa sebagai tugas yang dapat

menghasilan data untuk mengetahui berapa banyak dari siswa terpilih yang

menetapkan kegiatan belajar dalam jadwal kesehariannya. Berikut hasil jadwal

kegiatan harian siswa pada 15 siswa kelas X, 15 siswa kelas XI dan 15 siswa kelas

XII dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan penulis untuk memberikan

tugas jadwal kegiatan harian kepada seluruh siswa yang ada di SMK PGRI 2

Cimahi. Data tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 1.1

Data banyaknya Siswa yang menetapkan Belajar pada Jadwal Kegiatan Harian

15 Siswa Kelas X 15 Siswa Kelas XI 15 Siswa Kelas XII

(5)

Berdasarkan data di atas, siswa yang menetapkan belajar mandiri pada

kelas X sebanyak 60% (9 Orang), kelas XI sebanyak 80% (12 Orang) dan kelas

XII sebanyak 67% (10 Orang). Dilihat dari data di atas, tidak ada satu tingkatan

kelaspun yang berada di bawah 50%, namun masih ada siswa yang secara sadar

dengan jadwal kegiatan hariannya tidak menetapkan kegiatan belajar sendiri,

mereka terfokus pada pembelajaran di sekolah dan pengerjaan tugas-tugas, bukan

belajar mengulas materi ataupun mempelajari materi pertemuan selanjutnya.

Berdasarkan fenomena tersebut, siswa SMK PGRI 2 Cimahi memiliki

kemandirian belajar sudah cukup baik namun belum memaksimalkan semua

kemampuan yang dimilikinya. Penulis beranggapan bahwa kemandirian belajar

siswa salah satunya disebabkan oleh faktor internal dari dalam dirinya yaitu faktor

siswa belum memiliki kecerdasan emosional yang baik. Kecerdasan emosional

merupakan modal yang sangat penting dimiliki oleh siswa dalam menghadapi

masalah belajar, sehingga mempengaruhi kemandirian belajar siswa. Karakteristik

siswa yang memiliki kecerdasan emosi yaitu mampu memotivasi diri-sendiri,

bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak

melumpuhkan kemampuan berfikir serta berempati dan berdoa (Daniel Goleman,

2000, hlm. 57-58)

Kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang sulit untuk diketahui

karena memang tidak ada satupun alat tes yang dapat digunakan untuk mengukur

kecerdasan emosi seseorang secara tepat, tetapi ada banyak situasi dimana gejolak

emosi yang seseorang rasakan dapat diukur. Data berikut merupakan petunjuk

kasar hasil dari pengukuran kecerdasan emosional dengan beberapa pernyataan

pada siswa yang juga dimintai oleh penulis untuk menuliskan jadwal kegiatan

hariannya, yakni 15 siswa kelas X, 15 siswa kelas XI, dan 15 siswa kelas XII di

SMK PGRI 2 Cimahi. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat dengan diagram

(6)

Gambar 1.2

Hasil pengukuran Kecerdasan Emosional Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

Dari gambar di atas menyebutkan bahwa siswa dengan kecerdasan

emosional rendah sebanyak 4 orang, hampir rendah 11 orang, normal 15 orang,

hampir tinggi 12 orang dan tinggi sebanyak 3 orang. Siswa dipilih dengan jumlah

sama rata yakni 15 orang dari masing-masing tingkatan kelas sebagai sampel

sehingga totalnya 45 orang, karena disadari bahwa tekanan mental dan emosi

masing-masing siswa pasti berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan

kepribadiannya. Didapatkan dari gambar di atas sebagian besar siswa memiliki

kecerdasan emosional yang normal, hal tersebut diduga akan terjadi pada siswa

lain yang tidak diukur. Dengan alat ukur dan hasil kecerdasan emosional tertinggi

yang didapatkan dan dikatakan normal atau sedang yang kemudian diharapkan

mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap kemandirian siswa dalam hal

belajar.

Data pendukung lain yang menyebabkan peneliti tertarik untuk

menjadikan kecerdasan emosional sebagai salah satu hal yang dapat

mempengaruhi kemandirian belajar ialah penelitian yang dilakukan oleh ahli

kecerdasan emosional yaitu Daniel Goleman. Menurut penelitiannya, skor IQ

rata-rata anak-anak di AS meningkat cukup signifikan dibandingkan sewaktu PD

I. Faktor penyebabnya adalah nutrisi yang baik, kesempatan menyelesaikan

jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kecilnya jumlah anggota keluarga, dan

semakin maraknya permainan (game) komputer yang membantu anak-anak

(7)

menguasai keterampilan berwawasan (spatial skills). Namun ironisnya, dengan

meningkatnya skor IQ mereka tingkat EQ (kecerdasan emosional) mereka justru

menurun. Hal yang menyebabkan adalah karena anak-anak saat ini tumbuh dalam

kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan sulit diatur, cenderung cemas, lebih

inpulsif, dan agresif. Hal-hal demikian menurut Daniel Goleman berseberangan

dengan dunia kerja saat ini dimana tingkat kecerdasan emosi lebih dibutuhkan

dibandingkan dengan IQ (Daniel Goleman, 2000)

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menganggap EQ lebih penting

bagi kesuksesan seorang siswa dibandingkan IQ. Hal tersebut meyakinkan

penulis bahwa siswa yang mampu mengendalikan emosinya dan

menyeimbangkan dengan IQ yang dimiliki akan lebih berhasil dibandingkan

teman-temannya yang hanya lebih mementingkan IQ dan rendah di EQ di

berbagai hal. Kecerdasan emosional yang optimal pada seorang siswa mampu

memberikan dorongan untuk dia dapat tetap bertindak dan bersikap mandiri,

meskipun ada suatu hal yang mengganggu hati dan pikirannya.

Penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian

belajar siswa sudah dilakukan oleh para peneliti lainnya. Dalam penelitian ini,

konsep kecerdasan emosional merujuk kepada konsep menurut Daniel Goleman

(1999 & 2000), Steven J. Stein dan Howard E. Book (2004) dan Ary Ginanjar

(2007). Sedangkan konsep kemandirian belajar lebih diarahkan untuk merujuk

kepada pendapat Chabib Toha (1996), Haris Mudjiman (2007), Muhtholi’ah

(2002), B. Renita Mulyaningtyas & Yusuf Purnomo Hadiyanto (2007) dan

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005). Pemaparan konsep dan teori akan

dijelaskan pada bab selanjutnya.

Kecerdasan emosional yang tinggi mampu menjadikan kemampuan

seseorang untuk dapat mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga

membantu perkembangan emosi agar dapat mengerjakan sesuatu dengan lebih

efektif. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi maka

kemungkinan besar ia akan berhasil di dalam kehidupannya karena ia

menganggap semua yang ada dihadapannya harus ditempuh dengan penuh

(8)

memiliki tingkat kecerdasan emosional rendah, ia tidak dapat menahan kendali

dan akan berpengaruh terhadap kehidupan jiwa dan efektivitas kerjanya

sehari-hari.

Kemandirian belajar yang belum dimiliki semua siswa di sebuah lembaga

pendidikan merupakan hal yang wajar, namun apabila dibiarkan maka akan

berdampak pada kebiasaan hidup siswa itu sendiri setelah lulus dari sekolahnya

dan memasuki dunia perkuliahan atau dunia kerja. Permasalahan tersebut harus

segera dipecahkan, karena sekalipun guru memberikan pengajaran yang terbaik,

dan orang tua memberikan arahan, namun apabila tidak tertanam kemandirian

pada diri siswa itu sendiri maka akan tetap tidak optimal penyerapan segala materi

belajar yang telah dipelajari.

Berdasarkan hal tersebut, mengingat pentingnya kemandirian belajar siswa

yang berdampak langsung terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, maka

masalah kemandirian belajar ini merupakan aspek penting dalam pendidikan

untuk diteliti. Faktor kecerdasan emosional merupakan faktor yang menarik untuk

dikaji lebih dalam dan kaitannya dengan kemandirian belajar siswa. Oleh karena

itu penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap

Kemandirian Belajar Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi”

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Inti kajian dalam penelitian ini adalah masalah kemandirian belajar siswa

di SMK PGRI 2 Cimahi. Kemandirian belajar merupakan proses seseorang untuk

meyakini tindakannya dan berusaha mencapai tujuannya serta tidak bergantung

pada orang lain. Definisi mengenai kemandirian belajar tersebut merujuk pada

pendapat dari Abu Ahmadi (1990) yaitu “Belajar mandiri, tidak menggantungkan

diri kepada orang lain, siswa, dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif

sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa, maupun bernegara”.

Sehubungan dengan definisi di atas, banyak ahli yang mengemukakan

faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar tersebut. Menurut Chabib Toha

(1996, hlm. 124-125) menyatakan bahwa:

Faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua

(9)

kematangan usia, jenis kelamin dan kecerdasan anak. Faktor dari luar seperti

kebudayaan, keluarga, sistem pendidikan, sistem kehidupan di masyarakat.

Selanjutnya Hasan Basri (2000, hlm. 54) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kemandirian belajar dibedakan menjadi dua, yaitu:

Faktor endogen (internal) dan faktor eksogen (eksternal). Faktor endogen adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala yang melekat pada dirinya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Macam-macam sifat dasar orang tua yang melekat pada diri seseorang antara lain seperti bakat, potensi kecerdasan, dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Sedangkan faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Sering juga disebut sebagai faktor lingkungan. Faktor lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian termasuk juga dalam hal kemandiriannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yang telah

dijelaskan di atas, maka dengan keterbatasan waktu. biaya. dan kemampuan serta

berdasarkan observasi yang penulis lakukan dan merujuk pada data empirik yang

telah ada, maka penulis memfokuskan penelitian ini pada faktor yang

mempengaruhi kemandirian belajar yaitu mengenai kecerdasan emosional di

SMK PGRI 2 Cimahi

Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam

pernyataan masalah (problem statement) sebagai berikut: “Kecerdasan emosional

siswa di SMK PGRI 2 Cimahi masih rendah, sehingga kemandirian belajar

menjadi rendah. Hal ini menyebabkan kualitas peserta didik menjadi rendah,

sehingga harus ditanggulangi agar dapat mencapai visi, misi, dan tujuan SMK

PGRI 2 Cimahi.

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini

secara spesifik dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK PGRI 2

Cimahi?

2. Bagaimana gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2

(10)

3. Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di

SMK PGRI 2 Cimahi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ilmiah memerlukan adanya tujuan yang jelas, untuk itu dalam

penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara

kecerdasan emosional dengan kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi.

Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK

PGRI 2 Cimahi

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kemandirian belajar siswa di SMK PGRI

2 Cimahi

3. Untuk mengetahui adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat

kemandirian belajar siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

1.4 Kegunaan Penelitian

Ada dua macam kegunaan penelitian ini, antara lain kegunaan teoritis dan

kegunaan praktis.

1. Kegunaan teoritis

Kegunaan teoritis dalam penelitian ini adalah hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan masukan-masukan yang berharga yang berupa

konsep-konsep kecerdasan emosional serta pengaruhnya terhadap kemandirian belajar

siswa dan juga diharapkan dapat menjadi referensi serta memberikan

sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan

ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.

2. Kegunaan Praktis

a. Dapat memberikan input (masukan) serta gambaran kepada guru mengenai

pengaruh kecerdasan emosional terhadap kemandirian belajar siswa di

SMK PGRI 2 Cimahi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam menetapkan cara guru mengembangkan kecerdasan

(11)

juga memberikan arahan dan langkah-langkah agar siswa terbiasa untuk

mengambil keputusan sendiri dalam hal belajar.

b. Bagi penulis untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kecerdasan

emosional yang akan mempengaruhi kemandirian belajar siswa baik di

dalam maupun luar sekolah, sekaligus sebagai bekal pengetahuan saat

Gambar

Tabel 1.1 Rekapitulasi Jumlah Siswa yang terlambat mengumpulkan tugas
Gambar 1.1 Data banyaknya Siswa yang menetapkan Belajar pada Jadwal Kegiatan
Gambar 1.2 Hasil pengukuran Kecerdasan Emosional Siswa di SMK PGRI 2 Cimahi

Referensi

Dokumen terkait

Kata Sekdes desa ini; “Adanya warga baru yang memiliki villa mewah menguntungkan kami secara tidak langsung, karena kalau ada musibah atau keperluan desa yang mendesak,

Responden yang mengatakan setuju dengan butir pertanyaan MDH1, MDH2, MDH3, dan MDH4 sangat besar jumlahnya mencapai 359 orang namun masih terletak ketidak mudahan

Berdasarkan pada pertimbangan bahwa terdapat perkembangan pemanfaatan perairan laut pada jalur penangkapan nelayan tradisional, maka diterbitkan Peraturan Bupati Batang Nomor

Tidak hanya warga, pedagang bunga tabur yang biasa berjualan di tempat pemakaman umum (TPU) se Jabodetabek juga membeli di Rawa Belong untuk dijual

Continuous Education of Physics Teachers At Faculty of Science and Technology University of Airlangga 15, 16, and 21 November 2008.?.

Menurut Roestiyah(2001) dengan kegiatan melaksanakan tugas siswa akan aktif belajar, dan merasa terangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih, memupuk inisiatif

Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial yang mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari

Faktor sikap dapat diketahui bahwa 47 dari 88 responden atau ibu hamil setuju jika faktor sikap memiliki peran penting dalam pemberian ASI Eksklusif dengan persentase 53,4%