• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL SYEKH MUHAMMAD FAQIH BIN ABDUL

B. Pendidikan dan Pemikirannya

Sewaktu kecil Kyai Muhammad Faqih Maskumambang memperoleh pendidikan dasar agama dari ayahnya langsung. Usai belajar ilmu agama dari ayahnya, Kyai Faqih Maskumambang melanjutkan tafaqquh fiddin-nya ke pesantren Kademangan Bangkalan, Madura yang diasuh oleh seorang ulama yang masyhur dengan keluasan ilmu lahir dan batin, yaitu Syaikhana Kholil. Di pesantren ini lahir ulama-ulama penyebar ajaran ahlussunnah waljamaah

6

Tim Penyusun Pustaka Tebuireng, Profil Pesantren Tebuireng, Pustaka Tebuireng, h. 9. 7

Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku

yang menjadi tokoh nasional seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab

Hasbullah, KH. Bisri Sansuri, KH. Ridwan Abdullah, dan KH. As’ad

Syamsul Arifin.8

Dalam catatan sejarah Kyai Faqih juga pernah studi di Pesantren Langitan Tuban (sekarang Lamongan). Di Pesantren ini dia belajar kepada Kyai Ahmad Sholeh (wafat tahun 1990) selama tiga tahun. Selanjutnya ia belajar di pesantren Kebondalem Surabaya, Pesantren Ngelom Sepanjang Sidoarjo, Pesantren Qomarudin Bungah Gresik,9 dan terakhir di Kota suci Mekah selama tiga tahun. Menuntut ilmu di tanah suci Makkah

al-Mukarramah ini beliau lakukan untuk melestarikan tradisi ulama-ulama

terdahulu ketika mereka hendak atau lebih mematangkan keilmuan yang sudah mereka pelajari. Di tanah suci Makkah ini beliau belajar kepada para ulama

Haramain, terlebih kepada Syeikh Mahfudz at-Turmusi (Termas), seorang

ulama yang alim dan terkenal sebagai pengajar di masjidil haram yang juga menjadi tumpuan (tujuan) bagi para pelajar yang datang dari berbagai penjuru dunia, terlebih nusantara. Selama di tanah suci Kyai Faqih menempuh ilmu bersama dengan teman-temannya yang berasal dari nusantara seperti Kyai Hasyim Asy’ari dan Kyai Munawwir Krapyak, Jogjakarta. Kedua sahabatnya

ini sama-sama belajar kepada Syeikh Mahfudz at-Turmusi. Kelak ketiga murid Syeikh Mahfudz at-Turmusi ini akan menjadi ulama yang disegani di

8

KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab

al-Wahabiyyah, karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang), Biografi KH. Muhammad Faqih Maskumambang.

9

Mundzir Suparta, perubahan orientasi pondok pesantren salafiyah terhadap perilaku keagamaan di masyarakat, asta buana sejahtera, Jakarta: 2009, hal. 124.

dunia Islam. KH. Asy’ari dan Kyai Faqih Maskumambang menjadi pendiri

Nahdlatul Ulama. Sedangkan Kyai Munawwir terkenal sebagai ulama yang ahli dalam bidang al-Quran dan Qiraah Sab’ah. Hampir semua sanad al-Quran dan Qiraah sab’ah yang ada di Indonesia saat ini diriwayatkan melalui jalur Kyai Munawwir Krapyak, terlebih di pulau jawa.10

Kyai Faqih merupakan salah seorang Ulama ahlussunnah waljamaah. Menurut rumusan Founding Father NU (Hasyim Asy’ari) ahlussunnah

waljamaah merupakan salah satu tradisi atau ajaran Islam yang bertumpu pada

pemikiran Abu Hasan Asy’ari (260 H - 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi dalam bidang Teologi; Imam Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali dalam bidang Fiqih; Imam Ghazali dan Junaid al-Baghdadi dalam bidang tasawwuf; dan Imam Mawardi dalam bidang politik (siyasah).11

Lahirnya Nahdlatul Ulama didorong oleh semangat mempertahankan paham ortodoksi ahlussunah wal jamaah dari serangan kaum modernis Islam yang mengusung jargon purifikasi ajaran-ajaran keislaman dunia Islam terutama Timur Tengah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ditandai dengan maraknya gerakan-gerakan yang kurang lebih memiliki karakteristik sama (yang puritan, anti tradisi, dan revivalistik). Sejak Muhammad bin Abdul Wahab sukses memelopori gerakan Wahabi di Najed pada abad ke-18, kemudian segera diikuti oleh berbagai gerakan Islam di Timur Tengah, Asia,

10

KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab

al-Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang), Biografi KH. Muhammad Faqih Maskumambang.

11

Sumanto al-Qurtubi, Nahdlatul Ulama “Dari Politik Kekuasaan Sampai Pemikiran

Afrika Utara, dan tak ketinggalan Indonesia. Puncaknya pada kemenangan

Rezim Sa’ud yang berhaluan Wahabi di Saudi Arabia pada 1920-an. Oleh para ulama NU, kemenangan rezim Sa’ud yang wahabi dan anti-tradisi dipandang membahayakan eksistensi paham ahlussunah yang pro-tradisi yang sudah lama eksis di Timur Tengah dan Arab. Oleh karena itu, kemudian mereka membentuk komite Hijaz agar penguasa baru Arab Saudi tetap memelihara tradisi lokal dan praktik keagamaan lain di luar mainstream Wahabi. Wahabisme adalah aliran keagamaan yang sangat keras dan bahkan ekstrem. Ekstremisme itu ditunjukkan dengan sikap penentangan tentang semua hal-ihwal praktek keagamaan yang menurutnya penuh bid’ah, takhayul, khurafat,

syirik termasuk paham bermazhab yang tidak ada dalam al-Quran dan

Hadist.12

Sesuai dengan doktrin Wahabisme pula, Raja Abdul Aziz bin Sa’ud

seenaknya melakukan penghancuran kubah Makam para sahabat, auliya, dan orang-orang saleh di Makkah dan Madinah sehingga nyaris kubah-kubah itu tak tersisa kecuali kubah makam Rasulullah. Menyikapi situasi ini, para

Ulama Jam’iyyah Nahdlatul Wathan kemudian berkumpul di Surabaya untuk mendiskusikan situasi ini. Dalam musyawarah ini mereka menyepakati

membentuk “komite Hijaz” yang diketuai Kyai Wahab Hasbullah.

Dua tahun sebelum Raja Abdul Aziz bin Sa’ud terpilih sebagai King

Arab Saudi, Kyai Faqih menulis sebuah karya yang berjudul an-nusus

al-Islamiyyah fi ar-rad ala mazhab al-wahabiyyah” yang berisi tentang kritik

12

Sumanto al-Qurtubi, Nahdlatul Ulama “Dari Politik Kekuasaan Sampai Pemikiran

kepada aliran Wahabi melalui nash-nash Islam. Karena “perang-soft-ideologi”

(perang pemikiran atau non fisik) itu beliau terkenal sebagai seorang ulama yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Nabi dan senantiasa menjaga tradisi ahlussunah wal jamah.

Kyai Faqih merupakan seorang pedagang, dalam berdagang beliau selalu mengingat pesan mulia Nabi: “Tidaklah sekali-sekali seseorang makan suatu makanan yang lebih baik dari pada makan dari hasil keringatnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud dahulu senantiasa makan dari hasil keringatnya

sendiri.” (HR. muttafaq alaih). Dan ketika selesai berdagang beliau dedikasikan waktu luangnya untuk mengajar para santri.13

Kisah Kyai Hasyim Asyari pada awal berdirinya NU menuliskan fatwa dalam majalah Suara Nahdlatul Ulama pada tahun1926. Dalam artikel ini beliau mengajukan argumentasi karena kentongan (alat bunyi dari kayu yang dipukul, berfungsi seperti bedug digunakan sebagai penanda masuknya waktu shalat dan masuknya waktu berjamaah) tidak disebutkan dalam hadist Nabi maka tentunya kentongan diharamkan dan tidak dapat digunakan sebagai penanda masuknya waktu shalat. Seperti banyak Kyai lainnya, Kyai Hasyim juga beralasan bahwa dalam hal-hal pemujaan, tradisi harus dipertahankan dan inovasi dibatasi hanya pada penerapan sosial ajaran itu, bukan cara pemujaan dasar.14

13

KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab

al-Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang), h. XXV.

14

Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biographi of AbdurrahmanWahid, Yogyakarta: 2002, LKis, cet. Kedua, h. 162-163.

Sebulan setelah dipublikasikannya artikel Kyai Hasyim itu, seorang Kyai senior lainnya, Kyai Faqih menulis sebuah artikel untuk menentangnya. Ia beralasan bahwa Kyai Hasyim salah karena prinsip yang digunakkan dalam masalah ini adalah qiyas, atau kesimpulan yang didasarkan atas prinsip yang sudah ada. Atas dasar ini maka kentongan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai beduk tanda masuknya waktu shalat. Sebagai tanggapannya Kyai Hasyim mengundang semua ulama Jombang untuk bertemu dengannya di rumahnya dan meminta agar kedua artikel ini dibaca keras. Ketika hal ini telah

dilakukan, ia mengumumkan kepada mereka yang hadir “anda bebas

mengikuti pendapat mana saja karena kedua-duanya benar, tetapi saya mendesakkan bahwa di pesantren saya kentongan tidak dipergunakan.”

Beberapa bulan kemudian Kyai Hasyim diundang untuk menghadiri perayaan maulid Nabi di Gresik. Tiga hari sebelum waktunya tiba, Kyai Faqih, yang merupakan Kyai senior di Gresik, membagikan surat edaran ke semua masjid dan mushala meminta mereka menurunkan kentongan dan tidak menggunakannya selama Kyai Hasyim berada di tempat itu untuk menghormati Kyai Hasyim.15

Kyai Masykur menanggapi kisah Rais Akbar NU dan Wakilnya ini

pertama dikarenakan kedekatan kedua kyai, kedua merupakan representasi

dan implementasi pluralisme sempurna yang diajarkan para Kyai pendiri

(muassis) Organisasi sosial keagamaan terbesar yang ada di Negeri ini.

15

Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biographi of Abdurrahman Wahid, h.

Gus Dur pun ikut mengomentari kisah ini dalam salah satu tulisannya, dia mengatakan: “Meyakini sebuah kebenaran, tidak berarti hilangnya sikap

menghormati pandangan orang lain, sebuah sikap tanda kematangan pribadi kedua tokoh tersebut. Begitulah tatakrama dalam perbedaan pendapat yang ditunjukkan oleh para pendahulu kita, suatu sikap yang harus diteladani dan

dilestarikan.”16

Dokumen terkait