SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh: MOH. ADIB MS NIM.1110044100081
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iii
ABSTRAK
Metode penentuan awal bulan qamariah dalam ilmu falak digunakan untuk menentukan jatuhnya awal bulan qamariah. Secara fundamental terdapat dua aliran yang muncul tentang metode penentuan awal bulan qamariyah yaitu : metode hisab dan metode rukyat dengan dasar yang oleh masing-masing aliran diyakini kebenarannya.
Di pulau Jawa, dinamika perkembangan ilmu falak cukup pesat dengan munculnya tokoh-tokoh falak dengan karya-karyanya yang menjadi pelopor ilmu falak di Indonesia. Dari penelusuran penulis ada seorang ahli falak yang merupakan ulama besar dan fatwa beliau diikuti banyak orang, khususnya di jawa Timur, yaitu Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi yang secara runtutan nasab merupakan keturunan dari salah satu Wali Songo yaitu Sunan Giri. Sebagai seorang tokoh ahli falak, Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi menyusun sebuah kitab falak yang berjudul
al-mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah Kitab tersebut membahas
tentang penentuan awal bulan qamariah.
Penentuan awal bulan Qamariyah merupakan elemen penting dalam tubuh islam karena di dalamnya membahas permasalahan yang berhubungan dengan peribadatan orang islam. Kitab ini memiliki metode sendiri dalam penentuan awal bulan qamariah, sehingga muncul persoalan tentang apa metode yang digunakan oleh Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi dalam menentukan awal bulan qamariah, mencakup metode yang digunakan di dalamnya, kelebihan metode dan kekurangannya. Serta turut serta menambah khazanah keilmuan khususnya di dalam disiplin ilmu falak.
Rumusan Masalah yaitu : bagaimana metode yang digunakan Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang terdapat dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri
al-qamariyah”? dan Apa kelebihan dan kekurangan metode kitab “al mandzumah ad
daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”nya Syeikh Muhammad Faqih bin
Abdul Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah?
Dari hasil analisa penulis, terdapat beberapa kesimpulan mengenai metode hisab yang terdapat pada kitab mandzumah ad-daliyah fi awail asyhur
al-qamariyah karya Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar
al-Maskuambang yaitu: Metode hisab yang digunakan oleh Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi dalam kitab al-mandzumah
ad-daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah termasuk metode hisab istilahiyang
perhitungannya bisa dilakukan dengan cara yang cepat dan sederhana. Metode perhitungan dalam kitab mandzumah ad-daliyah fi awail asyhur
al-qamariyah ini Perhitungan yang pertama adalah dengan membagi tahun yang
iv
dikali 5 dan yang basitah dikali 4, hasilnya dijumlahkan dengan hasil pembagian yang dikali 5, hasilnya ditambah 5 dan dibagi 7, sisanya adalah hari jatuhnya awal bulan qamariah. Hisab ini termasuk metode hisab istilahi, yaitu metode hisab yang perhitungannya hanya memperhitungakan perjalanan rata-rata bulan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pedoman untuk perhitungan dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
Kelebihan kitab ini adalah perhitungannya masih sangat sederhana dan mudah dipelajari untuk orang-orang yang baru belajar ilmu falak. Hisab ini termasuk dalam kriteria hisab aritmatik yang pada praktiknya bisa diterapkan dalam pembuatan kalender sepanjang masa untuk keperluan sipil dan adminstrasi. Sedangkan kekurangan kitab ini yaitu belum membahas tentang koreksi atau
ta’dilsehingga perhitungannya masih bersifat sangat umum dan belum akurat.
Kata kunci : Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi, Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyah.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, teruntai tahmid atas kasih sayang Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya hingga akhirnya sampailah pada tahap akhir studi ini dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul:
Metode Penentuan Awal Bulan Qamariah Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang, dengan cukup lancar. Shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk Sang Penegak Panji Islam Nabi Muhammad Saw. keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau yang telah membawa Islam sampai saat ini.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini bukan hanya hasil jerih payah penulis pribadi sendiri. Akan tetapi merupakan wujud nyata dari usaha,
bantuan pemikiran, dan do’a dari berbagai pihak yang membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Abdul Halim, M.Ag, Ketua Program Studi Hukum Keluarga
(AhwalSyakhsiyyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum.
3. Arip Purkon, M.Ag., Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum.
vi
bosan memberikan arahan dan masukan ilmu untuk penulis selama di bangku perkuliahan.
5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yangtelah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.
6. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik baik secara langsung atau tidak telah membantu pemahaman dalam menyelesaikan skripsi. 7. Keluarga besar pondok pesantren Maskumambang serta seluruh pengurusnya, Inu Pamungkas, Anam, Nasir, Muzajjaddan tim Ilmu Falak Pon-Pes Lirboyo Jawa Timur yang telah memberikan reverensi dan sumbangan pemikiran tentang fokus kajian skripsi ini.
8. Yang tercinta mama lan mimi, yang disetiap nafasnya selalu terpanjatkan doa untuk kebahagiaan dan kesuksesan anak-anaknya di dunia dan di akhirat, pemberi inspirasi paling nyata di setiap fase kehidupan, serta selalu memberikan motivasi moril dan materil untuk keberhasilan penulis.
9. Kakakku Saefudin Zuhri, S.E., Nur’alimah dan suami (Ali Murtadlo) , adik -adikku Masyhadi, Dewi Rahma, Siti Uzlifah serta Seluruh keluarga besar, terima kasih atas do'a dan motivasinya.
10.Kawan-kawan seperjuangan, khususnya Muhdi Aziz, Irfan Rizkiani, Ahmadi, Syauqi, Adam Setiawan, Ema, Duray, Zian, Ipank, dan kawan-kawan di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Prodi Hukum Keluarga angkatan 2010 yang selalu hangat baik suka maupun duka, teman-teman KKN “Damar Wulan” Ciamis, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Cirebon Jakarta Raya (Hima-Cita),. Semoga kita selalu saling mensuport dan mendoakan dimanapun berada.
vii
Jamal, Pak Afifi, Pak Guru, Idris Mesut, Kacung Alam, Abro, bung Mumu
Catur Widjaya, Ono, ARC, Mala, Muta’aliyah, serta para aktifis kajian PSPP
yang selalu mengecas intelektual, spiritual, dan emosional di setiap malam jumat.
Penulis ucapkan ribuan terima kasih dan doa semoga Allah SWT menerima semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga Ia memudahkan segala urusan serta membalasnya dengan balasan yang lebih baik.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan waktu dan reverensi serta keterbatasan kemampuan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua yang membacanya. Amin.
Jakarta, 08 Desember 2015
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13
D. Metode Penelitian ... 14
BAB II PROFIL SYEKH MUHAMMAD FAQIH BIN ABDUL JABBAR AL-MASKUMAMBANG A. Biografi Syekh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi ... 19
B. Pendidikan dan Pemikirannya ... 23
C. Guru dan Murid-muridnya... 29
BAB III DESKRIPSI KITAB “AL MANDZUMAH AD DALIYAH FI AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH” A. Deskripsi Lengkap ... 35
B. Metode penentuan awal bulan qamariyah yang digunakan dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah” ... 38
C. Aplikasi metode penentuan awal bulan qamariyah kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah” ... 53
BAB IV ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH KITAB AL-MANDZUMAH AD DALIYAH FI AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH A. Tingkatan Akurasi Dalam Ilmu Hisab atau Ilmu Falak ... 58
B. Posisi Kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah” Dalam Ilmu Falak ... 62
C. Metode Hisab Kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al -asyhuri al-qamariyah” Dalam Penentuan Awal Bulan Syar’iyyah ... 68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70
1
A. Latar Belakang Masalah
Falak secara bahasa berarti madaar yaitu orbit, garis atau tempat perjalanan bintang atau celestial sphere or star. Ilmu falak berarti pengetahuan mengenai tempat beredarnya bintang-bintang. Salah satu ayat Al-Quran yang memuat kata falak adalah surat yasin ayat 40 yang berbunyi :
Artinya : tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS : Yasin 40).
Sedangkan secara terminologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang dan
benda-benda langit yang lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari
benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain.1
Menurut Ahmad Izzuddin, ilmu falak dikalangan umat Islam dikenal
dengan sebutan ilmu hisab, sebab kegiatan yang paling menonjol pada ilmu
tersebut adalah melakukan perhitungan-perhitungan. Namun demikian
menurut penulis karena dalam ilmu falak pada dasarnya menggunakan
pendekatan dua “kerja ilmiah” dalam mengetahui waktu-waktu ibadah dan
posisi benda-benda langit, yakni pendekatan hisab (perhitungan) dan
pendekatan rukyat (observasi) benda-benda langit, maka idealnya penamaan
1
ilmu falak ditinjau dari kerja ilmiahnya disebut ilmu hisab rukyat, tidak
disebut ilmu hisab (saja).2
Ilmu falak termasuk ilmu yang tertua yang banyak dijumpai di berbagai bangsa di dunia dengan tujuan dan penggunaan yang berbeda-beda. Misalnya untuk mengetahui waktu yang tepat untuk penyembahan terhadap dewa-dewa yang diakui, mengetahui banjirnya sungai nil, mengetahui arah angin sehingga diketahui sumber air, bulan dan bintang yang menghiasi langit pada malam hari digunakan oleh para pengembara dan pelaut, fase-fase perubahan bulan dan perjalanan harian matahari digunakan oleh petani dan peternak untuk memulai bercocok tanam dan lain-lain yang kesemuanya ini menjelaskan bahwa benda-benda angkasa sudah dijadikan sebagai dasar dalam praktek kehidupan nyata jauh sebelum astronomi dikenal sebagai disiplin ilmu.3
Ilmu falak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama dalam penentuan waktu-waktu untuk keperluan hidup sehari-hari. Ketertarikan manusia pada fenomena alam semesta akan keindahannya yang memunculkan legenda maupun kemurkaannya memunculkan kesadaran akan adanya Dzat yang Supranatural telah mengiringi kelahiran ilmu ini.
Sejarah mencatat bahwa sebelum kedatangan agama Islam di Indonesia telah tumbuh perhitungan tahun yang ditempuh menurut perhitungan jawa
2
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis “metode hisab-rukyat praktis dan solusi
permasalahannya”, (Semarang: Pustaka Al-hilal, 2011) edisi revisi, h. 1.
3
hindu atau tahun soko yang dimulai pada hari sabtu, 14 Maret 78 M. yakni tahun penobatan Prabu Syaliwahono (Aji Soko). Kalender inilah yang digunakan umat Budha di Bali guna mengatur kehidupan masyarakat dan agama. Namun sejak tahun 1043 H/1633 M yang bertepatan dengan 1555 tahun soko, tahun soko diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau pada mulanya tahun soko berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun soko tersebut. Sehingga jelas sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran ilmu falak, hal ini ditandai dengan adanya penggunaan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi.4
Setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pergeseran penggunaan kalender resmi pemerintah, semula kalender hijriyah diubah menjadi kalender masehi. Meskipun demikian umat Islam tetap menggunakan kalender hijriyah, terutama daerah kerajaan-kerajaan Islam dalam penetapan hari-hari yang berkaitan dengan persoalan ibadah, seperti 1 Ramadhan, 1 Syawal dan Dzulhijjah. Pada saat itu juga ilmu falak banyak berkemabang dan dipelajari di pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Dan sampai sekarang, khazanah kitab-kitab ilmu falak di Indonesia dapat dikatakan relatif banyak, apalagi banyak pakar falak sekarang yang menerbitkan (menyusun) kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat dengan disertai kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh
4
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (metode hisab-rukyat praktis dan solusi
para pakar astronomi dengan cara mengolah data-data kontemporer yang berkaitan dengan ilmu falak. Dan setelah Indonesia merdeka dan dibentuknya Departemen Agama, dengan memperhatikan fenomena tersebut, Kementerian Agama, berdasarkan keputusan Menteri Agama pada tanggal 16 Agustus 1972, maka terbentuklah Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama dengan
diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek.5
Mempelajari ilmu falak yang dalam hal ini menentukan awal bulan Qamariyah sangatlah penting, karena di dalamnya terdapat kegiatan umat Islam yang berkaitan dengan penentuan waktu seperti tiga jenis ibadah yang termasuk dalam rukun Islam yaitu puasa, zakat, dan haji. Ketika kita menyadari pentingnya hal-hal di atas, maka tentunya pembahasan ini pun menjadi sangat penting untuk dikaji dan digali.6
Di Indonesia, yang penduduk muslimnya merupakan bagian terbesar negara bangsa ini, hampir selalu terjadi perbedaan di dalam memahami dan mengaplikasikan pesan hadis Rasulullah Saw yang berbunyi :
5
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (metode hisab-rukyat praktis dan solusi permasalahannya), h. 19.
6
Fatin Masyhudi Bahri, tahqiq kitab al mandzumah ad daliyah fi awail asyhur al-qamariyah (Jakarta: 2009, Kementerian Agama Republik Indonesia), h. II.
7
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-bukhari, shahih
Artinya : Dari Nafi dari Abdullah bin Umar bahwasannya Rasulullah Saw menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau bersabda : janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuka sampai kamu melitnya lagi. Jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR. Bukhari)
Artinya: “berpuasalah kamu karena melihat hilal (tanggal) dan berbukalah
(berlebaranlah) kamu karena melihat tanggal, bila kamu tertutup
oleh mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban tiga
puluh hari” (HR. Bukhari dan Muslim)”.
Artinya: "Sesungguhnya Said bin Umar ra. mendengar dari Nabi Saw, beliau
bersabda sungguh bahwa kami adalah umat ummi tidak mampu
menulis dan menghitung umur bulan adalah sekian dan sekian yaitu
kadang 29 dan kadang 30 hari" (HR. Bukhari).
Pada dasarnya, sejarah pemikiran Islam sejak awal pertumbuhannya adalah sejarah aliran, mazhab atau firqah. Sejarah fiqih hisabrukyat (termasuk penetapan awal bulan Qamariyah) juga tidak bisa dilepaskan dari persoalan aliran fikiran tersebut. Dalam wacana pemikiran Islam, aliran pemikiran itu biasa disebut mazhab. Kata mazhab biasa digunakan dalam term fiqih, yaitu suatu cabang ilmu keislaman yang mempelajari tentang hukum-hukum agama atau disebut bidang yurisprudensi Islam. 10
8
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari, shahih
al-bukhari, juz 2, h. 38.
9
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-bukhari, shahih
al-bukhari, juz 2, h. 34. 10
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, “menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Akar dari lahirnya aliran dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah perbedaan interpretasi terhadap hadist yang berbunyi :
Menurut penelitian Syihabbudin al-Qalyubi, hadis-hadis hisab rukyat tersebut mengandung sepuluh interpretasi yang beragam, diantaranya:
1. Perintah berpuasa berlaku atas semua orang yang melihat hilal dan tidak berlaku atas orang yang tidak melihatnya.
2. Melihat di sini melalui mata. Karenanya, ia tidak berlaku atas orang buta (matanya tidak berfungsi).
3. Melihat (rukyat) secara ilmu bernilai mutawatir dan merupakan berita dari orang yang adil.
4. Nash tersebut mengandung juga makna zhan (prasangka kuat) sehingga mencakup ramalan dan nujum (astronomi)
5. Ada tuntutan puasa secara kontinu jika terhalang pandangan atas hilal manakala sudah ada kepastian hilal sudah dapat dilihat.
6. Ada kemungkinan hilal sudah wujud sehingga wajib puasa, walaupun menurut ahli astronomi belum ada kemungkinan hilal dapat dilihat.
7. Perintah hadis tersebut ditujukan kepada kaum muslimin secara menyeluruh. Namun pelaksanaan rukyah tidak diwajibkan kepada seluruhnya bahkan mungkin hanya perseorangan.
11
8. Hadis ini mengandung makna berbuka puasa.
9. Rukyah itu berlaku terhadap hilal Ramadhan dalam kewjiban berpuasa, tidak untuk ifthar-nya (berbuka).
10.Yang menutup pandangan ditentukan hanya oleh mendung bukan selainnya.12
Berawal dari perbedaan itu lahirlah dua mazhab besar. Pertama, mazhab rukyat; menurut mazhab ini penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan ditetapkan berdasarkan rukyat atau melihat bulan yang dilakukan pada hari ke-29. Apabila rukyat tidak berhasil, baik karena posisi hilal belum dapat dilihat maupun karena terjadi mendung, maka penetapan awal bulan harus berdasarkan istikmal (penyempurnaan bilangan bulan menjadi 30 hari). Sehingga menurut mazhab ini term rukyat dalam hadis-hadis hisab rukyat adalah bersifat ta’abudi ghairu ma’qul al-ma’na. artinya tidak dapat dirasionalkan pengertiannya, sehingga tidak dapat diperluas dan tidak dapat dikembangkan. Karena dalam redaksi hadis Rukyat-Hisab lain menyebutkan
“jika pada tanggal 29 bulan tidak tampak atau tidak dapat dilihat maka
tindakan selanjutnya adalah menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari” menjadi alasan lain yang menguatkan mazhab ini.13 Dengan demikian, rukyat hanya diartikan sebatas melihat dengan mata kepala. Kedua, mazhab hisab; penentuan awal dan akhir bulan qamariyah berdasarkan perhitungan falak. Menurut mazhab ini, term rukyat yang ada dalam hadis-hadis hisab rukyat
12
Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah Minhaju at-Thalibin jilid II, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1956), h. 45.
13
dinilai bersifat ta’aqquli ma’qul al-ma’na, dapat dirasionalkan, diperluas dan dikembangkan. Sehingga ia dapat diartikan (antara lain) mengetahui sekalipun bersifat zhanni (dugaan kuat) tentang adanya hilal, kendatipun hilal dengan hisab falaki tidak mungkin dapat dilihat.14
Implikasi dari hadist di atas adalah terhukumi wajibnya berpuasa bagi seluruh orang muslim (fardlu ain). Sementara hukum melaksanakan rukyatnya menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dan Jumhur adalah wajib hanya bagi seorang atau sebagian orang yang dianggap mampu untuk melaksanakannya. Dan menurut pendapat yang lain mengatakan pelaksanaan rukyat dilaksanakan oleh dua orang adil.15 Imam an-Nawawi sepakat “pelaksanaan rukyat itu cukup dilakukan oleh dua orang muslim yang adil dan tidak disayaratkannya melaksanakan rukyat bagi setiap orang muslim.16
Cara-cara penentuan awal bulan dengan hisab semula tidak populer (baru dikenal pada abad ke-20an), namun organisasi Islam yang mendukung metode ini semakin bertambah besar dari waktu ke waktu. Di Indonesia (saja), beberapa organisasi Islam telah mempraktikkan cara perhitungan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dengan cara hisab, diantaranya adalah Muhammadiyah dan Persis.17
14
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah “menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
penentuan awal Ramadhan, idul fitri dan idul adha”, h. 3-5
15
Ibnu Hajar al-Asqalani, fathu al-bari Syarh Shahih al-Bukhari, juz IV, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998) h. 153.
16
an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), h. 190.
17
Di Indonesia popular dengan tiga arus utama mazhab hisab rukyat, pertama mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU), kedua mazhab hisab dengan sponsor utama Muhammadiyah, dan ketiga mazhab imaknu rukyat yang dimunculkan oleh Pemerintah18 yang sering berbeda satu dengan yang lainnya, keadaan inilah yang menjadikan masyarakat Indonesia di setiap tahun ketika penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah selalu mengundang polemik berkenaan dengan pengaplikasian pendapat-pendapat tersebut, sehingga nyaris mengancam persatuan dan kesatuan umat. Masalah klasik ini menurut Ibrahim
Husein disebut sebagai persoalan “klasik” yang selalu “aktual" karena masalah
ini hadir semenjak masa-masa awal Islam dan selalu kembali hangat ketika menjelang datangnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Terlepas dari metode penentuan awal dan akhir bulan Qamariyyah yang dikenal apakah menggunakan metode Rukyat atau Hisab. Namun semua kalender hijriyyah tentulah memakai metode hisab.
Hisab dalam ilmu falak terbagi menjadi dua : 1. Hisab ‘Urfi
Hisab ‘urfi merupakan sistem perhitungan kalender yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem ini dimulai oleh khalifah Umar bin Khattab r.a. sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam abadi.19
18
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, pendahuluan
19
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Jumlah hari tahun Basithah dalam penanggalan hijriyyah ialah 354 hari dan 355 hari dalam tahun kabisat. Bulan-bulan ganjil dalam setahun (Muharram, Rabiul Awwal, Jumadil Awwal, Rajab, Ramadhan, dan Dzulqa’dah) berjumlah 30 hari. Bulan-bulan genap dalam setahun (Safar,
Rabiu Tsani, Jumadil Tsani, Sya’ban, Syawal, dan Dzulhijjah) berumur 29
hari. Kecuali bulan Dzulhijjah dalam bulan kabisat berumur (30) hari. Kalender qamariah (lunar system) membagi satu tahun menjadi 12 bulan. Setiap bulan memiliki jumlah hari 29 atau 30. Total jumlah hari dalam setahun pada sistem kelender qamariah adalah 354 hari, jadi satu tahun qamariah kira-kira berjumah 11,256 hari lebih pendek dari sistem kalender syamsiah,karena bulan sinodik hanya memiliki 12 x 29,53 hari yang menyebabkan satu tahun kalender qamariah hanya memiliki 354,36707 hari,20
Perhitungan hisab ‘urfiadalah berdasarkan perhitungan tradisional bahwa bulan mengelilingi bumi selama 345 11/30 hari yang dilakukan
dengan memperhatikan:
a. Kalender qamariah akan berulang dengan siklus 30 tahunan.
b. Umur bulan qamariah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari. Tahun kabisat jatuh pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Jadi dalam siklus 30 tahunan akan terdapat 11 tahun kabisat (panjang) dan 19 tahun basitah
20
(pendek).
c. Cara menentukan tahun kabisat dilakukan dengan angka tahun dibagi 30, jika sisanya menunjukkan angka-angka tahun kabisat maka tahun tersebut adalah tahun kabisat, jika bukan maka tahun tersebut adalah tahun basithah.21
2. Hisab haqiqi
Hisab haqiqi merupakan sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidak konstan dan tidak beraturan, akan tetapi tergantung kepada posisi hilal setiap awal bulannya, sehingga boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari, atau bisa juga bergantian sebagaimana perhitungan yang ada pada sistem hisab ‘urfi.22
Perhitungan yang digunakan dalam sistem hisab haqiqi ada beberapa macam, mulai yang masih berupa pendekatan-pendekatan kasar, sampai yang sangat teliti, dari perhitungan yang hanya menggunakan tabel-tabel dan menggunakan penghitungan interpolasi dan ekstrapolasi sederhana, sampai perhitungan yang kompleks dengan bantuan komputer berdasarkan perhitungan trigonometri bola (spherical trigonometry), dan dari sistem perhitungan yang dasarnya berasal dari kitab klasik sampai keperhitungan yang mengacu kepada khazanah ilmu astronomi modern.23
21
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, h. 143.
22
Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008) Cet.II, h. 105.
23
Semua pembahasan di atas sebagaimana dinyatakan oleh Harton dan Hunt, jelas merupakan hasil penelaahan atau investigasi ilmiah. Artinya bahwa pertumbuhan ilmu pengetahuan dari awal hingga sekarang merupakan kontribusi kegiatan penelitian yang selama ini dilakukan oleh peneliti dan ilmuan (researchcer and scientist).24
Untuk itu penulis sangat tertarik untuk menganalisis metode penentuan awal bulan Qamariyahnya kiai Faqih, dengan judul: METODE PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH SYEIKH MUHAMMAD FAQIH BIN ABDUL JABBAR AL-MASKUMAMBANGI”. Kiai Faqih atau yang akrab dipanggil Maskumambang (nama desa, dijuluki maskumambang karena kemasyhurannya), merupakan salah satu ulama Nusantara yang lahir pada tahun 1857 dan wafat pada tahun 1937 di Maskumambang, Gresik, Jawa Timur. Ketenarannya disebabkan antara lain oleh kealiman dan pemikiran-pemikiran briliannya yang dituangkan dalam buku-buku yang dipelajari di Pesantren-Pesantren. Salah satu karyanya yang monumental adalah “al mandzumah ad daliyah fi awaili al
-asyhuri al-qamariyah”. Buku ini berisi pemikiran Kyai Faqih di bidang
Ilmu Falak yang membahas tentang metodologi penentuan awal bulan Qamariyah.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudah dalam melakukan studi ini, maka penulis memberikan batasan-batasan objek kajian agar pembahasan dapat terfokus dan tidak melebar. Secara garis besar terdapat dua metode untuk menentukan awal
24
bulan qamariyah, pertama dengan menggunakan metode rukyat dan yang kedua menggunakan metode hisab. Di Indonesia terdapat tiga metode popular yang digunakan masyarakat untuk menentukan penentuan awal bulan qamariyah. pertama rukyatul hilal, kedua hisab, dan yang ketiga imkanu rukyah. Untuk itu penulis membatasi penelitian metode penentuan awal bulan qamariyah yang ada dalam kitab mandzumah daliyyah fi awaili
al-asyhuri al-qamariyah saja. Penelitian ini akan membahas dua permasalahan,
yaitu:
1. Bagaimana metode yang digunakan Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang terdapat dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”? 2. Apa kelebihan dan kekurangan metode kitab “al mandzumah ad daliyah fi
awaili al-asyhuri al-qamariyah”nya Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul
Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui metode Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar dalam menentukan awal bulan Qamariyah dalam kitab “al mandzumah ad
daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode penentuan awal bulan qamariyah yang terdapat dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi
D. Metode Penelitian
Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa jenis penelitian sebagai upaya untuk mendapatkan data yang akurat dan objektif, diantara penelitian itu ialah:
1. Penelitian Kualitatif
yaitu lingkungan alamiah sebagai sumber data, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Tekanan pada penelitian kualitatif ada pada proses bukan hasil dan peneliti sebagai instrumen kunci.25
2. Metode pengumpulan data
Kajian skripsi ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library
research), yaitu suatu metode dengan cara mengumpulkan data dan
informasi, baik berupa buku-buku maupun artikel-artikel yang kemudian diidentifikasi secara sistematis dan analitis dengan bantuan berbagai macam materi yang ada.26
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab “al
mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”. Karya Syeikh
Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi sebagai literatur utama dan sumber data penelitian. Sedangkan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sumber data yang mendukung data primer yaitu buku-buku tentang Ilmu Falak, khususnya buku-buku yang membahas tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah,
25Saifuddin Azwar, “Metode Penelitian”,
(Yogyakarta: pustaka pelajar, 2005), h. 5
26
penelitian, artikel-artikel dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan metode penentuan awal bulan Qamariyah.
3. Metode Pembahasan
Dalam metode ini penulis menggunakan:
a. Metode deskriptif, yaitu suatu pembahasan yang bermaksud untuk membuat gambaran mengenai data-data dalam rangka menguji hipotesa atau menjawab pertanyaan yang keadaan pada waktu sedang bejalan dari pokok masalah.27
b. Metode analisis, yaitu suatu bahasan dengan cara memberikan penafsiran-penafsiran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun. Jadi metode deskriptif analisis adalah suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah tersusun dan terkumpul dengan cara memberikan tafsiran terhadap data tersebut.28
4. Metode penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
5. Kajian Review Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk kepada skripsi-skripsi yang terdahulu dengan pokok pembahasan yang berbeda, diantaranya sebagai berikut:
Ada beberapa tulisan yang menganalisis tentang kitab-kitab falak klasik diantaranya adalah skripsi Ahmad Izzuddin yang berjudul analisa kritis tentang hisab awal bulan Qamariyah dalam kitab sullam al-
nayyirain. Tulisan ini mengurai dan menganalisa tentang sistem hisab
yang digunakan pada kitab sullam Al-Nayyirain karangan KH. Ahmad Mansyur Betawi yang akhirnya sampai pada kesimpulan yang menyatakan bahwa terdapat kekurangan dan kelebihan sistem hisab yang digunakan dalam kitab tersebut. Pertama, penggunaan metode Ptolomeus (geosentris)
yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat jagat raya, sedangkan seiring perkembangan ilmu astronomi telah diakui kebenarannya teori Copernicus
(Heliosentris) bahwa matahari adalah pusat jagat raya. Kedua, yang
digunakan merupakan data-data mentah yang perlu dikoreksi beberapa kali lagi. Ketiga, hisabnya kurang akurat karena ada sistem tathbiq yang menandakan adanya ketaqriban sistem hisab tersebut. Sedangkan kelebihannya adalah sistem hisab dalam kitab ini sederhana dan mudah untuk dipelajari karena telah menggunakan metode algoritma (urutan logika berfikir) dan perhitungan yang benar.29
Skripsi Sayful Mujab yang berjudul studi analisis pemikiran Hisab
KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam kitab ittifaq Dzatil Bain.30
M. Rifa Jamaluddin Nasir yang membahas Pemikiran Hisab KH.
29
Ahmad Izzuddin, Analisa Kritis tentang Hisab Awal Bulan Qamariyah dalam Kitab Sullam al- Nayyirain, Skripsi Sarjana Fakultas Syariah IAIN Walisongo, (Semarang; Perpustakaan IAIN Walisongo, 1997) h. 76-77
30
Sayful Mujab, Studi Analisis Pemikiran Hisab KH. Moh. Zubair Abdul Karim dalam
Ma’shum bin Ali al-Maskumambangi (analisis kitab Badi’atul Mitsal fi al
-hisab sinina wa al-hilal, Skripsi mahasiswa konsentrasi IlmuFalak jurusan
ahwal al-syakhsiyah IAIN Wali Songo Semarang, 2010).
Dari penelusuran tersebut, belum ada tulisan yang membahas tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-maskumambangi dalam kitab “al mandzumah
ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”. Sehingga penulis
mengambil kitab ini sebagai objek utama penelitian dengan menganalisa bagaimana metode penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi.
6. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan masing-masing bab memiliki beberapa sub-sub. Adapun secara sistematis, bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari beberapa sub bab yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, kajian review terdahulu dan sistematika penuliasan.
BAB II : PROFIL SYEIKH MUHAMMAD FAQIH BIN ABDUL JABBAR AL-MASKUMAMBANGI
BAB III: DESKRIPSI KITAB “AL MANDZUMAH AD DALIYAH FI
AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH”
Pada bab ini penulis memaparkan tentang Deskripsi lengkap kitab
“al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”,
Metode penentuan awal bulan qamariyah yang digunakan dalam kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri
al-qamariyah” dan Aplikasi metode penentuan awal bulan
qamariyah kitab “al mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”.
BAB IV: ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH KITAB “AL MANDZUMAH AD DALIYAH FI
AWAILI AL-ASYHURI AL-QAMARIYAH”
Pembahasan dalam bab ini meliputi tentang Analisis Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyyah kitab “al mandzumah ad
daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah” serta kelebihan dan
kekurangan Metode Penentuan Awal Bulan Qamariyyah kitab “al
mandzumah ad daliyah fi awaili al-asyhuri al-qamariyah”.
BAB V: PENUTUP
19
BIN ABDUL JABBAR AL-MASKUMAMBANG
A. Biografi Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi
Kyai Muhammad Faqih Maskumambang lahir pada tahun 1857 di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, kabupaten Gresik, Jawa Timur (kurang lebih 40 km arah barat laut dari kota Surabaya). Kyai Faqih adalah seorang Kyai yang memiliki karisma luar biasa, yang sangat popular dikalangan jamiyyah Nahdlatul Ulama, salah satu Kyai yang memiliki peran penting di dalam tubuh NU sejak pertama kali dibentuk. Beliau adalah sahabat karib Hadratu asy-syaikh Hasyim Asy’ari sejak nyantri di pondok pesantren
Syaikhuna Kholil Bangkalan Madura, ketika belajar di tanah suci Mekkah,
hingga bersama KH. Asy’ari menjadi pengurus inti di NU.1
Kyai Faqih menikah dengan Nurkhadijah, yang tak lain adalah seorang putri Muhammad Achyat Kebondalem, Surabaya. Secara garis besar, Kyai Faqih Maskumambang masih tergolong darah biru, baik dari jalur ayah maupun ibu. Ayahnya, Kyai Abdul Jabbar masih keturunan Hadiwijaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jaka Tingkir yang nasabnya bersambung hingga ke salah satu Walisongo, yaitu Sunan Giri. Sedangkan ibunya, Nyai Nursimah merupakan putri Kyai Idris, Kebondalem Baureno, Bojonegoro.
1
Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Dari darah biru kedua orang tuanya ini, tidak mengherankan jika Kyai Faqih Maskumambang kelak akan menjadi seorang ulama yang masyhur dan disegani di kalangan masyarakat luas.2
Sejak tahun 1907 Kyai Faqih mulai memusatkan perhatiannya untuk mengasuh pesantrennya Maskumambang dengan dibantu saudara-saudaranya dan didukung oleh masyarakat sekitar. Ia mulai melakukan pengembangan pesantren baik dari sisi fisik maupun sistemnya. Pada masanya, banyak santri berdatangan dari berbagai daerah untuk menimba ilmu. Banyaknya santri ini disebabkan letak Maskumambang berdekatan dengan Sidayu Gresik. Yang pada saat itu menjadi pusat perdagangan, yaitu tempat berkumpulnya pedagang dari pulau Madura, Kalimantan, Sumatera, Surabaya, Tuban, Lamongan, dan daerah lainnya. Disamping itu, Sidayu juga menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Gresik.
Dibawah kepemimpinan Kyai Faqih, Pesantren Maskumambang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dennis Lombart menyebutkan bahwa pesantren ini sangat terkenal di pulau Jawa, bahkan Nusantara pada abad ke-19 sampai abad ke-20. Demikian pula Zamaksari Dhofier (ke-1941) menyebutkan bahwa pesantren Maskumambang menjadi pusat penyebaran agama Islam di wilayah Gresik, bahkan di sebagian pulau Jawa pada abad ke-19.
Kemajuan yang diperoleh Maskumambang dan banyaknya santri yang belajar di sana menjadikan Kyai Faqih dikenal di berbagai daerah dengan panggilan K.H. Muhammad Faqih al-Maskumambangi. Ketenarannya
2
KH. Abdul Aziz Masyhuri, An-Nusus Islamiyyah Fi Ar-Rad Ala Mazhab
disebabkan antara lain oleh kealiman dan pemikiran-pemikiran brilian yang dituangkannya dalam buku-buku yang dipelajari di pesantren-pesantren. Salah satu karya monumentalnya adalah Mandzumah Daliyah Fi Awail
al-asyhur al-Qamariyah, yang membahas tentang pemikiran Kyai Faqih di
bidang Astronomi (Ilmu Falak), yaitu menjelaskan metode penentuan awal bulan Qamariyah dan buku penolakan atas ideologi Wahabiyyah lewar karyanya yaitu an-Nusus al-Islamiyyah fi ar-rad ala Mazhab al-Wahabiyyah,
selesai ditulis pada tahun 1922.3
Pesantren Maskumambang di masa Kyai Faqih banyak memberi sumbangan yang berarti bagi pengembangan Islam pada umumnya dan pesantren pada khususnya. Pada masa kepemimpinan Kyai Faqih perkembangan pesantren maju begitu pesat, semakin banyaknya santri yang berdatangan di Pesantren Maskumambang menyebabkan semakin dibutuhkannya kamar untuk menampung para santri yang jumlahnya terus naik. Pada masa KH. Abdul Jabbar, bangunan asrama hanya terdiri atas tiga kamar. Karena jumlah santri yang muqim semakin bertambah, Kyai Faqih menambah tujuh kamar lagi; masing-masing berukuran 2 X 1, 5 m, yang lokasinya di sebelah kiri langgar.4
Kenaikan jumlah santri putera yang belajar di pesantren Maskumambang diikuti kenaikan jumlah santri puteri. Informasi menyebutkan jumlah santri puteri mencapai 200 orang, jumlah santri mukim yang datang
3
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-nushus al-islamiyah fi ar-rad ala mazhab al-wahabiyah
karya KH. Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi, (Depok: Sahifa, 2015) h. XIV.
4
Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
dari luar Kecamatan Dukun mencapai 30 santri, dan jumlah pengajar pada periode ini mencapai 20 guru. Sistem pengajaran Pesantren Maskumambang mulai mengalami perubahan: tidak hanya menggunakan sistem halaqah, tetapi juga menggunakan sistem bandongan atau wetonan yaitu metode pengajaran di mana Kyai memberikan pelajaran dengan membacakan dan mengomentari kitab tertentu, sementara para santri mengikuti dan menyimak dengan duduk bersila mengelilingi Kyai sambil memberikan tanda dan catatan pada kitabnya masing-masing. Proses ini berjalan secara berkesinambungan dari awal hingga kitab yang dikaji khatam. Metode ini efektif jika santri yang mengikuti sudah menguasai dasar-dasar kitab klasik dan benar-benar serius dalam belajar)5.
Selain itu juga diajarkan metode pengajaran Sorogan (Metode Sorogan diterapkan baik bagi santri pemula maupun santri senior. Untuk santri pemula, dilakukan dengan cara maju satu persatu dan menyodorkan kitabnya masing-masing. Lantas gurunya membacakan salah satu kalimat dalam bahasa arab kemudian menerjemahkan dengan bahasa setempat dan menerangkan maksudnya. Santri yang mengaji diharuskan menyimak kitabnya sambil memberi tanda tertentu pada kalimat yang baru dibacakan. Metode Sorogan biasanya dibacakan oleh santri senior pembantu Kyai, yang disebut qari atau
badal. Sedangkan untuk santri senior, metode sorogan lazim diterapkan untuk
pengajian yang bersifat khusus. Caranya, santri yang bersangkutan menghadap Kyai sambil membawa kitab yang akan dibaca. Kyai hanya menyimak dan meluruskan bacaan yang salah, serta memberikan kom,entar bila diperlukan.
5
Metode ini cukup efektif untuk memacu kemajuan santri dalam hal penguasaan kitab kuning).6 Kurikulumnya berdasarkan pada pola pengajaran kitab secara tuntas.
Kitab-kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren Maskumambang sama seperti kitab-kitab yang diajarkan di Pesantren Salafiyah pada umumnya, yaitu bidang Fiqih (Safinah najah, Fathu Qarib, Fathu Muin, Ianah
al-Thalibin, Fathu al-Wahab, al-Muhadzab, dan al-Iqna), bidang Hadis (Nail
al-autar dan Riyad al-shalihin), bidang tafsir (Tafsir Jalalain), bidang tasawuf
(Ihya Ulumu al-din), dan bidang aqidah (Aqidah al-Awam).
Kyai Faqih meninggal dunia pada 1937 M dalam usia 80 tahun dengan meninggalkan pesantren yang menggunakan sistem tradisional dan berfaham
ahlussunah-waljamaah. Sepeninggal Kyai Faqih, kepemimpinan pesantren
Maskumambang dipercayakan kepada K.H. Ammar Faqih (selanjutnya disebut Kyai Ammar), anak keempat dari Kyai Faqih.7
B. Pendidikan dan Pemikirannya
Sewaktu kecil Kyai Muhammad Faqih Maskumambang memperoleh pendidikan dasar agama dari ayahnya langsung. Usai belajar ilmu agama dari ayahnya, Kyai Faqih Maskumambang melanjutkan tafaqquh fiddin-nya ke pesantren Kademangan Bangkalan, Madura yang diasuh oleh seorang ulama yang masyhur dengan keluasan ilmu lahir dan batin, yaitu Syaikhana Kholil. Di pesantren ini lahir ulama-ulama penyebar ajaran ahlussunnah waljamaah
6
Tim Penyusun Pustaka Tebuireng, Profil Pesantren Tebuireng, Pustaka Tebuireng, h. 9.
7
Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah terhadap Perilaku
yang menjadi tokoh nasional seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab belajar di pesantren Kebondalem Surabaya, Pesantren Ngelom Sepanjang Sidoarjo, Pesantren Qomarudin Bungah Gresik,9 dan terakhir di Kota suci Mekah selama tiga tahun. Menuntut ilmu di tanah suci Makkah
al-Mukarramah ini beliau lakukan untuk melestarikan tradisi ulama-ulama
terdahulu ketika mereka hendak atau lebih mematangkan keilmuan yang sudah mereka pelajari. Di tanah suci Makkah ini beliau belajar kepada para ulama
Haramain, terlebih kepada Syeikh Mahfudz at-Turmusi (Termas), seorang
ulama yang alim dan terkenal sebagai pengajar di masjidil haram yang juga menjadi tumpuan (tujuan) bagi para pelajar yang datang dari berbagai penjuru dunia, terlebih nusantara. Selama di tanah suci Kyai Faqih menempuh ilmu bersama dengan teman-temannya yang berasal dari nusantara seperti Kyai Hasyim Asy’ari dan Kyai Munawwir Krapyak, Jogjakarta. Kedua sahabatnya ini sama-sama belajar kepada Syeikh Mahfudz at-Turmusi. Kelak ketiga murid Syeikh Mahfudz at-Turmusi ini akan menjadi ulama yang disegani di
dunia Islam. KH. Asy’ari dan Kyai Faqih Maskumambang menjadi pendiri Nahdlatul Ulama. Sedangkan Kyai Munawwir terkenal sebagai ulama yang ahli dalam bidang al-Quran dan Qiraah Sab’ah. Hampir semua sanad al-Quran dan Qiraah sab’ah yang ada di Indonesia saat ini diriwayatkan melalui jalur Kyai Munawwir Krapyak, terlebih di pulau jawa.10
Kyai Faqih merupakan salah seorang Ulama ahlussunnah waljamaah. Menurut rumusan Founding Father NU (Hasyim Asy’ari) ahlussunnah
waljamaah merupakan salah satu tradisi atau ajaran Islam yang bertumpu pada
pemikiran Abu Hasan Asy’ari (260 H - 324 H) dan Abu Manshur al-Maturidi dalam bidang Teologi; Imam Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali dalam bidang Fiqih; Imam Ghazali dan Junaid al-Baghdadi dalam bidang tasawwuf; dan Imam Mawardi dalam bidang politik (siyasah).11
Lahirnya Nahdlatul Ulama didorong oleh semangat mempertahankan paham ortodoksi ahlussunah wal jamaah dari serangan kaum modernis Islam yang mengusung jargon purifikasi ajaran-ajaran keislaman dunia Islam terutama Timur Tengah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ditandai dengan maraknya gerakan-gerakan yang kurang lebih memiliki karakteristik sama (yang puritan, anti tradisi, dan revivalistik). Sejak Muhammad bin Abdul Wahab sukses memelopori gerakan Wahabi di Najed pada abad ke-18, kemudian segera diikuti oleh berbagai gerakan Islam di Timur Tengah, Asia,
Sumanto al-Qurtubi, Nahdlatul Ulama “Dari Politik Kekuasaan Sampai Pemikiran
Afrika Utara, dan tak ketinggalan Indonesia. Puncaknya pada kemenangan
Rezim Sa’ud yang berhaluan Wahabi di Saudi Arabia pada 1920-an. Oleh para
ulama NU, kemenangan rezim Sa’ud yang wahabi dan anti-tradisi dipandang membahayakan eksistensi paham ahlussunah yang pro-tradisi yang sudah lama eksis di Timur Tengah dan Arab. Oleh karena itu, kemudian mereka membentuk komite Hijaz agar penguasa baru Arab Saudi tetap memelihara tradisi lokal dan praktik keagamaan lain di luar mainstream Wahabi. Wahabisme adalah aliran keagamaan yang sangat keras dan bahkan ekstrem. Ekstremisme itu ditunjukkan dengan sikap penentangan tentang semua hal-ihwal praktek keagamaan yang menurutnya penuh bid’ah, takhayul, khurafat,
syirik termasuk paham bermazhab yang tidak ada dalam al-Quran dan
Hadist.12
Sesuai dengan doktrin Wahabisme pula, Raja Abdul Aziz bin Sa’ud
seenaknya melakukan penghancuran kubah Makam para sahabat, auliya, dan orang-orang saleh di Makkah dan Madinah sehingga nyaris kubah-kubah itu tak tersisa kecuali kubah makam Rasulullah. Menyikapi situasi ini, para
Ulama Jam’iyyah Nahdlatul Wathan kemudian berkumpul di Surabaya untuk
mendiskusikan situasi ini. Dalam musyawarah ini mereka menyepakati
membentuk “komite Hijaz” yang diketuai Kyai Wahab Hasbullah.
Dua tahun sebelum Raja Abdul Aziz bin Sa’ud terpilih sebagai King Arab Saudi, Kyai Faqih menulis sebuah karya yang berjudul “an-nusus
al-Islamiyyah fi ar-rad ala mazhab al-wahabiyyah” yang berisi tentang kritik
12
Sumanto al-Qurtubi, Nahdlatul Ulama “Dari Politik Kekuasaan Sampai Pemikiran
kepada aliran Wahabi melalui nash-nash Islam. Karena “perang-soft-ideologi” (perang pemikiran atau non fisik) itu beliau terkenal sebagai seorang ulama yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Nabi dan senantiasa menjaga tradisi ahlussunah wal jamah.
Kyai Faqih merupakan seorang pedagang, dalam berdagang beliau selalu mengingat pesan mulia Nabi: “Tidaklah sekali-sekali seseorang makan suatu makanan yang lebih baik dari pada makan dari hasil keringatnya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud dahulu senantiasa makan dari hasil keringatnya
sendiri.” (HR. muttafaq alaih). Dan ketika selesai berdagang beliau
dedikasikan waktu luangnya untuk mengajar para santri.13
Kisah Kyai Hasyim Asyari pada awal berdirinya NU menuliskan fatwa
dalam majalah Suara Nahdlatul Ulama pada tahun1926. Dalam artikel ini
beliau mengajukan argumentasi karena kentongan (alat bunyi dari kayu yang
dipukul, berfungsi seperti bedug digunakan sebagai penanda masuknya waktu
shalat dan masuknya waktu berjamaah) tidak disebutkan dalam hadist Nabi
maka tentunya kentongan diharamkan dan tidak dapat digunakan sebagai
penanda masuknya waktu shalat. Seperti banyak Kyai lainnya, Kyai Hasyim
juga beralasan bahwa dalam hal-hal pemujaan, tradisi harus dipertahankan dan
inovasi dibatasi hanya pada penerapan sosial ajaran itu, bukan cara pemujaan
dasar.14
13
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab
al-Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang), h. XXV.
14
Sebulan setelah dipublikasikannya artikel Kyai Hasyim itu, seorang Kyai senior lainnya, Kyai Faqih menulis sebuah artikel untuk menentangnya. Ia beralasan bahwa Kyai Hasyim salah karena prinsip yang digunakkan dalam masalah ini adalah qiyas, atau kesimpulan yang didasarkan atas prinsip yang sudah ada. Atas dasar ini maka kentongan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai beduk tanda masuknya waktu shalat. Sebagai tanggapannya Kyai Hasyim mengundang semua ulama Jombang untuk bertemu dengannya di rumahnya dan meminta agar kedua artikel ini dibaca keras. Ketika hal ini telah
dilakukan, ia mengumumkan kepada mereka yang hadir “anda bebas
mengikuti pendapat mana saja karena kedua-duanya benar, tetapi saya mendesakkan bahwa di pesantren saya kentongan tidak dipergunakan.”
Beberapa bulan kemudian Kyai Hasyim diundang untuk menghadiri perayaan maulid Nabi di Gresik. Tiga hari sebelum waktunya tiba, Kyai Faqih, yang merupakan Kyai senior di Gresik, membagikan surat edaran ke semua masjid dan mushala meminta mereka menurunkan kentongan dan tidak menggunakannya selama Kyai Hasyim berada di tempat itu untuk menghormati Kyai Hasyim.15
Kyai Masykur menanggapi kisah Rais Akbar NU dan Wakilnya ini
pertama dikarenakan kedekatan kedua kyai, kedua merupakan representasi
dan implementasi pluralisme sempurna yang diajarkan para Kyai pendiri
(muassis) Organisasi sosial keagamaan terbesar yang ada di Negeri ini.
15
Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biographi of Abdurrahman Wahid, h.
Gus Dur pun ikut mengomentari kisah ini dalam salah satu tulisannya, dia mengatakan: “Meyakini sebuah kebenaran, tidak berarti hilangnya sikap menghormati pandangan orang lain, sebuah sikap tanda kematangan pribadi kedua tokoh tersebut. Begitulah tatakrama dalam perbedaan pendapat yang ditunjukkan oleh para pendahulu kita, suatu sikap yang harus diteladani dan
dilestarikan.”16
C. Guru dan Murid-muridnya
Sejak kecil Kyai Faqih dididik secara langsung oleh kedua orang tuanya. Ayahnya Kyai Abdul Jabbar, pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Maskumambang yang ia dirikan sekembalinya menuntut ilmu di tanah Haramain. Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang alim dalam Ilmu Tasir, Tauhid, Fiqih, Balaghah, Manthiq, dan Ushul Fiqih.17 Selanjutnya Kyai Faqih nyantri di Pondok Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura di bawah asuhan Ulama yang masyhur dengan keluasan ilmu lahir bathinnya, yaitu Syaikhuna Kholil.
Di akhir pengembaraan ilmunya, beliau berangkat ke tanah suci Makkah al-Mukaramah. Beliau menjadi murid Syeikh Mahfudz at-Turmusi-seorang ulama yang alim dan popular sebagai pengajar di Masjidil Haram yang juga menjadi tujuan para pelajar yang datang dari penjuru Dunia. Dari beliau Kyai Faqih memperoleh banyak silsilah keilmuan yang bersambung
16
Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, edisi digital, (Jakarta: Democracy Project, Yayasan Abad Demokrasi), h. 256-257.
17
kepada sumber aslinya. Sanad dari Syeikh Mahfudz at-Turmusi terkumpul dalam salah satu karyanya yang berjudul “kifayah al-mustafid lima ala min
al-asanid li asy-syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-turmusi”.18
Kyai Faqih juga memperoleh transmisi keilmuan yang bersambung kepada Sheikh Imam al-Murtadla az-Zabidi seorang ulama dari Yaman (pengarang kitab “ittihafu sanadi al-muttaqin”) sebuah kitab berisi komentar atas kitab ihya ulumiddin karya imam al-Ghazali.
Untuk sanad Fiqih Syafiiyah, Kyai Faqih Maskumambang mempunyai sanad yang bersambung hingga Rasulullah. Secara berurutan transmisi Fiqih
Syafi’i Kyai Faqih ini sebagai berikut: 19
1. Kyai Faqih Maskumambang. 2. Syeikh Mahfudz at-Turmusi.
3. Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha al-Makki. 4. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan.
5. Syeikh Ustman bin Hasan ad-Dimyati. 6. Syeikh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi 7. Syeikh Muhammad Salim al-Hafni 8. Syeikh Ahmad al-Khulaifi
9. Syeikh Ahmad al-Bisybisyi
10. Syeikh Sulthan bin Ahmad al-Mazzahi
18
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab
al-Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi), h. xxvi.
19
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab
11. Syeikh Ali az-Ziyadl
12. Al-muhaqqiq Syeikh Ahmad bin Hajar al-Haitami 13. Syeikh al-Islam Zakariya al-Anshari
14. Syeikh Jalaluddin al-Mahalli
15. Syeikh al-Wali Ahmad bin Abdurrahim al-Iraqi 16. Syeikh Abdurrahim bin Husain al-iraqi
17. Syeikh Sirajuddin al-Bulqini 18. Syeikh Alauddin bin al-Atthar 19. Al-imam Yahya an-Nawawi
20. Syeikh Abi Hafsh (Umar bin As’ad az-Zai’i)
21. Syeikh AbiUmar (Utsman bin Abdurrahman atau ibnu Shalah asy-Syahruzuri)
22. Syeikh Abdurrahman (ayah ibnu Shalah) 23. Syeikh Abi Sa’ad (Abdullah bin Abi Ashrun) 24. Syeikh Abi Ali al-Fariqi
25. Syeikh Abi Ishaq (Ibrahim Syaerozi)
26. Syeikh al-Qadli abi at-thayyib (thahir bin Abdullah at-Thabri) 27. Syeikh abil hasan (Muhammad bin Ali al-Masirji)
28. Syeikh Abi Ishaq (Ibrahim bin Ahmad al-Marwazi) 29. Syeikh Abil Abbas (Ahmad bin Suraij al-Baghdadi)
30. Syeikh Abil Qasim (Utsman bin Said bin Yasar al-Anmathi) 31. Syeikh Ismail bin Yahya al-Muzani)
33. Imam Maliki ((Malik bin Anas) 34. Nafi’
35. Abdullah bin Umar 36. Rasulullah Saw.
Sanad yang bersambung sampai sumbernya langsung menunjukkan bahwa keilmuan Kyai Faqih Maskumambang bisa dipertanggungjawabkan tingkat keabsahannya. Dari sebuah sanad, kita bisa mengetahui dari mana sebuah ilmu itu diambil. Abdullah bin Umar berkata : “ilmu adalah bagian dari agama, shalat juga bagian darinya. Maka dari itu, lihatlah dengan siapa engkau mengambil ilmu agama tersebut. Kelak di hari kiamat kalian akan diminta pertanggung jawaban atas semua itu”.20
Sementara murid-murid Kyai Faqih yang pernah belajar di Maskumambang telah tersebar di berbagai daerah dan menjadi tokoh penting, termasuk menjadi pendiri dan pengasuh beberapa Pesantren. Diantara mereka adalah:21
1. K.H. Fakih Usman (1904-1969), belajar di Pesantren Maskumambang tahun 1918-1922. Ia pernah menjadi ketua Muhammadiyah Surabaya (1938), ketua PP. Muhammadiyah (1942-1948), dan Menteri Agama RI ke-5 (Januari-September 1950) pada kabinet Abdul Halim atau Kabinet RI di Yogyakarta.
2. K.H. Abdul Hadi, santri yang secara khusus belajar Ilmu Falak. Ia
20
KH. Abdul Aziz Masyhuri, an-Nusus Islamiyyah fi ar-Rad ala Mazhab
al-Wahabiyyah karya KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambangi), Silsilah Keilmuan, h. xxvi.
21
Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
menjadi pemangku Pondok Pesantren Langitan Tuban yang keempat. 3. K.H. Ma’sum bin Ali, seorang ahli hisab terkenal di Indonesia. ia
mendirikan pesantren Seblak di Kota Jombang setelah menikah dengan
puteri Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari yang bernama Ny.
Khoiriyah.
4. K.H. Muhammad Adlan Ali (1900-1990), keponakan Kyai Faqih. Ia
pernah menjadi anggota Syuriah dan Mustasyar NU Jawa Timur, A’wan
PBNU, anggota DPRD tingkat II Jombang (hasil pemilu 1977) dari
unsure PPP, dan Rais ‘Am Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah
sekaligus sebagai Mursyid Thariqah. Setelah menikah dengan keponakan
Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari, ia mengajar di Pesantren
Tebuireng Jombang. Selanjutnya ia mendirikan Pesantren Cukir di
Jombang.
5. K.H. Fattah Yasin, pernah menjadi Menteri Penghubung Alim Ulama
Indonesia.
6. K.H. Wahid Hasyim (1914-1935), Menteri Negara pada Kabinet
Soekarno (1945), Kabinet Syahrir 3 (1946-1947), menteri Agama pertama
RIS (1949), Menteri Agama Kabinet Natsir (1950-1951), Menteri Agama
Kabinet Sukiman (1951-1952), dan pemangku Pesantren Tebuireng
Jombang pada tahun 1974.
7. K.H. Mukhtar Faqih (1904-1979), putera keenam Kyai Muhammad
Syuriyah NU Surabaya, dan kepala Pengadilan Kota Surabaya.
8. K.H. Abdul Hamid, putera Kyai Faqih, mendirikan Pesantren Karang Binangun Lamongan, tidak jauh dari Pesantren Maskumambang.
35
“AL-MANDZUMAH AD-DALIYAH FI AWAILI ASYHURI
AL-QAMARIYAH”
A. Deskripsi Lengkap
Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren sejak tahun 2007 mengumpulkan dan merekonstruksi kitab karya Ulama Nusantara yang bertujuan untuk memberikan semangat kepada generasi muda agar meneruskan budaya tulis-menulis yang diwariskan Ulama-ulama Nusantara serta membangkitkan daya intelektual sehingga tumbuh perkembangan akademik yang maju. Dalam perspektif lain turats ini tidak hanya dihafalkan saja, tetapi dikaji dan diteliti sebisa mungkin. Dan pemikiran-pemikiran ulama kita dapat dijadikan corak pemikiran bagi generasi selanjutnya. Kajian yang pertama yaitu dilakukan pencarian profil, kemudian mencari karya-karyanya.
Hal ini masih jarang dilakukan di beberapa Universitas-Universitas di Indonesia. Kebanyakan kajiannya hanya pada ranah pemikiran dan konsep. Banyak sekali karangan ulama nusantara yang belum dicetak, seperti di Aceh terdapat salah satu ulama yang mempunyai 10000 karya sebelum tsunami 2004, sebagaimana ditemukan karangan ulama di belahan daerah nusantara, seperti di Banten, Jawa, Padang, Palembang, dan lain-lain. kebanyakan karangan ulama kita ini memberikan contoh baik bagi generasi selanjutnya.1
1
Lihat muqadimah al-muhaqiq kitab “Mandzumah ad-Daliyah fi Awail Asyhur
Salah satu yang ditemukan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren ialah Kitab mandzumah daliyah fi awail asyhuri
al-qamariyah karya Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar
Maskumambang. Kitab ini merupakan salah satu kitab karangan Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang yang ditemukan dalam koleksi kitab-kitab KH. Abdul Hadi (Pengasuh Pondok Pesantren Langitan tahun 1921-1971), sebagai salah satu kitab yang diajarkan kepadanya ketika beliau belajar kepada KH. Faqih Maskumambang pada tahun 1930.
al-Mandzumah ad-Daliyyah fi Awail al-Asyhur al-Qamariyyah terdiri
dari 48 nadzam (bait), metode penulisan berbentuk nadzam ini menunjukkan bahwa beliau ingin mengadakan metode pendidikan ilmu falak dengan cara yang menyenangkan. Mekanisme pendidikan dengan cara yang menyenangkan ini juga telah tertata rapi di Pesantren Maskumambang tempo dulu. Kemasyhuran dan kedalaman pengetahuan beliau ini menjadikan Pondok Pesantren Maskumambang sangat terkenal dan santri-santrinya pun berdatangan dari berbagai daerah.
Kitab al-mandzmah ad-daliyyah fi awaili al-asyhur al-qamariyah
kemudian ditahqiq dan direkonstruksi dengan tanpa mereduksi isinya oleh Fathin Masyhudi Bahri menjadi lima pembahasan :
dan Bulan, Tentang Menghadap Qiblat; Pendapat Para Ulama Dalam Ilmu Falak, Kalender Hijriyyah dan Kalender Masehi, Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Masuknya Bulan Qamariyah (puasa bulan Ramadan, zakat, haji, sumpah ila’, puasa kifarat, Masa (iddah) Istri Karena Meninggalnya Suami, Waktu Berhenti Dari Haid, Bulan-Bulan Mulia Yang Diharamkan Untuk Berperang, dan Menetapkan Masuknya Bulan Qamariyah Dengan Hisab
falaki. BAB II : Profil Muallif (pengarang kitab) 1. Nama dan Nasabnya, 2.
Guru-guru dan Murid-muridnya, 3. Dinamika Hidup muallif Dalam Kehidupan Sehari-Hari, Organisasi, dan Politik. BAB III : Kajian Tentang Kitab ; 1. Nama Kitab dan Hubungannya Dengan Muallif, Peran Penting Kitab Al-Mandzumah Ad-Daliyah Fi Awail Al-Asyhur Al-Qamariyah, Tentag Tulisan Tangan KH. Abdul Hadi Langitan.BAB IV : Metode Penelitian. BAB V : Seni Penulisan Tangan.2
Kemudian pada pembahasan selanjutnya ditampilkan pembahasan isi
kitab “almandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-qamariyah menurut
ulama fiqih sunni yang dibangun atas hadis-hadis Nabi karya al-faqir ilallah
Muhammad Faqih bin abdul Jabbar al-maskumambang. Pada bagian ini akan
menjadi pokok kajian penulis, yaitu menganalisa metode penentuan awal
bulan Qamariyah yang digunakan oleh Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul
Jabbar al-Maskumambang.
2
Menurut Kyai Faqih Maskumambang di dalam kitab “al-Mandzumah
ad-Daliyah fi Awaili al-Asyhuri al-Qamariyah” yang membahas tentang
metode penentuan awal bulan Qamariyah. Penggunaan metode hisab dan rukyat sama pentingnya, karena untuk mengetahui kapan dilakukannya rukyat terlebih dahulu harus menggunakan ilmu hisab. Sementara untuk memastikan keesokan harinya apakah sudah memasuki bulan baru dapat diketahui secara pasti dengan melakukan rukyat. Seperti yang tertera dalam bait nadzam 17- 19 tentang penggunaan hisab dapat dilakukan sehari atau dua hari sebelum dilakukannya rukyat atau boleh juga melakukan metode hisab di hari dilakukannya visibilitas hilal. Berikut teks lengkap bait-bait nadzam karya Kiai Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskumambang yang akan dijelaskan di sub-bab berikut.
Bismillahirrahmanirrahim
1. Aku memulai (menyusun bait ini) dengan mengucap basmalah dan
hamdalah. Shalawat dan salam (semoga) terlimpahkan pada (Nabi
Muhammad) sebaik-baiknya orang yang bersujud.
2. Dan para sahabatnya serta keluarganya selama pelaksanaan puasa Masih berkaitan dengan melihat hilal tanpa keraguan.
3. Selanjutnya,
adalah huruf-huruf untuk merumuskan bilangan.
Setelah mengucapkan basmalah dan hamdalah dalam nadzam pertama dan kedua, kemudian Syeikh Faqih menjelaskan angka-angka rumus dengan huruf abjadiyah pada nadzam ketiga, yakni:
ن ل ك ي ط ح ز و ه د ج أ
50 40 30 20 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
غ ظ ض خ ث ت ش ق ص ف ع س
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 90 80 70 60
4. (Jumlah hari) tahun Bashithah ialah (354 hari) dan tahun kabisat Ialah (355 hari). (Jumlah hari) pada bulan ganjil (30) dan bulan pada genap adalah (29).
354 hari. Adapun jumlah hari tahun kabisat ialah 355 hari dengan rumus karena = 1, = 300, = 50, dan + = 2+2 = 4, sehingga menjadi 355 hari.
Bulan-bulan ganjil dalam setahun (1. Muharram, 3. Rabiul Awwal, 5. Jumadil Awwal, 7. Rajab, 9. Ramadhan, dan 11. Dzulqa’dah) jumlah harinya ialah 30 hari sehingga dirumuskan oleh Syeikh menjadi , yakni
ك = 20 + ي = 10. Bulan-bulan genap dalam setahun (2. Safar, 4. Rabiu
Tsani, 6. Jumadil Tsani, 8. Sya’ban, 10. Syawal, dan 12. Dzulhijjah)
jumlah harinya ialah 29 hari sehingga dirumuskan oleh syeikh menjadi , yakni ه = 5 + ك = 20 + د = 4.
5. Kecuali bulan Dzulhijjah, maka (jumlah harinya) ialah : + ي )01 (=
( 01 )
ك (30) pada tahun kabisat. Selanjutnya, tahun kabisat adalah (tahun
ke-) (2), ه (5), ز (7), ي (10), ْجي:ي (10) + ج) 3( =(13), يْه :ي (10) +ه (5)
=(15), ْحي :ي )01( + ح )8( =(18), كْأ :ك)20( +ء) 0( =(21), ْوك :ك)20) 6( =
+ و(26), ْطك: ك )01( + ط) 9( =(29) dan ْك : ك )01( + د )4( =(24).
6. Adalah tahun-tahun kabisat pada setiap ل (30) tahun, dan selainnya adalah tahun-tahun Basithah. Pada tahun yang sempurna, maka tidak dianggap (gugur). Dan ambillah أْد (5)
Dalam bulan hijriyah mempunyai siklus 30 tahunan, dari 30 tahun tersebut terdapat 11 tahun kabisat dan 19 tahun basithah. Tahun kabisat adalah tahun yang ada pada urutan ke : 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Dan selain tahun-tahun tersebut adalah tahun basithah.
bait nadzam ke 5, apabila terdapat angka yang sama maka tahun tersebut merupakan tahun kabisat. Apabila angkanya tidak terdapat seperti angka-angka dalam bait ke-5 maka tahun tersebut basithah.
Contoh : 1437 : 30 = 47, sisa 27. Karena 27 itu tidak terdapat dalam angka bait nadzam ke-5, maka tahun 1437 merupakan tahun basithah.
7. Bagi masing-masing كو (30) dari yang tersisa, dan tahun kabisat dengan serendahnya. Adapun tahun Basithah maka cukup.
Satu bulan pada kalender Hijriyah ditetapkan berdasarkan periode
bulan mengelilingi bumi atau dikatakan periode revolusi bulan dan waktu
yang diperlukan bulan untuk mengelilingi bumi 1 kali putaran adalah 29,5
hari, atau tepatnya 29 hari 44 menit 3 detik. Di samping berevolusi
terhadap bumi, bulan juga berotasi terhadap porosnya dan waktu yang
dibutuhkan untuk satu kali putar juga 29,5 hari.
Jumlah hari pada setiap bulan 29 hari atau 30 hari dengan
berselang-seling, maka setiap tahun akan terbuang waktu 12 x 44 menit 3
detik = 8 jam 48 menit 36 detik. Waktu yang terbuang tiap tahun ini akan
dikumpulkan sehingga menjadi bilangan bulat dengan satuan hari. Waktu
yang terbuang selama 30 tahun = 11 hari (30 x 8 jam 48 menit 36 detik =
11 hari). 11 hari ini akan ditambahkan pada tahun-tahun dalam setiap
periode 30 tahun. Jadi terdapat tahun kabisat sebanyak 11 tahun kali dalam
setiap interval 30 tahun.