• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUJUAN UTAMA PKN DI SD

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JEMBATAN UNTUK PEMBENTUKAN MORAL

C. Pendidikan dan Penanaman Moral di Sekolah Dasar (SD)

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang mengajarkan bagaimana pendidikan moral itu. Serta bertanggung jawab untuk menjadikan seseorang memiliki moral yang baik dan menjadi manusiawi. Pendidikan moral memiliki tujuan untuk membentuk dan mengembangkan pola perilaku atau sikap seseorang sesuai dengan kehendak masyarakat setempat. Kehendak tersebut dapat berupa moralitas ataupun kesusilaan yang mengandung nilai-nilai dan kehidupan yang ada pada lingkungan masyarakat. Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran moral yang bertujuan untuk membentuk karakter anak. Salah satunya adalah Thomas Lickona.

Watak atau karakter anak dapat dibentuk atau dikenal dengan

educating for character (Lickona,

1992: 219).

Dalam proses pembentukan sifat atau karakter, Thomas Lickona berprinsip pada pemikiran filosof Michael Novak. Bahwa sifat, watak atau karakter seseorang dapat dibentuk melalui tiga aspek yaitu: moral

knowing, moral feeling, dan moral behavior. Melalui tiga

aspek berpikir tersebut hasil pembentukan sikap atau karakter seorang anak dapat diketahui. Tiap aspek pada tiga kerangka pembentukan moral anak yang dikemukakan oleh Lickona memiliki unsur tersendiri. Aspek konsep moral (moral knowing) meliputi kesadaran moral (moral awarness), pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective taking), penalaran moral (moral reasoning),

pengambilan keputusan (decision making), dan pengetahuan diri (self knowledge). Aspek sikap moral (moral feeling) mencakup: kata hati (conscience), rasa percaya diri (self esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self

control), dan kerendahan hati (huminity). Aspek perilaku

moral (moral behavior) meliputi; kompetensi (competence), kemauan (will), dan kebiasaan (habbit). Salah satu nilai moral yang harus ditanamkan pada anak sejak dini adalah nilai moral kedisiplinan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kedisiplinan merupakan perilaku atau sikap mentaati segala peraturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah maupun di masyarakat. Dengan tujuan menjadikan anak menjadi seseorang yang disiplin dan taat pada aturan yang ada di sekolah maupun masyarakat. Sehingga dapat membentuk anak menjadi seorang manusia yang bermoral tinggi. Dengan disiplin anak juga akan memiliki sikap saling menghargai antar sesama. Disiplin dapat menjadi akses bagi seseorang untuk tidak menyalahi sebuah aturan yang telah ditetapkan.

Disiplin berasal dari kata yang sama dengan ”disciple” yakni seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin

(Elizabeth B. Hurlock, 1978: 82). Dengan demikian seorang guru merupakan pemimpin dan anak merupakan peserta didik yang belajar bagaimana cara melangkah ke kehidupan yang jauh lebih baik kedepannya. Sehingga disiplin merupakan cara pengajaran guru terhadap peserta didik

dengan tujuan agar peserta didik mampu berperilaku moral dan beretika sesuai dengan apa yang ada di dalam masyarakat dimana ia berada. Dan lebih lanjut Hurlock menyatakan bahwa tujuan disiplin adalah untuk membentuk sikap anak sehingga anak akan berada pada peran yang sesuai yang ditetapkan oleh kelompok budaya dimana tempat anak tersebut tinggal. Dengan memiliki sikap disiplin yang ada pada diri seorang anak akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Sebuah aturan yang diterapkan pada anak akan membatasi anak untuk bisa menahan diri dan tidak bertindak sesuai dengan kehendaknya. Anak akan belajar bahwa tidak semua keinginannya akan selalu terpenuhi dengan mudah, sehingga apa yang menjadi keinginannya juga akan selalu ada batasnya. Dengan begitu, anak juga akan taat pada aturan dan tidak bersikap sesuai kehendaknya.

Namun ada manfaat lain yang dapat diperoleh yaitu anak akan belajar memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Melalui penanaman nilai moral kedisiplinan diharapkan dapat mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh masyarakat setempat. Suatu kedisiplinan biasanya berkaitan dengan sebuah peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam melaksanakan peraturan, dan cara yang digunakan untuk menanamkannya perilaku yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Memudarnya penanaman moral kedisiplinan dapat menimbulkan sikap yang dapat merugikan diri anak dan menyebabkan adanya ketidaksesuaian dengan standar sosial yang diharapkan.

Dengan berbekal kedisiplinan seiring dengan bertambahnya waktu dan usia, maka anak akan mengetahui bagaimana anak harus bersikap terhadap lingkungannya. Seorang anak akan bertindak berdasarkan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat di mana ia berada. Sehingga anak akan dengan mudah diterima masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi. Pada masa lampau, sebagian orang menganggap bahwa disiplin diperlukan untuk menjamin bahwa anak akan berpegang pada standar yang ditetapkan masyarakat dan wajib dipatuhi anak agar ia tidak merasa ditolak oleh masyarakat. Tetapi sekarang masyarakat sudah dapat menerima bahwa setiap anak membutuhkan kedisiplinan jika ingin hidup bahagia, dan menjadi orang yang baik dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Dengan disiplin pula seseorang dapat belajar berperilaku dengan cara baik yang dapat diterima oleh masyarakat.

Sehingga pribadi yang terdidik secara moral adalah seseorang yang belajar (formal, nonformal, maupun informal) untuk hidup dalam masyarkat berdasarkan norma dan aturan yang berlaku di dalam masyarakat dengan jiwa saling menghargai untuk saling menjaga dan mengembangkan norma dan cita-cita sosial. Berikut penanaman nilai-nilai moralitas di Sekolah Dasar (Paul Suparno, dkk, 2002: 46) meliputi:

1. Religiusitas

Dalam menanamkan nilai-nilai religius pada jenjang pendidikan sekolah dasar, kebiasaan berdoa yang telah ditanamkan mulai TK harus

tetap dijaga. Melalui kegiatan berdoa, sebelum melaksanakan suatu kegiatan anak-anak dibiasakan dan

diperkenalkan akan adanya kekuatan dan kekuasaan yang melebihi manusia dan ini semua ada pada Tuhan.

2. Sosialitas

Dengan aktivitas dan kegiatan kolompok, anak dapat diperkenalkan pada sikap saling menghargai, saling membantu, saling memerhatikan, dan saling menghormati satu sama lain. 3. Gender

Laki-laki dan perempuan memang beda dalam hal jenis kelamin, tetapi dalam hal peran gender jangan dibeda-bedakan, yang membedakan adalah kemampuan individu. Oleh karena itu, semangat kesetaraan gender harus dilkukan sejak dini dan dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat.

4. Keadilan

Perlakuan dan pemberian kesempatan serta hak dan kewajiban yang sama bagi laki-laki dan perempuan secara wajar merupakan bagian dari pendidikan keadilan pada anak. 5. Demokrasi

Nilai – nilai demokrasi dapat ditanamkan secara tepat dan akurat

sikap demokrasi berarti juga mengakui keberagaman dan perbedaan satu sama lain. Contohnya adalah pemilihan pengurus kelas, pemilihan regu pramuka atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

6. Kejujuran

Nilai dan prinsip kejujuran dapat ditanamkan pada diri siswa di jenjang pendidikan dasar. Dalam konteks ini dalam peranan guru sangat penting dalam mencermati dengan cara koreksi, guru dapat menilai dari coretan siswa, siwa tersebut mempunyai sifat jujur atau tidak. 7. Kemandirian

Kegiatan ekstrakulikuler merupakan sarana dan wadah yang tepat untuk melatih kemandirian siswa. Salah satu contohnya mengikuti kegiatan pramuka. Kegiatan pramuka yang terencana akan membuat anak senang dan terlatih untuk dapat menyelesaikaan sebuah persoalan. 8. Daya juang

Melalui kegiatan olahraga, nilai daya juang anak dapat ditumbuhkan secara konkret. Selain menumbuhkan daya juang yang tinggi kegiatan olah raga juga merupakan wahana untuk mengembangkan sikap sportivitas (kejujuran) yang tinggi pada anak.

9. Tanggung jawab

Pembagian tugas piket secara bergantian merupakan wahana penanaman nilai akan tanggung jawab di lingkungan kelas. Kebersihan dan kenyaman kelas bukan hanya tugas dari petugas piket tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama untuk keperluan kelas.

10. Pengharagaan terhadap lingkungan alam

Pelaksanaan tugas kerja bakti mengandung kegiatan prosees pembelajaran yang sangat baik di lingkungan sekolah. Dalam kerja bakti tidak hanya menyapu dan membersihkan halaman tetapi juga tentang lingkungan alam hijau dan asri yang sangat membantu kesehatan dan kenyamanan belajar di sekolah. D. Kearifan Lokal Budaya Bangsa

Pada era globalisasi saat ini masalah identitas suatu bangsa perlu dipertanyakan. Semakin pesatnya globalisasi yang menyebabkan semakin luntur atau bahkan hilangnya nilai-nilai suatu kebangsaan. Anak lebih bangga terhadap budaya asing daripada budaya bangsa. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui adanya rasa cinta dan bangga yang lebih pada penggunaan produk dari luar negeri dibandingkan produk dari dalam negeri. Sehubungan dengan itu perlu pembentukan

karakter dan menanamkan nilai-nilai budaya bangsa pada peserta didik untuk meningkatkan rasa kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan tanah air Indonesia.

Melalui kearifan lokal dan pendidikan kewarganegaraan diharapkan kita dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap bangsa. Nilai kearifan lokal memiliki peran yang strategis dalam pembentukan karakter dan identitas suatu bangsa. Pendidikan kewarganegaraan yang dikembangkan dengan berdasar pada kearifan lokal dapat menumbuhkan sikap yang mandiri, penuh inisiatif, dan kreatif.

Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada (Irianto, 2009: 6, dalam Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan Berbasis Kearifan Lokal).

Dengan demikian kearifan lokal merupakan pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai macam strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jati diri. Dengan kata lain kearifan

lokal dapat menjadi sebuah pedoman dalam bermasyarakat.

Kearifan lokal bisa menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dan saat ini, generasi lalu dan generasi sekarang, untuk mempersiapkan masa mendatang dan generasi yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan adanya usaha memperdalam dan lebih memahami kearifan lokal. Dan salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui pendidikan (formal, non formal, dan informal). Dalam proses pembelajaran, mata pelajaran harus dapat mendorong siswa agar dapat mengenal diri dan lingkungan disekitarnya. Memperdalam dan menanamkan kearifan lokal melalui berbagai pembelajaran merupakan salah satu bagian dari usaha untuk membangun identitas sebuah bangsa dan dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam menyeleksi pengaruh budaya asing yang masuk. Dalam kearifan lokal terkandung nilai yang dapat dikembangkan dalam pembentukan karakter dan identitas suatu bangsa.

Kearifan lokal bangsa Indonesia merupakan kemampuan penyerapan kebudayaan asing yang datang secara selektif, artinya disesuaikan dengan suasana dan kondisi setempat (Atmodjo, 1986: 47).

Dengan demikian kearifan lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat sesuai dengan kondisi setempat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari

masyarakat setempat. Serta akhir dari keseluruhan kearifan lokal akan terealisasi menjadi tradisi dan agama. Biasanya dapat dilihat dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Kemunculan kearifan lokal merupakan hasil dari proses trial and

error dari berbagai macam pengetahuan empiris maupun

non empiris atau yang estetik maupun yang intuitif. Wujud dari kearifan lokal ini misalnya dapat berupa nyanyian, pepatah, upacara-upacara adat, petuah bijak, kerja bakti, gotong royong, dan lain-lain:

1. Kerja bakti

Kerja bakti merupakan merupakan sarana kebersamaan antar warga guna membantu tercapainya kenyamanan desa dengan melakukan pembangunan atau kebersihan yang bermanfaat bagi desa yang bersangkutan.

2. Gotong royong.

Gotong royong tidak jauh berbeda dengan kerja bakti. Salah satu bentuk budaya yang ada di Indonesia yang artinya bekerja sama secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan.