• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) and 21th Century Skills

BAB II KAJIAN TEORI

2. Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) and 21th Century Skills

a. Pengertian

Pendidikan STEM adalah suatu pembelajaran secara integrasi antara sains, teknologi, teknik, dan matematika untuk mengembangkan kreativitas siswa melalui proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Winarni, Zubaidah, & H, 2016). Sedangkan menurut Bahrum, Wahid, & Ibrahim (2017:645), STEM adalah aplikasi pedagogis berbasis desain dan teknologi untuk pengajaran dan praktik dalam pendidikan sains dan matematika dengan konten praktik teknologi dan juga rekayasa pendidikan secara stimulus. Gerakan reformasi pendidikan STEM ini didorong oleh laporan-laporan studi yang menunjukkan terjadi kekurangan kandidat untuk mengisi lapangan kerja dalam bidang STEM, tingkat literasi yang signifikan dalam masyarakat tentang isu-isu terakit STEM, serta posisi capaian siswa sekolah

menengah AS dalam Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assesment (PISA) (Amanda, 2012).

Dewasa ini komitmen AS terhadap gerakan pendidikan STEM diwujudkan dalam bentuk dukungan anggaran dari pemerintah dukungan kepakaran dari banyak perguruan tinggi, serta dukungan teknis dari dunia industri, bagi pengembangan dan implementasi pendidikan STEM (Firman, 2015).

Pemerintah Amerika mengkhawatirkan prestasi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) terutama di bidang sains dan matematika yang berada di peringkat rendah bila dibandingkan siswa dari negara-negara industri lainnya. Fakta buruk yang menimpa pendidikan Amerika adalah nilai tes dan penilaian lain dari prestasi kinerja akademik siswa di bidang penting, terutama dalam ilmu pengetahuan (science), teknologi (technology), teknik (engineering), dan matematika (Mathematic). Hasil progres data secara nasional yang dikeluarkan oleh National Assessment of Educational Progres tahun 2009, hanya sekitar sepertiga dari siswa Amerika kelas 4 dan 8 yang menempati tingkat mahir dalam pelajaran STEM. Sementara lebih dari sepertiga siswa Amerika berada di bawah tingkat dasar dalam matematika dan sains.

Untuk siswa kelas 12, hanya perempat dari siswa yang menghuni di atas kategori mahir dalam bidang matematika.

Bidang sains dan matematika dirasa sangat penting terutama bagi Amerika sebagai negara industri besar. Begitupun teknologi yang digunakan manusia juga berkembang pesat termasuk di bidang industri sehingga diperlukan inovasi dalam menciptakan alat yang dapat mempermudah kemajuan negara di bidang industri, sehingga ketika Amerika memiliki peringkat rendah dalam bidang sains dan teknologi, pemerintah khawatir perindustrian Amerika tidak menuju arah lebih baik.

Menurut Firman (2015) dalam penelitiannya, pendidikan STEM telah eksis di berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang yang melihat STEM sebagai solusi bagi masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan daya saing masing-masing negara. Kemudian kesadaran pentingnya STEM telah mulai muncul di kalangan ahli pendidikan di Indonesia, sehingga banyak kelompok studi perguruan tinggi melakukan penelitian pengembangan pendidikan STEM.

Begitupun dengan Indonesia sebagai negara berkembang sebaiknya lebih memberikan perhatian terhadap peningkatan teknologi di bidang industri seperti halnya di Amerika dengan memperbaiki sistem pendidikan berbasis STEM.

Information STEM Indonesia (2018) menerangkan bahwa Indonesia sudah memulai mencoba mengembangkan metode pembelajaran STEM melalui kerja sama dengan USAID (United Staters Agency for International Development).

Pendidikan STEM di Indonesia sudah menjadi bahasan diskusi atau menjadi tema seminar seperti Pusat Studi STEM Universitas Syiah Kuala yang sedang berusaha mengkaji dan mencoba menerapkan pendidikan STEM kepada sisiwa sekolah menengah dan pembahasan mengenai keterkaitannya pendidikan STEM dengan Kurikulum 2013.

Atik (2015) menyebutkan bahwa sejumlah 160 guru-guru SMP, SMA Biologi, Fisika, dan Kimia dari berbagai provinsi di antaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau menjadi peserta Diklat Integrasi STEM dalam implementasi Kurikulum 13.

Diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTKIPA ini bertujuan untuk membekali guru mengenai filosofi STEM, Kerangka Standar Pendidikan STEM, dan pendekatan STEM dalam pembelajaran sains berbasis STEM.

Berbagai usaha untuk mempersiapkan generasi abad 21 telah dilakukan, salah satunya dengan perubahan kurikulum Nasional (Tritiyatma, et al., 2017). Saat negara mempertimbangkan kebijakan menggunakan teknologi dan sains dapat dipastikan sejak awal akan mendapatkan manfaat yang lebih besar. Melalui pendidikan yang berbasis teknologi dan sains yang diintegrasikan dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah cara meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang STEM.

b. Konsep Pendidikan STEM

Sains adalah komponen dari STEM dengan kajian tentang fenomena alam yang melibatkan observasi dan pengukuran sebagai tempat untuk menjelaskan secara objektif alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa domain utama dari sains pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni Fisika, Biologi, Kimia, serta ilmu pengetahuan Kebumian dan Antariksa.

Aspek lain selain Sains pada STEM adalah teknologi. Masih ada sekolah yang mengalami kesulitan dalam menerima dan menguasai perkembangan teknologi, oleh karena itu penting untuk mengimplementasikan teknologi sesegera mungkin dengan tujuan agar pendidikan komperhensif dalam mempersiapkan perkembangan abad ke-21 (Sunaeningsih, Djuanda, Isrokartun, Syahid, & Nuraeni, 2018).

Selain dari teknologi, Firman (2015) mengungkapkan bahwa engineering adalah pengetahuan serta keterampilan untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan mengkontruksi mesin, peralatan sistem, material, dan proses yang bermanfaat untuk manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan. Hal ini dikonfirmasi oleh Septiani (2016:655) yang menyatakan bahwa pembelajaran STEM adalah implementasi pembelajaran berbasis proyek yang berbeda dari yang sudah biasa dilakukan. Pada proses STEM terdapat proses berpikir, desain, buat, dan uji. Jika siswa sudah selesai membuat proyek, maka proyek itu diuji apakah sudah sesuai dengan harapan atau tidak. Jika tidak, maka akan dilakukan pendesainan ulang. Proses ini dilakukan karena pembelajaran STEM lebih menekankan pada tahap engineering atau rekayasa namun masih beririsan dengan dengan proses ilmiah.

Aspek lain dari STEM adalah matematika, yaitu ilmu tentang pola-pola dan hubungan-hubungan dan menyediakan bahasa teknologi, sains, dan engineering.

Pendidikan STEM menurut Painpraset (2015) adalah pelaksanaan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknologi, ilmu teknik, dan matematika yang memfokuskan pada pemecahan masalah sehari-hari dan meningkatkan tenaga kerja.

Bagi peserta didik konsep, prinsip, dan teknis dari sains, teknologi, engineering, dan matematika digunakan secara integrasi dalam pengembangan produk, proses, dan sistem yang digunakan alam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karenanya, Reev (2013) mengadopsi definisi STEM sebagai pendekatan interdisiplin pada pembelajaran, yang di dalamnya peserta didik menggunakan sains, teknologi, engineering, dan matematika dalam konteks nyata yang mengkoneksikan antara sekolah, dunia kerja, dan dunia global, sehingga mengembangkan literasi STEM

yang memampukan peserta didik bersaing dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Alawiyah, Rasyid, & Hikmawati (2019:

158), yang menyatakan bahwa pendekatan yang mengintegrasikan sains, teknologi, dan matematika dalam kehidupan nyata mengaitkan antara kehidupan sekolah, dunia kerja, dan dunia global, sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kendala kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya manusia. Untuk itu, STEM mampu dijadikan sebagai salah satu solusi untuk menghindari kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan SDM. Era revolusi industri 4.0 atau era digital memasuki era disrupsi teknologi dengan kemajuan dan perkembangan teknologi semakin memudahkan kehidupan manusia. Disubut revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Industri 4.0 disebut era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak linear (Ghufron, 2018: 332). Perubahan menuju revolusi 4.0 sangat mencolok dari tahap revolusi sebelumnya. Pada revolusi 4.0 atau revolusi industri ditandai dengan internet of atau for things yang diiringi teknologi baru salah satunya dala data sains. Tantangan dan peluang revolusi industri mendorong inovasi pada pendidikan. Seperti yang disampaian Ghufron (2018), bahwa Pemerintah mencanangkan gerakan, yaitu gerakan literasi baru untuk merespon era digital seperti saat ini. Gerakan literasi baru ini dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia.

Agar lulusan dapat kompetitif, kurikulum perlu orientasi baru sebab adanya era revolusi industri 4.0 tidak hanya cukup literasi lama (membaca, menulis, dan matematika) sebagai modal dasar untuk berkiprah di masyarakat (Ahmad, 2018).

Sumber daya manusia yang bermutu adalah faktor utama dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Sumber daya manusia yang bermutu hanya dapat diciptakan dengan pendidikan yang baik. Selain itu abad 21 juga menuntut setiap orang untuk memiliki keterampilan. Keterampilan ini dapat dimiliki melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dituntut untuk dapat menghasilkan sumber daya mansusia

yang mampu membangun ide-ide kreatif, berkolaborasi dengan pemikir-pemikir kritis dan mampu membentuk masyarakat yang aktif.

c. Pentingnya Pendidikan STEM

STEM menjadi isu penting dalam pendidikan saat ini. Pendidikan yang tidak memadai dalam matematika dan sains telah menyebabkan kekurangan tenaga kerja berkualitas sehingga mengakibatkan kesenjangan di bidang Industri Lokal. Menurut Afriana, Permanasari, & Fitriani (2016), pembelajaran saat ini perlu mengikuti perkembangan zaman di era globaliasasi salah satunya dengan mengintegrasikan STEM.

Kita memasuki abad 21 yang dikenal dengan era pengetahuan karena pada abad ini pengetahuan menjadi sangat penting sebagai landasan kehidupan. Era pengetahuan ini lebih sulit dan menantang terutama bagi aspek pendidikan yang dituntut untuk dapat menyesuaikan kebutuhan pada abad 21. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembanan teknologi yang sangat pesat, menurut Cintamulya (2017), berkembang pula ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Tugas dari pendidikan dalam menghadapi era baru ini adalah mengubah cara pandang dengan cara yang baru untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi segala tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Kebijakan pemerintah mengenai pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak berubahan revisi di berbagai aspek. Salah satunya yaitu kurikulum, yang telah berubah-ubah sejak kemerdekaan yaitu tahun 1974 sampai dengan kurikulum 2013 yang sampai saat ini juga masih mengalami revisi, dengan tujuan dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia (Sari, 2017). Menurut Sari (2017), kurikulum 2013 yang berfokus pada tujuan pendidikan berkarakter yang dirumuskan tidak hanya segi kognitif, namun juga sikap dan keterampilan yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif melalui pendekatan saintifik. Pendidikan di abad 21 diharapkan dapat menjawab kekurangan kurikulum terdahulu dan menyiapkan Indonesia dalam menyiapkan generasi emas 2045, yaitu

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kecakapan global traskultural sebagai warga dunia dengan kecakapan berpikir tinggi diserta penguasaan teknologi yang meletakan dasar pemanfaatan iolmu dan teknologi pada nilai, etika kultural, dan nasionalisme (Rakhmawati, 2017: 61).

Menurut (Sudarsana, 2018:1) pendidikan memiliki peran untuk menciptakan manusia yang berkualitas, karena pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia. Lebih jauh lagi, pendidikan berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara karena pendidikan mempengaruhi produktivitas dan kemampuan karena masyarakat terlebih pada kemajuan global saat ini, persaingan negara semakin tajam, sehinggga menuntut Indonesia mencapai keunggulan. Peran pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia dalam UUD 1945, bahwa pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia, maka dalam memasuki kehidupan abad 21 ini, pendidikan harus mengikuti perkembangan global. Maka dari itu Wijaya, Sudjimat, & Nyoto (2016:265), menyebutkan bahwa peningkatan kegiatan pembelajaran saat ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan masa pengetahuan, yaitu pembelajaran harus memberikan desain yang lebih otentik, sehingga membentuk siswa yang dapat memecahkan masalah untuk kehidupannya. Hal ini dipertegas oleh Stubbs & Eric (2016: 96), bahwa STEM dapat berkontribusi untuk kemajuan di masyarakat, karena STEM tidak hanya diaplikasikan pada teknologi saja, tetapi juga pelajaran lainnya seperti sains dan matematika yang membantu kehidupan sehari-hari.

Berbagai usaha untuk mempersiapkan generasi abad 21 telah dilakukan, salah satunya dengan perubahan kurikulum nasional (Tritiyatma, et al., 2017). Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 kurikulum merupakan seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar, dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan Permendikbud Nomor 103 tahun 2014, pada kurikulum 2013, tuntutan pada tiap kompetensi meliputi 3 ranah, yaitu ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan. Terkait kurikulum 2013, Suhery (2017:12), menjelskan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan

kurikulum 2013, perlu dilakukan inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STEM yang bercirikan kearifan lokal Indonesia agar meningkatnya kreatifitas siswa dalam pembuatan karya.

d. 21th Century Skills

Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, yaitu kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan pada abad sebelumnya. Dengan sendirinya, abad ke-21 meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan hasil unggul (Wijaya, Sudjimat, Nyoto, 2016: 263).

Kehidupan di abad ke-21 menuntut keterampilan yang harus dikuasi seseorang, sehingga diharapkan pendidikan harus mempersiapkan siswa untuk menguasai keterampilan tersebut agar menjadi pribadi yang sukses dalam hidupnya. Berbagai keterampilan abad ke-21 sangat penting dalam mewujudkan masa depan anak bangsa yang lebih baik (Zubaidah, 2016). Pembelajaran yang dapat melatihkan keterampilan abad 21 harus pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, kerja sama tim, serta pembelajaran yang berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik (Mayasari, Risdiana, & Kurniawan, 2016). Menurut Zubaidah (2016), siswa harus mengasah keterampilan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi secara efektif, berinovasi, dan memecahkan masalah melalui negosiasi dan kolaborasi.

Selain hal tersebut, sangat penting bagi sekolah mengaplikasikan kemampuan 4C (communicative, cooperative, creative, and critical thingking) pada peserta didik.

Kemampuan 4C adalah kemampuan berpikir sistematis dan pemecahan masalah (Ridwan, 2019). Begitupun yang dijelaskan Zulfa (2020), bahwa 4C adalah kompetensi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru dan siswa untuk menyiapkan siswa sebagai peserta didik mampu menjalani kehidupan dan lingkungan kerja masyarakat global.

Country Manager Intel Indonesia menyebutkan ada lima keahlian yang perlu dimiliki oleh masyarakat untuk menghadapi Abad 21 pada LSP Matematika (2016) , keahlian yang harus dikuasai untuk membawa lebih maju yaitu kreatif digital,

berpikir kreatif, berpikir kritis, kolaborasi, dan kemimpinan. Berdasarkan kriteria pendidikan abad 21 maka dapat diatrik garis besar bahwa pembelajaran yang dapat melatihkan keterampilan abad 21 harus pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, kerja sama tim, serta pembelajaran yang berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik.

Di antara ragam kompetensi dan keterampilan yang diharapkan berkembang pada siswa sehingga perlu diajarkan pada siswa di abad ke-21 di antaranya adalah personalisasi, kolaborasi, komukasi, pembelajaran informal, produktivitas dan conten creation (Zubaidah, 2016). Oleh sebab itu, pada penelitin menggunakan pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan kebutuhan keterampilan abad 21, sehingga peneliti dapat mengetahui kecenderungan siswa terhadap 21th Century Skills.

Dokumen terkait