• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI SISWA KABUPATEN BOGOR TERHADAP PENDIDIKAN STEM (SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, MATHEMATICS) AND 21 st CENTURY SKILLS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERSEPSI SISWA KABUPATEN BOGOR TERHADAP PENDIDIKAN STEM (SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, MATHEMATICS) AND 21 st CENTURY SKILLS"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI SISWA KABUPATEN BOGOR TERHADAP PENDIDIKAN STEM (SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, MATHEMATICS)

AND 21st CENTURY SKILLS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Sarah Muthiah Widad NIM 1115016200022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DA KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Skripsi berjudul Persepsi Siswa Kabupaten Bogor Terhadap Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineeiring, and Mathematics) and 21st Century Skills disusun oleh Sarah Muthi’ah Widad, NIM. 11150162000022, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan fakultas.

Jakarta, 22 Juni 2020

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Salamah Agung, Ph.D NIP. 197906242006042002

Dila Fairusi, M.Si NIP. 19850330 20150320 03

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia

Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 011

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Sarah Muthiah Widad (1150162000022). Persepsi Siswa Kabupaten Bogor terhadap Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dan Keahlian Abad 21 . Skripsi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

Indonesia sebagai negara berkembang memerlukan tenaga kerja yang dapat bersaing pada revolusi industri di abad 21. Oleh sebab itu, dalam mempersipakan tenaga kerja ahli yang dapat bersaing pada revolusi industri diperlukan pendidikan STEM dan keahlian abad 21. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa Kabupaten Bogor terhadap pendidikan STEM dan keahlian abad 21. Adapun populasinya adalah siswa SMA Kabupaten Bogor dan sampel diambil terdiri siswa kelas 11 dan 12 Ilmu Pengetahuan Alam di lima sekolah. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dengan skala likert yang terdiri dari 31 pernyataan dengan pilihan skala dari „sangat setuju‟ sampai „sangat tidak setuju‟. Hasil penelitian ini adalah persepsi positif siswa SMA Kabupaten Bogor terhadap pendidikan STEM dan keahlian abad 21.

Pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian sejenis dalam upaya meningkatkan kesadaran elemen pendidikan dalam mempersiapkan tenaga kerja ahli di masa depan.

Kata Kunci: Pendidikan STEM, Keahlian Abad 21, Siswa Kabupaten Bogor

(6)

ABSSTRACK

Sarah Muthiah Widad (1150162000022). Bogor Regency Students' Perception of STEM Education (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) and 21st Century Skills. Thesis Chemical Education Faculty of Tarbiyah and Teacher Training UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

Indonesia as a developing country needs workers who can compete in the industrial revolution in the 21st century. Therefore, preparing expert workers who can compete in the industrial revolution, STEM education and 21st century skills are needed. This study aims to determine the perceptions of students in Bogor regency on STEM education and 21st century skills. The population is high school students in the regent and the samples taken consisted of 11st and 12nd grade students of sciences in five schools. Data in this study using a questionnaire with a Likert scale consisting of 31 statements with a choice of scales from 'strongly agree' to 'strongly disagree'. The results of this study found that students had positive perceptions on STEM education and 21st century skills. This research is expected to be a reference for conducting similar research to increase awareness of the educational elements in preparing future skilled workers through education.

Keywords: STEM Education, 21st Century Skills, Bogor Regency Students

(7)

KATA PENANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan kesehatan, kenikmatan dan kemudahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriring salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Selama penulisan skripsi, penulis menyadari terdapat banyak sekali kendala. Namun, berkat kerja keras, doa, beserta bantuan dan semangat dari berbagai pihak dapat meringankan proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Burhanudin Milama, M. Pd selalu Ketua Program Studi Pendidikan Kimia UIN Syrif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Salamah Agung, Ph.D selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ibu Dila Fairusi, M.Si selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan nasihat, bimbingan, dan motivasi selama mengerjakan skripsi

4. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah atas ilmu yang diberikan hingga selesainya tugas akhir perkuliahan yang semoga menjadi amal jariyah

5. Ummi yang menjadi orang tua luar biasa dengan segala ketulusan cinta memberikan seluruh tenaga dan waktu untuk mendukung anaknya dan bersikap demokratis dalam memberikan arahan keputusan

6. Keluarga kecilku, The Nurafifah, Fathan, dan Mumtaz yang menjadi penyemangat dan pemicu diri agar mampu menjadi sosok bermanfaat dan bintang yang mampu menyinari di tengah-tengah keluarga

(8)

7. Murabbiah pertama dalam kehidupanku di kampus, Kak Bibah dan teman satu perjuangan dalam menapaki dakwah kampus yang mendewasakan; Agra, Disti, Pew, Asih, Ica, Aghni, Moza, Aisyah, Kak Imma, Annas, Rifdah, Yumna, dan masih banyak lagi khususnya teman-teman Forum Angkatan Az- Zukhruf.

8. Kepala sekolah penelitian skripsi; SMAN 1 Leuwilinag, SMAN 1 Cibungbulang, SMAN 1 Ciampea, SMAS Bumi Sejahtera, SMAS Darut Tauhid

9. Teman hidup selama menjadi Mahasiswa Pendidikan Kimia bahkan teman menua di Laboratorium; Aisah, Defi, dan Olip. Terima kasih karena menemani dan mampu sabar selama ini.

10. Seluruh teman kelas dan teman angkatan Pendidikan Kimia angkatan 2015 11. Semua orang yang terlibat dalam kehidupan menjadi aktivis Pengendalian

Tembakau yang selalu menjadi penyemangat; Kak Bagja, Kak Gian, dan Kak Rama, Bunda Lisda dan seluruh #TemanSabar Pembaharu Muda FCTC 2.0.

Projek sebagai Gerakan Muda FCTC menjadi bumbu-bumbu penyedap dalam penyelesaian skripsi

12. Seluruh panutan content creator syiar media dakwah kampus; The Qoonita, Kak Gilang, Kak Thalhah, dan masih banyak lagi secara langsung ataupun tidak sangat mempengaruhi kreativitas dalam pembuatan konten di media sosial dan menyadarkan betapa pentingnya meningkatkan literasi di media sosial sebagai lahan dakwah. Belajar menjadi content creator mengisi waktu istirahat dalam mengerjakan revisian.

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………..1

B. Identifikasi Masalah………6

C. Pembatasan Masalah………...6

D. Rumusan Masalah………...6

E. Tujuan Penelitian………7

F. Manfaat Peneltian………...7

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori………..9

1. Persepsi a. Pengertian………...9

b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi……….9

c. Proses Pembentukan Persepsi………...10

d. Syarat Melakukan Persepsi………...12

e. Jenis-jenis Persepsi………12

2. STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) and 21th Century Skilss………...14

a. Pengertian………..14

b. Konsep Pendidikan STEM………17

c. Pentingnya Pendidikan STEM………..17

d. 21th Century Skills………19

B. Penelitian Relevan………..23

C. Kerangka Berpikir………..28

D. Hipotesis………...29

(10)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian………...30

B. Metode Penelitian……….30

C. Prosedur Penelitian………...31

D. Populasi dan Sampel………....31

E. Teknik Pengumpulan Data………...32

F. Instrumen………..32

G. Validitas dan Realibilitas……….36

H. Analisis Data………37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……….39

1. Analisis data Matematika ………..40

2. Analisis data Sains ……….43

3. Analisis data Teknologi ……….46

4. Analisis data 21th century skills………..48

5. Analisis keseluruhan faktor………51

B. Pembahasan 1. Persepsi terhadap Matematika ………53

2. Persepsi terhadap Sains……….. ………56

3. Persepsi terhadap Teknologi ………...61

4. Persepsi terhadap 21th century skills………...63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………68

B. Saran………...68

DAFTAR PUSTAKA………...69

LAMPIRAN-LAMPIRAN………80

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Indikator Kuesioner………...30

Tabel 4.1 Pembagian Sekolah dan Jumlah Sampel………..….35

Tabel 4.2 Analisis Data Pada Faktor Matematika………..…...36

Tabel 4.3 Analisis Data Pada Faktor Sains………38

Tabel 4.4 Analisis Data Pada Faktor Teknologi………....40

Tabel 4.5 Analisis Data Pada Faktor Keahlian Abad 21………...43

Tabel 4.6 Analisis Data Pada Keseluruhan Faktor………47

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Persepsi………10

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir………..27

G ambar 3.1 Prosedur Penelitian………30

Gambar 4.1 Diagram Persepsi Siswa terhadap Matematika………..41

Gambar 4.2 Diagram Persepsi Siswa terhadap Sains ………44

Gambar 4.3 Diagram Prsepsi Siswa terhadap Teknologi………...56

Gambar 4.4 Persepsi Siswa Terhadap Keahlian Abad 21………..58

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bukti Ujian Referensi………...75

2. Lembar Uji Validasi Dosen.……….86

3. Tabel Jawaban Uji Validasi………...………..96

4. Contoh Angket……….97

5. Surat Pernyataan Pengambilan Data………..101

6. Daftar Gambar Penelitian………...105

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kondisi perkembangan global yang semakin pesat akibat kemajuan di bidang teknologi mengharuskan negara-negara di dunia mengubah sistem pendidikan.

Dalam beberapa tahun terakhir negara maju maupun negara berkembang berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan model belajar menggunakan teknologi (STEM Indonesia, 2018). Negara yang sudah mengaplikasikan teknologi dalam pembelajaran sudah menyadari betapa pentingnya tenaga ahli untuk masa depan dengan persaingan global.

Indonesia adalah negara berkembang dengan memiliki jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, dalam perkembangan Indonesia, pemerintah butuh calon tenaga kerja yang mampu menguasai teknologi dan sains.

Zubaidah (2017) menyatakan bahwa untuk memiliki kemampuan harus melalui pendidikan yang memadai dan memberikan bekal pada tenaga kerja terutama dalam menghadapi perkembangan abad ke-21. Dalam hal meningkatkan kemampuan melalui pendidikan maka siswa Indonesia dituntut untuk meningkatkan keterampilan, minat, dan sadar STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) and 21st Century Skills.

Indonesia adalah negara yang memiliki masalah besar dalam pendidikan, karena Indonesia berada pada ketertinggalan, sehingga terhambatnya penyediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa. Menjadi negara yang maju adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Maju atau tidaknya suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan karena faktor pendidikan adalah proses mencetak generasi bangsa yang berkualitas.

Menurut Murnawianto, Sarwanto, & Raharjo (2017:69), Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk bersaing di ekonomi global dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Berbagai keterampilan

(15)

abad ke-21 ini seperti kemampuan berpikir (logis, analitis, kritis, dan kreatif), kemampuan untuk memecahkan masalah, keterampilan komunikasi, dan keterampilan kolaborasi menjadi penting untuk memperhatikan pada perkembangannya. Namun sayangnya, jumlah dan kualitas lulusan Indonesia yang memiliki kompetensi STEM masih sangat sedikit. Sedangkan permintaan tenaga kerja abad 21 yang berkualitas dalam bidang STEM sangat diperlukan dalam jumlah banyak (Anggraini & Huzaifah, 2017: 724).

Dengan bertambahnya penduduk maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi Indonesia, sehingga Indonesia perlu tenaga ahli untuk mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan bantuan ilmu sain dan teknologi. Selain itu, kemajuan teknologi pada era global ini memberikan kesadaran kepada Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, yaitu dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kondisi negara dengan negara yang lain. Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan sumber daya manusia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara lain (Kementerian Perindustrian RI, 2014). Selain itu, Indonesia perlu menyadari kompleksitas tantangan di masa depan seperti yang dijelaskan Sudarisman (2015:30), yaitu Commision Education for the 21 Century (UNESCO) merekomendasikan 4 pilar pendidikan yang dapat dijadikan sebagai landasan pendidikan meliputi: 1) learning to know, yaitu belajar untuk mengetahui dengan cara menggali informasi; 2) learning to do, yaitu belajar untuk melakukan suatu tindakan atau mengemukakan ide-ide; 3) learning to be, yaitu belajar mengenali diri sendiri dan beradaptasi dengan lingkungan.

Menurut Raisah (2018), perlu persiapan yang matang untuk menerapkan STEM dalam pembelajaran. Dalam persiapannya, perlu kerja sama dengan seluruh lapisan sekolah dalam pengaplikasian pendidikan STEM and 21st Century Skills. Pada prosesnya perlu ada kesadaran antara guru dan murid bahwa pendidikan STEM adalah cara efektif untuk meningkatkan pendidikan. Novia (2018) menjelaskan bahwa dalam hal ini guru memiliki peran penting dalam

(16)

pengaplikasian STEM, yaitu guru harus menjadi fasilitator untuk siswa agar lebih aktif dan kreatif.

Direktur Utama Eduspec Indonesia, Indra Charismiadji mengatakan bahwa metode STEM membantu proses pembelajaran yang dibutuhkan bagi siswa utamanya siswa abad 21 yang melibatkan enam kemampuan, yaitu kolaborasi, kreatif, berpikir kritis, komputerisasi, pemahaman budaya, dan mandiri dalam belajar (Rajasa, 2016). Dari kemampuan tersebut membantu peserta didik dalam mempersiapkan kemampuan untuk menghadapi dunia nyata yang penuh persaingan di tingkat global karena pendidikan STEM and 21st Century Skills adalah pelajaran yang saling berkaitan dalam kehidupan nyata.

Undang-Undang Pendidikan Nasional Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab X Pasal 36 poin 3 menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pada poin sebelumnya dinyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa saat ini memasuki abad ke-21 perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat pesat di seluruh belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Terlebih akan menghadapi revolusi industri, sehingga seharusnya Indonesia sudah siap menggunakan teknologi dan ilmu pengetahuan lainnya terutama pada model pembelajaran STEM. Pada era kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, perkembangannya telah membawa pengaruh terhadap bidang pendidikan dan proses pembelajaran.

Namun, infrastruktur yang difasilitasi pemerintah untuk menggunakan model STEM ini masih rendah. Fakta tersebut dapat dilihat dari jumlah sekolah yang masih sedikit dalam menggunakan STEM. Di antara sekolah di Indonesia yang telah menggunakan STEM adalah Sampoerna Academy; Kampus BSD, BSD;

Kampus Citra, Cipto, Sun Plaza, Medan; Kampus Sentul, Sentul, Bogor;

Kampus Surabaya, Surabaya. Sampoerna Academy (2018) menjelaskan tujuan pendidikan yang dibangun dapat bersaing di ranah global dengan menyediakan sumber daya STEM terkemuka di dunia.

(17)

Aplikasi STEM digunakan pada pembelajaran sains di sekolah, karena sains menuntut kemampuan menggunakan proses penyelidikan sains, seperti mengidentifikasi bukti-bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan ilmiah dan mengenal permasalahan yang dapat dipecahkan melalui penyelidikan ilmiah.

Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sains adalah teknologi itu sendiri yang menunjang perkembangan sains terutama digunakan untuk aktivitas penemuan dalam upaya memperoleh penjelasan tentang objek dan fenomena alam.

Penerapan Pendidikan STEM di sekolah menjadi penting karena menunjang proses peserta didik memiliki kemampuan yang dibutuhkan lapangan pekerjaan untuk waktu mendatang, sehingga Indonesia memiliki tenaga kerja yang dapat bersaing di tingkat global. Oleh karena itu, pesatnya perkembangan sains dan teknologi menuntut untuk mempersiapkan generasi mendatang yang berliterasi dalam bidang pendidikan STEM.

Ketika sudah mengetahui peran pendidikan STEM and 21st Century Skills dalam mempersiapkan tenaga kerja profesional di masa mendatang, perlu diketahui pula persepsi siswa terhadap pendidikan STEM di sekolah. Persepsi tersebut merupakan hasil proses pengenalan atau identifikasi sesuatu yang dilakukan siswa dengan panca indera. Persepsi meliputi penafsiran objek, tanda, dan orang dari pengalaman seseorang atau kelompok yang merupakan pandangan atau penilaian terhadap sesuatu dari hasil belajar atau pengalaman yang mempengaruhi orang tersebut untuk berinteraksi atau berperilaku dengan sekitarnya (Yazid & Ridwan, 2017).

Pendidikan STEM masih sangat relatif jarang di Indonesia karena STEM masih terlihat baru dan terus berkembang, sehingga dengan perkembangannya, STEM menarik para peneliti lain untuk mengintegrasikan dengan pembelajaran di kelas (Ferdiansyah, 2015). Salah satu penelitian STEM Afriana, Permanasari,

& Fitriani (2016) telah melakukan penelitian yang menyatakan bahwa STEM dengan model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. .

Pada 2017 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi seperti diberitakan Halim (2017) mengatakan bahwa kondisi pendidikan di Kabupaten

(18)

Bogor termasuk terbelakang dibandingkan daerah lainnya di Jawa Barat.

Kesalahan Pemerintah Daerah di bidang pendidikan dilihat dari penerapan sistem hingga pemerataan infrastruktur pendidikan yang masih kurang. Namun, pada tahun 2019 Bupati Bogor, Ade Yasin tengah mempersiapkan generasi mendatang yang berkompeten pada era Revolusi Industri 4.0. Pemerintah Kabupaten Bogor meluncurkan sekolah rintisan berbasis digital, yakni SMPN 1 Gunung Putri, SMPN 1 Cibinong, SMPN 2 Cibinong, dan SMPN 1 Cileungsi (JPNN: 2019).

Perhatian Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap pendidikan berbasis teknologi menjadi peluang penerapan pendidikan STEM di Kabupaten Bogor. Namun, belum ada implementasi yang diterapkan kepada siswa SMA. Oleh karena itu, perlu mengetahui persepsi siswa Kabupaten Bogor dalam sebuah penelitian khususnya tingkat SMA. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mencoba untuk melihat bagaimana persepsi siswa terkait STEM and 21st Century Skills pada siswa SMA di Kabupaten Bogor.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah yang diidentifikasi adalah:

1. Perkembangan pendidikan STEM and 21st Century Skills di Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara Industri lainnya.

2. Indonesia memiliki kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang besar dan berpotensi untuk memajukan negara, namun penguasaan masyarakat belum bisa mengikuti perkembangan global khususnya dalam penguasaan sains dan teknologi.

3. Kurangnya implementasi STEM and 21st Century Skills pada pendidikan Indonesia sehingga kurang mempersiapkan tenaga kerja yang mampu bersaing di ranah internasional.

C. Pembatasan Masalah

(19)

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan, penggunaan metode belajar STEM and 21st Century Skills yang dilakukan di negara industri, belum secara merata diaplikasikan di Indonesia karena STEM butuh proses panjang untuk diterapkan terutama persiapan pemerintah, guru, siswa, dan seluruh komponen sekolah. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada persepsi siswa terhadap Pendidikan STEM yang diaplikasikan pada proses pembelajaran dan mempersiapkan keahlian siswa yang dibutuhkan pada abad 21.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Bagaimanakah persepsi siswa tentang pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) and 21st Century Skills?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan yang dicapai yaitu untuk mengetahui persepsi siswa SMA Kabupaten Bogor terhadap pendidikan STEM and 21st Century Skills.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

Penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Guru dalam kaitannya dengan penerapan dan pengembangan strategi pembelajaran siswa dapat menerapkan pendidikan STEM and 21th Century Skills dalam proses belajar mengajar.

2. Siswa dalam hal ini sebagai pusat proses pembelajaran sadar akan pentingnya pendidikan STEM and 21th Century Skills untuk menyiapkan bekal keahlian di masa depan

3. Peneliti dalam hal ini sebagai Mahasiswa sebagai calon pendidik dapat memahami kebutuhan siswa mempersiapkan metode pengaplikasian pembelajaran terintegrasi STEM and Century Skills.

(20)
(21)

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

1. Persepsi a. Pengertian

Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari menerima stimulus atau rangsangan berupa informasi, peristiwa, objek atau lainnya yang berasal dari lingkungan sekitar.

Stimulus atau rangsangan tersebut akan diberi makna atau arti oleh individu, dan proses pemberian makna atau arti tersebut dinamakan persepsi (Soraya, 2018).

Menurut Baso (2017), persepsi adalah proses penyampaian makna, stimulus, interpretasi, dan sensasi yang diterima oleh individu melalui alat indera dari berbagai objek, kemudian diproses dari pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang didapatkan sebelumnya.

Persepsi sangat penting dalam kehidupan karena persepsi akan mempengaruhi cara pandang, pemahaman, tanggapan, sikap dan perilaku seseorang terhadap objek yang dipersepsi. Persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki seseorang dalam mengintepretasikan suatu objek (Fitriansari, 2015).

Begitu pula menurut Luthfi, dkk. (2009: 25) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan menurut Syam (2011:3), persepsi adalah hasil pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh. Selain itu, menurut Sarwono (39), persepsi adalah kemampuan seseorang untuk membeda-bedakan, pengelompokkan, memfokuskan, dan sebagainya.

b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

(22)

Walgito (2012) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi adalah.

1) Ketersediaan informasi sebelumnya

Ketiadaan informasi ketika seseorang menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi.

2) Kebutuhan

Seseorang akan cenderung mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhannya saat itu.

3) Pengalaman masa lalu

Sebagai dari hasil proses belajar, pengalaman akan sangat memengaruhi seseorang mempersepsikan sesuatu.

c. Proses Pembentukan Persepsi

Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa persepsi diawali dengan proses pengindraan suatu stimulus, kemudian stimulus tersebut diteruskan ke otak agar terbentuk persepsi. Persepsi tidak begitu saja terbentuk, tetapi melalui beberapa proses. Persepsi adalah suatu pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, maka persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanggapan, penilaian, atau respon siswa terhadap Pendidikan STEM (Scinece, Technology, Engineering, and Mathematics). Persepsi ini menyangkut hubungan antara siswa dengan lingkungannya dan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa (Hamidah, Sari, &

Budianingsih, 2014). Persepsi terbentuk bila ada perhatian dari individu sesuai dengan kebutuhan individu. Kemampuan seseorang untuk mempersepsikan stimulus yang sama akan ditafsirkan berbeda-beda masing-masing individu. Proses penafsiran tergantung dari pengalaman masing-masing (Rakhmat, 2008). Berikut (Gambar2.1) proses terbentuknya persepsi menurut Candra, Harini, & Sumitra (2017):

(23)

Gambar 2.2 Proses Terbentuknya Persepsi

Dari Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa persepsi adalah proses yang diawali dengan melihat suatu objek yang menimbulkan stimulus pada diri seseorang, sehingga sadar akan suatu hal atau kejadian di lingkungannya yang ditangkap oleh indera atau yang disebut dengan reseptor. Masing-masing indera dapat memberikan informasi ke otak dalam bentuk yang berbeda mengenai hal yang terjadi di lingkungan. Kemudian otak memberikan informasi kepada saraf motorik sehingga memunculkan perilaku seseorang yang merupakan bentuk dari persepsi.

(24)

d. Syarat Melakukan Persepsi

Dengan persepsi individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan dari individu yang bersangkutan (self-perception). Alat penghubung antara individu dengan dunia luar adalah alat indera (Candra, dkk 2017). Walgito (2012) mengemukakan ada beberapa syarat individu dalam melakukan persepsi, yaitu sebagai berikut:

1. Adanya Objek (sasaran yang diamati)

Objek atau sasaran yang diamati akan memunculkan stimulus atau rangsangan yang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam individu bersangkutan yang langsung mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.

2. Adanya alat

Alat indra atau reseptor adalah alat untuk menerima stimulus. Di samping itu, harus terdapat saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke susunan saraf pusat yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Untuk mengadakan respons dibutuhkan saraf motoris.

3. Adanya Perhatian

Perhatian merupakan langkah pertama yang disebut sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi, sehingga perhatian mahasiswa kepada kegiatan konseling individual adalah focusk utama yang kita laksanakan karena tanpa perhatian persepsi tidak akan terjadi. Perhatian mengarahkan individu untuk mengamati sesuatu yang akan dipersepsi.

(25)

e. Jenis-jenis Persepsi

Persepsi memiliki dua jenis: persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia atau sosial. Persepsi terhadap manusia lebih sulit dan kompleks, karena manusia bersifat dinamis. Kedua persepsi ini memiliki perbedaan yaitu:

1) Persepsi terhadap objek melalui lanbang-lambang fisik, sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambing-lambang verbal dan nonverbal. Manusia lebih efektif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramalkan.

2) Persepsi terhadap obejek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan persepsi terhadap manusia menganggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan, dan sebagainya).

3) Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain, objek bersifat statis, sedangkan manusia bersifat dinamis. Oleh karena itu, persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, lebih cepat daripada persepsi terhadap objek (Mulyana, 2005).

Persepsi manusia atau sosial adalah proses menangkap objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Setiap orang memiliki gambaran berbeda-beda mengenai realitas di sekelilingnya. Ada beberapa prinsip penting mengenai persepsi sosial yaitu:

1) Persepsi berdasarkan pengalaman yaitu persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian serupa.

(26)

2) Persepsi bersifat selektif. Setiap manusia sering mendapatkan rangsangan indrawi.

Atensi kitalah pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menemukan selektifitas kita atas rangansangan tersebut.

3) Persepsi bersifat dugaan. Terjadi karena data yang kita peroleh mengenai objek tidak pernah lengkap sehingga proses persepsi yang bersifat dugaan ini memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun.

4) Persepsi bersifat evaluatif. Artinya kebanyakan dari kita mengatkan bahwa persepsi itu adalah sesuatu yang nyata akan tetapi, terkadang alat-alat indera dan persepsi menipu sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi dengan realitas sebenarnya.

5) Persepsi bersifat kontekstual. Maksudnya bahwa dari semua pengaruh dalam persepsi, konteks salah satu pengaruh yang paling kuat. Ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau kejadian, konteks rangsangan sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan oleh karena persepsi manusia (Mulyana, 2005).

2. Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) and 21th Century Skills

a. Pengertian

Pendidikan STEM adalah suatu pembelajaran secara integrasi antara sains, teknologi, teknik, dan matematika untuk mengembangkan kreativitas siswa melalui proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Winarni, Zubaidah, & H, 2016). Sedangkan menurut Bahrum, Wahid, & Ibrahim (2017:645), STEM adalah aplikasi pedagogis berbasis desain dan teknologi untuk pengajaran dan praktik dalam pendidikan sains dan matematika dengan konten praktik teknologi dan juga rekayasa pendidikan secara stimulus. Gerakan reformasi pendidikan STEM ini didorong oleh laporan-laporan studi yang menunjukkan terjadi kekurangan kandidat untuk mengisi lapangan kerja dalam bidang STEM, tingkat literasi yang signifikan dalam masyarakat tentang isu-isu terakit STEM, serta posisi capaian siswa sekolah

(27)

menengah AS dalam Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assesment (PISA) (Amanda, 2012).

Dewasa ini komitmen AS terhadap gerakan pendidikan STEM diwujudkan dalam bentuk dukungan anggaran dari pemerintah dukungan kepakaran dari banyak perguruan tinggi, serta dukungan teknis dari dunia industri, bagi pengembangan dan implementasi pendidikan STEM (Firman, 2015).

Pemerintah Amerika mengkhawatirkan prestasi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) terutama di bidang sains dan matematika yang berada di peringkat rendah bila dibandingkan siswa dari negara-negara industri lainnya. Fakta buruk yang menimpa pendidikan Amerika adalah nilai tes dan penilaian lain dari prestasi kinerja akademik siswa di bidang penting, terutama dalam ilmu pengetahuan (science), teknologi (technology), teknik (engineering), dan matematika (Mathematic). Hasil progres data secara nasional yang dikeluarkan oleh National Assessment of Educational Progres tahun 2009, hanya sekitar sepertiga dari siswa Amerika kelas 4 dan 8 yang menempati tingkat mahir dalam pelajaran STEM. Sementara lebih dari sepertiga siswa Amerika berada di bawah tingkat dasar dalam matematika dan sains.

Untuk siswa kelas 12, hanya perempat dari siswa yang menghuni di atas kategori mahir dalam bidang matematika.

Bidang sains dan matematika dirasa sangat penting terutama bagi Amerika sebagai negara industri besar. Begitupun teknologi yang digunakan manusia juga berkembang pesat termasuk di bidang industri sehingga diperlukan inovasi dalam menciptakan alat yang dapat mempermudah kemajuan negara di bidang industri, sehingga ketika Amerika memiliki peringkat rendah dalam bidang sains dan teknologi, pemerintah khawatir perindustrian Amerika tidak menuju arah lebih baik.

Menurut Firman (2015) dalam penelitiannya, pendidikan STEM telah eksis di berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang yang melihat STEM sebagai solusi bagi masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan daya saing masing-masing negara. Kemudian kesadaran pentingnya STEM telah mulai muncul di kalangan ahli pendidikan di Indonesia, sehingga banyak kelompok studi perguruan tinggi melakukan penelitian pengembangan pendidikan STEM.

(28)

Begitupun dengan Indonesia sebagai negara berkembang sebaiknya lebih memberikan perhatian terhadap peningkatan teknologi di bidang industri seperti halnya di Amerika dengan memperbaiki sistem pendidikan berbasis STEM.

Information STEM Indonesia (2018) menerangkan bahwa Indonesia sudah memulai mencoba mengembangkan metode pembelajaran STEM melalui kerja sama dengan USAID (United Staters Agency for International Development).

Pendidikan STEM di Indonesia sudah menjadi bahasan diskusi atau menjadi tema seminar seperti Pusat Studi STEM Universitas Syiah Kuala yang sedang berusaha mengkaji dan mencoba menerapkan pendidikan STEM kepada sisiwa sekolah menengah dan pembahasan mengenai keterkaitannya pendidikan STEM dengan Kurikulum 2013.

Atik (2015) menyebutkan bahwa sejumlah 160 guru-guru SMP, SMA Biologi, Fisika, dan Kimia dari berbagai provinsi di antaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau menjadi peserta Diklat Integrasi STEM dalam implementasi Kurikulum 13.

Diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTKIPA ini bertujuan untuk membekali guru mengenai filosofi STEM, Kerangka Standar Pendidikan STEM, dan pendekatan STEM dalam pembelajaran sains berbasis STEM.

Berbagai usaha untuk mempersiapkan generasi abad 21 telah dilakukan, salah satunya dengan perubahan kurikulum Nasional (Tritiyatma, et al., 2017). Saat negara mempertimbangkan kebijakan menggunakan teknologi dan sains dapat dipastikan sejak awal akan mendapatkan manfaat yang lebih besar. Melalui pendidikan yang berbasis teknologi dan sains yang diintegrasikan dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah cara meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang STEM.

b. Konsep Pendidikan STEM

Sains adalah komponen dari STEM dengan kajian tentang fenomena alam yang melibatkan observasi dan pengukuran sebagai tempat untuk menjelaskan secara objektif alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa domain utama dari sains pada

(29)

jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni Fisika, Biologi, Kimia, serta ilmu pengetahuan Kebumian dan Antariksa.

Aspek lain selain Sains pada STEM adalah teknologi. Masih ada sekolah yang mengalami kesulitan dalam menerima dan menguasai perkembangan teknologi, oleh karena itu penting untuk mengimplementasikan teknologi sesegera mungkin dengan tujuan agar pendidikan komperhensif dalam mempersiapkan perkembangan abad ke- 21 (Sunaeningsih, Djuanda, Isrokartun, Syahid, & Nuraeni, 2018).

Selain dari teknologi, Firman (2015) mengungkapkan bahwa engineering adalah pengetahuan serta keterampilan untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan mengkontruksi mesin, peralatan sistem, material, dan proses yang bermanfaat untuk manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan. Hal ini dikonfirmasi oleh Septiani (2016:655) yang menyatakan bahwa pembelajaran STEM adalah implementasi pembelajaran berbasis proyek yang berbeda dari yang sudah biasa dilakukan. Pada proses STEM terdapat proses berpikir, desain, buat, dan uji. Jika siswa sudah selesai membuat proyek, maka proyek itu diuji apakah sudah sesuai dengan harapan atau tidak. Jika tidak, maka akan dilakukan pendesainan ulang. Proses ini dilakukan karena pembelajaran STEM lebih menekankan pada tahap engineering atau rekayasa namun masih beririsan dengan dengan proses ilmiah.

Aspek lain dari STEM adalah matematika, yaitu ilmu tentang pola-pola dan hubungan-hubungan dan menyediakan bahasa teknologi, sains, dan engineering.

Pendidikan STEM menurut Painpraset (2015) adalah pelaksanaan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknologi, ilmu teknik, dan matematika yang memfokuskan pada pemecahan masalah sehari-hari dan meningkatkan tenaga kerja.

Bagi peserta didik konsep, prinsip, dan teknis dari sains, teknologi, engineering, dan matematika digunakan secara integrasi dalam pengembangan produk, proses, dan sistem yang digunakan alam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karenanya, Reev (2013) mengadopsi definisi STEM sebagai pendekatan interdisiplin pada pembelajaran, yang di dalamnya peserta didik menggunakan sains, teknologi, engineering, dan matematika dalam konteks nyata yang mengkoneksikan antara sekolah, dunia kerja, dan dunia global, sehingga mengembangkan literasi STEM

(30)

yang memampukan peserta didik bersaing dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Alawiyah, Rasyid, & Hikmawati (2019:

158), yang menyatakan bahwa pendekatan yang mengintegrasikan sains, teknologi, dan matematika dalam kehidupan nyata mengaitkan antara kehidupan sekolah, dunia kerja, dan dunia global, sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kendala kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya manusia. Untuk itu, STEM mampu dijadikan sebagai salah satu solusi untuk menghindari kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan SDM. Era revolusi industri 4.0 atau era digital memasuki era disrupsi teknologi dengan kemajuan dan perkembangan teknologi semakin memudahkan kehidupan manusia. Disubut revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Industri 4.0 disebut era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak linear (Ghufron, 2018: 332). Perubahan menuju revolusi 4.0 sangat mencolok dari tahap revolusi sebelumnya. Pada revolusi 4.0 atau revolusi industri ditandai dengan internet of atau for things yang diiringi teknologi baru salah satunya dala data sains. Tantangan dan peluang revolusi industri mendorong inovasi pada pendidikan. Seperti yang disampaian Ghufron (2018), bahwa Pemerintah mencanangkan gerakan, yaitu gerakan literasi baru untuk merespon era digital seperti saat ini. Gerakan literasi baru ini dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia.

Agar lulusan dapat kompetitif, kurikulum perlu orientasi baru sebab adanya era revolusi industri 4.0 tidak hanya cukup literasi lama (membaca, menulis, dan matematika) sebagai modal dasar untuk berkiprah di masyarakat (Ahmad, 2018).

Sumber daya manusia yang bermutu adalah faktor utama dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Sumber daya manusia yang bermutu hanya dapat diciptakan dengan pendidikan yang baik. Selain itu abad 21 juga menuntut setiap orang untuk memiliki keterampilan. Keterampilan ini dapat dimiliki melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dituntut untuk dapat menghasilkan sumber daya mansusia

(31)

yang mampu membangun ide-ide kreatif, berkolaborasi dengan pemikir-pemikir kritis dan mampu membentuk masyarakat yang aktif.

c. Pentingnya Pendidikan STEM

STEM menjadi isu penting dalam pendidikan saat ini. Pendidikan yang tidak memadai dalam matematika dan sains telah menyebabkan kekurangan tenaga kerja berkualitas sehingga mengakibatkan kesenjangan di bidang Industri Lokal. Menurut Afriana, Permanasari, & Fitriani (2016), pembelajaran saat ini perlu mengikuti perkembangan zaman di era globaliasasi salah satunya dengan mengintegrasikan STEM.

Kita memasuki abad 21 yang dikenal dengan era pengetahuan karena pada abad ini pengetahuan menjadi sangat penting sebagai landasan kehidupan. Era pengetahuan ini lebih sulit dan menantang terutama bagi aspek pendidikan yang dituntut untuk dapat menyesuaikan kebutuhan pada abad 21. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembanan teknologi yang sangat pesat, menurut Cintamulya (2017), berkembang pula ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Tugas dari pendidikan dalam menghadapi era baru ini adalah mengubah cara pandang dengan cara yang baru untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi segala tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Kebijakan pemerintah mengenai pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak berubahan revisi di berbagai aspek. Salah satunya yaitu kurikulum, yang telah berubah-ubah sejak kemerdekaan yaitu tahun 1974 sampai dengan kurikulum 2013 yang sampai saat ini juga masih mengalami revisi, dengan tujuan dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia (Sari, 2017). Menurut Sari (2017), kurikulum 2013 yang berfokus pada tujuan pendidikan berkarakter yang dirumuskan tidak hanya segi kognitif, namun juga sikap dan keterampilan yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif melalui pendekatan saintifik. Pendidikan di abad 21 diharapkan dapat menjawab kekurangan kurikulum terdahulu dan menyiapkan Indonesia dalam menyiapkan generasi emas 2045, yaitu

(32)

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kecakapan global traskultural sebagai warga dunia dengan kecakapan berpikir tinggi diserta penguasaan teknologi yang meletakan dasar pemanfaatan iolmu dan teknologi pada nilai, etika kultural, dan nasionalisme (Rakhmawati, 2017: 61).

Menurut (Sudarsana, 2018:1) pendidikan memiliki peran untuk menciptakan manusia yang berkualitas, karena pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia. Lebih jauh lagi, pendidikan berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara karena pendidikan mempengaruhi produktivitas dan kemampuan karena masyarakat terlebih pada kemajuan global saat ini, persaingan negara semakin tajam, sehinggga menuntut Indonesia mencapai keunggulan. Peran pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia dalam UUD 1945, bahwa pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia, maka dalam memasuki kehidupan abad 21 ini, pendidikan harus mengikuti perkembangan global. Maka dari itu Wijaya, Sudjimat, & Nyoto (2016:265), menyebutkan bahwa peningkatan kegiatan pembelajaran saat ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan masa pengetahuan, yaitu pembelajaran harus memberikan desain yang lebih otentik, sehingga membentuk siswa yang dapat memecahkan masalah untuk kehidupannya. Hal ini dipertegas oleh Stubbs & Eric (2016: 96), bahwa STEM dapat berkontribusi untuk kemajuan di masyarakat, karena STEM tidak hanya diaplikasikan pada teknologi saja, tetapi juga pelajaran lainnya seperti sains dan matematika yang membantu kehidupan sehari-hari.

Berbagai usaha untuk mempersiapkan generasi abad 21 telah dilakukan, salah satunya dengan perubahan kurikulum nasional (Tritiyatma, et al., 2017). Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 kurikulum merupakan seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar, dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan Permendikbud Nomor 103 tahun 2014, pada kurikulum 2013, tuntutan pada tiap kompetensi meliputi 3 ranah, yaitu ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan. Terkait kurikulum 2013, Suhery (2017:12), menjelskan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan

(33)

kurikulum 2013, perlu dilakukan inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STEM yang bercirikan kearifan lokal Indonesia agar meningkatnya kreatifitas siswa dalam pembuatan karya.

d. 21th Century Skills

Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, yaitu kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan pada abad sebelumnya. Dengan sendirinya, abad ke-21 meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan hasil unggul (Wijaya, Sudjimat, Nyoto, 2016: 263).

Kehidupan di abad ke-21 menuntut keterampilan yang harus dikuasi seseorang, sehingga diharapkan pendidikan harus mempersiapkan siswa untuk menguasai keterampilan tersebut agar menjadi pribadi yang sukses dalam hidupnya. Berbagai keterampilan abad ke-21 sangat penting dalam mewujudkan masa depan anak bangsa yang lebih baik (Zubaidah, 2016). Pembelajaran yang dapat melatihkan keterampilan abad 21 harus pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, kerja sama tim, serta pembelajaran yang berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik (Mayasari, Risdiana, & Kurniawan, 2016). Menurut Zubaidah (2016), siswa harus mengasah keterampilan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi secara efektif, berinovasi, dan memecahkan masalah melalui negosiasi dan kolaborasi.

Selain hal tersebut, sangat penting bagi sekolah mengaplikasikan kemampuan 4C (communicative, cooperative, creative, and critical thingking) pada peserta didik.

Kemampuan 4C adalah kemampuan berpikir sistematis dan pemecahan masalah (Ridwan, 2019). Begitupun yang dijelaskan Zulfa (2020), bahwa 4C adalah kompetensi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru dan siswa untuk menyiapkan siswa sebagai peserta didik mampu menjalani kehidupan dan lingkungan kerja masyarakat global.

Country Manager Intel Indonesia menyebutkan ada lima keahlian yang perlu dimiliki oleh masyarakat untuk menghadapi Abad 21 pada LSP Matematika (2016) , keahlian yang harus dikuasai untuk membawa lebih maju yaitu kreatif digital,

(34)

berpikir kreatif, berpikir kritis, kolaborasi, dan kemimpinan. Berdasarkan kriteria pendidikan abad 21 maka dapat diatrik garis besar bahwa pembelajaran yang dapat melatihkan keterampilan abad 21 harus pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, kerja sama tim, serta pembelajaran yang berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik.

Di antara ragam kompetensi dan keterampilan yang diharapkan berkembang pada siswa sehingga perlu diajarkan pada siswa di abad ke-21 di antaranya adalah personalisasi, kolaborasi, komukasi, pembelajaran informal, produktivitas dan conten creation (Zubaidah, 2016). Oleh sebab itu, pada penelitin menggunakan pernyataan- pernyataan yang sesuai dengan kebutuhan keterampilan abad 21, sehingga peneliti dapat mengetahui kecenderungan siswa terhadap 21th Century Skills.

B. Penelitian Relevan

Afriana, dkk. (2016) dalam penelitiannya menerapkan Project Based Learning terintegrasi STEM dalam meningkatkan literasi sains ditinjau dari gender pada tema pencemaran udara dengan dilakukannya tes awal dan tes akhir untuk literasi sains dan angket skala sikap terhadap Project Based Learning STEM. Hasil dari penelitian ini diperoleh adanya peningkatan literasi sains baik dari laki-laki maupun perempuan pada aspek pengetahuan dan kompetensi. Pada penerapan PJBL STEM dihasilkan tanggapan siswa yang menyatakan senang karena memperoleh pengalaman yang berkesan dalam setiap tahapan pembelajaran sehingga menumbuhkan motivasi dan minat dalam belajar.

Peneltian Afriana, dkk (2016) ditegaskan oleh hasil penelitian Furi, Handayani, &

Maharani (2018) yang membandingkan hasil pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Project Based Learning dan Project Based Learning terintegrasi STEM. Hasil dari penelitian ini adalah, pembelajaran yang menggunakan PJBL- STEM dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif, psikomotorik, dan memiliki nilai rata-rata yang tinggi pada kreativitas siswa.

Dalam hal kreativitas siswa, Siswanto (2018) juga meneliti terkait pendekatan STEM untuk meningkatkan kreativitas mahasiswa pada pembelajaran Fisika. Hasil

(35)

penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan STEM efektif untuk meningkatkan kreativitas siswa dengan kriteria sedang. Adapun peningkatan kreativitas mahasiswa ini didukung dengan pembelajaran yang ditunjukkan aktivitas dosen dengan kriteria baik dan aktivitas mahasiswa yang relevan dalam kriteria baik.

Dari penelitian ini dapat disumpulkan bahwa keberlangsungan penerapan STEM juga perlu adanya keterlibatan antara pendidik dan peserta didik.

Adapun Ismail, Permanasari, & Setiawan (2016) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas laboratorium berbasis STEM dalam meningkatkan literasi sains siswa dengan perbedaan gender. Desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Postest dan teknik pengumpulan data dengan observasi, angket, dan tes efektivitas virtual lab berbasis STEM dianalisis dengan independent-sampler test. Hasil penelitian ini, baik laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan literasi sains. Namun, peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada kelas perempuan. Pada setiap konten sains, siswa mengalami peningkatan nilai setelah melaksanakan pembelajaran menggunakan virtual laboratorium berbasis STEM dengan pendekatan saintifik.

Suwarma, Astuti, & Endah (2015:373), juga melakukan penelitian terkait pembelajaran STEM. Penelitian ini mengimplementasikan pendidikan STEM dalam rancangan pembelajaran formal pada tingkat SMP dengan penugasan merancang mobil bertenaga balon (ballon powered car) untuk memahami konsep gerak lurus beraturan. Metode yang digunakan adalah wawancara mengenai respon dan pengaruh siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Kemudian, untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis pendidikan STEM dianalisis berdasarkan jumlah siswa yang menjawab benar pada konsep yang lain dari Ulangan Akhir Semester. Hasil penelitian ini adalah adanya peningkatan motivasi dan memberikan pengalaman serta mampu meningkatan prestasi siswa dari ujian akhir sekolah. Berdasarkan hasil wawancara, semua siswa senang mengikuti pembelajaran dan mampu meningkatkan motivasi dan kreasi dalam belajar IPA dan meningkatkan pemahaman mengenai konsep garis lurus.

Rati, Abdurrahman, & Rosidin (2017) meneliti mengenai ke-efektifan Lembar Kerja Siswa (LKS) STEM untuk melatih keterampilan berpikir kreatif siswa yang

(36)

dilakukan terhadap dua kelas, yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas yang menggunakan LKS STEM pada proses pembelajarannya adalah kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol tetap menggunakan LKS yang biasa digunakan siswa.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan mulai dari pre-test hingga post-test dan mengetahui perbedaan rata-rata nilai pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta peningkatan keterampilan berpikir siswa. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah adanya kenaikan nilai post-test yang signifikan menggunakan LKS STEM daripada nilai pre-test sebelum menggunakan LKS STEM.

Awaliyah, Rasyid, & Hikmawati (2019) melakukan penelitian mengenai efektivitas lembar kerja siswa berbasisi STEM pada pelajaran Biologi. Pada lembar kerja siswa ini siswa ditantang secara kritis, kreatif, dan inovatif untuk memecahkan masalah dengan melibatkan kelompok atau tim dengan kolaboratif. Lembar kerja siswa ini memberikan peluang kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan akademiknya dalam dunia nyata, sehingga peneliti mampu membuat siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan mampu menemukan konsep dari pembelajaran tersebut.

Alifa, Azzahroh, & Pangestu (2018) dalam penelitiannya yang berjudul

„Penerapan Metode STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan Kreativitas SIswa SMA Kelas Xl Pada Materi Gas Ideal‟ siswa mampu mengembangkan proyek salah satu aplikasi dari materi gas ideal dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahaya akan tabung gas. Dari kegiatan ini siswa dilatih untuk kreatif dan inovatif.

Izzani (2019), melakukan penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran STEM terhadap hasil belajar siswa pada materi asam-basa yang memperlihatkan peningkatan hasil belajar siswa ketika diterapkan model pembelajaran STEM. Selain adanya peningkatan pada hasil belajar, siswa juga memiliki respon yang baik terhadap pendidikan STEM, yaitu siswa tertarik mempelajari pembelajaran yang berbasis STEM.

Pada peneltian yang dilakukan Khaeroningtyas, Permanasari, & Hamidah (2016) mengenai pembelajaran STEM yang menggunakan pembelajaran 6E materi suhu dan perubahannya mampu meningkatkan literasi siswa. Dari hasil peneltiannya

(37)

ditunjukkan bahwa literasi sains dapat meningkat jika model pembelajaran terintegrasi STEM diterapkan terus menerus.

Firman (2018) melakukan penelitian yang membedakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran SETS, STS, dan STEM pada siswa SMA. Hasil perbedaan ini dihasilkan dari pengujian hasil test akhir atau post-test. Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode STEM signifikan lebih tinggi daripada kedua metode pembelajaran lainnya.

Agustina, Kaniawati, & Suwarma (2017) melakukan peneltian penerapan pembelajaran berbasis STEM untuk meningkatkan kemampuan control of variable siswa. Hasil dari penelitian ini adalah adanya peningkatan control of variable setelah diterapkannya pembelajaran STEM.

Wardani (2018) menghasilkan penelitian, bahwa terdapat perbedaan menggunakan pembelajaran STEM dan konvensional. Pemahaman konsep eksperimen menggunakan STEM lebih tinggi dibandingkan kelas control menggunakan konvensional. Hal ini karena penerapan STEM dirasa merupakan langkah kreatif dan nilai yang membuat siswa bersemangat dan antusias dalam proses pembelajaran daripada pembelajaran konvensional

Khoiriyah (2018) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan STEM dapat meningkatkan kemampuan berprikir kritis siswa secara signifikan dan hasil belajar dengan pendekatan STEM ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis lebih baik dibandingkan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran konvensional.

Ismail, Permanasari, & Setiawan (2016) telah melakukan penelitian terkait efektivitas pembelajaran menggunakan virtual lab yang berbasisi STEM. Hasil penelitian menjelaskan bahwa dengan berbasis STEM literasi sains meningkat, artinya dapat dikatakan bahwa pembelajaran efektif karena pembelajaran dikatakn berhasil adalah karena meningkatnya literasi sains siswa.

Latih & Hartono (2019) telah melakukan penelitian untuk mengetahui persepsi guru dan murid terkait implementasi pendidikan STEM yang dalam penelitian ini ditambahi poin religi (STEM-R). menurut guru pembelajaran dengan pendekatan STEM-R sangat baik diterapkan dalam proses pembelajaran IPA karena hal tersebut

(38)

Pendidikan STEM belum diterapkan di seluruh sekolah

Perlu diketahui persepsi siswa terhadap Pendidikan STEM

Indikator umum persepsi siswa terhadap pendidikan STEM

Sains Matematika Teknologi dan

Engineering

Keahlian Abad 21 sesuai dengan keterampilan abad 21 dengan meningkatnya kompetensi 4C siswa dan membuat pembelajaran lebih menarik. Adapun persepsi siswa menghasilkan kategori baik pula untuk menerapkam pembelajaran dengan pendekatan STEM-R

C. Kerangka Berpikir

Aplikasi pendidikan STEM dalam dunia pendidikan di Indonesia masih sangat rendah, sedangkan pembelajaran yang terintegrasi STEM sangat diperlukan dalam menciptakan tenaga kerja profesional untuk masa mendatang. Apalagi Indonesia adalah negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, perlu diketahui persepsi siswa mengenai pendidikan STEM dan persepsi siswa terhadap 21st Century Skills. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bogor, pendidikan STEM belum diterapkan di seluruh sekolah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian kepada siswa untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pendidikan STEM. Berikut adalah gambar kerangka berpikir pada penelitian ini (Gambar 2.2)

(39)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah siswa memiliki persepsi setuju terhadap pendidikan STEM and 21st Century Skills.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 22-29 Juli 2019. Adapun tempat penelitian di sejumlah SMA Negeri Kabupaten Bogor di antaranya; SMAN 1 Leuwiliang, SMAN 1 Cibungbulang, SMAN 1 Ciampea, dan SMAN 1 Dramaga.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu moetode yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena- fenomena yang terjadi pada saat ini atau masa lampau.

Pada penelitian ini, proses peneltian kuantitaifnya adalah dalam bentuk persentasi siswa SMA di Kabupaten Bogor. Setelah menghasilkan persentai siswa, kemudian data tersebut dianalisis pada setiap pernyataan untuk menentukan deskripsi persepsi siswa melalui besarnya persentasi tersebut.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian dimulai dari penerjemahan instrumen berupa kuesioner yang diadopsi dari Unfried, Feber, & Wiebe (2014) lalu dilakukan validasi terjemahan oleh dosen ahli bahasa dan dosen ahli pendidikan. Selanjutnya kuesioner disusun

(41)

Penerjemahan dan adaptasi instrumen

Uji validasi insrumen

Validasi bahasa Validasi ahli

Validasi siswa

Penyebaran kuesioner ke sekolah

Analisis data

Data persepsi siswa

rapi untuk diuji validitas ke siswa SMA Negeri 11 Tangerang Selatan. Setelah uji validitas, maka penelitian dimulai dengan menyebarkan kuesioner untuk diisi oleh sampel dan tahap terakhir adalah analisis data dengan Microsoft Excel (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

D. Populasi dan Sampel

Populasi didefinisikan sebagai seperangkat unit analisis yang lengkap yang sedang diteliti (Narimawati & Munandar, 2008). Adapun menurut Eriyanto (2007)

(42)

yang disebut populasi adalah semua bagian atau anggota dan objek yang akan diamati. Populasi ini bisa berupa orang, benda, objek, peristiwa, atau apapun yang menjadi objek penelitian. Jumlah populasi sangat besar, sehingga dipilih sampel yang merupakan bagian dari populasi, sehingga Lulombulan (2017:4) menyebutkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA se-Kabupaten Bogor.

Selain itu, pengertian sampel yang diungkapkan oleh Narimawati & Munandar (2008) adalah elemen-elemen yang berbeda atau tidak tumpang tindih dari suatu populasi. Suatu unit sampling dapat berupa suatu elemen individu atau seperangkat elemen.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Arikunto (2016: 97), menyebutkan bahwa purposive sampling atau sampling bertujuan yaitu teknik pengambilan sampel oleh peneliti. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah kelas 11 dan 12 SMA jurusan IPA di Kabupaten Bogor yang telah mengalami proses pengalaman mempelajari Sains di tingkat Menengah Atas.

Adapun yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah siswa di lima sekolah yaitu SMAN 1 Leuwiliang, SMAN 1 Cibungbulang, SMAN 1 Ciampea, SMA Bumi Sejahtera, SMA Daruttafsir. Adapun pembagian sampel pada setiap sekolah pada Tabe (3.1)

Tabel Pembagian Sekolah dan Jumlah Sampel

No Nama Sekolah Jumlah Sampel

1 SMAN 1 Leuwiliang 150 sampel

2 SMAN 1 Ciampea 100 sampel

3 SMAN 1 Cibungbulang 150 sampel

4 SMAS Bumi Sejahtera 50 sampel

5 SMAS Daruttafsir 50 sampel

Tabel 3.1 Pembagian Sekolah dan Jumlah Sampel

(43)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan memberikan pertanyaan tertulis (kuesioner). Pada kuesioner ini terdapat lima skala, menurut Arikunto (2016: 106). Kuesioner dibagikan kepada siswa SMA kelas 11 dan 12 jurusan IPA. Kuesioner yang dibagikan kemudian dibaca setiap pernyataannya dan diisi oleh siswa. Kuesioner yang telah diisi oleh siswa dikumpulkan kembali pada peneliti untuk dianalisis.

F. Instrumen

Menurut Huda (2018), instrumen adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Menurut Sugiyono (2010: 199), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu kuesioner yang jawaban dari pertanyaannya dengan jawaban yang singkat, sehingga responden hanya memilih salah satu jawaban alternatif yang telah disediakan.

Penilaian dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan lima alternatif jawaban dengan kategori dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju (Sugiyono, 2010: 134-137). Alternatif jawaban tersebut adalah „Sangat Setuju‟, „Setuju‟, „Ragu- ragu‟, „Tidak Setuju‟, dan „Sangat Tidak Setuju‟. Penggunaan skala likert memudahkan responden untuk menjawab kuesioner. Responden yang diminta untuk membaca kuesioner dan memberikan centang pada kolom jawaban yang telah disediakan.

Instrumen yang digunakan bersumber pada penelitian yang telah dilakukan oleh Unfried, dkk. (2014). Instrumen yang digunakan pada penelitian tersebut menggunakan skala likert untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pendidikan STEM dan keahlian abad 21 dengan lima skala respon untuk mengukur dua sub konsep, yaitu sikap siswa terhadap keahlian diri dan minat karir di masa mendatang.

(44)

Kuesioner yang digunakan terdiri dari empat faktor di antaranya adalah Science, Technology, Engineering, Mathematics, and 21st Century Skills yang menjadi komponen yang diteliti. Kuesioner yang digunakan berdasarkan hasil validasi dari 37 pernyataan hanya terdapat 31 butir yang dinyatakan valid, yaitu nomor: 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan 37. Adapun butir pernyataan yang tidak valid, yaitu nomor: 1, 2, 15, 16, 24, dan 36.

Pada kuesioner ini terdapat empat indikator untuk mengetahui persepsi siswa.

Berikut adalah tabel indikator (3.3) berdasarkan faktor Pendidikan STEM.

Tabel 3.3 Indikator Kuesioner

No Indikator Butir

Pernyataan

Butir Pernyataan

Valid

Butir Pernyataan

Tidak Valid

1.

Mengeksplorasi sikap siswa terhadap

matematika, seperti matematika di sekolah, di luar sekolah, dan pekerjaan kehidupan, serta karir di masa depan dalam bidang matematika

1, 2, 3, 4, 5,

6, 7, 8 3, 4, 5, 6, 7, 8 1 dan 2

2.

mengeksplorasi sikap siswa terhadap sains, seperti sains di

9. 10, 11, 12, 13, 14, 15,

16, 17

9, 10, 11, 12,

13, 14, 17 15 dan 16

(45)

sekolah, di luar

sekolah, dan pekerjaan kehidupan, serta karir di masa depan dalam bidang sains

3

Mengeksplorasi sikap siswa terhadap

teknologi dan teknik seperti menggunakan teknologi, inovasi menciptakan teknologi baru, memperbaiki produk teknologi), serta merangkum sikap siswa mengenai

integrasi STEM dalam menggunakan

kreativitas dan inovasi untuk pekerjaan masa depan dan karir yang melibatkan STEM

18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26

18, 19, 20, 21, 22, 23,

25, 26

24

4

Mengeksplorasi keterampilan siswa dalam menghadapi Abad 21, seperti sikap kepemimpinan, kemampuan berkolaborasi atau

27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38

27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35,

37, 38

36

(46)

kerja tim, sikap menghargai,

kemampuan berpikir kritis, dan melakukan pekerjaan secara profesional.

G. Validitas dan Reliabilitas A. Uji Validitas

Validitas mengacu pada aspek ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran. Oleh karena itu, setelah mengadopsi kuesioner maka dilakukan beberapa validitas di antaranya:

1. Validitas Bahasa

Karena kuesioner yang digunakan m erupakan adopsi dari penelitian yang dilakukan di Inggris, maka peneliti melakukan penerjemahan bahasa ke bahasa Indonesia. Kemudian dilakukan validitas bahasa oleh Dosen ahli bahasa agar redaksi yang telah diterjemahkan dapat mudah dipahami oleh sampel. Seperti yang dijelaskan (Rustam, Sari, & Yunita, 2018), bahwa kuesioner perlu diterjemahkan agar sesuai dengan bahasa nasional.

2. Validitas Ahli

Setelah melakukan validasi bahasa kemudian kuesioner melalui tahap uji validitas kepada Dosen yang memiliki kompeten terhadap konten pada kusioner.

Dalam penelitian ini, validator ahli adalah Dosen yang memiliki kemampuan dalam pendidikan.

3. Validitas Siswa

Selanjutnya adalah validitas siswa. Setelah hasil validitas oleh validator ahli, kelayakan kuesioner diuji coba lanagsung kepada siswa untuk mengetahui butir pernyataan yang valid. Dengan adanya uji validitas siswa merupakan tahap akhir validitas sebelum kueosioner disebarkan kepada sampel. Adapun siswa yang menjadi validator ahli adalah siswa SMAN 11 Tangerang Selatan.

Gambar

Gambar 2.2 Proses Terbentuknya Persepsi
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel  Pembagian Sekolah dan Jumlah Sampel
Tabel 3.3 Indikator Kuesioner
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil pengujian dengan pengujian Black Box ini memberikan kesimpulan bahwa pada sistem informasi SDM ini sudah dapat membantu dalam pelaksanaan

Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keputusan keuangan di dalam manajemen perusahaan harus mempertimbangkan dua aspek penting, yaitu tingkat risiko (risk) dan

Selepas itu, biosensor berasaskan hemoglobin tersebut dibilas menggunakan larutan penimbal kalium fosfat 0.1 M pada pH7.0 bagi mengasingkan Hb yang terjerap secara fizikal

Pengabdian yang dilakukan tersebut mengajak siswa untuk mengikuti kegiatan Tatanen Di Balé Atikan berbasis Sains, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)

Upaya Meningkatkan Kreativitas Siswa dalam Membuat Karya Fisika melalui Model Pembelajaran Berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) pada

Guru amat dianjurkan untuk menerapkan pembelajaran STEM (science, technology, engineering and mathematics) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengembangan LKPD Berbasis Science, Technology, Engineering and Mathematics

Bagaimana kemampuan literasi sains siswa dengan menggunakan pendekatan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) berbasis Project Based Learning (PjBL)