• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

6.2. Penanggulangan Tingkat Pemerintah

6.2.1. Pendistribusian PMT-P

adalah dengan PMT-P. Untuk keseragaman pelaksanaan program ini maka Dinas Kesehatan Sumatera Utara telah menerbitkan buku saku Petunjuk Pelaksanaan, Pendistribusian dan Pengelolaan PMT-P.

Penentuan balita-balita yang mendapatkan PMT-P dilakukan oleh petugas kesehatan yang memegang seksi kesehatan keluarga di Puskesmas, diusulkan ke Dinas

diberikan satu bungkus. Ada

juga kad kader

yang tida lita lain

yang saa

Ja -P ini,

penentua itu tiba

di lapang a balita

yang ber etangga

Kesehatan. Susu dan biskuit kemudian diserahkan oleh seksi kesehatan keluarga di Dinas Kesehatan ke seksi gizi di Puskesmas, jumlah barang yang diberikan sesuai dengan usulan dari masing-masing Puskesmas.

Untuk tahun 2008, wilayah kerja Puskesmas Lubuk Pakam memperoleh PMT-P untuk 12 orang balita yang menderita gizi buruk. Susu dan biskuit yang diterima oleh Puskesmas kemudian diserahkan ke kader-kader Posyandu atau bidan desa yang bertugas sesuai dengan tempat tinggal balita yang mendapat PMT-P. Penyaluran susu dan biskuit dilakukan setiap bulannya, untuk susu sejumlah 4 kotak dan biskuit 13-15 bungkus (dalam hal ini bulan Nopember 2008, Desember 2008, dan Januari 2009).

Pemberian susu dan biskuit oleh kader Posyandu kepada keluarga yang menerima tergantung dengan situasi dan kondisi yang ada. Ada kader menyerahkan susu setiap seminggu sekali dan biskuit setiap harinya

er yang langsung memberikan untuk jatah satu bulan, tetapi ada juga k memberikan ke balita penerima tetapi membagikan juga dengan ba t itu mengalami BGM.

di, kader juga melakukan ‘improvisasi’ dalam memberikan PMT n balita penerima PMT-P yang sudah ditetapkan oleh Puskesmas, beg an bisa berubah. Kader Posyandu mempunyai penilaian sendiri siap hak diberi PMT-P. Bahkan bisa juga menimbulkan konflik antar t

karena s mendapa

gi PMT-P untuk tahun 2008, beliau memuji program ini yang telah

menyelam beliau

kembali kapkan

kekesalan merasa

kesal kar lahnya

oleh kad entara

ibu paha n juga

mendapat PMT-P. Oleh karena itu, ibu Intan tidak mau lagi datang ke Posyandu untuk m

uma satu kotak, Mereka bilang ak dikasih lagi, dibagi ke anak

atu balita mendapat PMT-P, sementara balita lain (sebelah rumah) tidak t PMT-P.

Kasus pengalihan PMT-P dialami oleh Intan, sewaktu ibu Intan diwawancarai tentang PMT-P pada bulan Nopember 2008, ibu Intan tampak senang karena anaknya masih mendapat la

atkan anaknya dari gizi buruk. Tetapi ketika saya mendatangi pada bulan Januari 2009, dengan perasaan marah, ibu Intan mengung nya karena merasa kader Posyandu berlaku tidak adil padanya. Ibu ena PMT-P untuk Intan pada bulan Nopember 2008 dikurangi jum er Posyandu. Intan hanya diberi susu satu kotak untuk satu bulan, sem

m berapa jumlah yang harus diterimanya karena tahun 2007 Inta

enimbangkan Intan. Ibu tidak terima karena kader menuduhnya telah menjual susu yang diterima Intan dan menggunakan uangnya untuk membeli rokok. Nada kekesalan beliau bisa dirasakan pada narasi berikut ini:

“Susah bu kader di sini sirik nengok aku, karena rumah ku dibangun oleh Bupati, trus aku dapat beras miskin setiap 2 minggu. Tolong bilanglah bu ke Puskesmas, biar yang bagi PMT jangan kader. Sudah kutanya orang Puskesmas, kata mereka Intan dapat jatah tahun ini, minta saja ke Kader. Tapi ku minta ke orang Posyandu (kader), di kasi susu c

kondisi Intan sudah normal, jadi g

gizi buruk yang lain. Ngertinya aku bu, kenapa orang Posyandu yang bagi susu. Orang Puskesmas takut kader gak mau kerja lagi kan. Makanya aku gak mau lagi ke Posyandu, ‘cakap’ orang Posyandu itu gak enak kali di dengar, masak dibilangnya aku menjual susu untuk beli rokok. Otak ku ini jalannya bu, walaupun aku miskin, gak bisa aku ditokohin (ditipu). Anak yang menerima

jatah Intan itu kan ada ayahnya, adanya becaknya, mampunya dia mocok-mocoknya”, kata ibu Intan.

Sewaktu hal ini saya konfirmasikan dengan kader Posyandu yang dimaksud ibu Intan, ternyata kader mempunyai kebijaksanaan tersendiri, seperti yang diungkapkannya:

“Kak Butet itu (maksudnya ibu Intan), gak tau terima kasih bu, lantam kali mulutnya. Dia kan cuma taunya melahirkan saja, kami yang ngurus Intan waktu baru lahir. Waktu lahir si Intan itu kecil kali, kecil lah bu. Kami bawa ke RS untuk dihangatkan (m Inkubator), barulah Intan selamat. Memang anaknya masih d beli susu, kalo aku ini kan lain bu, aku janda, kerja ku pun cuma

asuk apat

ialami oleh ib

rumahnya bersebelahan, menjadi tidak sa

tidak jatah bu, kami kurangi berat badannya, biar tetap dapat PMT. Tapi

gak kami kasih semua, karena sudah sehatnya dia. Pas waktu pembagian PMT, ada kami temukan di Posyandu, 4 orang anak BGM, ya kami kasih jugalah mereka, orang jelas-jelas BGM. Kak Butet marah-marah sama kami, diceritakannya ke semua orang, sama ibu juga pasti dia udah ceritakan, apa gak palak kami”, kata Kader tersebut.

Ada juga kasus konflik antar tetangga karena pembagian PMT, hal ini d

u Santi. Rumah Santi bersebelahan dengan rumah (sebut saja Utari), mereka berdua pada tahun 2007 sama-sama mendapat PMT. Namun untuk tahun 2008 ini, hanya Santi yang mendapat PMT, karena Utari dianggap sudah sehat dan meningkat berat badannya. Tapi ibu Utari tidak terima, dia melakukan protes ke Puskesmas. Konflik ini mengakibatkan kedua keluarga yang

ling tegur sapa lagi sampai saat ini.

Selain kasus-kasus di atas, pendistribusian PMT ini juga bisa didasari oleh rasa ‘perikemanusiaan’ yang disertai ‘keberuntungan’. Awalnya faktor perikemanusiaan terjadi pada Santi. Menurut ibu Santi, sebenarnya nama Santi

termasu

MT-P yang dialokasi setiap bulannya, setenga

amanya

Selain pengalihan PMT-P ke orang lain, namun ada juga kader yang melakukan pemberian susu setia s pemberian biskuit, ibu balita berinisiatif mengambi bungkus pe ke rumah kader. “Ibunya Syahnan dan

A uny nga ngku ri, k

diabiskan sama tu

Terlep angan, pada

dasarnya program PM ini sangat m tu sekali u meningkatkan asupan

b ari yang hanya memenuhi asupan sebesar 70%

kebutuhan zat gizi balita dapat ditutupi kekurangannya dengan adanya PMT-P. k dalam pengusulan program PMT-P tahun 2008. Yang diusulkan nama anak lain, tetapi karena salah seorang petugas kesehatan di Puskesmas (yang bertugas membagi PMT-P ke kader, bidan atau keluarga penerima PMT-P), rumahnya berdekatan dengan rumah Santi, merasa iba melihat keadaan Santi. Petugas tersebut kemudian melakukan ‘negosiasi’ dengan ibu Santi. Negosiasi yang dimaksud di sini adalah Santi mendapat setengah dari jumlah P

hnya lagi diberikan kepada balita yang namanya masuk daftar usulan. Ibu Santi tidak keberatan, baginya yang terpenting Santi mendapat PMT-P.

Faktor keberuntungan terjadi pada Santi di bulan kedua penerimaan PMT-P. Keluarga balita yang namanya diusulkan dalam program PMT-P pindah ke luar daerah, sehingga namanya dibatalkan sebagai penerima PMT-P. Pada bulan kedua dan ketiga, sahlah Santi menerima secara penuh PMT-P dari Puskesmas. N

dicantumkan sebagai pengganti nama balita yang telah pindah tempat tinggal.

p minggu dan khusu

l satu rhari

ini yang ma a seperti itu, mbil satu bu s setiap ha alo gak nanti abang-abangnya”, tur kader Ita.

as dari sistem pembagian PMT-P yang berkembang di lap

T-P emban ntuk

PMT-P yang diberikan (biskuit dan susu) masing-masing mengandung energi sekitar 400 kkal, protein 8-15 gram dalam 100 gram berat bahan, kemudian kedua jenis makanan ini telah diatur sehingga memiliki komposisi zat gizi yang lengkap dan mudah diserap. Sesuai dengan isi buku petunjuk pelaksanaan, pendistribusian dan pengelolaan PMT-P, maka setiap balita dianjurkan mengkonsumsi 80 gr susu dan 75 gr biskuit (Dinkes Prop. Sumut, 2005: 6).

Jika dihitung komposisi zat gizinya, maka dari susu tersumbang energi sebesar 320 kkal, protein sebesar 6,4 gram dan dari biskuit tersumbang energi sebesar 300 kkal, protein sebesar 6 gram. Jadi keduanya akan menyumbang energi sebesar 620 kkal dan protein sebesar 12,4 gram. Sumbangan ini cukup besar dan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi sehari masing-masing balita, yang tidak tercukupi jika hanya diperoleh dari makanan sehari-hari, seperti pada Tabel 6.1 berikut ini:

Tabel 6.1. Persentase Asupan Gabungan Dibandingkan Kebutuhan Energi dan Protein Balita Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam

ZAT GIZI SANTI BIMA AINI SYAHNAN

Kebutuhan Zat Gizi

Energi (kkal) 1725,0 1050,0 1185,0 1230,0

Protein (gr) 64,7 39,4 44,4 46,1

Asupan Zat Gizi dari Makanan Sehari-hari dan PMT-P (Gabungan) Energi (kkal) 797,2 + 620 = 1417,2 713,8 + 620 = 1333,8 602 + 620 = 1222 875,3 + 620 = 1495,3 Protein (gr) 26,4 + 12,4 = 38,8 31,4 + 12,4 = 43,8 20,4 + 12,4 = 32,8 27,4 + 12,4 = 39,8 Persentase Perbandingan Asupan Gabungan dengan Kebutuhan

Energi (kkal) 82,2 127,0 103,1 121,8 Protein (gr) 60,0 111,2 73,8 86,3 Keterangan : Baik = ≥ 100% Cukup = 80 – 99% Kurang = 70 – 79% Defisit = < 70%

Dari Tabel 6.1 di atas diketahui bahwa pemberian PMT-P yang sesuai dengan aturan dari departemen kesehatan, belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein balita gizi buruk, dikarenakan rendahnya asupan zat gizi yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Tetapi, pemberian PMT-P ini sudah dapat meningkatkan persentase jumlah asupan zat gizi balita penderita gizi buruk, jika dibandingkan dengan persentase asupan zat gizi ‘yang hanya’ dari makanan sehari- hari saja, seperti terlihat pada Gambar 6.1 berikut:

0

20

40

60

80

100

120

140

Makanan Sehari Gabungan

Makanan Sehari 46,2 40,8 68 79,7 50,8 45,9 71,2 59,4

G

E

P

E

P

E

P

E

P

Santi

Bima

Aini

Syahnan

abungan

82,2 60 127 111 103 73,8 122 86,3

Gambar 6.1. Perbandingan Persentase Asupan Energi (E) dan Protein (P) Balita Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam

B kuit ini enyebabkan anaknya mengalami perkembangan yang cukup besar. Sebelum balita mendapa

Pen ampukan

ba der bu k dud jalan gizin lagi

buruk tetapi menjadi no l, se

Dulu uh B in ga s, s ai lan sia

tahun lum du da nga at k nya ekar

sudah a jal era ann aik da ah m ma

pi tuk bic m m lam esu ,

menginginkan sesuatu ia menarik tangan ibunya. II

engalami kenaikan eberapa ibu balita mengakui dengan adanya pemberian susu dan bis m

t PMT-P, kondisi fisik mereka sangat lemah. Selain kurus, balita tampak pasif, belum bisa duduk, belum bisa berbicara. Tidak sepadan jika dibandingkan dengan usianya.

garuh pemberian susu dan biskuit tersebut setidaknya telah mem lita pen ita gizi ruk ini untu uk dan ber serta status ya tidak

rma perti beberapa narasi berikut ini: I : tub ima i san t kuru amp menje

a

g u satu

be bisa duk n me ngk epal . S ang

bis an, b t bad ya n terus n sud au kan, ta un ber ara asih enga i k litan jika

: “Syahnan ini dulu sering sakit bu, terkadang demam, mencret, batuk, pilek, makanya imunisasinya tidak lengkap. Sejak dapat PMT-P berat badannya sudah mulai naik, kalo tidak kecil aja badannya. Sekarang pun dia sudah bisa jalan pelan-pelan, kalo tidak dulunya dia cuma bisa ngesot kesana kemari. Sekarang dia sudah mau makan, congok kali pun, kalo belum kenyang dia pasti minta tambah lagi”, kata Ibu Syahnan. Syahnan baru dua bulan ini bisa berjalan, dan sudah dua kali mendapat PMT-P.

III : Kondisi Syahnan tidak jauh beda dengan kondisi Aini. Mereka sudah dua kali menerima PMT-P. Aini juga m

berat badan sejak mendapat PMT-P, dan mulai bisa berjalan akhir- akhir ini. Berat Aini bahkan pernah mencapai 8,6 kg. Hanya saja sampai saat ini Aini belum bisa berbicara, suatu perkembangan yang cukup terlambat mengingat usianya sudah mencapai 3 tahun. IV : Ibu Santi pun mengakui bahwa sejak mendapat PMT-P makanya

anaknya bisa berjalan, “lumayanlah perkembangannya sejak mendapat PMT dari Puskesmas, berat badannya naik terus, dan dia juga sudah mau makan, sudah bisa jalan, hanya berbicara saja

sampai sekarang gak bisa, kenapa ya”, ibu menatap Santi dengan

Laporan dari petugas kesehatan, yang selalu memantau ber wajah sedih.

at badan balita penerim

a kenaikan berat badan dari Nopember 2008 sampai dengan Januari

aktu yang cukup lama. Sementara itu, ibu balita yang anaknya mendap

Jan.09

a PMT-P setiap bulannya, menunjukkan keberhasilan PMT-P untuk menaikkan berat badan balita, seperti terlihat pada Tabel 6.2:

Tabel 6.2. Perkembangan Berat Badan Balita Penerima PMT-P Nop. 2008 Des. 2008 Jan. 2009 St. Gizi Nama Umur BB TB BB TB BB TB BB/TB Balita (bulan) (kg) (cm) (kg) (cm) (kg) (cm) Santi 48 9,5 90 10,5 92 11,5 93 Normal Bima 21 5,6 66 6,3 67 7,0 68 Aini 29 6,0 68

Pada Tabel 6.2 di atas terlihat kenaikan berat badan balita setiap bulannya, jika dilakukan pengujian secara statistik (uji t dependent) dengan menggunakan program komputer, mak

2009 memberikan nilai bermakna (signifikan) dimana nilai p (0,001) < (0,05). Jadi, konsumsi makanan sehari balita dengan penambahan biskuit dan susu memang meningkatkan berat badan balita secara nyata.

Namun karena PMT-P hanya berusia 3 bulan dalam setahun, setelah itu terputus untuk jangka w

at PMT-P kurang siap dengan terhentinya PMT-P tersebut. Ketidaksiapan ibu menyebabkan konsumsi makanan anak kembali ke pola yang lama, sehingga

Normal 7,3 70 7,9 74 Normal Syahnan 29 6,3 70 7,1 72 8,2 75 Normal

kemungkinan anak untuk mengalami gizi buruk kembali cukup besar. Kemungkinan ini bisa saja terjadi, seperti Santi, Syahnan, dan Aini, bukanlah baru tahun 2008 saja menerima PMT-P, ini adalah penerimaan PMT-P untuk tahun kedua.

Untuk bulan Februari 2009, Aini kembali mengalami penurunan berat badan karena menderita sakit demam dan batuk, sehingga dirawat di RSUD Deli Serdang

lama

k-a ak menuju

rita gizi buruk, tetapi juga dikonsumsi oleh kakak atau abang- abang balita tersebut.

emberikan hanya untuk balita tersebut. Tetapi

se 10 hari, ibu Aini merasa sedih dan berharap Aini kembali mendapatkan PMT- P untuk tahun 2009. Sementara itu, ibu Santi juga mulai mengeluhkan keadaan Santi, dimana akhir-akhir ini Santi sudah mulai tidak mau makan. Ibu khawatir berat badan Santi turun lagi, yang berarti status gizi dan kesehatan Santi menurun lagi.

Dokumen terkait