• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN DI KABUPATEN LABUHANBATU

4.6 Penduduk, Bahasa, dan Sistem Kekerabatan

Berdasarkan catatan John Anderson dalam perjalananya ke Sumatera Timur pada tahun 1823 menyebutkan jumlah penduduk untuk kerajaan Panai berkisar 1000 orang1. Bahasa yang digunakan penduduk asli Melayu Labuhan Batu adalah bahasa Melayu dengan dialek Panai.

Setiap keluarga inti berdiam di rumah sendiri, kecuali pasangan baru menikah yang biasanya lebih suka menumpang di rumah pihak isteri sampai mereka punya anak pertama. Karena itu pola menetap mereka boleh dikatakan neolokal. Keluarga inti yang mereka sebut kelamin umumnya mendirikan rumah di lingkungan tempat tinggal pihak isteri. Prinsip garis keturunan atau kekerabatan lebih cenderung parental atau bilateral.

Hubungan kekerabatan dilakukan dengan kata sapaan yang khas. Ayah dipanggil dengan sebutan apak, ibu dengan sapaan unden atau omak, nenek disebut andong, kakek atau atok. Incek dan ocek untuk penyebutan adik laki-laki ayah. Untuk adik perempuan ayah atau ibu disebut dengan unde, ocik atau ondo. Untuk kakak perempuan disapa dengan akak, atak. Menyebut kakak laki-laki dengan abah. Anak pertama dipanggil long atau sulung, anak kedua ngah/ongah, dibawahnya dipanggil cik, yang bungsu dipanggil cu/ucu. Biasanya panggilan itu ditambah dengan menyebutkan ciri-ciri fisik orang yang bersangkutan, misalnya cik itam jika cik itu 'berkulit' hitam, ngah utih jika Ngah itu 'berkulit' putih, cu andak jika Ucu itu orangnya pendek, cik unggal jika si buyung itu anak tunggal dan

sebagainya. Tetapi terkadang bila menyapa orang yang tidak dikenal atau yang baru mereka kenal, mereka cukup memanggil dengan sapaan abang, akak, dek, atau nak. Pada masa dulu orang Melayu juga hidup mengelompok menurut asal keturunan yang mereka sebut suku. Kelompok keturunan ini memakai garis hubungan kekerabatan yang patrilineal sifatnya. Tetapi orang Melayu tinggal di daratan Sumatera sebagian menganut faham suku yang matrilineal. Ada pula yang menyebut suku dengan hinduk atau cikal bakal. Setiap suku dipimpin oleh seorang penghulu. Kalau suku itu berdiam di sebuah kampung maka penghulu langsung pula menjadi Datuk Penghulu Kampung atau Kepala Kampung. Setiap penghulu dibantu pula oleh beberapa tokoh seperti batin, jenang, tua-tua dan monti. Di bidang keagamaan dikenal pemimpin seperti imam dan khotib.

Masyarakat Labuhan Batu mempunyai tradisi yang menggambarkan lingkungan kehidupannya yang tertuang dalam tradisi lisan. Tradisi ini mengambarkan kearifan-kearifan lokal masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang dituangkan dalam bait-bait yang terintegrasi dengan seluruh aspek kehidupan.

Perubahan paradigma masyarakat di tengah kemajuan teknologi saat ini menyebabkan juga terjadinya polarisasi di dalam menjalankan tradisi berpantun yang dahulu menjadi alat komunikasi verbal yang digunakan dalam berbagai upacara adat seperti penyambutan tamu, perkawinan, khitanan dan sebagainya. Pada saat ini keberadaan tradisi berpantun yang disajikan dalam bentuk

pertunjukan dalam berbagai upacara adat sudah mulai jarang disajikan secara utuh. Tengku Admansyah mengemukakan keberadaan etnik Melayu di daerah Sumatera Timur ini tidak terlepas kaitannya dengan perpindahan penduduk tempo dulu ke wilayah Indonesia pada umumnya dan ke wilayah Sumatera khususnya, ada beberapa pendapat mengenai asal usul suku Melayu. Melayu berasal dari kerajaan Haru yang rakyatnya telah memeluk agama Islam, seperti yang dikemukakan Tengku Admansyah bahwa Melayu ini berasal dari Malaysia (Malaya) yang menyatakan dirinya menjadi suku pesisir Sumatera Timur, yang datang sebagian dalam masa kejatuhan kerajaan Malaka tahun 1511, ini disebabkan karena kekejaman serdadu Portugis merampok, membunuh secara membabi buta, sehingga sebagian besar rakyat Malaka yang menyingkir keluar dari Malaka. Sebagian diantaranya ada yang sampai dari Sumatera Timur, lalu menetap didaerah ini dan menyatakan sebagai suku Melayu pesisir Sumatera Timur.

Admansyah (1987) lebih lanjut mengemukakan yang dimaksud dengan suku

Melayu pesisir Sumatera Timur “orang-orang yang menyatakan dirinya dalam

suatu pembaruan yang serasi, lalu menyamakan dirinya dengan Melayu pesisir Sumatera Timurserta memakai adat dan budaya Melayu secara sadar dan berkelanjutan. Luckman Sinar (1994: 14) mengutip Nagata mengatakan bahwa yang dimaksud dengan suku Melayu adalah yang beragama Islam, berbahasa Melayu dan menganut adat budaya Melayu dan bisa saja menurut pengakuan diri.Sementara itu menurut Hutington karena pengaruh iklim dan alam suatu

daerah seperti morfologi muka bumi, letak, bentuk dan keadaan tanah menimbulkan suatu kebudayaan yang becorak tersendiri pada suatu masyarakat dan masyarakat yang demikian disebut masyarakat Melieau.

Sinar (1990: 2), mengatakan secara teoritis orang Melayu bisa saja berasal dari setiap suku bangsa, asalkan ia menganut agama Islam, berbahasa Melayu dan hidup dengan adat istiadat Melayu dalam kehidupan sehari-hari dan juga memenuhi syarat-syarat setempat. Dasar adatnya ialah adat parental yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan pada garis keturunan ayah maupun ibu. Dasar adat ini selaras dengan ajaran agama Islam yaitu hak kaum wanita ada didalamnya. Pada umumnya kehidupan adat istiadat dan kebudayaan masyarakat Melayu berdasarkan atas ajaran agama Islam.

Admansyah (1991: 11) mengatakan bahwa adat dan kebudayaan Melayu pada dasarnya adalah sama, kalaupun terdapat beberapa perbedaan itu hanya sekedar variasi-variasi akibat pengaruh alam dan lingkungan daerah setempat, namun pokok dasarnya sama. Agar arah budaya Melayu sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dalam perkembangannya selanjutnya atas adat dan budya maka

lahirlah konsep adat : adat bersendikan agama, agama bersendikan syara‟ dan

syara‟ bersendikan Kitabullah yaitu Al-Qur‟an dan hadits Rasulullah. Konsep adat

tersebut bermakna bahwa adat itu hanya bersifat mengisi atau melengkapi secara tertentu saja bagian-bagian yang tidak ada rinciannya dalam hukum agama.

adat itu terbagi empat bagian yaitu: