• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Parameter Genetik Menggunakan Analisis Dialel Berdasarkan percobaan 1 dan 2 serta kemudahan dilakukan persilangan

DAFTAR LAMPIRAN

Percobaan 3: Pendugaan Parameter Genetik Menggunakan Analisis Dialel Berdasarkan percobaan 1 dan 2 serta kemudahan dilakukan persilangan

maka dipilih 6 genotipe. Genotipe yang terpilih ini digunakan sebagai tetua dalam pendugaan parameter genetik untuk daya hasil dan ketahanan terhadap penyakit (antraknosa, hawar phytophthora, dan layu bakteri).

a. Pendugaan parameter genetik untuk daya hasil

Pendugaan parameter genetik untuk karakter daya hasil menggunakan populasi full diallel dari 6 tetua yang terpilih (Tabel 6). Populasi yang terdiri dari enam genotipe tetua, 30 genotipe F1 dan resiprokalnya ditanam di lapangan.

♀ ♂ Tetua 1 Tetua 2 Tetua 3 Tetua 4 Tetua 5 Tetua 6 Tetua 1  x x x x x Tetua 2 x  x x x x Tetua 3 x x  x x x Tetua 4 x x x  x x Tetua 5 x x x x  x Tetua 6 x x x x x 

Benih tetua, F1, dan resiprokalnya disemai dengan menggunakan tray di Laboratorium Pendidikan Pemuliaan Tanaman, IPB. Bibit yang telah berumur 6 Minggu Setelah Semai (MSS) ditanam di KP. Leuwikopo, Darmaga dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) tiga ulangan, sehingga terdapat 108 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 16 tanaman dan 10 tanaman diantaranya akan dijadikan tanaman contoh yang dipilih secara acak pada setiap genotipe dan ulangan.

Pelaksanaan Percobaan 1. Persemaian

Benih disemai dalam tray dengan media semai steril lalu diberi Furadan 3G. Selama persemaian dilakukan pemeliharaan berupa pemupukan dengan NPK mutiara (16:16:16) dan pemberian pupuk daun cair Gandasil D. Untuk mencegah hama dan penyakit dilakukan pencegahan dengan pemberian pestisida seperti Antracol, Agrept, dan Curacron.

2. Pengolahan tanah

Lahan berukuran sekitar 900 m2 diolah dengan pemberian kapur pertanian (dolomit) sebanyak 2 ton/ha. Kemudian dibuat bedengan dengan lebar 1.0 m dan panjang 4.0 m. Bedeng diberi mulsa perak hitam dan dibuat lobang tanam dengan jarak 0.5 m antar baris dan 0.5 m dalam baris sehingga diperoleh 16 lubang tanam. Setiap lubang tanam diberi pupuk kandang kambing sebanyak 0.5 kg, ZA 10 g, SP-18 20 g, dan KCl 10 g.

3. Pemindahan tanaman (transplanting).

Bibit ditanam di lapang setelah berumur 6 MSS. Setiap lubang ditanami satu bibit cabai dan diberi Furadan 3G (2 g). Selama seminggu dilakukan penyulaman jika ditemukan bibit yang mati. Bibit diikat dengan tali plastik pada ajir yang ditancapkan disetiap lubang tanam.

Pemupukan dilakukan setiap minggu menggunakan NPK mutiara (16:16:16) sebanyak 10 g/l, dan Gandasil D (2 g/l). Saat fase generatif menggunakan Gandasil B. Untuk pencegahan hama dan penyakit yang menyerang pertanaman cabai maka diaplikasikan insektisida, fungisida dan bakterisida secara bergantian seperti Curacron, Kanon, Kelthane, Winder yang masingnya 2 cc/l serta Antracol, Dithane, Agrept masing-masing 2 g/l.

Peubah yang diamati adalah sebagai berikut adalah mengikuti Descriptors for Capsicum (IPGRI 1995):

1. Bobot buah per tanaman (g)

Bobot seluruh buah matang pada setiap kali panen. 2. Bobot per buah

Buah ditimbang sebanyak 10 buah yang diambil secara acak dari setiap tanaman contoh yang dilakukan pada panen kedua.

3. Panjang buah (cm)

Buah diukur dari pangkal sampai ujung pada 10 buah yang dilakukan pada panen kedua.

b. Pendugaan parameter genetik ketahanan antraknosa, hawar phytophthora dan layu bakteri

Penyakit antraknosa

Pengujian ketahanan terhadap patogen penyebab penyakit antraknosa menggunakan enam genotipe terpilih untuk membentuk populasi full diallel yang terdiri dari enam genotipe tetua dan 30 genotipe F1 dan resiprokalnya (Tabel 7). Pengujian ini menggunakan buah hijau yang sudah tua yang dipanen dari percobaan pendugaan parameter genetik untuk daya hasil. Inokulasi buah menggunakan RKLT dengan 3 ulangan sehingga terdapat 108 satuan percobaan yang dilakukan di laboratorium. Setiap satuan percobaan diambil sebanyak 20 buah untuk diinokulasi dengan isolat PYK 04. Perbanyakan inokulum, persiapan buah untuk inokulasi dan metode inokulasi serta variabel yang diamati menggunakan cara yang sama dengan percobaan pengujian ketahanan terhadap penyakit antraknosa pada Percobaan 2.

Tabel 7 Populasi full diallel dalam menduga parameter genetik untuk ketahanan terhadap antraknosa

♀ ♂ Tetua 1 Tetua 2 Tetua 3 Tetua 4 Tetua 5 Tetua 6

Tetua 1  x x x x x Tetua 2 x  x x x x Tetua 3 x x  x x x Tetua 4 x x x  x x Tetua 5 x x x x  x Tetua 6 x x x x x 

Penyakit hawar phytophthora

Pengujian ketahanan cabai terhadap patogen penyebab hawar phytophthora

dan layu bakteri tidak memungkinkan menggunakan populasi full diallel karena tidak semua persilangan menghasilkan benih yang cukup, sehingga pengujian kedua penyakit tersebut menggunakan populasi half diallel. Populasi half diallel

adalah populasi tanaman yang terdiri dari enam genotipe tetua dan 15 genotipe F1 (Tabel 8). Benih cabai ditanam pada tray yang berisi media steril menggunakan RKLT dengan 2 ulangan yang terdiri dari 20 tanaman setiap ulangannya. Bibit yang berumur 28 hari diinokulasi dengan inokulum P. capsici isolat TG 01. Perbanyakan inokulum, metode inokulasi dan variabel yang diamati menggunakan cara yang sama dengan percobaan pengujian ketahanan terhadap penyakit hawar phytophthora pada Percobaan 2.

Tabel 8 Populasi half diallel dalam menduga parameter genetik untuk ketahanan terhadap hawar phytophthora dan layu bakteri

♀ ♂ Tetua 1 Tetua 2 Tetua 3 Tetua 4 Tetua 5 Tetua 6

Tetua 1  Tetua 2 x  Tetua 3 x x  Tetua 4 x x x  Tetua 5 x x x x  Tetua 6 x x x x x 

Pengujian ketahanan terhadap patogen penyebab penyakit layu bakteri menggunakan enam genotipe terpilih untuk membentuk populasi half diallel yang terdiri dari enam genotipe tetua dan 15 genotipe F1 (Tabel 8). Benih cabai ditanam di polybag yang diletakkan di lapangan. Rancangan yang digunakan adalah RKLT dengan 2 ulangan yang terdiri dari 20 tanaman setiap ulangannya.

Setelah bibit berumur 30 hari dilakukan inokulasi dengan inokulum R. solanacearum isolat CHG7 yang merupakan koleksi Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB. Perbanyakan inokulum, metode inokulasi dan variabel yang diamati menggunakan cara yang sama dengan percobaan pengujian ketahanan terhadap penyakit layu bakteri pada Percobaan 2.

c Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan dua metode, yaitu Hayman dan Griffing (Singh & Chaudhary 1979) (Lampiran 4 dan 5). Metode Hayman digunakan untuk menduga parameter genetik, sedangkan metode Griffing digunakan untuk menduga DGU dan DGK.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Daya Hasil

Hasil analisis ragam (Tabel 9) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara genotipe yang diuji pada bobot per tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan diamater buah. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe yang digunakan sangat beragam pada semua karakter yang diamati dan memiliki peluang yang besar untuk dilakukan seleksi.

Tabel 9 Nilai kuadrat tengah beberapa sifat kuantitatif pada genotipe cabai yang diamati

Sumber db Bobot buah Bobot per Panjang Diameter

keragaman per tanaman (g) buah (g) Buah (g) buah (mm)

Ulangan 2 62209.41** 6.93** 1.22tn 0.04*

Genotipe 27 34243.24** 48.48** 30.52** 0.55**

Galat 54 6409.00 0.88 0.46 0.01

KK(%) 24.82 14.56 6.59 7.74

Keterangan: tn = tidak nyata; *= nyata pada taraf 5%; **= nyata pada taraf 1%

Sifat Kuantitatif

Keberhasilan pertanaman cabai dapat dilihat dari produktivitasnya. Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh bobot buah per tanaman. Nilai rata-rata bobot buah per tanaman dari genotipe yang diuji berkisar antara 133.36-642.78 g (Tabel 10). Genotipe IPBC7 merupakan genotipe yang memiliki bobot paling tinggi diantara genotipe yang diamati.

Bobot buah cabai merupakan komponen yang erat kaitannya dalam menentukan bobot buah per tanaman. IPBC28 merupakan genotipe dengan bobot per buah paling tinggi, yaitu sebesar 15.31 g diikuti oleh IPBC50. Genotipe IPBC10 merupakan cabai dari kelompok rawit yang memiliki bobot per buah terkecil, yaitu sebesar 0.91 g (Tabel 10).

Salah satu karakter yang mempengaruhi kualitas buah adalah panjang buah. Genotipe IPBC51 dan IPBC2 merupakan genotipe yang memiliki rata-rata panjang cabai paling panjang, yaitu 14.20 cm kecuali dengan IPBC28, IPBC64 dan IPBC50 dengan nilai masing-masing 13.55, 13.45 dan 13.14 cm. Panjang buah

merupakan karakter yang membedakan kelompok cabai besar atau rawit. Genotipe IPBC20 dan IPBC10 termasuk kedalam kelompok cabai rawit. Kedua genotipe cabai ini memiliki buah paling pendek masing-masing 3.60 dan 3.48 cm.

Ukuran buah ditentukan oleh proporsi panjang dan diameter buah. Diameter buah berkisar antara 0.61-2.09 mm. Diameter buah paling besar dimiliki oleh IPBC5, sedangkan diameter buah terkecil dimiliki oleh genotipe IPBC110 (0.61 mm), IPBC111 (0.62 mm), dan IPBC105 (0.62 mm). Ketiga genotipe tersebut merupakan kelompok cabai keriting (Tabel 10) .

Tabel 10 Nilai rata-rata beberapa sifat kuantitatif pada genotipe cabai yang diamati

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%

Genotipe Bobot buah Bobot Panjang Diameter

per tanaman (g) per buah (g) buah (g) buah (mm)

IPBC1 388.59bc 5.57gh 11.03fg 1.03ij

IPBC2 334.75b-d 6.93fg 14.20a 1.13h-j

IPBC3 370.51bc 7.22e-g 9.33h 1.74b-d

IPBC4 352.87b-d 8.34ef 10.66g 1.45ef

IPBC5 469.18b 13.41bc 12.12c-f 2.09a

IPBC6 244.94c-f 3.82i-k 12.94b-d 0.78kl

IPBC7 642.78a 8.85de 11.94c-f 1.45ef

IPBC9 259.63c-f 4.82hi 7.61j 1.20g-i

IPBC10 161.35ef 0.91l 3.48l 0.74kl

IPBC11 202.05d-f 2.47k 7.71j 0.81k

IPBC12 133.36f 2.55k 4.99k 1.05ij

IPBC14 342.78b-d 4.92hi 7.87ij 1.33fg

IPBC15 285.47c-f 5.78gh 11.28e-g 1.66cd

IPBC16 314.16b-e 5.58gh 8.96hi 1.32fg

IPBC17 193.04d-f 4.39h-j 8.71h-j 1.21g-i

IPBC19 330.41b-d 10.28d 11.80d-g 1.61c-e

IPBC20 287.00c-f 3.54i-k 3.60l 1.59de

IPBC21 205.12d-f 3.36i-k 4.89k 1.26gh

IPBC28 398.35bc 15.31a 13.55ab 1.78bc

IPBC37 373.98bc 12.13c 12.86b-d 1.74b-d

IPBC50 469.61b 14.20ab 13.14a-c 1.90b

IPBC51 369.32bc 3.58i-k 14.20a 0.71kl

IPBC64 300.87c-e 12.78bc 13.45ab 1.70cd

IPBC68 402.91bc 7.24e-g 12.39b-e 1.18g-i

IPBC105 377.97bc 3.04jk 12.06c-f 0.62l

IPBC107 260.20c-f 3.74i-k 9.44h 0.98j

IPBC110 279.61c-f 2.83jk 12.89b-d 0.62l

Seleksi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam tahapan kegiatan pemuliaan tanaman. Seleksi akan efektif jika dilakukan pada suatu populasi yang beragam dan diketahui karakteristiknya. Beberapa parameter genetik yang mencerminkan populasi yang diuji disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Parameter genetik pada bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan diameter buah cabai yang diuji

Parameter genetik Bobot buah

per tanaman Bobot per buah Panjang buah Diameter buah Ragam genetik (Vg) 9 278.08 15.87 10.02 0.18 Ragam fenotipe (Vf) 11414.41 16.16 10.17 0.18

Heritabilitas arti luas (h2 bs) 0.81 0.98 0.99 0.98 Dua Standar deviasi ragam genetik 6051.27 8.49 5.34 1.14

Kriteria ragam genetik Luas Luas Luas Sempit

Ragam fenotipe merupakan penjumlahan ragam genetik dan ragam lingkungan. Tabel 11 menunjukkan bahwa proporsi ragam genetik dalam ragam fenotipe cukup besar. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan diameter buah lebih dikendalikan secara genetik dan ragam lingkungan tidak memiliki pengaruh yang besar pada penampilan keempat karakter yang diamati.

Nilai ragam genetik mempengaruhi nilai heritabilitas. Makmur (1992) menyatakan bahwa heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe suatu karakter tertentu. Ragam genetik yang besar menyebabkan tingginya nilai heritabilitas dalam arti luas. Tabel 11 menunjukkan nilai heritabilitas yang tinggi pada karakter bobot buah per tanaman (0.81), bobot per buah (0.98), panjang buah (0.99), dan diameter buah (0.98). Menurut Zen dan Bahar (1996) bahwa nilai heritabilitas ≥ 50% dikategorikan sebagai heritabilitas tinggi.

Nilai heritabilitas yang tinggi pada karakter bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan diameter buah menunjukkan bahwa karakter-karakter tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya karena penampilannya lebih disebabkan oleh pengaruh genetik. Perbaikan sifat akan berarti jika kegiatan seleksi dilakukan pada populasi dengan keragaman genetik yang luas sehingga pada populasi ini tidak dilakukan perbaikan untuk karakter diameter buah.

Perbaikan suatu karakter akan memperoleh kemajuan yang cukup berarti bila diseleksi dari populasi yang cukup beragam. Karakter bobot buah per tanaman, bobot per buah, dan panjang buah memiliki keragaman genetik yang luas (Tabel 11). Keragaman genetik yang luas mengindikasikan bahwa genotipe-genotipe yang terkumpul dalam populasi cukup berbeda satu sama lainnya pada karakter yang diamati. Keragaman genetik yang sempit pada karakter diamater buah menunjukkan bahwa populasi yang digunakan terdiri dari genotipe-genotipe yang hampir sama secara genetik sehingga kemajuan genetik untuk perbaikan karakter ini sangat kecil.

Hubungan antar karakter yang diamati dapat dilihat korelasinya pada Tabel 12. Dari semua karakter yang diamati hanya panjang buah yang korelasinya tidak nyata dengan diameter buah. Karakter bobot buah per tanaman, bobot per buah, dan panjang buah memiliki korelasi yang sangat nyata dan bernilai positif sehingga peningkatan nilai suatu karakter akan diikuti oleh peningkatan karakter yang lain. Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai maka seleksi dapat dilakukan pada suatu populasi dengan menggunakan ketiga karakter tersebut sekaligus atau salah satunya.

Tabel 12 Korelasi pada beberapa karakter cabai yang diamati

Karakter Bobot buah

per tanaman Bobot per buah Panjang buah Diamater buah Bobot buah per tanaman 1.00 0.62** 0.59** 0.44*

Bobot per buah 1.00 0.55** 0.82**

Panjang buah 1.000 0.11tn

Diameter buah 1.000

Keterangan: tn = tidak nyata; *= nyata pada taraf 5%; **= nyata pada taraf 1%

Sifat Kualitatif

Seluruh genotipe yang digunakan dalam percobaan ini memiliki warna batang hijau kecuali genotipe IPBC7, IPBC14, IPBC17, IPBC19 yang memiliki warna batang hijau dengan garis ungu, dan genotipe IPBC20, IPBC21 yang batangnya berwarna ungu. Bentuk batang cylindrical dan bulu batang jarang (halus) dimiliki oleh semua genotipe kecuali genotipe IPBC15 yang memiliki bulu pada batang sedang. Tipe pertumbuhan yang ditemukan pada genotipe yang digunakan adalah erect, prostate, dan intermediate. Sebagian besar genotipe

mempunyai daun berwarna hijau kecuali IPBC6, IPBC37, IPBC51, IPBC110 berwarna hijau tua. Dari semua genotipe hanya IPBC15 yang memiliki bentuk daun deltoid, sedangkan genotipe lainnya memiliki bentuk daun ovate atau

lanceolate (Lampiran 6).

Posisi bunga bervariasi antar genotipe yaitu erect, intermediate, dan pendant. Warna mahkota bunga ungu dengan dasar warna putih hanya ditemukan pada genotipe IPBC20 dan IPBC21, sedangkan genotipe lainnya berwarna putih. Warna semburat mahkota umumnya sama dengan warna mahkota bunga pada genotipe yang diamati, kecuali genotipe IPBC4 yang memiliki warna mahkota bunga putih dengan semburat berwarna ungu. Variasi warna anter yang ditemukan yaitu ungu, agak biru, dan biru. Genotipe IPBC12, IPBC28, dan IPBC107 memiliki anter berwarna biru. Hampir semua genotipe yang diamati memiliki tangkai sari berwarna putih, kecuali 3 genotipe yaitu IPBC4, IPBC20, dan IPBC21 memiliki tangkai sari berwarna ungu (Lampiran 6).

Warna buah matang pada seluruh genotipe adalah merah. Terdapat variasi warna buah pada fase intermediate, yaitu coklat, hijau, hijau tua, hijau semburat ungu, ungu tua dan jingga. Bentuk buah triangular hanya dimiliki oleh genotipe IPBC20, sedangkan genotipe lainnya berbentuk elongate. Bentuk pangkal buahnya sebagian besar obtuse kecuali IPBC5 dan IPBC10 memiliki bentuk pangkal buah

acute serta hanya IPBC20 yang memiliki bentuk truncate. Sebagian besar genotipe mempunyai bentuk ujung buah pointed, kecuali IPBC20 dan IPBC21 berbentuk

blunt serta IPBC7 berbentuk sunken. Permukaan kulit buah beragam dari smooth,

wrinkled dan semi wrinkled (Lampiran 6).

Evaluasi ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa, Hawar Phytophthora, dan Layu Bakteri

Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa

Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi ulang beberapa genotipe yang telah diuji oleh peneliti sebelumnya. Syukur (2007) melakukan penelitian uji ketahanan terhadap antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum

dengan isolat PYK04, BGR027, MJK01, dan PSG07. Dalam laporannya dinyatakan bahwa genotipe IPBC15 tergolong tahan terhadap isolat PYK 04 dan moderat terhadap ketiga isolat lainnya.

Untuk konfirmasi hasil penelitian sebelumnya maka dilakukan uji ulang terhadap 25 genotipe cabai koleksi Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB termasuk beberapa genotipe yang digunakan oleh peneliti sebelumnya. Inokulum

C. acutatum isolat PYK 04 merupakan koleksi Dr. Widodo (Departemen Proteksi Tanaman, IPB). Bentuk buah yang terserang C. acutatum disajikan pada Gambar 7. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata pada respon ketahanan terhadap penyakit antraknosa (Lampiran 7a).

Gambar 7 Gejala serangan antraknosa yang disebabkan C. acutatum pada buah.

Ketahanan suatu genotipe dilihat dari kejadian penyakitnya. Sastrosumardjo (2003) menyatakan bahwa kejadian penyakit adalah variabel yang baik untuk mengidentifikasi kelas ketahanan.

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kejadian penyakit (KP) antraknosa yang disebabkan C. acutatum isolat PYK04 berkisar 5-77.5%. Genotipe IPBC131 dan IPBC15 termasuk genotipe yang tahan. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Syukur et al. (2007) yang menetapkan genotipe IPBC15 tergolong tahan dengan isolat PYK04. Genotipe IPBC14 merupakan genotipe yang memiliki KP terbesar sehingga dikategorikan ke dalam tanaman yang rentan (KP>20%). Genotipe-genotipe yang memiliki ketahanan yang berbeda ini dapat digunakan sebagai tetua dalam persilangan dialel dalam rangka mempelajari kendali genetik ketahanan terhadap antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum.

Tabel 13 Ketahanan beberapa genotipe cabai terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum isolat PYK04

Genotipe Rata-rata Kriteria Genotipe Rata-rata Kriteria

KP (%) Ketahanan KP (%) Ketahanan

IPBC2 50.00 Rentan IPBC105 42.50 Rentan

IPBC4a 22.50 Rentan IPBC110 52.50 Rentan

IPBC5a 37.50 Rentan IPBC125 50.00 Rentan

IPBC5b 50.00 Rentan IPBC126 25.00 Rentan

IPBC9 47.50 Rentan IPBC127 57.50 Rentan

IPBC9Vc 30.00 Rentan IPBC127a 42.50 Rentan

IPBC10 30.00 Rentan IPBC128 22.50 Rentan

IPBC12 55.00 Rentan IPBC129 62.50 Rentan

IPBC13 27.50 Rentan IPBC130 32.50 Rentan

IPBC14 77.50 Rentan IPBC131 20.00 Moderat

IPBC15 5.00 Tahan IPBC132 37.50 Rentan

IPBC19 42.50 Rentan IPBC133 37.50 Rentan

IPBC20 32.50 Rentan

Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Phytophthora

Patogen penyebab penyakit hawar phytophthora, yaitu cendawan

Phyotphthora capsici, dapat menyerang setiap fase pertumbuhan dan bagian tanaman dewasa. Pada fase bibit, patogen ini dapat menyebabkan mengecilnya batang bibit sehingga menghambat transportasi hara melalui xilem yang pada akhir dapat menyebabkan kematian bibit (Gambar 8). Menurut Dermici dan Dolar dalam Yunianti (2007) bahwa gangguan pada fase bibit menyebabkan kematian dan pada tanaman dewasa menimbulkan gejala busuk akar, kanker batang, hawar daun, dan busuk buah.

Gambar 8 Gejala serangan hawar phytophthora yang disebabkan P. capsici pada fase bibit.

Dalam merakit varietas cabai yang tahan hawar phytophthora maka harus dicari suatu genotipe cabai yang dijadikan sebagai sumber gen ketahanan terhadap hawar phytophthora. Hal ini mendorong peneliti melakukan penelitian pada hawar

phytophthora. Yunianti et al. (2007) telah melakukan identifikasi ketahanan beberapa genotipe cabai terhadap penyakit hawar Phytophthora yang disebabkan oleh Phytophthora capsici isolat TG01. Hasil penelitiannya mengelompokan genotipe-genotipe yang diuji kedalam empat kriteria ketahanan, yaitu tahan (KP≤20%), agak tahan (20%<KP≤ 50%), rentan (50%<KP≤80%), dan sangat rentan (80%≤KP≤100%). Genotipe yang dikategorikan tahan adalah IPBC4 dan IPBC13. Genotipe yang tergolong kategori agak tahan adalah IPBC2, IPBC5, IPBC10, IPBC15, dan IPBC20. Genotipe dalam kategori rentan adalah IPBC9 dan IPBC19. Genotipe yang sangat rentan, yaitu IPBC14.

Untuk mengetahui ketahanan cabai koleksi Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen AGH IPB maka dilakukan pengujian beberapa genotipe cabai dengan mengikutsertakan genotipe-genotipe cabai yang telah diketahui ketahanannya oleh peneliti sebelumnya dengan menggunakan isolat TG01. Isolat ini merupakan koleksi Dr. Widodo (Departemen Proteksi Tanaman, IPB). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada respon ketahanan cabai terhadap hawar phytophthora (Lampiran 7b).

Ketahanan 22 genotipe cabai yang diuji dengan P. capsici dengan isolat TG01 disajikan pada Tabel 14. Genotipe-genotipe cabai dikategorikan kedalam tiga kelas ketahanan, yaitu tahan, agak tahan dan rentan. Pada penelitian ini tidak terdapat genotipe yang sangat rentan. Genotipe IPBC12, IPBC13, IPBC15, IPBC128 dan IPBC130 dikelompokkan kedalam genotipe yang tahan dan genotipe IPBC2, IPBC4, IPBC5, IPBC10, IPBC20, IPBC105, IPBC110, IPBC125, IPBC126, IPBC127, IPBC129, IPBC131, IPBC132, dan IPBC133 dikelompokan ke dalam genotipe yang agak tahan. Genotipe yang dikategorikan rentan, yaitu IPBC9, IPBC14, dan IPBC19.

Tabel 14 Ketahanan beberapa genotipe cabai terhadap penyakit phytophthora yang disebabkan oleh Phytophthora capsici LEONIAN isolat TG01

Genotipe Rata-rata Kriteria Genotipe Rata-rata Kriteria

KP (%) Ketahanan KP (%) Ketahanan

IPBC2 35.00 Agak Tahan IPBC105 37.50 Agak Tahan

IPBC4 22.50 Agak Tahan IPBC110 30.00 Agak Tahan

IPBC5 35.00 Agak Tahan IPBC125 25.00 Agak Tahan

IPBC9 52.50 Rentan IPBC126 20.00 Agak Tahan

IPBC10 45.00 Agak Tahan IPBC127 45.00 Agak Tahan

IPBC12 20.00 Tahan IPBC128 27.50 Tahan

IPBC13 2.50 Tahan IPBC129 10.00 Agak Tahan

IPBC14 55.00 Rentan IPBC130 5.00 Tahan

IPBC15 10.00 Tahan IPBC131 37.50 Agak Tahan

IPBC19 52.50 Rentan IPBC132 42.50 Agak Tahan

IPBC20 27.50 Agak Tahan IPBC133 7.50 Agak Tahan

Persilangan antara genotipe tahan dan rentan dilakukan guna memperoleh informasi genetik yang penting dalam perakitan varietas tahan hawar

phytophthora. Informasi ini diperlukan untuk menentukan metode seleksi yang tepat dalam kegiatan tanaman selanjutnya. Untuk studi kendali genetik ketahanan terhadap hawar phytophthora maka genotipe IPBC15 dipilih mewakili kategori cabai tahan pada analisis dialel selanjutnya.

Ketahanan terhadap Penyakit Layu Bakteri

Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum dapat menyerang semua fase pertumbuhan. Gejala layu bakteri di lapangan diawali dengan menguningnya daun, diikuti dengan kelayuan tanaman dan rebahnya tanaman (Gambar 9). Semangun (2000) menyatakan bahwa jenis dan beratnya gejala penyakit sangat dipengaruhi oleh virulensi bakteri, ketahanan varietas, waktu terjadinya infeksi, dan kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman.

Yulianah (2007) melakukan uji ketahanan beberapa genotipe cabai dengan inokulasi buatan menggunakan isolat CHG7 yang diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman IPB. Dalam laporannya dinyatakan bahwa genotipe IPBC15 dikategorikan sebagai tanaman agak rentan, IPBC19 dikategorikan tanaman rentan, dan IPBC9 dikategorikan tanaman tahan.

Pengujian ketahanan penyakit penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh

Ralstonia solanacearum pada 22 genotipe cabai koleksi Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen AGH IPB, merupakan evaluasi ulang terhadap beberapa genotipe yang telah dilaporkan ketahanannya oleh peneliti sebelumnya (Yulianah 2007). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada respon ketahanan cabai terhadap penyakit layu bakteri (Lampiran 7c).

Respon kejadian penyakit layu bakteri disajikan pada Tabel 15. Genotipe yang dikategorikan tanaman tahan (KP<20%) adalah IPBC2, IPBC4, IPBC5, IPBC9, IPBC10, IPBC13, IPBC14, IPBC20, IPBC105, IPBC110, IPBC128, IPBC129, IPBC130, IPBC131, IPBC132, dan IPBC133. Genotipe yang dikategorikan tanaman agak tahan (20% ≤KP≤40%) adalah IPBC12, IPBC15, IPBC125, dan IPBC126. Kategori tanaman agak rentan (40%<KP≤60%), yaitu pada genotipe IPBC19 dan IPBC127.

Tabel 15 Ketahanan beberapa genotipe cabai terhadap penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum

Genotipe Rata-rata Kriteria Genotipe Rata-rata Kriteria

KP (%) ketahanan KP (%) ketahanan

IPBC2 0.00 Tahan IPB C105 18.33 Tahan

IPBC4 16.25 Tahan IPB C110 12.50 Tahan

IPBC5 10.53 Tahan IPBC125 24.16 Agak Tahan

IPBC9 16.67 Tahan IPBC126 36.84 Agak Tahan

IPBC10 15.34 Tahan IPBC127 41.91 Agak Rentan

IPBC12 37.50 Agak Tahan IPBC128 18.38 Tahan

IPBC13 7.89 Tahan IPBC129 0.00 Tahan

IPBC14 10.83 Tahan IPBC130 2.50 Tahan

IPBC15 38.75 Agak Tahan IPBC131 5.56 Tahan IPBC19 41.03 Agak Rentan IPBC132 0.00 Tahan

Ragam fenotipe terdiri dari ragam genetik, ragam lingkungan, dan interaksi ragam genetik dan lingkungan (Baihaki 2000). Ragam genetik ketahanan terhadap hawar phytophthora dan layu bakteri memberikan sumbangan yang cukup besar