• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAITAN ANTARA PELARANGAN GRATIFIKAS

D. Penegakan Terhadap larangan Gratifikasi

Selain itu, tertuang jelas dalam Code of Conduct PTPN III, dalam Komitmen Atas Hal-Hal Khusus bagian F. tentang Hadiah/cinderamata, Donasi, Komisi dan Suap. Khusus mengenai gratifikasi, diatur dalam poin 1.) yaitu: “Pemberian tanda terima kasih untuk kepentingan bisnis kepada/dari relasi berupa hadiah/cinderamata (souvenir)/parcel, tidak boleh dilakukan pada suatu keadaan yang dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak memenuhi azas kepatutan dan kewajaran.”

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa PTPN III telah mempunyai dasar yang jelas untuk melarang adanya kegiatan gratifikasi bagi individu di dalam perusahaan karena hal tersebut dianggap tidak memenuhi asas kepatutan dan kewajaran.

Sesuai dengan Code of Conductnya, PTPN III telah menyebutkan dengan jelas larangan terhadap gratifikasi. Bahkan terdapat “Pernyataan Kepatuhan” yang dibuat bagi seluruh karyawan, sehingga menjadi bukti persetujuan dan kepatuhan untuk menjalankan code of conduct. Dengan demikian, bagi setiap yang melanggarnya akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dari perusahaan.

Penegakan ini juga didukung dengan adanya Komite Audit yang berkedudukan langsung dibawah Dewan Komisaris. Komite audit dapat berfungsi membantu kelancaran tugas komisaris, antara lain komite audit melakukan penelaahan terhadap kebenaran informasi yang disampaikan oleh direksi kepada komisaris Selain itu komite audit juga dapat berfungsi menilai efektivitas pengendalian internal (internal control), termasuk fungsi Internal Auditor atau Satuan Pengawasan Intern (SPI), sehingga dapat memberikan rekomendasi tentang peningkatan efektivitas internal auditor untuk meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan. Dengan demikian, apabila terdapat pelanggaran yang berhubungan dengan korupsi akan dapat terdeteksi dengan cepat.

Mekanisme Penegakan Pelanggaran.

Berdasarkan ketentuan Code of Conduct PTPN III, mekanisme penegakan pelanggaran dilakukan sesuai dengan mekanisme penegakan Code of Conduct itu sendiri, yang meliput i :116

116

A. Pemantauan Pelaksanaan Code of Conduct

Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini. Pembentukan Dewan Kehormatan (terdiri dari unsur Dewan Komisaris, Direksi, Karyawan yang ditunjuk, dan Serikat Pekerja) dan mekanisme kerjanya diatur dalam Surat Keputusan Direksi.

B. Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct

1. Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.

2. Dewan Kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran pedoman peri laku perusahaan dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Dewan Kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor. C. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct

1. Pemberian sanksi atas pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Pemberian sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. 3. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap

terjadinya pelanggaran pedoman ini.

Terhadap kasus yang bersifat suap atau dalam hal ini yang termasuk korupsi, sesuai dengan Code of Conduct PTPN III, dalam Komitmen Atas Hal- Hal Khusus bagian F poin 1 (satu) dan 4 (empat), maupun kasus-kasus pelanggaran lainnya, PTPN III mempunyai mekanisme dalam penjatuhan

sanksi. Sehingga hak maupun kewajiban perusahaan ataupun pelaku pelanggaran tidak tersampingkan.

Apabila terjadi suatu pelanggaran, maka kasus pelanggaran tersebut akan dibawa kepada Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan kemudian akan melakukan analisis terhadap apa dan bagaimana pelanggaran tersebut serta pengaruhnya terhadap perusahaan. Hasil analisis tersebut kemudian akan diteruskan kepada Dewan Direksi untuk kemudian ditentukan sanksi yang dijatuhkan. Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan dapat berupa :

a. Penundaan kenaikan pangkat atau jabatan; b. Penurunan pangkat atau jabatan;

c. Pemecatan; d. Ganti rugi; atau

e. Gabungan dari sanksi-sanksi di atas.117

117

Hasil wawancara dengan Ibu Anastasia Indriyani, bidang Manajemen Risiko PTPN III.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan uraian-uraian pada Bab-Bab sebelumnya, selanjutnya dapat dirumuskan sebagai jawaban permasalahan sebagai berikut :

1. Latar belakang pelarangan gratifikasi di BUMN, sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance adalah untuk menjaga independensi, transparansi dan akuntabilitas dari BUMN. Dengan demikian, melalui kebijakan ini, perusahaan dapat semakin meningkatkan value serta kinerja dan pada akhirnya dapat menguntungkan semua stakeholder dan masyarakat. BUMN sebagai salah satu penggerak utama roda perekonomian Indonesia harus bebas dari praktik-praktik korupsi.

2. Pengaturan gratifikasi dalam perusahaan, di luar KUHP dan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, harus diatur secara

tersendiri dan mandiri serta applicable bagi seluruh elemen perusahaan. Sehingga dapat diterapkan bagi seluruh lapisan perusahaan. Bentuk penerapan peraturan ini dapat berupa code of conduct dari perusahaan, pembentukan sebuah komite audit yang dapat lebih terspesialisasi lagi dengan pembentukan suatu sistem pengawasan internal dibawah komite audit.

3. Pelarangan gratifikasi dapat menjadi sebuah code of conduct dalam sebuah perusahaan. Hal ini dikarenakan pelarangan tersebut mengacu pada kode etik perusahaan untuk dapat melaksanakan kegiatan maupun kebijakan perusahaan secara independen melalui perseorangan terutama yang mempunyai posisi strategis dalam menentukan kebijakan maupun suatu corporate action.

Pelarangan gratifikasi pun dapat menjadi sebuah bentuk program CSR perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan juga mempunyai tanggung jawab moral kepada masyarakat untuk beroperasi dan dikelola secara bersih. Pada akhirnya, dengan semakin tingginya tingkat moral dari para eksekutif perusahaan juga akan meningkatkan tingkat kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar.

B. Saran.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat diajukan saran sebagai berikut : 1. Perusahaan harus meningkatkan standar etika bagi para eksekutifnya,

terutama dalam hal-hal yang dapat memotivasi ataupun dapat memudahkan terjadinya praktik korupsi. Perusahaan juga harus melakukan edukasi melalui publikasi, baik kepada stakeholder maupun masyarakat, bahwa perusahaan tersebut telah menjalankan larangan gratifikasi kepada seluruh karyawan dan eksekutif perusahaan.

2. Perusahaan, berkenaan dengan permasalahan korupsi, hendaknya menjalin kerjasama dengan KPK dalam upaya menerapkan larangan gratifikasi dalam perusahaan. Kerjasama tersebut juga bertujuan untuk memudahkan proses monitoring serta akuntabilitas, selain sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan terjadinya praktik korupsi.

3. Perusahaan, dalam upaya menerapkan pelarangan atas gratifikasi sebagai code of conduct, hendaknya melakukan upaya edukasi bagi para stakeholder terutama dalam hal etika perusahaan maupun etika bisnis yang

benar. Edukasi ini bertujuan untuk meningkatkan moralitas, sehingga dapat terbentuk self awareness bagi para stakeholder untuk menghindarkan diri dari praktik korupsi.

Sebagai sebuah bentuk program CSR, pelarangan gratifikasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan hendaknya dipublikasikan secara luas dan berkala kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat tertingkatkan kepercayaannya terhadap perusahaan akan praktik berusaha yang bersih, disamping program-program CSR lainnya.

tanggung jawab sosial dan moral perusahaan terhadap masyarakat ( Corporate Social Responsibility ).

BAB IV LARANGAN GRATIFIKASI DALAM RANGKA GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III ( PTPN III), dimana bab ini akan mengulas mengenai penerapan larangan gratifikasi di PTPN III Medan yang mana juga merupakan bab pokok dari semua bab. Yaitu dengan melihat penerapan Good Corporate Governance di PTPN III terutama dalam hal larangan gratifikasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, pada bab yang terakhir ini berupa

Dokumen terkait