• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Apu - Apu 1. Nama lain dan sistematika apu-apu

Tanaman apu-apu dikenal juga dengan nama : kiambang, kapu-kapu, empieng ara, sarme-sarme, gajambang, sirambon, ki apu, kayu apu, apon-apon, kajeng apu, payapeh, apung-apung, capo-capo, poda-poda, water cabbage,

duck weed, tropical duck weed, jalkumbhi (Suhono, 2010).

Sistematika tanaman apu-apu menurut USDA (2014) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Pistia L.

2. Gambaran umum apu-apu

Tanaman apu-apu merupakan herba tahunan yang banyak terdapat di seluruh dunia. Di Indonesia, apu-apu dapat ditemukan mengapung di perairan. Tanaman ini dapat tumbuh di perairan di dataran rendah, rawa sampai di danau di daerah pegunungan. Tanaman air ini tingginya 5-30 cm, berupa kumpulan daun membulat yang mengapung di air. Batangnya hampir tidak terlihat karena kecil dan dijejali oleh beberapa daun yang melingkar letaknya. Daun apu-apu berbentuk lonjong dengan ujung daun membulat. Daunnya berwarna hijau muda atau hijau tua, tebal, serta berambut banyak. Permukaan daun akan terasa seperti beludru ketika disentuh. Satu tanaman memiliki 3-7 lembar daun. Akar apu-apu mengambang dalam air dengan jumlah yang banyak dan tebal. Akar memiliki stolon dengan panjang mencapai 40 cm yang mengeluarkan tunas-tunas, sehingga tanaman hidup berumpun. Bunga terdapat dalam tongkol yang berseludang berwarna putih dengan ukuran 1-1,5 cm. Bunga jantan berada di bagian atas dan bunga betina di bagian bawah tongkol. Tangkai bunga sangat pendek, berbulu, keluar dari ketiak daun. Buah berupa buah buni berwarna merah berukuran kecil. Buah memiliki biji fertil yang dapat ditanam menjadi individu baru (Suhono, 2010).

Tanaman apu-apu di beberapa daerah merupakan gulma perairan, sehingga keberadaannya sangat mengganggu. Dalam waktu yang singkat, tanaman ini dapat memenuhi permukaan kolam. Cepatnya pertumbuhan ini disebabkan oleh adanya stolon yang memiliki beberapa tunas, sehingga akan muncul tanaman baru (Suhono, 2010).

3. Kegunaan dan khasiat apu-apu

Di Indonesia, daun apu-apu dimanfaatkan untuk memijahkan ikan, sebagai tanaman hias di akuarium, pakan babi, bebek, itik, ayam, ikan gurami, serta ikan mas. Remasan daun digunakan untuk tapal bila terkena air panas. Rebusan daun atau akarnya dapat digunakan sebagai obat pencahar. Daun muda dapat direbus untuk lalap (Suhono, 2010).

Herba apu-apu rasanya pedas dan terasa sejuk, berkhasiat antireumatik, anti radang, diaforetik, dan diuretik. Herba apu-apu dapat digunakan untuk mengobati flu, demam, batuk rejan, memar, reumatik, edema, disuria, kencing nanah, gatal-gatal, disentri, serta penyakit kulit seperti bisul dan eksim. Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman apu-apu ini antara lain flavonoid, tanin, dan polifenol. (Dalimartha, 2007).

B. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik adalah kelompok terbesar metabolit sekunder pada tanaman. Senyawa fenolik termasuk dalam alkohol aromatik sebab gugus hidroksilnya selalu melekat pada cincin benzen. Seyawa fenolik secara umum memiliki potensi sebagai bakterisidal, antiseptik, antioksidan, dan sebagainya (Pengelly, 2006). Senyawa fenolik merupakan kelompok mayoritas senyawa yang dapat bertindak sebagai antioksidan. Alasan inilah yang mendukung untuk melakukan analisis kandungan fenolik total dalam suatu ekstrak tanaman (Veeru, Kishkar, and Meennakashi, 2009).

Reaksi yang terjadi pada senyawa fenolik bisa melalui gugus hidroksilnya atau dengan menggantikan atom hidrogen yang terdapat pada cincin

aromatisnya. Senyawa fenolik dapat mengkompleks protein, sehingga dapat menghambat beberapa enzim. Sifat ini menguntungkan pada proses ekstraksi karena reaksi enzimatik tidak diharapkan selama proses ekstraksi terjadi (Simpson, 1985).

C. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Sedangkan, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu menggunakan cairan penyari yang sesuai. Metode ekstraksi yang paling sederhana, yaitu maserasi. Pada maserasi penyarian simplisia dilakukan dengan menggunakan bermacam pelarut pada suhu kamar selama beberapa waktu (Agoes, 2009).

Pada saat proses maserasi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif dalam sel dengan yang berada di luar sel, maka larutan dengan konsentrasi tinggi didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

D. Radikal Bebas dan Antioksidan

Radikal bebas adalah spesies kimia yang memiliki elektron tak berpasangan, sehingga relatif tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya, spesies tersebut bersifat reaktif mencari pasangan elektronnya di sekitarnya, sehingga disebut juga sebagai reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas

terbentuk melalui homolisis ikatan kimia yang biasanya dipacu oleh cahaya. Satu spesies radikal bebas dapat memacu pembentukan radikal bebas yang lain melalui berbagai reaksi pengambilan dan adisi. Reaksi radikal bebas kebanyakan merupakan reaksi rantai yang setiap tahapnya memberikan hasil yang mengakibatkan terbentuknya radikal bebas yang memperpanjang runtunan reaksi (Ardhie, 2011; Joedodibroto dan Hadiwidjoyo, 1988).

Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk meredam radikal bebas. Radikal bebas dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lipid, serta DNA, dan dapat menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif. Senyawa antioksidan seperti asam fenolik, polifenol, dan flavonoid meredam radikal bebas peroksida, hidroperoksida atau lipid peroksil dan menghambat mekanisme oksidatif yang menimbulkan penyakit degeneratif (Prakash, Rigelhof,

and Miller, 2007).

E. Metode Folin-Ciocalteu

Penetapan kandungan fenolik total dilakukan dengan menggunakan reagen Folin-Ciocalteu yang berisi campuran natrium tungstat, natrium molibdat, lithium sulfat, asam klorida, asam fosfat, bromin, dan air suling. Senyawa fenolik dapat bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu membentuk larutan berwarna yang dapat diukur serapannya dengan spektrofotometer. Prinsip metode Folin - Ciocalteu ini, yaitu terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru dari senyawa fenolik sampel dengan reagen dalam suasana basa yang dapat diukur pada panjang gelombang 760 nm (Blainski, Lopes, and Mello, 2013).

Ion fenolat dari senyawa fenolik bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten melalui reduksi asam fosfomolibdat - fosfotungstat dalam reagen Folin-Ciocalteu. Senyawa fenolik bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu dalam suasana basa agar terjadi disosiasi proton pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat. Warna biru yang terbentuk kepekatannya setara dengan konsentrasi ion fenolat yang ada, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik, maka semakin banyak ion fenolat yang mereduksi asam fosfomolibdat-fosfotungstat menjadi senyawa kompleks molibdenum-tungsten, sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Apsari dan Susanti, 2011; Waterhouse, 2002).

F. Metode DPPH

Metode yang cepat, sederhana, dan ekonomis untuk mengukur aktivitas antioksidan yakni dengan menggunakan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl

(DPPH). Metode DPPH banyak digunakan untuk menguji kemampuan suatu senyawa dalam bertindak sebagai peredam radikal bebas atau sebagai donor elektron, serta untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam suatu sampel (Prakash et al, 2007).

Elektron tak berpasangan pada radikal bebas DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna ungu. Warna ungu akan berubah menjadi kuning sebanding dengan penurunan serapan molar radikal

DPPH pada panjang gelombang 517 nm. Hal tersebut terjadi ketika elektron tak berpasangan pada radikal bebas DPPH berpasangan dengan elektron dari antioksidan untuk membentuk DPPH-H tereduksi (Prakash et al, 2007).

Gambar 2. Perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning ketika tereduksi oleh senyawa antioksidan (Perez and Aguilar, 2013)

G. Landasan Teori

Reaksi oksidasi berlebihan yang terjadi di dalam tubuh dapat memicu terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu senyawa yang memiliki elektron tak berpasangan, sehingga tidak stabil. Untuk mencapai kestabilan, elektron tak berpasangan akan mencari pasangan elektron di

sekitarnya. Radikal bebas dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lipid, DNA, dan dapat memicu penyakit degeneratif. Senyawa antioksidan dapat meredam radikal bebas dan menghambat reaksi oksidatif, sehingga kerusakan sel akibat radikal bebas dapat tercegah.

Apu-apu merupakan tanaman air yang mudah ditemukan dan berkhasiat sebagai antireumatik, anti radang, diaforetik, dan diuretik. Masyarakat biasanya menggunakan apu-apu untuk mengobati flu, demam, batuk rejan, memar, reumatik, edema, disuria, kencing nanah, gatal-gatal, disentri, bisul, dan eksim. Apu-apu telah diketahui memiliki kandungan senyawa fenolik, sehingga dapat berpotensi sebagai antioksidan.

Kandungan fenolik total dalam suatu sampel dapat dianalisis dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Prinsipnya, yaitu reduksi reagen campuran asam fosfomolibdat-fosfotungstat dengan adanya senyawa fenolik akan menghasilkan senyawa kompleks berwarna biru yang serapannya kuat pada panjang gelombang 760 nm. Intensitas serapan pada panjang gelombang tersebut sebanding dengan jumlah senyawa fenolik dalam sampel.

Metode DPPH merupakan metode pengujian aktivitas antioksidan yang sederhana dan cepat. Metode ini menggunakan radikal bebas DPPH untuk menguji suatu senyawa antioksidan dalam meredam radikal bebas. Elektron tak berpasangan DPPH memberikan serapan yang kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna ungu. Warna ungu akan berubah menjadi kuning ketika terdapat senyawa antioksidan yang meredam radikal bebas DPPH.

H. Hipotesis

1. Ekstrak metanolik daun apu-apu memiliki kandungan senyawa fenolik yang dinyatakan dengan mg ekivalen asam galat.

2. Ekstrak metanolik daun apu-apu memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH yang dinyatakan sebagai IC50.

14

Dokumen terkait