• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sabun

Sabun merupakan bahan pembersih yang terdiri dari dua komponen utama

yang direaksikan, yaitu asam lemak dan basa (kalium atau sodium). Pembuatan

sabun bisa dengan dua cara, yaitu saponifikasi dengan produk sabun dan gliserol

serta netralisasi menghasilkan sabun dan air tanpa produk samping gliserol.

Penggunaan basa yang berbeda akan menghasilkan jenis sabun yang berbeda pula.

Basa natrium/sodium (NaOH) akan menghasilkan sabun keras (hard soap) dan

basa kalium (KOH) akan menghasilkan sabun lunak (soft soap) (BSN, 1994, Kirk,

Othmer, Scott, Standen, 1954, Ophardt, 2003).

Gambar 1. Proses saponifikasi sabun (Warra, 2013)

Fase lemak dan minyak yang digunakan menentukan karakteristik sabun

yang dihasilkan. Penggunaan fase lemak dan minyak yang berbeda menghasilkan

sabun dengan karakter yang berbeda. Asam lemak dengan rantai C16-C18 baik

untuk kekerasan dan daya detergensi. Sabun yang dihasilkan akan lebih kompak

7

Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun yang dihasilkan (Cavitch, 2001)

Asam Lemak Karakteristik Sabun

Asam Laurat (C12H34O2) Keras, detergensi tinggi, kelarutan dalam air tinggi, dan busa lembut

Asam Linoleat (C18H32O2) Bersifat lembab terhadap kulit

Asam Miristat (C14H28O2) Detergensi tinggi, keras, dan busa lembut

Asam Oleat (C18H34O2) Bersifat lembab terhadap kulit

Asam Palmitat (C16H32O2) Keras dan busa stabil

Asam Risinoleat (C18H34O2) Lembab terhadap kulit, busa stabil, dan lembut

Asam Stearat (C18H36O2) Keras dan busa stabil

Surfaktan atau surface active agent merupakan bentuk dasar dari sabun.

Surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan

menurunkan tegangan permukaan antara air dan udara, air dan kotoran, serta

kotoran dan permukaan kulit sehingga dapat mengikat dan menghilangkan

kotoran dalam bentuk suspensi kemudian kotoran akan terbawa air saat dibilas.

Struktur surfaktan terdiri dari bagian kepala atau ion karboksilat (-COONa) yang

bersifat polar dan ekor atau alkil berupa rantai hidrokarbon (-R) yang bersifat non

polar. Dalam pembersihan kotoran, molekul surfaktan yang memiliki bagian non

polar akan mengganggu interaksi antara permukaan kulit dan kotoran. Sesuai

dengan konsep like dissolve like maka kotoran yang bersifat cenderung non polar

akan tertarik untuk berinteraksi dengan bagian non polar dari surfaktan, yaitu

rantai hidrokarbonnya. Dengan demikian ikatan antara kotoran dengan permukaan

kulit merenggang dan molekul surfaktan berikatan dengan kotoran sehingga

kotoran dapat terangkat. Pada keadaan belum jenuh molekul surfaktan berbentuk

monomer. Pada keadaan jenuh molekul surfaktan akan membentuk satu lapisan

pada permukaan air. Pada keadaan lewat jenuh, molekul surfaktan bergabung

membentuk agregat yang disebut dengan misel dengan bagian ekor yang

non polar berkumpul dengan sesamanya begitu juga dengan bagian kepala. Oleh

karena itu, misel cenderung berbentuk melingkar. Kondisi tersebut disebut dengan

Critical Micelle Concentration(CMC). Dengan bantuan air pada proses mencuci,

bagian nonpolar pada surfaktan berikatan dengan kotoran dan bagian polar

berikatan dengan air. Dengan demikian kotoran dapat terangkat dan dibuang

dengan pembilasan (Hill dan Moaddel, 2004, Kamikaze, 2002, Winarno, 1992).

Gambar 2. Stuktur misel pada sabun

Gambar 3. Pengangkatan kotoran oleh molekul surfaktan (Goddard, 2007)

pH sabun yang cenderung basa juga dapat membantu mengoptimalkan

proses pembersihan, yaitu dengan memutus jembatan garam pada permukaan

kulit. Jembatan garam pada permukaan kulit berfungsi sebagai salah satu bentuk

9

yang terdapat di permukaan kulit. Pada pH isoelektrik, yaitu pH 4-6,

molekul-molekul asam amino akan terionisasi menjadi +H2N-RCOO-. Masing-masing

molekul asam amino tersebut berikatan satu sama lain. Inilah yang disebut dengan

jembatan garam. Dengan adanya sabun dengan pH cenderung basa akan

menjadikan lingkungan di permukaan kulit menjadi cenderung bermuatan negatif

sehingga merenggangkan ikatan ion antar molekul-molekul asam amino. Saat

jembatan garam renggang, molekul sabun (RCOOH) akan masuk menembus

jembatan garam dan mengikat kotoran (Ali dan Yosipovitch, 2013).

B. Sabun Batang Transparan

Sabun batang transparan merupakan jenis sabun batang yang banyak

digunakan sebagai sabun wajah dan tubuh. Tingkat transparansinya adalah yang

paling tinggi sehingga penampakannya paling berkilau dibandingkan dengan jenis

sabun batang yang lain, yaitu sabun opaque dan sabun translucent. Sabun batang

transparan mampu memancarkan dan meneruskan cahaya yang melaluinya

sehingga sifatnya menjadi tembus pandang dan objek yang berada di depannya

dapat terlihat dengan jelas (Hambali, Suryani, Rivai, 2005, Paul, 2007).

Sabun batang transparan dibuat melalui reaksi saponifikasi antara

trigliserida dengan basa. Sabun ini awalnya dibuat dari sabun opaque hanya saja

ditambahkan dengan bahan tambahan lain, yaitu alkohol, gula, dan gliserin untuk

mencegah terbentuknya kristal-kristal serabut yang umumnya terbentuk pada

sabun opaque. Dengan demikian akan dihasilkan sabun yang transparan, jernih,

dan berkilau. Penambahan minyak jarak juga dapat meningkatkan

transparansinya. Untuk menghasilkan sabun yang transparan, larutan sabun yang

masih panas harus benar benar jernih dan tidak menampakkan partikel solid atau

endapan yang terlihat (Cavitch, 1997, Hill dan Moaddel, 2004).

Untuk memperoleh kondisi sabun batang transparan yang stabil dalam

hal kekerasan dan kemampuan membentuk busanya, maka harus dilakukan masa

pendiaman selama 3-4 minggu. Hal ini disebabkan pada masa pendiaman akan

terjadi penguapan alkohol atau air dari sediaan sabun yang dibuat (Dumas dan

Helmond, 1995, Hambali, Suryani, Rivai, 2006).

C. Pewangi

Pewangi merupakan salah satu bahan tambahan dalam pembuatan sabun.

Peran pewangi sangatlah penting bagi nilai estetika sabun. Pewangi dapat

mempengaruhi kualitas sabun di pasaran. Keharuman yang baik membuat suatu

produk sabun akan mudah diterima oleh konsumen. Pewangi menjadi salah satu

faktor penentu suatu produk dibeli dan digunakan. Pewangi diduga dapat

mempengaruhi sifat fisik dari sabun yang dihasilkan karena wujudnya yang

berupa cairan serta kepolarannya. Dengan demikian senyawa pewangi akan

terpartisi dan terdistribusi pada bagian-bagian tertentu dari misel, seperti core,

lipophylic tail area, water-micelle interface, ataupun external phase, tergantung

kepolaran dari komponen-komponen senyawa pewangi dan menyebabkan

perubahan pada misel. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perubahan sifat

11

Gambar 4. Partisi fragrance oil dalam sistem surfaktan (Herman, 2005)

D. Minyak Jahe

Pada tanaman jahe (Zingiber officinale) yang berkontribusi terhadap rasa

dan aroma adalah minyak atsiri. Komponen utama minyak atsiri jahe adalah

senyawa golongan terpenoid, yaitu seskuiterpen, monoterpen, dan monoterpen

teroksidasi. Zingiberene (seskuiterpen hidrokarbon) dan zingiberol (seskuiterpen

alkohol) memberikan kontribusi paling besar pada rasa pedas dan aroma yang

kuat pada jahe. Senyawa lain yang ikut memberikan kontribusi terhadap rasa jahe

adalah gingiberen, felandren, kamfen, asetil heptenon, n-desil aldehid, n-nonil

aldehid, borneol, linalool, sitral, dan gingeroen (Heath dan Pharm, 1978, Koswara,

1995, Kaufman et al., 2000, Kardinan, 2005).

Minyak atsiri jahe mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap

sehingga sering disebut volatile oil. Secara organoleptis, minyak atsiri jahe

beraroma harum khas jahe, berwarna kehijauan hingga kuning, dan bentuknya

berupa cairan kental. Untuk mendapatkan minyak atsiri jahe, dilakukan dengan

penyulingan dan hidrodestilasi (Guzman dan Siemonsma, 1999).

E. Landasan Teori

Sabun merupakan zat pembersih yang terdiri dari 2 komponen utama,

yaitu lemak/asam lemak dan sodium atau kalium. Sabun dapat dibuat dengan 2

proses, yaitu saponifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida dan alkali

serta netralisasi yang merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali.

Sabun bekerja mengangkat kotoran dengan menurunkan tegangan permukaan.

Bagian kepala sabun yang bersifat polar dapat mengikat air yang bersifat polar

dan bagian ekornya yang bersifat non polar dapat mengikat kotoran dan lemak

yang bersifat non polar. Kotoran yang telah terikat bagian non polar dari molekul

sabun akan tersuspensi dan terbawa saat dibilas dengan air.

Salah satu jenis sabun adalah sabun batang transparan atau transparent

bar soap. Transparent bar soap ini memiliki penampakan yang lebih menarik

karena jernih, berkilau, dan tembus pandang. Dalam pembuatan sabun, pewangi

sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai estetika. Dengan nilai estetika yang

baik maka akan meningkatkan nilai jual suatu produk dan menarik konsumen

untuk menggunakannya. Sekarang ini banyak dikembangkan bahan alam sebagai

pewangi. Produk alami lebih dipilih untuk dijadikan pewangi dalam produk sabun

karena aromanya lebih khas, unik, dan natural. Rasa dan aroma jahe yang khas,

tajam, dan kuat disebabkan oleh senyawa terpenoid yang terdapat di dalam

minyak atsiri jahe.

Minyak jahe yang memiliki aroma khas, unik, dan kuat dapat menjadi

pilihan menarik untuk digunakan sebagai fragrance oil pada pembuatan sabun

13

Minyak jahe sebagai fragrance oil dalam pembuatan sabun mengandung

lebih dari satu senyawa dengan kepolaran yang berbeda sehingga diduga dapat

berpengaruh terhadap struktur misel dan mempengaruhi sifat fisik sabun yang

dihasilkan (Herman, 2005).

F. Hipotesis

Penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan jumlah yang

berbeda dalam formulasi sabun batang transparan menyebabkan adanya

perbedaan sifat fisik sabun yang dihasilkan.

14 BAB III

Dokumen terkait