• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil terhadap sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil terhadap sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

MINYAK JAHE Fransisca Niken Pratiwi

108114070 INTISARI

Penelitian berjudul pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil terhadap sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe telah dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah penggunaan minyak jahe dalam konsentrasi yang berbeda pada pembuatan sabun transparan dapat mempengaruhi sifat fisik sabun yang dihasilkan dan mengetahui apakah sabun transparan dengan minyak jahe sebagai fragrance oil yang dibuat memiliki sifat fisik yang sesuai dengan sabun transparan di pasaran serta dapat diterima oleh masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian acak. Formula yang digunakan pada penelitian ini adalah F1, F2, F3, dan F4 dengan jumlah minyak jahe sebesar 1 g, 2 g, 4 g, dan 8 g. Sifat fisik yang diuji adalah kekerasan, kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa, dan derajat keasaman (pH). Ke empat sabun transparan yang dihasilkan kemudian dibandingkan satu sama lain dan dibandingkan dengan sabun transparan di pasaran. Penerimaan konsumen atau masyarakat diketahui dengan melakukan uji

subjective assessment. Data hasil uji penyusutan bobot dianalisis menggunakan uji T test

berpasangan dan data hasil uji sifat fisik dianalisis menggunakan uji statistik One Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan software R i386 3.0.2.

Hasil yang diperoleh adalah penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan jumlah yang berbeda berpengaruh terhadap kekerasan sabun tetapi tidak berpengaruh terhadap kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa, dapat menghasilkan sabun batang yang transparan dengan pH sesuai dengan rentang penerimaan pH, yaitu 9-11.Semua formula sabun memenuhi rentang penerimaan sifat fisik kecuali F1 dan F2 masih belum memenuhi rentang penerimaan kemampuan membentuk busa.Sifat fisik sabun batang transparan yang dibuat dapat diterima oleh masyarakat meskipun aromanya masih terlalu kuat.

(2)

EFFECT OF GINGER OIL AS FRAGRANCE OIL TO THE PHYSICAL PROPERTIES OF GINGER OIL TRANSPARENT BAR SOAP

Fransisca Niken Pratiwi 108114070

ABSTRACT

The research titled the influence of ginger oil as a fragrance oil on the physical properties of transparent soap was done in order to know whether the physical properties of the resulting soap could be affected by ginger oil in different concentrations in the manufacture of ginger oil transparent soap bar and to determine whether ginger oil transparent soap barhad physical properties which corresponded to the transparent soap on the market and could be well accepted.

This research was experimental and the design was randomized trial. The formulas used was F1, F2, F3, and, F4 with 1 g, 2 g, 4 g, and 8 g ginger oil. The physical properties observed were hardness, foaming properties, and acidity (pH). The resulting soap then were compared to the brand name transparent soaps, which had already in the market, in terms of their physical characteristics. Consumer acceptance was observed by the subjective assessment test. Statistical analysis used for the results was One Way Anova test and paired t-test two tailed with 95% confidence level using R i386 3.0.2 software.

The result showed that ginger oil as a fragrance oil soap affected the hardness of the soap but did not affect the soap’s ability to form and sustain foam, the resulting soaps were transparent with appropriate pH. The physical properties of transparent soap made were acceptable even though but the scent was strong. All formulas in this research produced qualified transparent soaps except F1 and F2 didn’t suitable with the acceptance criteria of soap’s ability to form foam.

Keywords: transparent soap, ginger oil, fragrance oil, the physical properties

(3)

PENGARUH MINYAK JAHE SEBAGAI FRAGRANCE OIL

TERHADAP SIFAT FISIK SABUN BATANG TRANSPARAN

MINYAK JAHE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Niken Pratiwi NIM : 108114070

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

PENGARUH TERHADAP S

Dia

Me

i

UH MINYAK JAHE SEBAGAI FRAGRANC P SIFAT FISIK SABUN BATANG TRANSP

MINYAK JAHE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Niken Pratiwi

NIM : 108114070

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014

NCE OIL

(5)
(6)

iii

(7)

iv PRAKATA

Beribu puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,

Maha Penyayang, dan Maha Kuasa atas berkat, penyertaan, dan perlindungan

yang telah Ia curahkan selama penulis berproses dari awal pengajuan judul,

penyusunan proposal, pengumpulan data, dan penyusunan laporan akhir yang

berjudul  “Pengaruh  Minyak  Jahe  Sebagai Fragrance Oil terhadap Sifat Fisik

Sabun Batang Transparan Minyak Jahe”  hingga  akhirnya  dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm).

Dalam proses penelitian dan penyusunan laporan akhir ini tentu tidak

semuanya berjalan mulus. Banyak kendala dan kesulitan yang ditemui. Akan

tetapi penulis dapat menghadapi semua kendala tersebut berkat doa dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menjadi tumpuan hati, penjaga di setiap

langkah, tempat mengadu di kala masalah dan kebuntuan datang, dan

segalanya bagi penulis.

2. Papi dan Mami yang selalu memberi dukungan, semangat, kasih sayang, dan

nasehat kepada penulis. I love you with all my life and soul.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata

(8)

v

4. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku dosen pembimbing yang

tanpa lelah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, serta arahan kepada

penulis.

5. Ibu Melania Perwitasari, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah

menyumbangkan ilmu dengan memberikan kritik dan saran yang

membangun.

6. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang

telah menyumbangkan ilmu dengan memberikan kritik dan saran yang

membangun.

7. Ibu Aris Widayati M.Si., Apt., Ph.D atas masukan dan arahan yang sangat

bermanfaat bagi pengambilan data kuisioner.

8. Nita, Maria, dan Step atas kerja sama dan perjuangannya selama ini dalam

berjalannya penelitian ini sampai laporan akhir ini selesai.

9. Dian dan Ike yang tidak pernah lelah memberi semangat pada penulis agar

segera menyelesaikan laporan akhir ini.

10.Tyas yang bersedia bila kadang-kadang menjadi tempat berkeluh kesah

tentang skripsi.

11.Erin, Iyu, Olyd, Nelly, dan semua penghuni Wisma Providentia yang selalu

memberi hiburan dan keceriaan sehingga sebuah kost terasa seperti rumah.

12.Tia dan Evelyn yang selalu menghibur dengan candaan-candaan yang selalu

bisa menghibur.

13.Wulan, Odil, Lulu, Anis, Angga, Tomas, dan Dian terima kasih atas

kebersamaannya di laboratorium walau pun hanya sebentar.

(9)

vi

14.Teman-teman satu laboratorium yang lain, Hans dkk., Eng, Daniel, dan Rani

terimakasih atas kebersamaan di laboratorium.

15.Enggar Nugraheni Putri yang merupakan teman mengerjakan skripsi di café

terimakasih atas waktu, canda, dan kebersamaannya.

16.Pak Musrifin, Mas Agung, dan Pak Parlan atas bantuan tak terkira yang telah

diberikan pada penulis selama penelitian.

17.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah

berkontribusi terhadap penelitian dan penulisan laporan akhir ini.

Penulis menyadari akan banyaknya keterbatasan pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki sehingga masih banyak kekurangan dan kesalahan pada

penulisan laporan akhir ini. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak.Akhir kata, penulis berharap laporan akhir ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kosmetika.

(10)

vii

(11)
(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN……….... iii

PRAKATA………. iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... viii

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR TABEL………... xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiv

INTISARI……… xv

ABSTRACT………. xvi

BAB I PENGANTAR…..……….. 1

A.Latar Belakang……… 1

B.Rumusan Masalah………... 3

C.Keaslian Karya……… 3

D.Manfaat Penelitian………. 5

E.Tujuan Penelitian………... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………... 6

(13)

x

B.Sabun Batang Transparan………... 9

C.Pewangi……….. 10

D.Minyak Jahe……… 11

E.Landasan Teori………... 12

F.Hipotesis……….. 13

BAB III METODE PENELITIAN………... 14

A.Jenis dan Rancangan Penelitian………. 14

B.Variabel dan Definisi Operasional………. 14

1. Variabel Penelitian………... 14

2. Definisi Operasional………. 14

C.Bahan……….. 16

D.Alat………. 16

E.Tata Cara Penelitian………... 16

1. Formulasi Sabun Transparan………. 16

2. Pembuatan Sabun……….. 18

3. Pengukuran Penyusutan Bobot……….. 19

4. Uji Sifat Fisik Sabun………. 19

a. Uji Kekerasan Sabun……… 19

b. Uji Kemampuan Sabun Membentuk dan Mempertahankan Busa……… 20

c. Uji Derajat Keasaman……….. 21

d. Transparansi Sabun……….. 22

(14)

xi

G. Analisis Hasil……… 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….... 24

A. Formulasi………... 24

B. Penentuan Penyusutan Bobot………... 25

C. Uji Sifat Fisik Sabun………. 27

1. Kekerasan Sabun………  ………. 28

2. Kemampuan Sabun Membentuk dan Mempertahankan busa……….... 29

3.Derajat Keasaman………... 33

4. Transparansi Sabun………... 34

D. Subjective Assessment……… 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 40

A.Kesimpulan………. 40

B. Saran……….. 40

DAFTAR PUSTAKA……… 42

LAMPIRAN………... 46

(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik

sabun yang dihasilkan………... 7

Tabel II. Formula acuan………... 17

Tabel III. Formula 2(F2) hasil modifikasi dalam 100 g………... 17

Tabel IV. Formula modifikasi dari F2……….. 18

Tabel V. p-value masing-masing formula pada Paired t-test

Penyusutan bobot minggu 3-4……….. 27

Tabel VI. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA

kekerasan sabun batang transparan minggu ke-4…... 28

Tabel VII. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA

kemampuan sabun mempertahankan busa

pada minggu ke-4……….. 31

Tabel VIII. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA

kemampuan sabun membentuk busa pada

minggu ke-4……….. 32

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses saponifikasi sabun……….. 6

Gambar 2. Stuktur misel pada sabun………... 8

Gambar 3. Pengangkatan kotoran oleh molekul surfaktan…….. 8

Gambar 4. Partisi fragrance oil dalam sistem surfaktan………. 11

Gambar 5. Diagram batang tingkat persetujuan konsumen

tentang sifat fisik produk sabun yang dihasilkan…... 37

Gambar 6. Diagram batang tingkat kesukaan konsumen

terhadap produk sabun……… 37

(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penyusutan bobot………... 47

Lampiran 2. Kekerasan sabun……… 51

Lampiran 3. Kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa………... 54

Lampiran 4. Hasil transparansi sabun……… 61

Lampiran 5. Subjective Assessment……… 62

(18)

xv INTISARI

Penelitian berjudul pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil terhadap sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe telah dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah penggunaan minyak jahe dalam konsentrasi yang berbeda pada pembuatan sabun transparan dapat mempengaruhi sifat fisik sabun yang dihasilkan dan mengetahui apakah sabun transparan dengan minyak jahe sebagai fragrance oil yang dibuat memiliki sifat fisik yang sesuai dengan sabun transparan di pasaran serta dapat diterima oleh masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian acak. Formula yang digunakan pada penelitian ini adalah F1, F2, F3, dan F4 dengan jumlah minyak jahe sebesar 1 g, 2 g, 4 g, dan 8 g. Sifat fisik yang diuji adalah kekerasan, kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa, dan derajat keasaman (pH). Ke empat sabun transparan yang dihasilkan kemudian dibandingkan satu sama lain dan dibandingkan dengan sabun transparan di pasaran. Penerimaan konsumen atau masyarakat diketahui dengan melakukan uji subjective assessment. Data hasil uji penyusutan bobot dianalisis menggunakan uji T test berpasangan dan data hasil uji sifat fisik dianalisis menggunakan uji statistik

One Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan software R

i386 3.0.2.

Hasil yang diperoleh adalah penggunaan minyak jahe sebagai fragrance

oil dengan jumlah yang berbeda berpengaruh terhadap kekerasan sabun tetapi tidak berpengaruh terhadap kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa, dapat menghasilkan sabun batang yang transparan dengan pH sesuai dengan rentang penerimaan pH, yaitu 9-11.Semua formula sabun memenuhi rentang penerimaan sifat fisik kecuali F1 dan F2 masih belum memenuhi rentang penerimaan kemampuan membentuk busa.Sifat fisik sabun batang transparan yang dibuat dapat diterima oleh masyarakat meskipun aromanya masih terlalu kuat.

Kata kunci : sabun transparan, minyak jahe, fragrance oil, sifat fisik

(19)

xvi ABSTRACT

The research titled the influence of ginger oil as a fragrance oil on the physical properties of transparent soap was done in order to know whether the physical properties of the resulting soap could be affected by ginger oil in different concentrations in the manufacture of ginger oil transparent soap bar and to determine whether ginger oil transparent soap barhad physical properties which corresponded to the transparent soap on the market and could be well accepted.

This research was experimental and the design was randomized trial. The formulas used was F1, F2, F3, and, F4 with 1 g, 2 g, 4 g, and 8 g ginger oil. The physical properties observed were hardness, foaming properties, and acidity (pH). The resulting soap then were compared to the brand name transparent soaps, which had already in the market, in terms of their physical characteristics. Consumer acceptance was observed by the subjective assessment test. Statistical analysis used for the results was One Way Anova test and paired t-test two tailed with 95% confidence level using R i386 3.0.2 software.

The result showed that ginger oil as a fragrance oil soap affected the hardness of the soap but did not affect the soap’s ability to form and sustain foam, the resulting soaps were transparent with appropriate pH. The physical properties of transparent soap made were acceptable even though but the scent was strong. All formulas in this research produced qualified transparent soaps except F1 and F2 didn’t suitable with the acceptance criteria of soap’s ability to  form foam.

(20)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kebersihan merupakan kebutuhan paling mendasar dan penting bagi

umat manusia. Pembersih utama yang umum digunakan adalah sabun.

Berdasarkan bentuknya sabun dibedakan menjadi 2, yaitu sabun batang dan sabun

cair. Sabun batang sendiri terdiri dari 3 jenis, yaitu opaque, translucent, dan

transparent. Transparent soap memiliki nilai estetika yang paling tinggi di antara

jenis sabun yang lainnya. Tampilannya yang transparan dan berkilau serta

menghasilkan busa lembut menghasilkan kesan menarik, mewah, dan berkelas

sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya di pasaran dan menjadi salah satu

komoditi kosmetik yang berpotensi untuk menarik konsumen, khususnya wanita

(Hambali, Suryani, Rivai, 2006).

Salah satu inovasi yang telah dikembangkan saat ini adalah sabun herbal.

Sabun herbal menggunakan bahan dari alam baik sebagai bahan aktif atau juga

sebagai pewangi. Pewangi tidak hanya digunakan sebagai parfum tetapi juga

ditambahkan dalam pembuatan kosmetik, seperti lotion, masker, shampoo, dan

sabun. Biasanya bahan yang digunakan sebagai pewangi memiliki aroma khas dan

juga berfungsi sebagai aromaterapi. Mawar, melati, sirih, dan serai merupakan

contoh dari bahan alam yang sudah banyak digunakan sebagai pewangi pada

kosmetik (Poucher, 1993).

(21)

Jahe sering dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada makanan dan

minuman. Jahe juga sudah banyak digunakan dalam industri kosmetik, seperti

bahan campuran parfum, tetapi sejauh ini belum digunakan sebagai pewangi

untuk sediaan sabun. Menurut William A. Poucher (1950), penambahan minyak

jahe sebagai pewangi akan memberikan efek unik, khas, dan langka yang tidak

dimiliki oleh bahan pewangi lainnya serta aroma yang dihasilkan sulit untuk ditiru

atau diimitasikan.

Bahan tambahan seperti pewangi merupakan campuran dari beberapa

senyawa dengan karakteristik dan tingkat kepolaran tertentu. Dengan polaritas

tertentu, bahan pewangi dapat berinteraksi dan terpartisi pada bagian tertentu dari

misel. Dengan terpartisinya bahan pewangi dalam misel akan menyebabkan

perubahan karakteristik dan aktivitas dari misel, seperti viskositas dan

kemampuannya dalam menurunkan tegangan permukaan (Herman, 2005).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Retmana (2009), dinyatakan bahwa

penggunaan jenis minyak atsiri yang berbeda sebagai pewangi, yaitu minyak

cengkeh, minyak sereh, dan minyak kayu putih, mempengaruhi tingkat

pembusaan sabun. Diduga penyebabnya adalah perbedaan kepolaran dari

kandungan utamanya. Minyak cengkeh dengan kandungan utama eugenol

memiliki tingkat kepolaran paling tinggi dan minyak kayu putih dengan

kandungan utama sineol memiliki tingkat kepolaran paling kecil. Minyak kayu

putih yang sifatnya paling kurang polar menghasilkan sabun dengan tingkat

(22)

3

Minyak jahe merupakan suatu substansi yang berwujud cair dan

mengandung senyawa seskuiterpen hidrokarbon sebagai kandungan utamanya.

Seskuiterpen hidrokarbon merupakan derivat terpenoid yang bersifat non polar

sehingga minyak jahe yang bersifat non polar diduga dapat terpartisi pada bagian

core dan lipophylic tail area pada misel. Hal tersebut diduga dapat menyebabkan

perubahan pada struktur misel dan mempengaruhi sifat fisik dari sabun yang

dihasilkan meliputi kekerasan dan kemampuan surfaktan dalam menurunkan

tegangan permukaan antara udara dan air dalam pembentukan busa

(Govindarajan, 1982).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan konsentrasi

berbeda pada pembuatan sabun batang transparan mempengaruhi sifat

fisiknya ?

2. Apakah sabun batang transparan dengan minyak jahe sebagai fragrance oil

dapat dibuat sesuai dengan kriteria sabun batang transparan yang telah

beredar di pasaran serta dapat diterima oleh masyarakat ?

C. Keaslian Karya

Sejauh pengetahuan peneliti, pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil

terhadap sifat fisik sabun batang transparan yang dihasilkan belum pernah diteliti

dan dikembangkan sebelumnya namun telah ada penelitian lain yang serupa, di

antaranya adalah sebagai berikut :

(23)

1. Penelitian  berjudul  “Formulasi dan Perbandingan Sifat Fisis Sabun

Transparan berbahan Dasar VCO dengan Minyak Atsiri (Minyak Kayu

Putih, Sereh, dan Cengkeh) Sebagai Fragrance Oil” yang dilakukan oleh

Irene Anindyajati Retmana. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui

pengaruh penggunaan minyak atsiri yang berbeda, yaitu minyak kayu

putih, minyak sereh, dan minyak cengkeh, sebagai fragrance oil terhadap

sifat fisik sabun batang transparan yang dihasilkan.

2. Penelitian  berjudul  “Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol

96% Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Terhadap Formulasi Sabun

Padat Transparan” yang dilakukan oleh Hika Citra Handayani Asril Putri.

Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh peningkatan jumlah

ekstrak etanol biji alpukat terhadap sifat kimia dan fisik dari sabun batang

transparan yang dihasilkan serta dilakukan uji penerimaan konsumen

untuk kriteria kekerasan dan kelembutannya.

3. Penelitian berjudul “Pembuatan dan Karakterisasi Sabun Padat Transparan

dengan Bahan Tambahan Ekstrak Jeruk Nipis (Citrus aurantifoila S.)” 

dilakukan oleh Endel Timur Juni. Pada penelitian ini dicari komposisi dan

karakteristik sabun padat transparan yang baik dengan menggunakan

minyak kelapa dan ekstrak jeruk nipis.

4. Penelitian berjudul “Pengaruh Penambahan Sari Aloe Vera Terhadap Sifat

Fisik dan Masa Simpan Sediaan Sabun Transparan Untuk  Wajah”  yang

dilakukan oleh Ike Anjani Roso Putri. Pada penelitian ini dibuat sabun

(24)

5

berbeda dan diuji sifat fisiknya, yaitu pembusaan, transparansi, aroma, dan

tekstur. Dilakukan pula uji penerimaan konsumen kepada 30 orang terkait

kriteria fisik sabun. Uji mikrobiologi juga dilakukan dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis : Menambah pengetahuan tentang aplikasi formula sabun

batang transparan dan memberikan informasi tentang pengaruh minyak jahe

terhadap sifat fisik sabun batang transparan.

2. Manfaat praktis : Dapat menghasilkan formula sabun batang transparan

yang memiliki sifat fisik yang sesuai dan dapat bersaing dengan sabun batang

transparan yang sudah beredar di pasaran serta menambah inovasi dalam

pengembangan dari bentuk sabun yang telah ada di pasaran.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak jahe sebagai fragrance oil

dalam jumlah berbeda pada pembuatan sabun batang transparan terhadap sifat

fisik sabun yang dihasilkan.

2. Untuk membuat sabun batang transparan dengan minyak jahe sebagai

fragrance oil yang sesuai dengan kriteria dan sebanding dengan sabun batang

transparan yang telah beredar di pasaran sehingga dapat diterima oleh

masyarakat.

(25)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sabun

Sabun merupakan bahan pembersih yang terdiri dari dua komponen utama

yang direaksikan, yaitu asam lemak dan basa (kalium atau sodium). Pembuatan

sabun bisa dengan dua cara, yaitu saponifikasi dengan produk sabun dan gliserol

serta netralisasi menghasilkan sabun dan air tanpa produk samping gliserol.

Penggunaan basa yang berbeda akan menghasilkan jenis sabun yang berbeda pula.

Basa natrium/sodium (NaOH) akan menghasilkan sabun keras (hard soap) dan

basa kalium (KOH) akan menghasilkan sabun lunak (soft soap) (BSN, 1994, Kirk,

Othmer, Scott, Standen, 1954, Ophardt, 2003).

Gambar 1. Proses saponifikasi sabun (Warra, 2013)

Fase lemak dan minyak yang digunakan menentukan karakteristik sabun

yang dihasilkan. Penggunaan fase lemak dan minyak yang berbeda menghasilkan

sabun dengan karakter yang berbeda. Asam lemak dengan rantai C16-C18 baik

untuk kekerasan dan daya detergensi. Sabun yang dihasilkan akan lebih kompak

(26)

7

Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun yang dihasilkan (Cavitch, 2001)

Asam Lemak Karakteristik Sabun

Asam Laurat (C12H34O2) Keras, detergensi tinggi, kelarutan dalam air tinggi, dan busa lembut

Asam Linoleat (C18H32O2) Bersifat lembab terhadap kulit

Asam Miristat (C14H28O2) Detergensi tinggi, keras, dan busa lembut

Asam Oleat (C18H34O2) Bersifat lembab terhadap kulit

Asam Palmitat (C16H32O2) Keras dan busa stabil

Asam Risinoleat (C18H34O2) Lembab terhadap kulit, busa stabil, dan lembut

Asam Stearat (C18H36O2) Keras dan busa stabil

Surfaktan atau surface active agent merupakan bentuk dasar dari sabun.

Surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan

menurunkan tegangan permukaan antara air dan udara, air dan kotoran, serta

kotoran dan permukaan kulit sehingga dapat mengikat dan menghilangkan

kotoran dalam bentuk suspensi kemudian kotoran akan terbawa air saat dibilas.

Struktur surfaktan terdiri dari bagian kepala atau ion karboksilat (-COONa) yang

bersifat polar dan ekor atau alkil berupa rantai hidrokarbon (-R) yang bersifat non

polar. Dalam pembersihan kotoran, molekul surfaktan yang memiliki bagian non

polar akan mengganggu interaksi antara permukaan kulit dan kotoran. Sesuai

dengan konsep like dissolve like maka kotoran yang bersifat cenderung non polar

akan tertarik untuk berinteraksi dengan bagian non polar dari surfaktan, yaitu

rantai hidrokarbonnya. Dengan demikian ikatan antara kotoran dengan permukaan

kulit merenggang dan molekul surfaktan berikatan dengan kotoran sehingga

kotoran dapat terangkat. Pada keadaan belum jenuh molekul surfaktan berbentuk

monomer. Pada keadaan jenuh molekul surfaktan akan membentuk satu lapisan

pada permukaan air. Pada keadaan lewat jenuh, molekul surfaktan bergabung

membentuk agregat yang disebut dengan misel dengan bagian ekor yang

(27)

non polar berkumpul dengan sesamanya begitu juga dengan bagian kepala. Oleh

karena itu, misel cenderung berbentuk melingkar. Kondisi tersebut disebut dengan

Critical Micelle Concentration(CMC). Dengan bantuan air pada proses mencuci,

bagian nonpolar pada surfaktan berikatan dengan kotoran dan bagian polar

berikatan dengan air. Dengan demikian kotoran dapat terangkat dan dibuang

dengan pembilasan (Hill dan Moaddel, 2004, Kamikaze, 2002, Winarno, 1992).

Gambar 2. Stuktur misel pada sabun

Gambar 3. Pengangkatan kotoran oleh molekul

surfaktan (Goddard, 2007)

pH sabun yang cenderung basa juga dapat membantu mengoptimalkan

proses pembersihan, yaitu dengan memutus jembatan garam pada permukaan

kulit. Jembatan garam pada permukaan kulit berfungsi sebagai salah satu bentuk

(28)

9

yang terdapat di permukaan kulit. Pada pH isoelektrik, yaitu pH 4-6,

molekul-molekul asam amino akan terionisasi menjadi +H2N-RCOO-. Masing-masing

molekul asam amino tersebut berikatan satu sama lain. Inilah yang disebut dengan

jembatan garam. Dengan adanya sabun dengan pH cenderung basa akan

menjadikan lingkungan di permukaan kulit menjadi cenderung bermuatan negatif

sehingga merenggangkan ikatan ion antar molekul-molekul asam amino. Saat

jembatan garam renggang, molekul sabun (RCOOH) akan masuk menembus

jembatan garam dan mengikat kotoran (Ali dan Yosipovitch, 2013).

B. Sabun Batang Transparan

Sabun batang transparan merupakan jenis sabun batang yang banyak

digunakan sebagai sabun wajah dan tubuh. Tingkat transparansinya adalah yang

paling tinggi sehingga penampakannya paling berkilau dibandingkan dengan jenis

sabun batang yang lain, yaitu sabun opaque dan sabun translucent. Sabun batang

transparan mampu memancarkan dan meneruskan cahaya yang melaluinya

sehingga sifatnya menjadi tembus pandang dan objek yang berada di depannya

dapat terlihat dengan jelas (Hambali, Suryani, Rivai, 2005, Paul, 2007).

Sabun batang transparan dibuat melalui reaksi saponifikasi antara

trigliserida dengan basa. Sabun ini awalnya dibuat dari sabun opaque hanya saja

ditambahkan dengan bahan tambahan lain, yaitu alkohol, gula, dan gliserin untuk

mencegah terbentuknya kristal-kristal serabut yang umumnya terbentuk pada

sabun opaque. Dengan demikian akan dihasilkan sabun yang transparan, jernih,

dan berkilau. Penambahan minyak jarak juga dapat meningkatkan

(29)

transparansinya. Untuk menghasilkan sabun yang transparan, larutan sabun yang

masih panas harus benar benar jernih dan tidak menampakkan partikel solid atau

endapan yang terlihat (Cavitch, 1997, Hill dan Moaddel, 2004).

Untuk memperoleh kondisi sabun batang transparan yang stabil dalam

hal kekerasan dan kemampuan membentuk busanya, maka harus dilakukan masa

pendiaman selama 3-4 minggu. Hal ini disebabkan pada masa pendiaman akan

terjadi penguapan alkohol atau air dari sediaan sabun yang dibuat (Dumas dan

Helmond, 1995, Hambali, Suryani, Rivai, 2006).

C. Pewangi

Pewangi merupakan salah satu bahan tambahan dalam pembuatan sabun.

Peran pewangi sangatlah penting bagi nilai estetika sabun. Pewangi dapat

mempengaruhi kualitas sabun di pasaran. Keharuman yang baik membuat suatu

produk sabun akan mudah diterima oleh konsumen. Pewangi menjadi salah satu

faktor penentu suatu produk dibeli dan digunakan. Pewangi diduga dapat

mempengaruhi sifat fisik dari sabun yang dihasilkan karena wujudnya yang

berupa cairan serta kepolarannya. Dengan demikian senyawa pewangi akan

terpartisi dan terdistribusi pada bagian-bagian tertentu dari misel, seperti core,

lipophylic tail area, water-micelle interface, ataupun external phase, tergantung

kepolaran dari komponen-komponen senyawa pewangi dan menyebabkan

perubahan pada misel. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perubahan sifat

(30)
[image:30.595.99.515.109.585.2]

11

Gambar 4. Partisi fragrance oil dalam sistem surfaktan (Herman, 2005)

D. Minyak Jahe

Pada tanaman jahe (Zingiber officinale) yang berkontribusi terhadap rasa

dan aroma adalah minyak atsiri. Komponen utama minyak atsiri jahe adalah

senyawa golongan terpenoid, yaitu seskuiterpen, monoterpen, dan monoterpen

teroksidasi. Zingiberene (seskuiterpen hidrokarbon) dan zingiberol (seskuiterpen

alkohol) memberikan kontribusi paling besar pada rasa pedas dan aroma yang

kuat pada jahe. Senyawa lain yang ikut memberikan kontribusi terhadap rasa jahe

adalah gingiberen, felandren, kamfen, asetil heptenon, n-desil aldehid, n-nonil

aldehid, borneol, linalool, sitral, dan gingeroen (Heath dan Pharm, 1978, Koswara,

1995, Kaufman et al., 2000, Kardinan, 2005).

Minyak atsiri jahe mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap

sehingga sering disebut volatile oil. Secara organoleptis, minyak atsiri jahe

beraroma harum khas jahe, berwarna kehijauan hingga kuning, dan bentuknya

berupa cairan kental. Untuk mendapatkan minyak atsiri jahe, dilakukan dengan

penyulingan dan hidrodestilasi (Guzman dan Siemonsma, 1999).

(31)

E. Landasan Teori

Sabun merupakan zat pembersih yang terdiri dari 2 komponen utama,

yaitu lemak/asam lemak dan sodium atau kalium. Sabun dapat dibuat dengan 2

proses, yaitu saponifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida dan alkali

serta netralisasi yang merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali.

Sabun bekerja mengangkat kotoran dengan menurunkan tegangan permukaan.

Bagian kepala sabun yang bersifat polar dapat mengikat air yang bersifat polar

dan bagian ekornya yang bersifat non polar dapat mengikat kotoran dan lemak

yang bersifat non polar. Kotoran yang telah terikat bagian non polar dari molekul

sabun akan tersuspensi dan terbawa saat dibilas dengan air.

Salah satu jenis sabun adalah sabun batang transparan atau transparent

bar soap. Transparent bar soap ini memiliki penampakan yang lebih menarik

karena jernih, berkilau, dan tembus pandang. Dalam pembuatan sabun, pewangi

sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai estetika. Dengan nilai estetika yang

baik maka akan meningkatkan nilai jual suatu produk dan menarik konsumen

untuk menggunakannya. Sekarang ini banyak dikembangkan bahan alam sebagai

pewangi. Produk alami lebih dipilih untuk dijadikan pewangi dalam produk sabun

karena aromanya lebih khas, unik, dan natural. Rasa dan aroma jahe yang khas,

tajam, dan kuat disebabkan oleh senyawa terpenoid yang terdapat di dalam

minyak atsiri jahe.

Minyak jahe yang memiliki aroma khas, unik, dan kuat dapat menjadi

pilihan menarik untuk digunakan sebagai fragrance oil pada pembuatan sabun

(32)

13

Minyak jahe sebagai fragrance oil dalam pembuatan sabun mengandung

lebih dari satu senyawa dengan kepolaran yang berbeda sehingga diduga dapat

berpengaruh terhadap struktur misel dan mempengaruhi sifat fisik sabun yang

dihasilkan (Herman, 2005).

F. Hipotesis

Penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan jumlah yang

berbeda dalam formulasi sabun batang transparan menyebabkan adanya

perbedaan sifat fisik sabun yang dihasilkan.

(33)

14 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Pengaruh Minyak Jahe sebagai Fragrance Oil

Terhadap Sifat Fisik Sabun Batang Transparan ini merupakan jenis penelitian

eksperimental dengan rancangan penelitian acak.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah minyak jahe.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik sabun batang

transparan yang meliputi kekerasan, pembentukan busa, derajat

keasaman (pH), transparansi sabun.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu

waterbath, kecepatan putar mixer, lama pendiaman, lama pengadukan,

komposisi sabunselain minyak jahe.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah

perubahan suhu ruangan dan perubahan kelembaban.

2. Definisi Operasional

a. Sabun adalah sabun batang transparan dengan variasi konsentrasi

minyak jahe sebagai fragrance oil sesuai dengan formula yang dibuat

(34)

15

b. Kekerasan sabun menunjukkan ketahanan sabun terhadap tekanan

mekanik yang diberikan secara vertikal oleh hardness tester.

c. Pembentukan busa adalah ketinggian busa yang terbentuk (mm)

setelah dilakukan pengocokan dengan homogenizer selama 1 menit

dan dihitung penurunan busanya (%) setelah didiamkan selama 20

menit.

d. Busa adalah gelembung-gelembung berisi gas yang terbentuk bila

sabun dibasahi oleh air dan dilakukan penggosokan atau pengocokan.

Busa ini berwarna putih.

e. Transparansi sabun adalah sifat fisik sabun yang tembus pandang

sehingga tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan

0,25 inci (0,635 cm) dapat terlihat.

f. Sifat fisik sabun adalah parameter untuk evaluasi sabun batang

transparan yang meliputi kekerasan, pembentukan busa, derajat

keasaman (pH), transparansi sabun.

g. Minyak jahe adalah cairan agak kental berwarna kuning kecoklatan

dan beraroma khas aromatik jahe.

h. Sabun merek dagang adalah sabun batang transparan yang ada di

pasaran, yaitu sabun “LB” dan “MF”.

i. Sabun  “LB”  adalah  sabun  batang transparan merek dagang yang

merupakan produk perusahaan sabun ternama yang telah dikenal luas

oleh masyarakat.

(35)

j. Sabun  “MF”  adalah  sabun  batang  transparan  merek  dagang  yang 

merupakan produk sabun herbal yang menggunakan bahan alam.

C. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat

(farmasetik, “Bratachem”), NaOH 30%, minyak jarak (farmasetik, “Bratachem”), 

etanol 96% (teknis,  “Bratachem”), gliserin (farmasetik, “Bratachem”), asam sitrat 

(farmasetik,  “Bratachem”),  sukrosa  (farmasetik,  “Bratachem”),  betaine 

(farmasetik,  “Bratachem”),  BHT  (farmasetik,  ”Bratachem”),  aquadest,  dan 

minyak jahe (farmasetik, “PT Phytochemindo Reksa”).

D. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (Cosmos dengan

modifikasi laboratorium Farmasi USD), waterbath (Tamson Zoetermeer-Holland,

1985, 0023), termometer, cetakan sabun, lemari es, timbangan elektrik, indikator

pH universal (Hanna), alat-alat gelas (Pyrex), hardness tester (Kiya seishuko),

glassware (Pyrex), homogenizer, millimeter block.

E. Tata Cara Penelitian

1. Formulasi sabun batang transparan

Dalam formulasi sabun batang transparan minyak jahe digunakan suatu

(36)

17

sebagai formula acuan adalah formula sabun batang transparan menurut Hambali

[image:36.595.100.514.173.660.2]

et al. (2006) yang terdiri dari komposisi bahan sebagai berikut :

Tabel II. Formula acuan

Bahan Komposisi (g)

Asam stearat 7

NaOH 30% 18

Minyak jarak 10

Etanol 96% 15

Gliserin 13

Asam sitrat 3

Gula 7,5

Betaine 5

Aquadest 4,5

Dari formula acuan pada tabel I dilakukan modifikasi formula untuk 100 g pada

penelitian ini yang ditetapkan sebagai formula (F2). Komposisi bahannya adalah

sebagai berikut :

Tabel III. Formula 2 (F2) hasil modifikasi dalam 100 g

Bahan Komposisi (g)

Asam stearat 8,4

NaOH 30% 21,6

Minyak jarak 12

Etanol 96% 17,1

Gliserin 14,5

Asam sitrat 3,6

Sukrosa 9,1

Betaine 6

BHT 0,3

Minyak jahe 2

Aquadest 5,4

F1, F3, dan F4 merupakan hasil modifikasi F2 yang ditentukan dengan

cara meratiokan jumlah masing-masing komposisi selain minyak jahe terhadap F2

dengan perbandingan ratio jumlah F1:F2:F3:F4 adalah 99:98:96:92 sehingga

(37)
[image:37.595.98.510.130.617.2]

Table IV. Formula modifikasi dari F2

Bahan Komposisi (g)

F1 F2 F3 F4

Asam Stearat 8,5 8,4 8,3 7,9

NaOH 30% 21,8 21,6 21,1 20,2

Minyak jarak 12,2 12 11,8 11,3

Etanol 96% 17,3 17,1 16,8 16,1

Gliserin 14,7 14,5 14,2 13,6

Asam sitrat 3,7 3,6 3,6 3,4

Sukrosa 9,2 9,1 8,9 8,6

Betaine 6 6 5,9 5,6

BHT 0,3 0,3 0,3 0,3

Minyak jahe 1 2 4 8

Aquadest 5,3 5,4 5,1 5

2. Pembuatan sabun

Asam stearat dicairkan terlebih dahulu pada suhu 70-80 oC. Selanjutnya

minyak jarak dicampurkan pada cairan asam stearat dan diaduk sampai homogen,

kemudian ditambahkan BHT pada campuran tersebut. Pada suhu yang sama

NaOH 30% ditambahkan untuk melakukan reaksi penyabunan. Ditambahkan satu

per satu etanol, asam sitrat, betaine, gliserin, dan sukrosa yang telah dilarutkan

dalam aquadest pada suhu yang sama. Setelah semua tercampur dan membentuk

larutan sabun yang jernih, campuran didiamkan hingga suhu ±40 oC dan

dihomogenkan dengan bantuan mixer dengan kecepatan skala 1 selama 1 menit.

Minyak jahe ditambahkan pada pertengahan proses homogenisasi. Kemudian

dituang kedalam cetakan dan disimpan dalam freezer dengan suhu ±-20oC selama

2 jam. Masing-masing formula direplikasi sebanyak 3 kali. Tahap selanjutnya

dilakukan masa pendiaman atau aging selama 3-4 minggu sampai sabun memiliki

(38)

19

stabil dan menunjukkan kondisi sifat fisik sebenarnya dari sabun tersebut

sehingga siap untuk dilakukan uji sifat fisik.

3. Pengukuran penyusutan bobot

Pengukuran penyusutan bobot bertujuan untuk mengukur tingkat

kekonstanan bobot dari sabun batang transparan agar nantinya dapat digunakan

untuk pengujian sifat fisik. Pengukurannya dilakukan dengan membandingkan

bobot sabun batang transparan minggu 1 dengan minggu 2, minggu 2 dengan

minggu 3, dan minggu 3 dengan minggu 4.

Sabun hasil pencetakan yang telah didiamkan pada suhu ruang selama 1

minggu dipotong untuk pengujian sifat fisik kemudian ditimbang untuk data bobot

sabun minggu 1. Pada minggu berikutnya sabun ditimbang terlebih dahulu

sebelum dipotong untuk uji sifat fisik sebesar 7 x 1 cm. Bobot sabun yang tercatat

digunakan sebagai data bobot sabun minggu 2 yang akan dibandingkan dengan

bobot sabun minggu 1. Kemudian sabun dipotong untuk pengujian sifat fisik dan

sisanya ditimbang untuk data bobot sabun minggu 2 yang akan dibandingkan

dengan bobot sabun minggu 3. Minggu berikutnya sabun yang belum dipotong

ditimbang terlebih dahulu untuk data bobot sabun minggu 3. Demikian

selanjutnya hingga didapat data bobot sabun minggu 4.

4. Uji sifat fisik sabun

a. Uji kekerasan sabun

(39)

Pengamatan kekerasan dilakukan pada minggu ke-4 setelah

pembuatan sabun. Sabun dipotong dengan ukuran 1x1x1 cm dan

diletakkan pada hardness tester. Hardness tester ditekan secara

vertikal sampai menembus bagian bawah sabun, skala kekerasan yang

tertera dicatat. Pengukuran dilakukan pada tiap formula,

masing-masing 3 kali replikasi. Semua hasil dicatat dan ditentukan rata-rata

kekerasan sabun dari tiap formula. Hasil pengukuran dibandingkan

dengan  sabun  “MF”. Sabun dikatakan memenuhi kriteria kekerasan

bila tingkat kekerasannya memenuhi kriteria kekerasan sabun “MF” 

sebagai batas bawahnya, yaitu lebih keras sama dengan 2 Kg.

b. Uji kemampuan membentuk dan mempertahankan busa

Pengamatan kemampuan membentuk busa dilakukan pada

minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 3 g

dan dilarutkan dalam 30 mL aquadest. Campuran dipanaskan untuk

membantu kelarutan. Sebanyak 25 mL larutan campuran dimasukkan

ke dalam gelas beker dan dilakukan pengocokan dengan bantuan

homogenizer dengan kecepatan skala 4 selama 1 menit. Pengukuran

dilakukan menggunakan millimeter block pada tiap replikasi, semua

hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian busa yang

terbentuk untuk mengetahui kemampuan membentuk busa. Dilakukan

pendiaman selama 20 menit dan dicatat penurunan busanya untuk

(40)

21

pengukuran kemampuan membentuk busa dibandingkan dengan sabun

“MF”, yang memiliki ketinggian busa yang terbentuk sebesar 44 mm,

sedangkan hasil pengukuran kemampuan mempertahankan busa

dibandingkan dengan penurunan busa sabun “LB”, yaitu 29%. Sabun

batang transparan yang dihasilkan memenuhi kriteria dalam

pembusaan apabila ketinggian busa lebih tinggi sama dengan 44 mm

dan penurunan busa lebih kecil dari 29%. Kriteria kemampuan

membentuk busa ditentukan dari ketinggian busa sabun “MF” sebagai

batas terendah, yaitu 44 mm. Kriteria kemampuan mempertahankan

busa ditentukan  dari  penurunan  busa  sabun  “LB” sebagai batas

tertinggi, yaitu 29%.

c. Uji derajat keasaman

Pengamatan derajat keasaman dilakukan pada minggu ke-4

setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 1 g dan

dilarutkan dalam 10 mL aquadest. Campuran dipanaskan untuk

membantu kelarutan. Kemudian indikator pH universal dicelupkan ke

dalam larutan. Indikator pH universal tersebut kemudian diamati dan

dibandingkan dengan skala yang tertera untuk menentukan derajat

keasaman (pH) sabun. Pengukuran dilakukan pada tiap formula,

masing-masing 3 kali replikasi. Semua hasil dicatat dan ditentukan

rata-rata derajat keasamannya (pH) dari tiap formula. pH sabun batang

transparan kemudian dibandingkan dengan pH sabun “LB” dan “MF”, 

(41)

yang memiliki pH sebesar 9-10. Rentang pH standar ditentukan dari

pH sabun “MF” sebagai batas pH terendah dan pH sabun “LB” sebagai 

batas pH tertinggi. pH sabun batang transparan yang dihasilkan

memenuhi kriteria pH apabila sesuai dengan rentang pH yang telah

ditentukan dari pH sabun  “LB”  dan  “MF”  serta  ketentuan  pH  sabun 

dalam Annual Book of ASTM Standards Vol. 15 tahun 2002, yaitu

9-11.

d. Transparansi sabun

Transparansi sabun dapat diuji dengan membaca tulisan

dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inci(0,635

cm). Kemudian dilakukan pengukuran pada tiap formula,

masing-masing 3 kali replikasi. Sabun memenuhi kriteria transparansi apabila

tulisan berukuran font 14 dapat terlihat melalui sabun dengan ketebalan

0,25 inci (0,635 cm).

F. Subjective Assessment

Subjective assessment dilakukan dengan membagikan sampel sabun

batang transparan minyak jahe serta kuisioner yang berisi pertanyaan tertutup dan

pertanyaan terbuka kepada 30 orang mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas

(42)

23

G. Analisis Hasil

Hasil yang didapat dari pengujian sifat fisik sabun batang transparan

dengan menggunakan minyak jahe sebagai fragrance oil dalam konsentrasi yang

berbeda serta 2 merek sabun yang telah beredar di pasaran dibandingkan. Data

yang diperoleh dianalisis menggunakan metode One Way ANOVA (Analysis of

Variance) untuk data yang berdistribusi normal dengan software R i386 3.0.2.

Untuk data yang tidak berdistribusi normal, analisis hasilnya dengan

menggunakan metode Kruskal-Walis dengan taraf kepercayaan 95% untuk

penarikan kesimpulannya. Jika hasil uji statistik menunjukan nilai signifikansi

kurang dari 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, untuk

mengetahui perbedaan sifat fisik antar formula sabun batang transparan serta

perbandingannya dengan sabun merek dagang maka dilakukan uji statistik

menggunakan Tukey HSD.

Penyusutan bobot minggu ke-1, 2, 3, dan 4 dianalisis dengan dilakukan

uji statistik dengan software R i386 3.0.2 dengan menggunakan metode T

berpasangan (Paired t-test) two tailed untuk data berdistribusi normal atau uji

statistik dengan metode Wilcoxon berpasangan untuk data tidak berdistribusi

normal. Penarikan kesimpulannya menggunakan taraf kepercayaan 95%. Jika nilai

signifikansi kurang dari 0,05 maka dikatakan ada perbedaan.

Tingkat penerimaan konsumen terhadap sabun yang dihasilkan dilihat

dari hasil subjective assessment. Data diolah menggunakan metode statistik

deskriptif. Data dirangkum ke dalam bentuk persentase dari total responden dan

disajikan dalam bentuk diagram batang.

(43)

24 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi

Formula sabun batang transparan pada penelitian ini mengacu dari

formula sabun batang transparan menurut Hambali et al. (2006). Formula acuan

tersebut dimodifikasi menjadi formula 2(F2) dan kemudian ditentukan F1, F3, dan

F4 dari F2 tersebut. Adapun komposisi bahan dalam formula modifikasi yang

digunakan untuk membuat sabun batang transparan pada penelitian ini meliputi

asam stearat, minyak jarak, natrium hidroksida (NaOH), etanol, asam sitrat,

betaine, gliserin, gula, butil hidroksi toluen (BHT), aquadest, dan minyak jahe.

Asam stearat dan minyak jarak merupakan fase minyak dan asam lemak

dan NaOH merupakan basa yang berperan membentuk molekul sabun melalui

proses saponifikasi. Campuran asam stearat, minyak jarak, dan NaOH akan

membentuk garam karboksilat yang merupakan surfaktan anionik (Rowe,

Sheskey, Owen, 2006). Asam stearat juga berperan sebagai agen pembentuk

massa sabun yang padat. Digunakan minyak jarak sebagai fase minyak karena

merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam pembuatan sabun dan

mudah didapat serta ekonomis. Minyak jarak, yang juga berfungsi sebagai

emollient, mengandung asam lemak tak jenuh meliputi asam palmitoleat, oleat,

linoleat dan linolenat (Gubitz, G.M., Mittelbach, M., Trabi, M., 1999). Asam

lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada struktur

(44)

25

jarak mudah teroksidasi selama pembuatan dan penyimpanan. Oksidasi

mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna pada sabun. Oleh karena itu

digunakan butil hidroksi toluen (BHT) sebagai antioksidan untuk mengurangi

bahkan mencegah terjadinya oksidasi (Kasture dan Wadodkar, 2008). Pada

penelitian ini digunakan etanol 96% sebagai pelarut. Sabun yang terbentuk akibat

pencampuran fase asam lemak dan basa (NaOH) akan memadat sehingga perlu

dilarutkan agar kembali homogen dan membentuk larutan sabun yang jernih.

Selain itu, etanol 96% juga berfungsi untuk menghasilkan sabun yang transparan.

Penambahan asam sitrat bertujuan untuk menurunkan pH (pH adjuster)

agar sabun yang dihasilkan dari formulasi ini memiliki pH dengan tingkat

kebasaan yang tidak terlalu tinggi dan sesuai dengan rentang pH sabun merek

dagang, yaitu 9-10 dan rentang pH sabun menurut Annual Book of ASTM

Standards Vol. 15 tahun 2002, yaitu 9-11. Selain sebagai penurun pH, asam sitrat

juga berfungsi sebagai agen pengkelat. Sebagai agen pengkelat, asam sitrat

bekerja dengan cara mengikat ion-ion logam pemicu oksidasi. Bila minyak

teroksidasi maka akan berbau tengik dan menurunkan kualitas sabun secara

estetika (Belitz, H.-D.,Grosch, W., Schieberle, P., 2009).

Betaine merupakan surfaktan amfoterik yang digunakan pada formulasi

sabun batang transparan untuk meningkatkan kemamuan pembusaan dari sabun

yang dihasilkan pada penelitian ini. Kombinasi antara surfaktan amfoterik dengan

surfaktan anionik akan menghasilkan sifat pembusa, pembasah, dan pengemulsi

yang baik serta dapat memperbaiki potensi sifat iritatif yang dimiliki surfaktan

anionik (Barel, Paye, Maibach, 2001, Ertel, 2006).

(45)

Gliserin dan sukrosa memiliki fungsi yang sama dalam formulasi ini,

yaitu sebagai penjernih sehingga dapat menghasilkan sabun batang yang

transparan. Selain itu juga keduanya memiliki sifat sebagai humectant yang dapat

melembabkan kulit saat sabun digunakan (Mitsui, 1997).

B. Penentuan Penyusutan Bobot

Untuk memperoleh kondisi sabun yang stabil, maka dilakukan

pendiaman setelah sabun selesai dibuat. Selama masa pendiaman atau aging,

etanol akan menguap. Jika semua kadar etanol telah menguap, maka sabun dapat

dikatakan sudah dalam kondisi stabil.

Masa pendiaman atau aging dilakukan dengan mendiamkan sabun batang

transparan selama 3-4 minggu pada suhu kamar (Hambali, Suryani, Rivai, 2006).

Atas dasar itu pada penelitian ini masa pendiaman dilakukan selama 4 minggu

dengan asumsi setelah 4 minggu sabun batang transparan telah berada dalam

kondisi stabil yang ditandai dengan konstannya bobot sabun. Setelah berada pada

kondisi stabil, perbedaan sifat fisik yang terukur berasal dari komposisi minyak

jahe.

Penimbangan bobot dilakukan pada minggu ke-1, 2, 3, dan 4. Data yang

didapat terdistribusi normal dan homogen sehingga untuk analisis hasilnya

digunakan uji paired t-test two tailed untuk melihat ada tidaknya perbedaan bobot

dari minggu terakhir masa pendiaman sesuai dengan lama masa pendiaman

(46)

27

menghitung nilai p-value dengan taraf kepercayaan 95%. Bobot sabun dikatakan

[image:46.595.99.515.152.597.2]

konstan (tidak berbeda) apabila p-value menunjukkan nilai < 0,05.

Tabel V. p-value masing-masing formula pada Paired t-test penyusutan bobot minggu 3-4

Formula sabun Conf.level p-value

F1

95 %

0,03901

F2 0,4226

F3 0,4226

F4 0,2999

Dari tabel V dapat dilihat bahwa penyusutan bobot sabun batang

transparan F1 pada minggu 3 ke minggu 4 memiliki nilai p-value yang lebih kecil

dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa bobot sabun batang transparan F1 pada

minggu ke 3 dan minggu ke 4 berbeda. Hal ini menyatakan bahwa sabun batang

transparan F1 belum mencapai kondisi stabil. Sedangkan penyusutan bobot sabun

batang transparan F2, F3, dan F4 memiliki p-value yang lebih besar dari 0,05

yang berarti bobotnya pada minggu ke 3 dan ke 4 tidak berbeda sehingga dapat

dikatakan bahwa sabun batang transparan F2, F3, dan F4 telah mencapai kondisi

stabil. Hal ini sekaligus membuktikan teori yang telah dijelaskan di atas bahwa

masa pendiaman sabun untuk mencapai kondisi stabil adalah 3-4 minggu.

C. Uji Sifat Fisik Sabun

Sabun yang digunakan sebagai pembanding pada uji ini adalah sabun

merek dagang yang telah beredar di pasaran, yaitu sabun “LB” dan sabun “MF”

sedangkan untuk kriteria sifat fisik ditentukan dari sabun merek dagang yang

menunjukkan standar sifat fisik paling rendah di antara kedua sabun merek

(47)

kekerasan  dan  kemampuan  membentuk  busa  serta  sabun  “LB”  untuk  kriteria 

kemampuan mempertahankan busa. Tujuan digunakan 2 sabun merek dagang

sebagai pembanding adalah untuk mengetahui posisi atau leveling dari sabun

batang transparan hasil formulasi pada penelitian ini terhadap sabun batang

transparan yang telah beredar dipasaran dengan mutu dan standar sifat fisik yang

berbeda. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya literatur yang menyatakan kriteria

tertentu terkait sifat fisik sabun batang transparan. Kriteria sifat fisik pada

penelitian ini ditentukan dari sabun merek dagang yang memiliki standar sifat

fisik yang lebih rendah, yaitu sabun “MF”. 

1. Kekerasan sabun

Pengujian kekerasan sabun dilakukan pada minggu ke-4 setelah

pembuatannya. Data dihitung menggunakan metode statistik One Way ANOVA

[image:47.595.98.512.238.636.2]

karena semua data berdistribusi normal dan homogen (lihat Lampiran 2).

Tabel VI. Hasil uji dan p-value pada One WayANOVA kekerasan sabun batang transparan minggu ke-4

Formula Rata-rata(Kg) ± SD Conf. level p-value

F1 2,30±0,26

95% 1,86.10-6

F2 3,07±0,21

F3 2,47±0,25

F4 1,90±0,26

LB 4,27±0,25

MF 2,37±0,32

Tabel VI menunjukkan rata-rata kekerasan sabun batang transparan

F1, F2, F3, dan F4 memenuhi kriteria kekerasan sabun, yaitu lebih keras sama

dengan 2 Kg. Tingkat kekerasan sabun batang transparan hasil formulasi

(48)

29

diartikan bahwa sabun batang transparan minyak jahe yang dibuat dalam

penelitian ini memiliki kekerasan yang sebanding dengan kekerasan sabun

merek dagang yang telah beredar dipasaran.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value sebesar 1,86.10-6 (< 0,05)

yang berarti kekerasan sabun batang transparan yang dihasilkan pada penelitian

ini relatif berbeda. Perbedaan kekerasan dapat terlihat dari rata-rata

kekerasannya. Sabun F2, F3, dan F4 cenderung mengalami penurunan

kekerasan. Penyebabnya diduga berasal dari jumlah minyak jahe yang

ditambahkan. Wujud minyak jahe yang cair diduga mempengaruhi viskositas

larutan sabun dan kekerasannya saat dipadatkan sehingga semakin banyak

penambahannya akan semakin menurunkan tingkat kekerasan sabun. Akan

tetapi kekerasan sabun F1 belum sesuai dengan pendugaan tersebut.

Kemungkinan penyebabnya adalah kondisi sabun F1 yang belum stabil

sehingga sabun belum mencapai tingkat kekerasan maksimalnya.

2. Kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa

Uji kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa

dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Uji ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan sabun dalam membentuk dan

mempertahankan busa antar formula dengan konsentrasi minyak jahe yang

berbeda dan sesuai atau tidaknya dengan kriteria kemampuan membentuk busa

yang ditentukan dari sabun “MF”, yaitu lebih tinggi sama dengan 44 mm, dan

(49)

yaitu, lebih kecil dari 29%. Sebagai pembanding untuk mengetahui posisi atau

leveling standar sifat fisik sabun batang transparan yang dibuat pada penelitian

ini terhadap sabun batang transparan yang telah beredar di pasaran digunakan

sabun “LB” dan “MF”.

Data yang diambil untuk membandingkan pengaruh minyak jahe

sebagai fragrance oil terhadap kemampuan sabun membentuk dan

mempertahankan busa adalah data pada minggu ke-4 karena pada minggu ke-4

kondisi sabun telah stabil karena telah melalui masa pendiaman atau aging

selama 4 minggu.

Respon yang diukur untuk mengetahui kemampuan sabun membentuk

busa adalah ketinggian busa yang terbentuk setelah dikocok dengan bantuan

homogenizer selama 1 menit. Tingginya busa yang terbentuk menyatakan

bahwa kemampuan sabun dalam membentuk busa baik karena apabila busa

yang terbentuk banyak maka akan memberikan kesan mewah dan sensasi

lembut saat digunakan.

Untuk mengetahui sesuai atau tidaknya sabun batang transparan yang

dibuat dalam penelitian ini dengan kriteria pembentukan busa dan kemampuan

mempertahankan busa, maka ketinggian busa yang terbentuk dan persentase

penurunan busa dari F1, F2, F3, F4 dibandingkan dengan kriteria kemampuan

membentuk busa, yaitu lebih tinggi sama dengan 44 mm, dan kriteria

kemampuan mempertahankan busa, yaitu lebih kecil dari 29%.

Respon yang diukur untuk mengetahui kemampuan sabun

(50)

31

menit. Kecilnya persentase penurunan ketinggian busa menandakan

kemampuan sabun mempertahankan busa yang baik. Hal ini dikarenakan busa

yang terbentuk dapat bertahan dan tidak cepat hilang selama pemakaian.

Data yang telah diperoleh kemudian diukur signifikansi perbedaannya

menggunakan uji statistik One Way ANOVA karena data yang didapat

berdistribusi normal dan homogen(lihat Lampiran 3). Taraf kepercayaan yang

digunakan adalah 95 % dan jika nilai p-value lebih kecil dari 0,05 maka

dikatakan kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa berbeda.

Tabel VII menunjukkan rata-rata ketinggian busa sabun F1 dan F2

tidak memenuhi kriteria kemampuan membentuk busa(ketinggian busa) sabun

batang transparan, yaitu lebih tinggi sama dengan 44 mm, sedangkan sabun F3

dan F4 memiliki rata-rata ketinggian busa yang memenuhi kriteriatersebut.

Tabel VII. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA kemampuan sabun membentuk busa pada minggu ke-4

Formula sabun

Rata-rata ketinggian busa±SD

Confidence

level p-value

F1 38±1

95 % 0,00674

F2 38±3,61

F3 42,33±4,16

F4 43,67±1,53

LB 46,33±3,06

MF 46,67±2,08

Hasil tersebut juga ditegaskan dengan hasil uji statistik yang

menunjukkan nilai p-value lebih kecil dari 0,05, yaitu sebesar 0,00674. Artinya

ada perbedaan kemampuan membentuk busa pada sabun-sabun di atas.

Dilakukan uji statistik Tukey HSD untuk mengetahui sabun mana yang

[image:50.595.103.512.283.624.2]
(51)

signifikan dalam kemampuan membentuk busa adalah antara F1 dan F2 dengan

sabun “MF”. Hanya sabun F3 dan F4 yang memiliki kemampuan membentuk

busa di antara sabun “LB” dan “MF” sehingga dapat dikatakan bahwa sabun 

F3 dan F4 memiliki kemampuan membentuk busa yang sebanding dengan

sabun merek dagang yang telah beredar di pasaran.

Hasil uji statistik Tukey HSD juga menunjukkan bahwa antara sabun

F1-F2, F1-F3, F1-F4, F2-F3, F2-F4, dan F3-F4 memiliki nilai p-value lebih

besar dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan membentuk busa

antar sabun tidak berbeda. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil statistik

tersebut adalah penambahan minyak jahe sebagai fragrance oil dalam jumlah

[image:51.595.98.519.227.580.2]

berbeda tidak mempengaruhi kemampuan sabun membentuk busa.

Tabel VIII. Hasil uji dan p-value pada One WayANOVA kemampuan sabun mempertahankan busa pada minggu ke-4

Formula sabun

Rata-rata penurunan

busa (%) ± SD Conf.level Sign.value p-value

F1 32,47±3,18

95 % 0,05 0,092

F2 31,55±3,33

F3 34,86±5,98

F4 53,02±25,37

LB 27,41±0,76

MF 25,69±1,10

Tabel VIII menunjukkan rata-rata persentase penurunan busa sabun

F1, F2, F3, dan F4 memenuhi kriteria kemampuan busa(penurunan busa(%)),

yaitu lebih besar sama dengan 24%. Tingkat penurunan busa sabun F1, F2, F3,

dan F4 berada  di  antara  tingkat  penurunan  busa  sabun  “MF”  dan  “LB” 

(52)

33

dan F4 sebanding dengan kemampuan mempertahankan busa sabun merek

dagang yang beredar di pasaran.

Dapat dilihat pula adanya perbedaan rata-rata penurunan busa (%)

antara sabun F1, F2, F3, dan F4 akan tetapi secara statistik tidak berbeda

dengan p-value sebesar 0,092 yang lebih besar dari 0,05. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa penggunaan minyak jahe dengan berbeda konsentrasi

tidak berpengaruh terhadap kemampuan sabun mempertahankan busa.

Dari data hasil uji statistik kemampuan sabun membentuk dan

mempertahankan busa dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak jahe

sebagai fragrance oil dalam jumlah berbeda tidak mempengaruhi kemampuan

sabun dalam mempertahankan dan membentuk busa. Sabun batang transparan

yang dibuat dalam penelitian ini, yaitu F1, F2, F3, dan F4, telah sesuai dengan

sabun yang telah beredar di pasaran dalam hal kemampuannya

mempertahankan busa. Kemampuan membentuk busa pada sabun F3 dan F4

telah sesuai dengan kriteria kemampuan membentuk busa dan sebanding

dengan sabun batang transparan yang beredar di pasaran sedangkan sabun F1

dan F2 belum sesuai kriteria dan belum sebanding.

3. Derajat keasaman

Derajat keasaman sabun dinyatakan dengan nilai pH. Pengukuran pH

dilakukan bersamaan dengan pengukuran kemampuan pembentukan busa

sabun. Pengujiannya menggunakan indikator pH universal.

(53)
[image:53.595.100.517.108.625.2]

Tabel IX. Hasil uji derajat keasaman (pH)

Formula sabun pH rata-rata

pH sabun menurut Annual Book of ASTM Standards Vol.

15 tahun 2002

F1 9

9-11

F2 9

F3 9

F4 9

LB 10

MF 9

Hasil yang diperoleh adalah sabun F1, F2, F3, dan F4 memiliki pH 9.

pH ini sesuai dengan pH sabun “LB” dan “MF” yang juga memiliki pH 10 dan 

9. Dengan demikian pH larutan sabun sudah sesuai dengan rentang pH sabun

merek dagang, yaitu sabun “LB” dan “MF”, dan rentang pH pada Annual Book

of ASTM Standards Vol. 15 tahun 2002, yaitu 9-11. Menurut Ertel (2006),

sabun dengan rentang pH 4,0 – 10,5, memang menyebabkan perubahan pH

kulit tetapi tidak menimbulkan iritasi. Antara pH sabun dengan iritasi kulit

tidak memiliki korelasi yang signifikan. pH sabun yang cenderung basa justru

bermanfaat untuk membuka barrier kulit dan memaksimalkan proses

pengangkatan kotoran(Ali dan Yosipovitch, 2013).

4. Transparansi sabun

Pengujian transparansi sabun dilakukan dengan memotong sabun

hingga ketebalan 0,25 inci (0,635 cm) dan diletakkan di atas kertas putih

(54)

35

disimpulkan bahwa sabun F1, F2, F3, dan F4 dapat dikatakan transparan.

Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4.

D. Subjective Assessment

Untuk mengetahui gambaran mengenai penerimaan konsumen akan

produk sabun batang transparan yang telah dibuat maka dilakukan subjective

assessment dengan metode statistik deskriptif. Tahapan dalam statistik deskriptif

adalah pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian informasi/data

(Reksoatmodjo, 2009).

Masing-masing peserta diberikan sampel sabun batang transparan dengan

konsentrasi minyak jahe sebesar 2 g atau F2 pada penelitian ini. Pemilihan ini

dilakukan dari hasil uji organoleptis yang menunjukkan bahwa sabun F2 dengan

konsentrasi minyak jahe sebesar 2 g memiliki aroma yang paling baik di antara ke

empat formula karena tidak terlalu tajam dan juga tidak lemah. Pertimbangan

organoleptis ini digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa yang akan menarik

konsumen pertama kali adalah nilai estetika, yaitu penampakan dan aroma sabun.

Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuisioner dengan

menyertakan pertanyaan tertutup dan terbuka. Dalam kuisioner terdapat 11

pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan terbuka yang validitas bahasanya diujikan

kepada 3 orang responden. Pertanyaan tertutup dibagi menjadi 2 macam jawaban,

yaitu setuju tidaknya konsumen dengan aroma jahe, kemampuan mempertahankan

bentuk, rasa lembut saat digunakan, busa yang dihasilkan, dan penampilan dari

(55)

sabun. Ketiga responden menyatakan bahwa semua pertanyaan dapat dimengerti

sehingga kuisioner dapat dikatakan valid. Kuisioner dibagikan kepada 30 orang

responden wa

Gambar

Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik
Gambar 1. Proses saponifikasi sabun…………………………..
Gambar 1. Proses saponifikasi sabun (Warra, 2013)
Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan berpikir kreatif siswa, aktivitas belajar siswa dan keterampilan guru dalam proses pembelajaran melalui

menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Kualitas Lingkungan di Indonesia: Pembuktian Hipotesis

Persen sakarifikasi optimum dari keseluruhan perlakuan dengan asam sulfat diperoleh pada ampas tebu yang diatoklaf selama 30 menit kemudian diimpregnasi dengan asam sulfat

Penelitian ini berlangsung selama dua kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan dengan aktivitas menyelesaikan masalah dengan

Dengan adanya Media Pembelajaran Interaktif Bahasa Jawa tentang materi Aksara Jawa, siswa-siswi kelas III pada Sekolah Dasar Negeri Sragen Tiga tidak merasa jenuh bahkan

Pembelajaran berbasis komputer adalah program pembelajarn dengan menggunakan software komputer berupa program komputer yang berisi tentang muatan pembelajaran meliputi

Ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian adalah Hukum Administrasi Negara yang dibatasi pada kajian mengenai kewenangan Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) dalam

Keperluan kepada penggunaan komputer dalam pengajaran ini secara meluas apabila Wawasan 2020 dilancarkan di mana kita akan mencapai taraf negara maju pada tahun tersebut