PENGARUH VARIASI KONSENTRASI DIETHANOLAMIDE DAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK
SABUN BATANG TRANSPARAN MINYAK JAHE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Oei Maria Dewiyani Sandjaja
NIM : 108114065
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI DIETHANOLAMIDE DAN COCOAMIDOPROPYL BETAINE TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK
SABUN BATANG TRANSPARAN MINYAK JAHE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Oei Maria Dewiyani Sandjaja
NIM : 108114065
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
And all things, whatsoever ye shall ask in prayer, believing,
ye shall receive (Matthew 21 : 22)
Never give up. And most importantly, be true to yourself. Write from your heart, in your own voice, and about what you believe in (Louise Brown)
Success is having a flair for the thing that you are doing, knowing that is not enough,
that you have got to hard work and a sense of purpose (Margaret Thatcher)
All our dreams can come true if we have the courage to pursue them (Walter E. Disney)
Always remember you are braver than you believe, stronger than you seem and
smarter than you think (A. A. Milne)
I dedicate this work to:
Jesus Christ
My Parents Jeni Angela Merici and Gregorius Oei Bharata Putra Sandjaja
My Grandma Chatarina Lani Soesiawati
My brother Johanes Darma Hendra Sandjaja
and my sister Teresia Rosa
Sandjaja
The person who always be there, sincere and has been loyal to encourage,
support, care, love, accompanied me through the days
full of happiness or when I was sad.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelasikan tugas
akhir yang berjudul “Pengaruh Variasi Konsentrasi Diethanolamide dan
Cocoamidopropyl Betaine terhadap Karakteristik Fisik Sabun Batang Transparan
Minyak Jahe”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Progran Studi Farmasi (S. Farm)
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama masa penelitian dan penyusunan tugas akhir ini, banyak kendala
dan hambatan yang dialami oleh penulis. Namun banyaknya dukungan,doa,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak membuat penulis mampu untuk
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Oleh karena itu dengan segenap
kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Mama Jeni Angela Merici dan Papa Gregorius Bharata Putra Sandjaja
tercinta atas cinta, perhatian, nasihat, semangat, dan dukungan yang telah
diberikan.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku dosen pembimbing
yang telah dengan sabar memberikan nasihat, pengarahan, dan bimbingan
dari awal proses pembuatan tugas akhir ini.
4. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas
kritik dan saran yang telah diberikan, serta kesediaannya dalam
meluangkan waktu untuk meguji.
5. Ibu Melania Perwitasari, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan
saran yang telah diberikan, serta kesediaannya dalam meluangkan waktu
untuk meguji.
7. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk memberikan konsultasi dan masukan dalam
proses penyelesaian tugas akhir ini.
8. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
atas segala ilmu dan bimbingan yang telah diberikan sebagai bekal kepada
penulis selama masa perkuliahan.
9. Bapak Musrifin, Bapak Agung, Bapak Parlan, Bapak Ottok, dan
laboran-laboran lain atas bantuan dan kerjasama yang diberikan selama penelitian
berlangsung.
10.Johanes dan Teresia, kakak dan adik yang selalu memberikan doa, kasih
sayang, dan semangat kepada penulis.
11.Yoanita, Stephanie, dan Niken atas kerjasama, bantuan, dukungan dan
semangat sebagai tim skripsi dan teman seperjuangan dalam penyelesaian
tugas akhir ini.
12.Sahabat-sahabat yang telah memberikan banyak bantuan, waktu,
perhatian, dukungan, nasihat, dan semangat kepada peneliti serta
kebersamaan dan keceriaan yang tidak terlupakan.
13.Teman-teman FST dan FKK angkatan 2010 atas kebersamaan yang sangat
berharga selama masa perkuliahan.
14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa, bantuan, dan dukungan atas peran besarnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini, masih banyak
kekurangan dan kesalahan dikarenakan keterbasan kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, penulis
harapkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.Penulis berharap semoga
tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta berguna bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan pendidikan.
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28
1. Variabel Penelitian ... 28
2. Definisi Operasional ... 29
C. Bahan Penelitian ... 31
D. Alat Penelitian ... 31
E. Tata Cara Penelitian... 31
1. Formula Sabun Transparan ... 31
2. Pembuatan Sabun Batang Transparan Minyak Jahe ... 33
3. Penentuan Penyusutan Bobot ... 34
4. Pengujian Karakteristik Fisik Sabun ... 34
a. Uji Transparansi ... 34
b. Uji Derajat Keasaman (pH) ... 35
c. Uji Kekerasan ... 35
d. Uji Kemampuan Membentuk Busa dan Kemampuan Mempertahankan Busa ... 35
5. Subjective Assessment... 36
F. Analisis Hasil ... 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Formulasi Sabun ... 38
B. Penentuan Penyusutan Bobot ... 42
1. Transparansi Sabun... 45
2. Derajat Keasaman (pH) ... 46
3. Kekerasan ... 48
4. Kemampuan Membentuk Busa ... 52
5. Kemampuan Mempertahankan Busa ... 56
D. Subjective Assessment... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komposisi Asam Lemak Minyak Jarak ... .19
Tabel II. Formula Acuan Sabun Transparan ... 32
Tabel III. Formula Modifikasi Sabun DEA ... 32
Tabel IV. Formula Modifikasi Sabun Betaine ... 33
Tabel V. Hasil p-Value pada Paired T-Test Penyusutan Bobot Sabun Minggu 3 ke Minggu 4 ... 44
Tabel VI. Tingkatan Transparansi Sabun ... 46
Tabel VII. Hasil Uji pH Sabun dan pH Sabun Merek Dagang ... 47
Tabel VIII. Kekerasan Sabun DEA, Sabun Betaine dan abun Merek agang ) ... 48
Tabel IX. Perbandingan Kekerasan Sabun dengan Sabun Merek Dagang .... 51
Tabel X. Hasil Uji ANOVA dan Uji Tukey HSD Kekerasan Sabun ... 52
Tabel XI. Kemampuan Membentuk Busa Sabun DEA, Sabun Betaine dan Sabun Merek Dagang ) ... 53
Tabel XII. Perbandingan Kemampuan Membentuk Busa Sabun dengan Sabun Merek Dagang ... 55
Tabel XIII. Hasil Uji ANOVA dan Uji Tukey HSD Kemampuan Membentuk Busa Sabun ... 55
Tabel XIV. Persentase Penurunan Busa Sabun DEA, Sabun Betaine dan Sabun Merek Dagang ) ... 57
Tabel XVI. Hasil Uji ANOVA dan Uji Tukey HSD Persentase Penurunan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Reaksi Saponifikasi Sabun ... 8
Gambar 2. Reaksi Netralisasi Sabun ... 8
Gambar 3. Struktur Kimia Diethanolamide ... 14
Gambar 4. Struktur Kimia Cocoamidopropyl Betaine ... 16
Gambar 5. Diagram Subjective Assessment dengan Parameter Persetujuan terhadap Produk Sabun ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Sabun Merek Dagang ... 71
Lampiran 2. Certificate of Analysis (CoA) ... 72
Lampiran 3. Hasil Penyusutan Bobot Sabun ... 74
Lampiran 4. Hasil Uji Kekerasan, Kemampuan Membentuk Busa dan Persentase Penurunan Busa ... 76
Lampiran 5. Hasil Uji Kekerasan, Kemampuan Membentuk Busa dan Persentase Penurunan Busa Sabun Merek Dagang ... 79
Lampiran 6. Hasil Uji pH Sabun dan pH Sabun Merek Dagang ... 80
Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas ... 81
Lampiran 8. Hasil Uji Paired t- Test ... 92
Lampiran 9. Hasil Uj Levene Test ... 95
Lampiran 10. Hasil Uji ANOVA ... 99
Lampiran 11. Hasil Uji Tukey HSD ... 103
Lampiran 12. Kuesioner Subjective Assessment ... 106
INTISARI
Penelitian mengenai pengaruh variasi konsentrasi diethanolamide dan
cocoamidopropyl betaine terhadap karakteristik fisik sabun batang transparan minyak jahe telah dilakukan dengan tujuan untuk dapat menghasilkan sabun transparan minyak jahe yang baik dan mengetahui apakah dengan perbedaan konsentrasi surfaktan yang digunakan akan mempengaruhi karakteristik fisik sabun.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian acak. Sabun transparan diformulasikan dengan surfaktan
diethanolamide dan cocoamidopropyl betaine serta diuji karakteristik fisiknya. Karakteristik fisik yang diteliti meliputi transparansi, pH, kekerasan, kemampuan membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa. Pada pengujian
karakteristik fisik sabun juga digunakan sabun merek dagang “X” dan “Y”)
sebagai acuan untuk menentukan kriteria karakteristik fisik sabun yang baik. Selain penilaian karakteristik fisik, dilakukan subjective assessment menggunakan kuesioner untuk memperoleh gambaran penerimaan konsumen terhadap sabun. Hasil pengujian kekerasan, kemampuan membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa dianalisis secara statistik menggunakan One Way ANOVA. Taraf kepercayaan yang digunakan dalam analisis data secara statistik sebesar 95%.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa dalam penelitian dapat dihasilkan sabun yang baik. Penggunaan variasi konsentrasi diethanolamide
berpengaruh pada transparansi, kemampuan membentuk dan mempertahankan busa, sedangkan variasi cocoamidopropyl betaine berpengaruh pada transparansi dan kekerasan. Subjective assessment yang dilakukan menunjukkan bahwa sabun dapat diterima oleh konsumen.
ABSTRACT
Research about the effect of various concentration of diethanolamide and cocoamidopropyl betaine on the physical characteristics of ginger oil transparent bar soaps had been carried out with aims to formulate good transparent soap and to determine whether variation concentration surfactants would result in different physical characteristics of the soap.
The study was a randomized experimental research design. Transparent soaps were formulated and tested on their physical characteristics. The physical characteristics studied including transparency, pH, hardness, lathering and ability to retain the foam. On this study, comparison evaluation between formulated soap and the brand-name transparent soap (“X” and “Y”) was also conducted. In addition the subjective assessment with questionnaire was carried out to observe costumer acceptance of soap. Results of hardness testing, lathering and ability to retain the foam were statistically analyzed with One Way ANOVA. Confidence level used in the statistical analysis of the data by 95%.
The results showed that good soaps could be produced. The variations in the concentration of diethanolamide had effect on transparency, lathering and ability to retain the foam, while variation cocoamidopropyl betaine had effect on transparency and hardness. Subjective assessments showed that the formulated soap can be accepted by costumers.
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang berfungsi untuk
melindungi tubuh dari pengaruh mikroorganisme, paparan sinar matahari, bahan
kimia dan suhu. Manusia pada dasarnya selalu ingin memenuhi kebutuhan untuk
hidup sehat, terutama di jaman serba modern sekarang ini dimana penampilan
sangat diperhatikan (Wasitaatmadja, 1997). Menjaga penampilan dapat dilakukan
dari hal kecil seperti merawat kesehatan kulit dan menjaga kebersihan diri. Salah
satu cara paling mudah untuk menjaga kesehatan kulit adalah dengan mandi
secara teratur menggunakan sabun. Penggunaan sabun dapat berfungsi untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada kulit seperti keringat,
kotoran, debu, sebum, lapisan sel kulit mati, bahkan sisa-sisa kosmetik sehingga
kulit tetap dapat berfungsi dengan baik (Izhar, Sumiati, dan Moeljadi, 2009).
Sabun merupakan produk perawatan kulit yang digunakan untuk
membersihkan kulit dari kotoran (Shrivastava, 1982). Seiring dengan
perkembangan jaman dan selera konsumen yang semakin bervariasi, sekarang ini
dikenal 3 jenis sabun padat yaitu sabun opaque, sabun translucent, dan sabun
transparan (Hambali, Suryani, Dadang, Hariyadi, Hanafie, Reksowardjojo et al.,
2006).
Sabun batang dapat dikategorikan sebagai sabun transparan apabila
tulisan dengan font tipe 14 dapat dibaca, melalui sabun dengan ketebalan 0,25
dan berkilau serta terlihat lebih alami daripada sabun opaque (Cavitch, 1997),
sehingga sabun transparan terkesan lebih mewah dan menawan. Sabun transparan
juga menghasilkan busa yang lebih lembut. Pembuatan sabun transparan dapat
meningkatkan nilai estetika dan ekonomis dari sabun.
Pada jaman sekarang ini, konsumen tidak hanya menginginkan sabun
sebatas sebagai pembersih tubuh, tetapi salah satunya juga harus mempunyai
aroma yang menyenangkan. Penggunaan fragrance akan mempengaruhi
penerimaan konsumen terhadap sabun (Ghaim dan Volz, 2001).
Jahe (Zingiber offcinale) sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur, bahan makanan, minuman, dan
jamu. Seiring dengan perkembangan jaman, jahe digunakan dalam pembuatan
sediaan farmasi dan produk kosmetik (Harmono dan Andoko, 2005). Jahe
memiliki rimpang yang mengandung 1-3% minyak atsiri (Tjitrosoepomo, 1994).
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan pewangi dan penyedap. Minyak atsiri jahe
dapat digunakan sebagai fragrance yang memberikan aroma khas pada produk
kosmetik seperti sabun. Sabun dengan minyak atsiri merupakan salah satu jenis
produk herbal. Maraknya trend back to nature yang banyak dikembangkan dalam
berbagai bidang, salah satunya bidang kosmetika membuat produk-produk olahan
berbasis herbal kian dimininati masyarakat.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa dengan busa yang melimpah,
sabun akan dapat membersihkan kotoran dengan baik (Izhar et al., 2009). Busa
merupakan suatu dispersi koloid dengan fase gas terdispersi dalam fase cairan
pembuasaan sabun dan berfungsi sebagai penghilang kotoran adalah surfaktan.
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik
sekaligus yang membuatnya dapat menyatukan fase air dan fase minyak (Farn,
2006). Penggunaan surfaktan dalam suatu sabun dapat meningkatkan kualitas
busa yang dihasilkan karena salah satu sifatnya yang berupa foaming agent.
Diethanolamide (DEA) dan cocoamidopropyl betaine (betaine) adalah surfaktan
yang banyak dipakai dalam pembuatan ko smetik (Hambali et al., 2006).
Diethanolamide merupakan cairan kental dengan tampilan yang jernih,
berwarna kuning atau kekuningan, kelarutannya larut dalam air, dan mempunyai
titik leleh pada suhu 23-35oC (Anonima, 2014). DEA dapat membuat sabun yang dihasilkan memberikan sensasi lembut saat digunakan, meningkatkan busa dan
dapat mencegah proses penghilangan minyak pada kulit dan pada rambut seacara
berlebihan (Hambali, Suryani dan Rivai, 2005).
Cocoamidopropyl betaine memiliki karakteristik berupa cairan jernih
berwarna agak kekuningan, tidak berbau, memiliki bobot jenis yang lebih besar
daripada air, kelarutannya larut dalam air, dengan nilai pH berkisar antara 5-6
(Anonimb, 2014). Betaine adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, pengemulsi yang baik, dan tidak mengiritasi kulit (Barel, Paye dan Maibach,
B. Permasalahan
1. Apakah dapat dibuat sediaan sabun batang transparan minyak jahe yang
memiliki karakteristik fisik yang baik dengan variasi konsentrasi
diethanolamide dan cocoamidopropyl betaine sebagai surfaktan?
2. Apakah terdapat perbedaan karakteristik fisik dari sabun batang transparan
minyak jahe dengan adanya variasi konsentrasi diethanolamide dan
cocoamidopropyl betaine sebagai surfaktan?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Budianto (2010) mengenai optimasi
formula sabun transparan dengan humectants gliserin dan surfaktan
cocoamidopropyl betaine: aplikasi desain faktorial menunjukkan bahwa
penggunaan gliserin dan betaine akan menimbulkan interaksi yang dominan
dalam menentukan respon kekerasan dan kemampuan membentuk busa sabun
transparan.
Optimasi formula sabun transparan dengan fase minyak virgin coconut
oil dan surfaktan cocoamidopropyl betaine: aplikasi desain faktorial telah
dilakukan dilakukan oleh Setyoningrum (2009).
Penelitian mengenai formulasi dan perbandingan sifat fisik sabun
transparan berbahan dasar VCO dengan minyak atsiri (minyak kayu putih, sereh,
dan cengkeh) sebagai fragrance oil pernah dilakukan oleh Retmana (2009), yang
menunjukkan perbedaan jenis fragrance oil yang digunakan mempengaruhi
Pengaruh penambahan gliserin dan sukrosa terhadap mutu sabun
transparan telah dilakukan oleh Fachmi (2008), dengan hasil bahwa penggunaan
gliserin dan sukrosa pada campuran berbeda akan menghasilkan produk dengan
karakteristik berbeda.
Namun, sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti,
penelitian mengenai Pengaruh Variasi Konsentrasi Diethanolamide dan
Cocoamidopropyl Betaine terhadap Karakteristik Fisik Sabun Batang Transparan
Minyak Jahe belum pernah diteliti dan dikembangkan sebelumnya.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis:
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang
pendidikan terkait aplikasi formula sabun batang transparan dan dapat
diketahui ada tidaknya perbedaan karakteristik fisik sabun yang dihasilkan
dengan variasi konsentrasi surfaktan yang berbeda.
2. Manfaat praktis:
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formula sabun
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum:
Untuk dapat melakukan pengembangan formulasi sediaan sabun
batang transparan minyak jahe dan dihasilkan sediaan yang baik secara fisik
dan estetika.
2. Tujuan Khusus:
a. Untuk dapat menghasilkan sabun batang transparan minyak jahe yang baik
menggunakan variasi konsentrasi surfaktan yang berbeda.
b. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi surfaktan yang berbeda
dari diethanolamide dan cocoamidopropyl betaine terhadap karakteristik
fisik (transparansi, pH, kekerasan, kemampuan membentuk busa dan
kemampuan mempertahankan busa) sabun batang transparan minyak jahe
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Sabun
Sabun merupakan bahan yang digunakan untuk mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C12 – C18 dan sodium
atau potassium sebagai komponen utama. Sabun berfungsi sebagai pembersih
yang dihasilkan melalui reaksi saponifikasi antara basa natrium atau basa kalium
dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun
biasanya ditambah bahan pewangi atau antiseptik yang digunakan untuk
membersihkan tubuh manusia dan sifatnya tidak berbahaya bagi kesehatan (BSNI,
1994; Ophardt, 2003).
Sabun yang baik memiliki daya deterjensi yang tinggi, dan tetap bekerja
secara efektif meskipun dalam temperatur dan tingkat kesadahan air yang berbeda,
serta dapat digunakan pada berbagai jenis bahan. Sabun batang yang ideal
mempunyai kekerasan yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian dan saat
tidak sedang digunakan, memiliki ketahanan yang cukup terhadap penyerapan air,
namun tetap mampu menghasilkan jumlah busa yang sesuai untuk mendukung
daya pembersihannya saat sabun digunakan (Hill dan Moaddel, 2004; Shrivastava,
1982).
Proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melalui
reaksi saponifikasi dan reaksi netralisasi. Reaksi saponifikasi terjadi ketika adanya
asam lemak bebas dari trigliserida yang bereaksi dengan alkali (basa). Dari
produk sampingan. Reaksi netralisasi dalam pembentukan sabun terjadi melalui
proses hidrolisis trigliserida dengan uap bertekanan tinggi untuk menghasilkan
asam lemak dan gliserin, yang disebut juga sebagai proses pemecahan lemak.
Hasil asam lemak yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan cara destilasi dan
proses netralisasi dengan menambahkan basa yang akan bereaksi dengan asam
lemak serta residu gliserin menghasilkan sabun dan air (Barrel et al., 2001; Rieger
dan Rhein, 1997; Spitz, 1996).
Gambar 1. Reaksi Saponifikasi Sabun (Barrel et al., 2001).
Gambar 2. Reaksi Netralisasi Sabun (Barrel et al., 2001)
Sabun mempunyai gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus
hidrofobik yang bersifat non polar sekaligus yang membuat sabun memiliki sifat
sebagai surfaktan (surface active agent). Sifat sabun sebagai surfaktan
ataupun lemak. Keberadaan lemak pada kulit akan menyebabkan debu dapat
menempel, yang tidak cukup hanya dibersihkan menggunakan air. Ketika sabun
diaplikasikan maka gugus hidrofobik dari sabun akan berikatan dengan kotoran,
sedangkan gugus hidrofiliknya akan berikatan dengan air, sehingga kotoran yang
telah terikat dapat ikut terbilas bersama air (Cavitch, 1997; Ghaim dan Volz,
2001).
Sabun memiliki bentuk yang bervariasi, yaitu padat (batang), cair, dan
gel. Sabun mandi yang berbentuk padat, dapat dibedakan menjadi sabun opaque,
sabun translucent dan sabun transparan. Jenis sabun dapat dibedakan dengan
mudah melalui penampakannya. Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa
digunakan sehari-hari, berbentuk kompak dan memiliki penampilan yang tidak
tembus cahaya. Sabun transparan adalah sabun yang dapat paling banyak
meneruskan cahaya, sedangkan sabun translucent adalah sabun yang sifatnya
berada di antara sabun opaque dan sabun transparan (Cavitch 1997; Hambali et.
al., 2005).
B. Sabun Transparan
Sabun batang dapat dikategorikan sebagai sabun transparan apabila
tulisan dengan font tipe 14 dapat dibaca melalui sabun dengan ketebalan 0,25
inchi. Sabun memiliki penampilan transparan karena cahaya dapat diteruskan
ketika melewati sabun dan tidak dihamburkan, sehingga obyek yang berada di
luar sabun akan terlihat jelas. Pada sabun opaque cahaya yang melewati sabun
transparan cahaya yang dihamburkan lebih sedikit karena cahaya menyebar dalam
partikel-partikel kecil dari fase dispers (Hill dan Moaddel, 2004; Jongko, 2014).
Sabun transparan mempunyai tampilan yang lebih menarik dan berkilau
karena transparansinya, serta busa yang dihasilkan juga terasa lebih lembut di
kulit, oleh karena itu sabun transparan mempunyai harga jual yang relatif lebih
tinggi dibandingkan jenis sabun lainnya (Cavitch, 1997; Hambali et al., 2005).
Sabun transparan dapat dibuat dari bahan baku lemak, minyak kelapa,
minyak zaitun, ataupun dengan penggunaan minyak jarak. Seperti pada sabun
mandi biasa, sabun transparan juga mengalami reaksi penyabunan antara asam
lemak dengan basa kuat, hanya penampilannya yang trasparan yang membuat
berbeda (Mitsui, 1997).
Metode yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun transparan yaitu
dengan cara melarutkan sabun menggunakan alkohol dibawah pemanasan yang
terkontrol untuk mendapatkan larutan jernih, yang selanjutnya dapat ditambahkan
pewarna dan pewangi. Sabun akhir dituang ke dalam cetakan dan didiamkan
hingga mengeras sebelum dikemas. Warna akhir dari sabun yang dihasilkan
tergantung pada pemilihan bahan awal. Pilihan pewangi, pewarna, dan bahan
tambahan lainnya cukup terbatas untuk pembuatan sabun transparan, karena
bahan-bahan yang ditambahkan tidak boleh memiliki efek yang bertentangan
dengan pembentukan tekstur transparansi sabun (Hambali et al., 2006; Poucher,
1993).
Pembuatan sabun secara khas adalah melalui pencampuran antara 50%
alkohol, atau sukrosa. Pada saat proses pencampuran, larutan sabun yang masih
panas harus terlihat transparan dan tidak terlihat adanya fase solid yang tidak
terlarut dari bahan-bahan yang digunakan. Jika larutan sabun yang masih panas
tidak transparan, maka sabun yang dihasilkan juga tidak akan transparan ketika
didinginkan (Hill dan Moaddel, 2004).
C. Minyak Jahe
Jahe banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dalam kehidupan
sehari-hari seperti bahan makanan, minuman, bumbu masak, dan obat-obatan
tradisional. Jahe akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk industri parfum,
sabun, kosmetika, dan farmasi. Kandungan minyak atsiri pada rimpang jahe
sebesar 1-3%. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum
adalah zingiberen dan zingiberol (Harmono dan Andoko, 2005; Tjitrosoepomo,
1994).
Minyak atsiri dapat digunakan sebagai pengharum pada berbagai produk
kosmetik seperti parfum, sabun, pasta gigi, sampo, dan lotion. Aroma yang khas
dari minyak atsiri dapat berfungsi sebagai aroma terapi yang menenangkan
pikiran (Armando, 2009).
Minyak atsiri jahe diperoleh dari hasil penyulingan rimpang jahe.
Minyak jahe memiliki karakteristik berupa cairan berwarna kuning kecoklatan,
bersifat mudah menguap pada suhu kamar (volatile), memiliki aroma yang khas
tanaman jahe, memiliki bobot jenis yang lebih kecil daripada bobot jenis air.
dalam industri farmasi dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
kosmetika untuk pengharum, parfum, dan aroma terapi (Hernani dan Marwati,
2006; Santoso, 1989).
Fragrance atau pengharum yang ditambahkan dalam sabun berfungsi
untuk menutupi bau asam lemak atau fase minyak yang digunakan. Penggunaan
fragrance merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi penerimaan
konsumen, karena konsumen cenderung memilih produk yang memiliki bau yang
harum dan menyenangkan (Ghaim dan Volz, 2001).
D. Surfaktan
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik sekaligus yang membuatnya dapat menyatukan fase air dan fase minyak.
Gugus polar dari surfaktan terletak pada bagian kepala merupakan gugus yang
bersifat hidrofilik atau menyukai air, sedangkan gugus non polar pada bagian
ekornya merupakan gugus yang bersifat lipofilik atau menyukai minyak dan
lemak. Sifat rangkap yang dimiliki surfaktan membuatnya dapat diadsorpsi pada
antarmuka udara dan air, minyak dan air, serta zat padat dan air, dengan membuat
gugus hidrofiliknya berada pada fase air dan rantai hidrokarbonnya berada pada
udara, kontak dengan zat padat, maupun berada dalam fase minyak. Gugus polar
dari surfaktan dapat memiliki muatan postif, negatif ataupun netral. Secara umum
struktur surfaktan terdiri dari rantai alkil yang panjang pada bagian lipofilik dan
Surfaktan merupakan suatu senyawa dengan aktivitas permukaan yang
tinggi. Aktivitas permukaanya yang tinggi tersebut membuat surfaktan sering
disebut sebagai bahan akif permukaan (surface-active agent). Surfaktan dengan
sifatnya yang demikian mampu untuk memodifikasi karakteristik permukaan
suatu cairan maupun padatan. Surfaktan mempunyai berbagai macam kegunaan
seperti agen pembusa (foaming agent), deterjensi, pembasah (wetting agent),
pengemulsi (emulsifying agent), dan bahan pendispersi (dispersing). Jenis
surfaktan yang sering digunakan dalam pembuatan sabun adalah betaine, DEA,
dan SLES (Hambali et al., 2006).
Surfakan sintetik yang ditambahkan pada sabun dapat meningkatkan
mutu dari sabun yang dihasilkan karena penambahan surfaktan akan memperbaiki
kualitas dan kuantitas busa, dan meningkatkan kerja pembersihan dari sabun serta
memberikan sensasi halus dan lembut ketika sabun digunakan (Ghaim dan Volz,
2001).
Menurut Rosen (2004), Rieger dan Rhein (1997), Swisher (1987),
terdapat empat jenis penggolongan surfaktan berdasarkan muatannya, antara lain:
a. Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang mengandung muatan negatif
pada bagian hidrofiliknya atau bagian aktif permukaanya (surface active).
Sifat hidrofiliknya berasal dari golongan utama yang terkandung di dalamnya
seperti gugus sulfat dan sulfonat. Contoh dari surfaktan anionik yaitu linier
alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES),
b. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang mengandung muatan positif
pada bagian hidrofiliknya. Gugus terpenting yang menyebabkan sifat anionik
terletak pada garam amonium. Contoh dari surfaktan kationik yaitu lemak
amina, amidoamina, diamina, amina oksida dan amina etoksilat.
c. Surfaktan nonionik, merupakan surfaktan yang tidak mengandung muatan
pada gugus hidrofiliknya atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifatnya
disebabkan adanya gugus eter atau hidroksil. Contoh surfaktan nonionik yaitu
alkil poliglikosida (APG), diethanolamide (DEA), sukrosa ester, sorbitol,
sorbitol ester dan etoksilat alkohol.
d. Surfaktan amfoterik, merupakan surfaktan yang mengandung muatan positif
dan negatif pada bagian hidrofiliknya yang tergantung dari pH. Pada pH
rendah, surfaktan ini akan mempunyai muatan positif, sedangkan pada pH
tinggi, surfaktan ini akan bermuatan negatif. Contoh surfaktan amfoterik yaitu
asam amino karboksilik dan alkyl betaine.
E. Diethanolamide
Diethanolamide (DEA) merupakan cairan kental dengan tampilan yang
jernih, berwarna kuning atau kekuningan, kelarutannya larut dalam air, dan
mempunyai titik leleh pada suhu 23-35oC (Anonim, 2014a).
Diethanolamide termasuk dalam jenis surfaktan alkanolamida. Surfaktan
alkanolamida bersifat tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi pada molekulnya
sehingga tergolong sebagai jenis surfaktan nonionik. Adanya gugus metal amida
pada alkanolamida dapat berfungsi sebagai peningkat kelarutan surfaktan.
Alkanolamida dapat digunakan pada rentang pH yang luas, busa yang dihasilkan
lembut dan stabil, memiliki toksisitas yang rendah, serta bersifat non iritatif
sehingga baik digunakan untuk kulit dan tidak berbahaya bagi mata. Sifat-sifatnya
yang demikian, membuat golongan surfaktan alkanolamida dapat digunakan
sebagai bahan pangan, obat-obatan, kosmetika dan industri. Produk-produk yang
menggunakan surfaktan alkanolamida antara lain sampo, sabun, produk perawatan
rambut, lotion, cream, pembersih, serta produk kosmetika dan produk farmasi
lainnya (Holmberg cit., Masyithah, 2010).
Golongan surfaktan alkanolamida seperti monoethanolamide dan
diethanolamide digunakan secara luas sebagai surfaktan, serta penstabil busa dan
pengembang busa. Diethanolamide dengan wujudnya yang cair, membuatnya
lebih mudah diaplikasikan pada sediaan kosmetika yang berbentuk cairan.
Diethanolamide banyak dimanfaatkan pada sediaan kosmetika, produk-produk
pembersih seperti sampo, sabun mandi, dan deterjen sebagai agen pembusa,
penstabil busa, bahan pendispersi, pengingkat viskositas, emulsifier, dan skin
DEA tergolong dalam jenis surfaktan non ionik yang dihasilkan dari
lemak atau minyak. DEA berperan dalam meningkatkan busa, penggunaan DEA
dalam sabun juga dapat membuat busa yang dihasilkan lebih lembut dan juga
tidak pedih di mata, serta dapat mencegah proses penghilangan minyak pada kulit
dan pada rambut secara berlebihan (Hambali et al., 2005; Holmberg cit.,
Masyithah, 2010).
Pentingnya penggunaan zat penstabil busa adalah dengan adanya kotoran
yang bersifat non polar seperti minyak dan sebum membuat stabilitas busa pada
sabun maupun sampo akan terganggu dan menyebabkan busa berkurang secara
drastis. Sehingga diperlukan zat yang dapat yang berfungsi sebagai penstabil busa
agar diperoleh busa yang lebih banyak dan stabil (Holmberg, cit., Masyithah,
2001).
F. Cocoamidopropyl Betaine
Gambar 4. Struktur Kimia Cocoamidopropyl Betaine (Shipp, 1996).
Cocoamidopropyl betaine memiliki karakteristik berupa cairan jernih
berwarna agak kekuningan, tidak berbau, memiliki bobot jenis yang lebih besar
daripada air, kelarutannya larut dalam air, dengan nilai pH berkisar antara 5-6
Cocoamidopropyl betaine atau sering disebut denganbetaine merupakan
surfaktan amfoterik yang banyak digunakan dalam produk kosmetik dan produk
kebersihan diri seperti sampo, cairan lensa kontak, pasta gigi, penghilang riasan
wajah, sabun mandi, produk perawatan kulit, antiseptik, serta produk kebersihan
anal. Penggunaan cocomidopropyl betaine sangat banyak pada produk perawatan
pribadi karena menginduksi iritasi kulit yang relatif ringan (Jacob dan Amini,
2008).
Betaine merupakan surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan
pengemulsi yang baik. Betaine bersifat sangat larut dalam air pada rentang pH
yang luas. Selain berfungsi sebagai foaming agent, betaine memiliki efek yang
melembutkan pada kulit, dan penggunaannya dianggap aman karena toksisitasnya
yang rendah pada kulit dan mata. Formula yang didalam komposisinya
mengandung betaine, akan menghasilkan daya busa yang lebih baik dan stabil,
serta memberikan efek pembersihan yang lebih baik dibandingkan tanpa
penggunaan betaine. Betaine bersifat kompatibel pada surfaktan anionik, kationik,
maupun nonionik. Penggunaan betaine bersama surfaktan anionik, dapat
menurunkan sifat iritatif dari surfaktan anionik (Barel et al., 2001; Thau, 1997;
G. Formulasi Sabun
Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi sabun transparan, antara
lain:
1. Asam Stearat
Asam stearat berbentuk padat, keras, berupa hablur berwarna putih
atau agak kekuningan, mengkilat, dengan rasa lemak. Memiliki titik lebur
antara 69-70oC. Asam stearat adalah jenis asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang karena memiliki 18 atom karbon,
mengandung gugus karboksil pada salah satu ujungnya, dan gugus metal pada
ujung yang lainnya. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh karena tidak
memiliki ikatan rangkap diantara atom karbonnya. Asam stearat sering
digunakan dalam kosmetik sebagai bahan dasar pembuatan krim dan sabun.
Dalam pembuatan sabun, asam stearat berperan dalam memberikan kekerasan
dan membentuk konsistensi (Mitsui, 1997; Poucher, 1993; Rowe, Sheskey
dan Quinn, 2009).
2. Minyak Jarak
Karakteristik dari suatu sabun dipengaruhi oleh karakteristik minyak
yang digunakan dalam proses pembuatan sabun. Masing-masing minyak
memiliki kandungan asam lemak yang dominan dan berbeda-beda. Asam
lemak yang terkandung dalam minyak, yang akan menentukan karakteristik
Shrivastava (1982) berpendapat bahwa minyak merupakan salah satu
komponen yang dibutuhkan dalam pembuatan sabun trasnparan. Minyak yang
dapat digunakan salah satunya adalah minyak jarak. Sabun yang dibuat
menggunakan minyak jarak akan memiliki mutu yang baik, transparansi yang
sangat baik, menghasilkan busa yang lembut dan dapat melembutkan serta
melembabkan kulit.
Tabel I. Komposisi Asam Lemak Minyak Jarak (Gubitz, Mittelbach, Trabi, 1999).
Asam Lemak Komposisi (%)
Butylated hydroxy toluene (BHT) memiliki karakteristik berbentuk
kristal padat atau serbuk yang berwarna kuning pucat, dengan bau fenolik
yang samar. Kelarutannya, praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen
glikol, larutan alkali hirdroksida, dan cairan asam mineral. Larut dalam
aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluen, minyak dan minyak
mineral. Kelarutan dalam minyak dan lemak lebih tinggi daripada butylated
hydroxyanisole.BHT berfungsi sebagai antioksidan (Rowe et al.,2009).
Penambahan pengawet atau preservative bertujuan untuk mencegah
sebesar 0,02-0,1%. Terjadinya oksidasi dapat disebabkan oleh adanya
penggunaan asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, linoleat dan linolenat,
maupun bahan tambahan seperti fragrance. Pemilihan pengawet yang dapat
digunakan antara lain agen pengkelat logam, seperti ethylene diamine tetra
acid (EDTA), ataupun antioksidan, seperti butylated hydroxy toluene (BHT)
(Barel et al., 2001, Wasitaatmadja, 1997).
4. Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan senyawa alkali berupa massa
melebur berwarna putih atau hampir putih. Berbentuk butiran kecil, serpihan,
batang, atau bentuk lainnya. Keras dan rapuh, serta menunjukkan pecahan
kristal. NaOH bersifat sangat cepat menyerap karbon dioksida dan air pada
paparan udara (Rowe et al., 2009).
NaOH dengan adanya asam lemak akan bereaksi membentuk sabun
dan gliserol. NaOH merupakan basa alkali yang paling banyak dan sering
digunakan dalam industri pembuatan sabun, dan sabun yang dihasilkan
merupakan sabun yang paling banyak dikonsumsi. Basa seperti NaOH dan
KOH berperan sebagai agen pereaksi dengan adanya fase minyak. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi saponifikasi yang menghasilkan gliserol dan
sabun yang berbentuk garam sodium atau potasium (Barel et al., 2001;
Shrivastava, 1982; Swern, 1979).
5. Etanol
Etanol berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna. Etanol bersifat
kegunaan, antara lain sebagai preservative, disinfectant, dan pelarut (Rowe et
al., 2009).
Dalam pembuatan sabun transparan, etanol digunakan sebagai pelarut
karena bersifat semipolar sehingga mudah larut dalam air dan lemak. Sabun
yang dibuat dengan penambahan etanol akan mempunyai kelarutan yang baik.
Etanol juga mempunyai peran yang penting dalam pembuatan sabun
transparan, yaitu untuk membentuk transparansi sabun (Hambali et al., 2005;
Shrivastava, 1982).
6. Asam Sitrat
Asam sitrat berupa kristal yang bening dan tidak berwarna, atau
berbentuk granul, hablur, sampai serbuk halus yang berwarna putih. Asam
sitrat tidak memiliki bau, dan memiliki rasa asam yang kuat. Beberapa fungsi
dari asam sitrat antara lain sebagai acidifying agent, agen penyangga,
chelating agent, dan pengawet. Asam sitrat sering digunakan dalam formulasi
di bidang kefarmasian, dan pada produk makanan untuk mengatur pH larutan
(Rowe et al., 2009).
7. Gliserin
Gliserin berupa cairan kental, tidak berbau, tidak berwarna, memiliki
rasa yang manis, dan bersifat higroskopis. Dalam bidang kefarmasian,
gliserin dapat berfungsi sebagai emolien, humektan, pelarut, agen pemanis,
dan agen tonisitas (Rowe et al., 2009).
Gliserin telah sejak lama digunakan sebagai humektan, karena sifat
Penggunaan konsentrasi gliserin sebesar 10%, mampu untuk meningkatkan
kelembaban dan kehalusan kulit. Efektifitas gliserin dipengaruhi oleh
kelembaban lingkungan sekitarnya. Humektan seperti gliserin atau propilen
glikol mampu melembabkan kulit pada kondisi kelembaban yang tinggi
(Mitsui, 1997).
Dalam formulasi sabun transparan, gliserin dengan adanya penggunaan
sukrosa dan alkohol juga dapat berfungsi sebagai pembentuk struktur
transparan pada sabun. Pada jaman sekarang ini, dengan permintaan
konsumen yang kian beragam, sabun tidak hanya berfungsi sebagai pembersih
kulit, namun konsumen juga menginginkan agar sabun dapat menimbulkan
kesan lembut pada kulit. Diperlukan penambahan zat yang mampu
meningkatkan kelembuatan di kulit, untuk dapat memenuhi keingininan
konsumen tersebut, bahan tambahan yang dapat digunakan untuk memberikan
kelembutan pada kulit adalah gliserin dan asam lemak (Barel et al., 2001).
8. Sukrosa
Sukrosa merupakan gula yang diperoleh dari tebu (Saccharum
officinarum Linne), berupa kristal tidak berwarna, massa seperti hablur
kubus, atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dan memiliki rasa
manis (Rowe et al., 2009).
Sukrosa berfungsi sebagai transparent agent dalam pembuatan sabun
transparan. Karakteristik sabun transparan hampir sama dengan sabun biasa,
yang membedakan hanya pada tingkat transparansinya, maka diperlukan
formulasi bisa dalam bentuk butiran kristal halus maupun kasar. Dalam
formulasi sabun transparan, pembentukan transparansi sabun dari gula adalah
dengan membantu perkembangan kristal pada sabun (Hambali et al., 2005;
Mitsui, 1997).
9. Aquadest
Aqua destillata atau air suling dibuat dengan menyuling air yang
dapat diminum, berwujud cairan jernih dan tidak berwarna, tidak memiliki
bau, dan tidak memiliki rasa. Molekul air terdiri dari satu atom oksigen yang
berikatan dengan dua atom hidrogen secara kovalen. Air merupakan pelarut
yang bersifat polar dan tidak dapat bercampur pada zat yang bersifat minyak
atau non polar (Depkes RI, 1979; Winarno, 2004).
H. Karakteristik Fisik Sabun 1. Transparansi Sabun
Sabun batang termasuk dalam kategori transparan apabila seseorang
dapat membaca tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan
0,25 inchi (Jongko, 2014).
2. Derajat Keasaman (pH)
Berdasarkan BSNI 06–3532–1994, pH sabun mandi tidak ditetapkan
standarnya. Penggunaan sabun dapat meningkatkan pH kulit yang bersifat
sementara namun perubahan pH kulit tidak akan terjadi secara drastis.
Kenaikan pH kulit yang terjadi akibat penggunaan sabun tidak akan melebihi
untuk sabun transparan berkisar antara 9,1 sampai 9,5 (Anonim, 2001;
Tokosh dan Baig, 1995; Wasitaatmadja, 1997).
3. Kekerasan Sabun
Kekerasan sabun merupakan parameter yang digunakan untuk
menggambarkan ketahanan suatu sabun terhadap tekanan fisik atau mekanik.
Sabun yang memiliki kerkerasan rendah atau massa sabunnya terlalu lunak
akan lebih sulit untuk ditentukan kekerasannya, karena sabun dengan
kekerasan yang kurang baik tidak akan terjadi kerusakan yang berarti saat
diberi tekanan. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan sabun
adalah hardness tester (Barel et al., 2001).
4. Busa
Busa sabun merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
konsumen dalam memilih suatu produk surfaktan. Busa adalah suatu dispersi
koloid dengan fase gas terdispersi dalam fase cairan. Sabun yang
menghasilkan jumlah busa yang banyak dan mampu bertahan lama saat
digunakan akan lebih diminati oleh konsumen. Dalam sabun transparan salah
satu karakteristik fisik yang perlu dievaluasi adalah jumlah busa, kecepatan
pembentukan busa dan kualitas busa yang dihasilkan. Kualitas, kuantitas
maupun kecepatan busa yang dihasilkan oleh sabun dibuat menggunakan
I. Landasan Teori
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh yang berfungsi untuk
melindungi tubuh dari pengaruh luar seperti mikroorganisme, paparan sinar
matahari, bahan kimia dan suhu. Mandi secara teratur menggunakan sabun
merupakan salah satu upaya agar kulit senantiasa tetap terjaga dengan baik
(Wasitaatmadja, 1997).
Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran yang dapat dibuat melalui
proses saponifikasi antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak
(Ophardt, 2003). Sabun transparan merupakan sabun dengan tampilan yang paling
menarik dan menghasilkan busa lebih lembut di kulit. Sabun transparan memiliki
penampilan yang lebih menarik dan berkilau serta memiliki nilai estetika dan nilai
ekonomis yang lebih baik dibandingkan dengan jenis sabun lainnya (Cavitch,
1997).
Minyak jahe dalam industri farmasi digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan kosmetika sebagai pengaharum, parfum, dan aroma terapi (Hernani
dan Marwati, 2006). Kandungan minyak atsiri pada rimpang jahe, membuat
minyak jahe digunakan sebagai fragrance yang berfungsi untuk memberi aroma
yang khas.
Surfaktan diketahui merupakan komponen yang penting dalam sabun
karena berpengaruh terhadap sifat pembusaan, dan juga sebagai penghilang
kotoran yang merupakan fungsi utama dari sabun itu sendiri. Banyak orang
berpendapat bahwa sabun dengan busa yang melimpah akan membersihkan
cocoamidoprpyl betaine (betaine) adalah surfaktan yang banyak digunakan dalam
pembuatan sabun. DEA bersifat sebagai penstabil busa, memiliki toksisitas rendah
dan tidak pedih dimata (Holmberg, cit., Masyithah, 2010). Betaine adalah
surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan pengemulsi yang baik dan bersifat
tidak mengiritasi (Barel et al., 2001). Bahan-bahan lain yang digunakan dalam
formulasi sabun transparan antara lain asam stearat, minyak jarak, BHT, NaOH,
etanol, asam sitrat, gliserin. Bahan yang digunakan dapat berpengaruh pada
karakteristik sabun yang dihasilkan (Hambali et al., 2005).
Sabun adalah suatu sistem sufaktan yang dengan penambahan surfaktan
dengan konsentrasi yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik fisik sabun
yang dihasilkan. Penambahan surfaktan sintetik berfungsi untuk meningkatkan
mutu sabun yang dihasilkan dengan cara memperbaiki daya pembersihan dari
sabun, kemampuan membentuk busa, dan kemampuan mempertahankan busa
(Ghaim dan Volz, 2001). Karakteristik fisik sabun lainnya dari sabun yang dapat
dipengaruhi oleh variasi konsentrasi surfaktan adalah transparansi, pH, dan
kekerasan.
J. Hipotesis
Penggunaan variasi konsentrasi diethanolamide dan cocoamidopropyl
betaine dalam formulasi sabun batang transparan minyak jahe dapat menghasilkan
Penggunaan variasi konsentrasi diethanolamide dan cocoamidopropyl
betaine dalam formulasi sabun batang transparan minyak jahe menghasilkan
perbedaan karakteristik fisik sabun yang meliputi transparansi, pH, kekerasan,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul Pengaruh Variasi Konsentrasi Diethanolamide
dan Cocoamidopropyl Betaine terhadap Karasteristik Fisik Sabun Batang
Transparan Minyak Jahe merupakan jenis penelitian eksperimental dengan
rancangan penelitian pola acak lengkap searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi
diethanolamide (DEA) dan cocoamidopropyl betaine (betaine).
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah karakteristik fisik sabun
transparan yang meliputi transparansi sabun, pH, kekerasan, kemampuan
membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa.
c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu waterbath,
lama pengadukan,kecepatan putar mixer, lama pendiaman, wadah cetakan
sabun, komposisi sabun batang transparanselain DEA dan betaine.
d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan
2. Definisi Operasional
a. Sabun adalah sediaan yang berupa sabun batangan dengan penampilan
transparan menggunakan minyak jahe, dengan variasi konsentrasi DEA
dan betaine serta komposisi formula seperti dirancang dalam penelitian
ini.
b. Minyak jahe adalah minyak atsiri jahe yang ditambahkan ke dalam sabun
yang berfungsi sebagai fragrance.
c. Sabun DEA adalah sabun batang transparan minyak jahe yang
menggunakan diethanolamide sebagai surfaktan.
d. Sabun betaine adalah sabun batang transparan minyak jahe yang
menggunakan cocoamidopropyl betaine sebagai surfaktan.
e. Sabun merek dagang adalah sabun yang telah beredar dipasaran, terdiri
dari sabun “X” dan sabun “Y”, yang digunakan sebagai acuan dalam
menetapkan kriteria karakteristik fisik sabun.
f. Sabun “X” adalah sabun batang transparan yang telah beredar dipasaran
dengan menggunakan bahan alam.
g. Sabun “Y” adalah sabun batang transparan yang ternama dan telah dikenal
secara luas dipasaran.
h. Karakteristik fisik sabun meliputi transparansi sabun, pH, kekerasan,
kemampuan membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa.
i. Transparansi sabun adalah penampilan sabun yang jernih dan tembus
cahaya, serta dimungkinkan untuk membaca tulisan dengan font tipe 14
j. Kekerasan sabun merupakan gambaran ketahanan sabun terhadap tekanan
mekanik dalam satuan kilogram, yang diukur menggunakan hardness
tester.
k. Kemampuan membentuk busa adalah kemampuan sabun dalam
menghasilkan busa yang dilihat dari banyaknya jumlah busa yang
dihasilkan dalam satuan milimeter setelah dilakukan pembentukan busa
menggunakan homogenizer selama 1 menit.
l. Kemampuan mempertahankan busa adalah kestabilan busa yang dilihat
dari persentase penurunan jumlah busa yang terjadi setelah dilakukan
pembentukan busa menggunakan homogenizer selama 1 menit, yang
didapatkan dengan mengitung selisih antara ketinggian busa awal yang
dihasilkan dengan ketinggian busa yang tersisa setelah 20 menit dibagi
dengan ketinggian busa awal dikali 100 persen.
m. Subjective assessment adalah penilaian yang berasal dari responden
sebagai gambaran penerimaan konsumen terhadap pemakaian sabun.
Penilaian ini dituangkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada 30
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah asam stearat
(farmasetis) yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika (Bratachem) Yogyakarta,
minyak jarak (farmasetis, Bratachem), butylated hydroxy toluene (Bratachem),
Natrium hidroksida, etanol 96% (teknis, Bratachem), asam sitrat (farmasetis,
Bratachem), diethanolamide (farmasetis, Bratachem), cocoamidopropyl betaine
(farmasetis, Bratachem), gliserin (farmasetis, Bratachem), sukrosa, aquadest dan
minyak jahe yang diperoleh dari PT. Phytochemindo Reksa Bogor.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (HR 1530/ HR
1538 Ser. 0936, Philips, Holland), glassware (Pyrex), cawan porselen,
termometer, cetakan sabun, waterbath (1984 – 0045 [172], Dijkstra), freezer
(Toshiba, Japan), pH indikator universal, hardness tester (174886, Kiya
Seisakusho, LTD, Japan), homogenizer (Funkentstort, Germany).
E. Tata Cara Penelitian 1. Formula Sabun Transparan
Formula yang dipilih sebagai formula acuan merupakan formula
sabun transparan menurut Hambali et al. (2006), dengan komposisi formula
Tabel II. Formula Acuan Sabun Transparan
dilihat pada tabel III dan tabel IV.
Tabel III. Formula Modifikasi Sabun DEA
Bahan Komposisi (Gram)
Butylated hydroxy toluene 0,1 0,1 0,1
Minyak jahe 2 2 2
Tabel IV. Formula Modifikasi Sabun Betaine
Butylated hydroxy toluene 0,1 0,1 0,1
Minyak jahe 2 2 2
Aquadest 8,4 5,4 2,4
2. Pembuatan Sabun Batang Transparan Minyak Jahe
Asam stearat dilelehkan pada suhu 70-80 oC diatas waterbath. Minyak jarak ditambahkan pada cairan asam stearat dan dicampur hingga homogen.
Pencampuran bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
dilakukan menggunakan mixer dengan skala 1, selama 1 menit pada
masing-masing bahan untuk membantu menghomogenkan campuran. BHT kemudian
ditambahkan pada campuran asam sterat dan minyak jarak. Selama proses
pembuatan sabun, suhu harus dikontrol pada 70-80 oC. Penambahan NaOH selanjutnya dilakukan untuk menjalankan reaksi penyabunan, yang kemudian
ditambahkan etanol 96% untuk melarutkan sabun. Pada campuran yang
terbentuk, ditambahkan secara berurutan asam sitrat, surfaktan, gliserin, gula
dan aquadest. Setelah semua bahan tercampur homogen, campuran yang telah
terbentuk didinginkan hingga mencapai suhu ± 40 oC.Minyak jahe kemudian ditambahkan dan dihomogenkan kembali menggunakan mixer dengan skala 1.
pada suhu ruang selama 24 jam. Sabun kemudian dimasukkan dalam freezer
dengan suhu -20 oC selama kurang lebih 48 jam. Setelah pendinginan dalam
freezer, sabun didiamkan pada suhu kamar selama 4 minggu. Dari setiap
formula dilakukan replikasi sebanyak tiga kali.
3. Penentuan Penyusutan Bobot
Pengamatan penyusutan bobot dilakukan setiap minggu pada masa aging
sabun yaitu pada minggu 1 ke minggu 2, minggu 2 ke minggu 3, dan minggu
3 ke minggu 4. Pada minggu 1, sabun dipotong 1x7 cm yang digunakan untuk
pengujian karakteristik fisik, sisa sabun ditimbang dan ditetapkan sebagai
bobot akhir minggu 1. Sisa dari sabun tersebut didiamkan selama 1 minggu
dan pada minggu 2 sabun ditimbang kembali sebelum digunakan untuk
pengujian karakteristik fisik, dan didapatkan bobot awal minggu 2.
Penyusutan bobot pada minggu 1 ke minggu 2 dapat dilihat melalui selisih
antara bobot akhir sabun minggu 1 dengan bobot awal sabun minggu 2.
Pengamatan penyusutan bobot untuk minggu 2 ke minggu 3 dan minggu 3 ke
minggu 4, dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pengamatan
penyusutan bobot minggu 1 ke minggu 2.
4. Pengujian Karakteristik Fisik Sabun a. Uji Transparansi
Pengamatan transparansi sabun dilakukan pada minggu 4 setelah
proses pembuatan sabun. Sabun dipotong dengan ketebalan 0,25 inchi atau
font tipe 14. Pengujian dilakukan pada ketiga replikasi, semua hasilnya
dicatat dan ditentukan sabun yang dihasilkan transparan atau tidak.
b. Uji Derajat Keasaman (pH)
Pengamatan derajat keasaman dilakukan pada minggu 4 setelah
proses pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 1 gram dan
dilarutkan dalam 10 mL aquades. Larutan campuran sabun dan aquadest
diukur pH nya menggunakan pH indikator universal. Diamati pH yang
diperoleh. Pengujian dilakukan pada ketiga replikasi, semua hasilnya
dicatat dan ditentukan rata-rata derajat keasamannya (pH).
c. Uji Kekerasan
Pengamatan kekerasan sabun dilakukan pada minggu 4 setelah
proses pembuatan sabun. Sabun berukuran 1x1x1 cm diletakkan secara
vertikal pada hardness tester. Hardness tester diputar hingga menembus
bagian bawah sabun, dicatat skala kekerasan yang tertera. Pengujian
dilakukan pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan
rata-rata kekerasan sabun.
d. Uji Kemampuan Membentuk Busa dan Kemampuan
Mempertahankan Busa
Pengamatan kemampuan membentuk busa dan kemampuan
mempertahankan busa dilakukan pada minggu 4 setelah proses pembuatan
sabun. Sabun ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan dalam 30 mL
aquadest. Larutan campuran sabun dan aquadest diambil sebanyak 25 mL
block. Larutan sabun diuji dengan homoginizer dengan skala 4 selama 1
menit. Dicatat tinggi dari busa yang dihasilkan. Pengujian dilakukan pada
ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian
busanya. Hasil ketinggian busa menunjukkan kemampuan membentuk
busa dari sabun. Pengamatan kemampuan mempertahankan busa
selanjutnya dilakukan dengan mengukur busa yang tersisa setelah
pendiaman selama 20 menit, yang kemudian dihitung selisih ketinggian
busa awal yang dihasilkan terhadap tinggi busa yang tersisa dibagi tinggi
busa awal dikali seratus persen. Pengujian dilakukan pada ketiga replikasi,
semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata persentase penurunan
busanya. Hasil persentase penurunan busa menunjukkan kemampuan
mempertahankan busa dari sabun.
5. Subjective Assessment
Subjective assessment dilakukan melalui pembagiankuesioner kepada
30 orang responden yang dilakukan sebagai wujud gambaran penerimaan
konsumen terhadap sabun yang dihasilkan. Kuesioner yang digunakan,
terlebih dahulu dilakukan validasi.
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari pengujian karakteristik fisik sabun dianalisa
secara statistik. Masing-masing data hasil pengujian karakteristik fisik diuji
normalitas datanya menggunakan uji Shapiro-Wilk, data yang terdistribusi normal
p-value < 0.05. Uji kesamaan varians dilakukan menggunakan Levene’s Test, data
dikatakan memiliki kesamaan varians jika p-value > 0,05. Apabila data yang
diperoleh terdistribusi normal dan memiliki kesamaan varians, maka dapat diuji
menggunakan Parametric Test yang analisis datanya menggunakan One way
ANOVA (Analysis of Variance). Jika data yang diperoleh tidak terdistribusi
normal, maka pengujiannya menggunakan Non Parametric Test yang analisis
datanya menggunakan Kruskal Wallis. Uji ANOVA dilakukan untuk melihat
signifikansi perbedaan karakteristik fisik sabun yang dihasilkan. Jika hasil dari uji
ANOVA didapatkan p-value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa berbeda
bermakna secara statistik, sedangkan apabila p-value > 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak berbeda secara statistik. Uji lanjutan untuk melihat
secara spesifik signifikansi masing-masing formula yang dibandingkan adalah
dengan uji Tukey HSD. Data penyusutan bobot sabun diuji normalitasnya
menggunakan Shapiro-Wilk yang selanjutnya dianalisis menggunakan Paired
T-test. Taraf kepercayaan yang digunakan dalam analisis data secara statistik sebesar
95 %.
Hasil subjective assessment mengenai produk sabun berdasarkan
kuesioner yang dibagikan kepada responden disajikan dalam bentuk persentase
tingkat penerimaan konsumen, serta digambarkan melalui diagram batang.
Program yang digunakan untuk analisis data secara statistik data adalah R
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Sabun
Sabun batang transparan minyak jahe merupakan sabun yang didesain
untuk mendapatkan penampilan fisik transparan dan bertujuan untuk dapat
menghasilkan sabun dengan karakteristik fisik yang baik, serta untuk mengetahui
pengaruh variasi konsentrasi surfaktan terhadap karakteristik fisik sabun yang
dihasilkan. Surfaktan yang digunakan yaitu diethanolamide (DEA) dan
cocoamidopropyl betaine (betaine). Bahan-bahan lain yang digunakan dalam
pembuatan sabun transparan, antara lain asam stearat, butylated hydroxy toluene
(BHT), minyak jarak, NaOH, etanol 96%, asam sitrat, gliserin, sukrosa, aquadest,
dan minyak jahe. Sabun yang dibuat menggunakan formula hasil modifikasi yang
berasal dari formula acuan sabun transparan oleh Hambali et al., (2006).
Modifikasi formula yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan menambahkan
minyak jahe, BHT, serta penggunaan DEA.
Asam stearat dan minyak jarak merupakan fase minyak dengan
kandungan asam lemak yang akan bereaksi dengan NaOH, sehingga terjadi rekasi
saponifikasi dalam proses pembentukan sabun. Asam stearat berfungsi sebagai
agen pengeras dan pembentuk konsistensi sabun, sehingga dapat dihasilkan massa
kandungannya terdapat asam lemak sehingga dapat berfungsi memberikan sensasi
lembut dan lembab.
BHT dalam formula ini berfungsi sebagai antioksidan. Penambahan
antioksidan dalam sabun sangat diperlukan karena sabun tersusun dari asam
lemak yang mengandung ikatan asam lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi.
Terjadinya oksidasi akan mengakibatkan sabun menjadi tengik. BHT yang
ditambahkan dalam formula diperlukan untuk mencegah terjadinya proses
oksidasi dari asam lemak ataupun minyak yang digunakan dalam formula. BHT
ditambahkan pada fase minyak, karena BHT larut sempurna dalam fase nonpolar
(Rowe et al.,2009).
Penambahan NaOH berfungsi sebagai agen saponifikasi. NaOH yang
bersifat sebagai basa akan bereaksi dengan fase minyak menghasilkan sabun.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi saponifikasi atau reaksi penyabunan. Dalam
pembuatan sabun, fase minyak dan basa merupakan komponen utamanya,
sedangkan bahan-bahan lain yang ditambahakan berperan dalam meningkatkan
kualitas sabun.
Etanol 96% digunakan sebagai pelarut dari sabun yang terbentuk.
Digunakan etanol karena sifatnya yang merupakan pelarut semipolar, sehingga
mudah larut dalam air dan lemak (Hambali et al., 2005). Etanol juga dapat disebut
sebagai agen penjernih karena sabun yang terbentuk dari reaksi saponifikasi akan
terlarut dalam etanol dan dihasilkan campuran yang jernih. Sabun harus larut
Asam sitrat dalam formula digunakan sebagai pH adjuster, sehingga
dapat mengurangi kebasaan dari sabun yang dihasilkan. Pengaturan pH dianggap
penting untuk meminimalisir terjadinya iritasi kulit, apabila sabun terlalu basa.
Penggunaan gliserin berfungsi sebagai humektan atau pelembab. Sesuai
mekanismenya, humektan dapat menarik air dari udara, sehingga dengan adanya
gliserin dapat melembabkan kulit ketika sabun diaplikasikan dan dapat
menghindari kulit dari kekeringan yang berlebihan akibat pemakaian sabun.
Gliserin juga berperan sebagai agen penjernih sehingga dapat meningkatkan
kejernihan dan transparansi sabun yang dihasilkan.
Gula dalam formula berfungsi sebagai agen transparansi, sehingga gula
merupakan bahan yang paling berperan penting dalam menghasilkan sabun yang
transparan. Transparansi dari sabun yang dihasilkan akan berpengaruh pada
estetika sediaan, yang mempunyai andil yang cukup besar terhadap penerimaan
konsumen. Hal ini dikarenakan sabun transparan merupakan sabun yang
mempunyai penampilan yang lebih berkilau daripada sabun opaque, dan lebih
menarik dikarenakan transparansinya. Gula yang digunakan adalah sukrosa. Gula
dapat membentuk transaparansi dari sabun dengan cara membantu perkembangan
kristal pada sabun. Ketika massa pendiaman sabun, air dan etanol yang
terkandung dalam sabun akan menguap sehingga kristal-kristal dari gula akan
terbentuk kembali. Kristal bening yang dihasilkan akan meningkatkan
transparansi sabun.
Diethanolamide (DEA) dan cocoamidopropyl betaine (betaine) berfungsi