EFEK PERBEDAAN BASA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK
SABUN BATANG TRANSPARAN MINYAK JAHE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Stephanie Cinthya Wibowo NIM : 108114089
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EFEK PERBEDAAN BASA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK
SABUN BATANG TRANSPARAN MINYAK JAHE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Stephanie Cinthya Wibowo
NIM : 108114089
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
iii
v PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas setiap berkat, hikmat, serta penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Efek Perbedaan Basa Terhadap Karakteristik
Fisik Sabun Transparan Minyak Jahe” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama masa perkuliahan hingga penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, dukungan, semangat, doa, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan banyak dukungan, doa, kasih, serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, dukungan, serta semangat kepada penulis.
4. Bapak dan Ibu Penguji selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu.
vi
5. Segenap dosen Fakultas Farmasi Sanata Dharma atas segala pengajaran,
pengarahan, serta bimbingan selama perkuliahan dan penyusunan naskah
skripsi.
6. Pak Musrifin, Mas Agung, dan Mas Otok atas segala bantuan dan
kerjasama selama penulis melakukan penelitian.
7. Teman – teman kelompok skripsi, Maria, Nita, Niken yang sama – sama
berjuang untuk melakukan penelitian hingga penyusunan naskah.
8. Teman – teman 2010 yang telah banyak memberikan banyak dukungan,
motivasi, semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
vii
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Keaslian Karya ... 3
ix
2. Kemampuan membentuk dan mempertahankan busa ... 17
3. Derajat keasaman (pH) ... 17
4. Transparansi sabun ... 17
x
G. Landasan Teori ... 18
H. Hipotesis ... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 20
1. Variabel Penelitian ... 20
2. Definisi Operasional... 20
C. Bahan... 22
D. Alat ... 22
E. Tata Cara Penelitian ... 22
1. Formula Sabun Transparan ... 22
2. Pembuatan Transparent Soap Bar ... 24
3. Penyusutan bobot ... 25
4. Karakteristik Fisik Sabun ... 25
5. Subjective Assessment ... 26
F. Analisis Hasil ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. Formulasi Sabun Transparan... 28
B. Penentuan Penyusutan Bobot ... 33
C. Uji Sifat Fisik Sabun Transparan ... 35
1. Kekerasan sabun... 35
xi
3. Derajat keasaman ... 39
4. Transparansi sabun ... 40
D. Subjective Assessment ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
A. KESIMPULAN ... 43
B. SARAN ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 47
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Macam – macam asam lemak dan sifat sabun yang dihasilkan... 10
Tabel II. Formula Acuan ... 22
Tabel III. Formula 1 ... 23
Tabel IV. Formula 2 ... 23
Tabel V. Formula 3 ... 23
Tabel VI. p-value pada Paired t-test penyusutan bobot 1-4 minggu ... 34
Tabel VII. Kekerasan sabun pada minggu ke-4 ... 36
Tabel VIII. Presentase pembentukan dan ketahanan busa ... 38
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme saponifikasi sabun... 7
Gambar 2. Mekanisme netralisasi sabun ... 7
Gambar 3. Subjective assessment terhadap sabun yang dihasilkan ... 42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Uji Kekerasan Sabun “Mf” level tengah ... 48
Lampiran 2. Data Uji Kekerasan Sabun “Mf” level tinggi ... 48
Lampiran 3. Data Uji Kemampuan membentuk busa level tengah Sabun “Mf” .. 49
Lampiran 4. Data Uji Kemampuan membentuk busa level tinggi Sabun “Mf” .. 49
Lampiran 5. Data Uji Kemampuan mempertahankan busa level tengah Sabun
“Mf” ... 50
Lampiran 6. Data Uji Kemampuan mempertahankan busa level tinggi Sabun “Mf”
... 50
Lampiran 7. Data Uji Kekerasan Sabun level tengah dengan standar “Lf” ... 51
Lampiran 8. Data Uji Kekerasan Sabun level tinggi dengan standar “Lf” ... 51
Lampiran 9. Data Uji Kemampuan membentuk busa pada level tengah dengan
Sabun “Lf” ... 52
Lampiran 10. Data Uji Kemampuan membentuk busa pada level tinggi dengan
Sabun “Lf” ... 53
Lampiran 11. Data Uji Kemampuan Mempertahankan busa pada level tengah
dengan sabun “Lf” ... 54
Lampiran 12. Data Uji Kemampuan Mempertahankan busa pada level tinggi
xv
Lampiran 13. Data % penurunan busa level tengah sabun “Lf” ... 56
Lampiran 14. Data % penurunan busa level tengah sabun “Mf” ... 56
Lampiran 15. Data % penurunan busa level tinggi sabun “Lf” ... 57
Lampiran 16. Data % penurunan busa level tinggi sabun “Mf” ... 57
Lampiran 17. Komposisi Sabun “Lf” ... 58
Lampiran 18. Komposisi Sabun “Mf” ... 58
Lampiran 19. Data penyusutan bobot ... 59
Lampiran 20. Data sifat fisik kekerasan sabun pada level tengah dan tinggi ... 59
Lampiran 21. Data busa awal pada level tengah dan tinggi minggu ke 4 ... 60
Lampiran 22. Data busa setelah pendiaman pada level tengah dan tinggi ... 60
Lampiran 23. Data standar yang digunakan ... 60
Lampiran 24. Kuisioner subjective assessment ... 61
Lampiran 25. Kuisioner subjective assessment ... 61
Lampiran 26. COA Minyak jahe yang digunakan ... 62
xvi
INTISARI
Penelitian tentang formulasi sabun transparan minyak jahe dengan perbedaan basa telah dilakukan untuk mengetahui apakah dapat dilakukan pengembangan formulasi sediaan transparent soap bar, yaitu dengan penggunaan perbedaan basa dengan minyak jahe, serta untuk mengetahui perbedaan karakteristik fisik sediaan sabun transparan yang menggunakan basa yang berbeda.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan jenis rancangan acak. Karakteristik fisik dari sabun transparan yang akan diamati antara lain kekerasan sabun, kemampuan membentuk dan mempertahankan busa, pH sabun, serta transparansi sabun. Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui perbedaan signifikan dari persen bobot menggunakan uji Paired t test, sedangkan untuk mengetahui hasil dari tiap uji sifat fisik sabun menggunakan uji T tidak berpasangan. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Gambaran penerimaan konsumen terhadap sabun melalui subjective assessment, yang dilakukan pada 30 mahasiswi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan karakteristik fisik pada sabun transparan yang menggunakan basa NaOH level tengah dan tinggi, yaitu pada kekerasan, pembentukan busa, dan nilai derajat keasaman (pH). Pembentukan sabun tidak dapat terjadi pada saat menggunakan basa Ca(OH)2, sedangkan pada
saat penggunaan basa KOH, kekerasan tidak memenuhi syarat. Sabun transparan dapat dihasilkan hanya pada basa NaOH level tengah dan tinggi.
Kata kunci : sabun transparan, basa, kekerasan sabun, kemampuan membentuk
xvii
ABSTRACT
This research about the formulations of ginger oil transparent soap using different bases had been conducted with aims to identify the possibilities of the development in the formulations of ginger oil transparent soap bar, and to identify the differences on the physical characteristic of the soaps.
This research was a randomized experimental research. The physical characteristics of the transparent soap bar which observed were the hardness of the soap, the ability to form and to preserve the foam of the soap, pH, and the transparency of the soap. The statistical analysis which was used to identify the significant differences was Paired t test and Unpaired t test, on 95% confident interval.
The result showed that there were significant differences on the soap physical characteristics on medium and high level of NaOH. However, soap with Ca(OH)2 could not be formed, while the KOH could only produced very soft soap, which could not meet the criteria of hardness.
Key words : transparent soap, base, hardness of soap, ability to form and to
preserve te foam, pH soap and soap transparency.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iklim di Indonesia yang tropis membuat kebanyakan orang mudah untuk
berkeringat, terutama ketika melakukan kegiatan atau aktivitas di bawah sinar
matahari langsung. Salah satu produk perawatan tubuh seperti sabun merupakan
kebutuhan yang dapat dikatakan penting bagi banyak orang karena sabun yang
berhubungan langsung dengan kulit, dapat membersihkan dari kotoran – kotoran
yang menempel pada kulit sehingga mengurangi seseorang terkena penyakit
akibat kuman yang menempel pada kulit, selain itu juga dapat memberi kesegaran
kembali.
Sabun didefinisikan sebagai garam alkali dari asam lemak rantai panjang.
Ketika asam lemak disaponifikasikan oleh logam, yang biasanya menggunakan
logam Natrium, maka dapat membentuk garam yang disebut sabun (Barel et al.,
2001). Pada umumnya, sabun yang digunakan oleh banyak masyarakat berupa
sabun cair dan batang. Sabun batang sendiri dibagi menjadi dua, yaitu opaque
soap dan transparent soap. Transparent soap merupakan sediaan sabun
transparan yang memiliki nilai estetika lebih tinggi dibandingkan opaque soap,
karena tampilannya yang bening atau transparan sehingga dapat menambah nilai
estetika dari sabun itu sendiri. Selain tampilan yang menarik, dasar pemilihan
2
Dasar pembuatan sabun batang transparan juga merupakan perkembangan
inovasi dari sabun opaque. Menurut sumber yang lain (Anonim, 2007), dikatakan
bahwa sabun batang transparan memiliki potensi yang cukup baik untuk dapat
dikembangkan, tidak hanya sebagai sabun mandi, akan tetapi juga dapat
dimanfaatkan sebagai souvenir sehingga sabun transparan dapat dikembangkan
sebagai peluang bisnis baru.
Sabun yang memiliki keharuman yang khas juga dapat mempengaruhi
daya beli konsumen. Minyak jahe yang telah diekstrak dari bahan alami berupa
tanaman jahe, digunakan oleh peneliti sebagai fragrance dari sabun transparan
yang akan dibuat. Digunakan minyak jahe karena memiliki banyak kegunaan,
selain dapat digunakan sebagai fragrance juga dapat digunakan untuk memberi
sensasi rileks.
Fungsi basa dalam pembuatan sabun adalah sebagai agen pereaksi dengan
fase minyak sehingga akan terjadi reaksi saponifikasi (Barel et al., 2001). Proses
saponifikasi terjadi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi
terjadi antara asam lemak bebas dengan alkali. Dalam proses saponifikasi, dengan
adanya reaksi antara fase minyak dan basa alkali, maka dapat terbentuk gliserol
dan sabun yang berupa garam sodium atau pottasium (Fitrianti, 2007).
Logam alkali merupakan logam yang turut berperan besar dalam
pembuatan sabun. Berikatannya logam alkali dengan asam lemak, maka sabun
dapat terbentuk. Macam – macam logam alkali antara lain, Natrium Hidroksida
(NaOH), Kalium Hidroksida (KOH), Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2).
Logam Natrium dan Kalium yang merupakan golongan alkali, pada
umumnya digunakan dalam pembuatan sabun. Larutan alkali yang biasa
digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang
biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH). Dengan
berikatannya logam Natrium atau Kalium dengan asam lemak, maka sabun dapat
terbentuk (Barel et al., 2001). Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) merupakan
golongan basa alkali, akan tetapi memiliki kebasaan yang lebih rendah
dibandingkan logam Natrium dan Kalium.
Adanya latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruh perbedaan basa terhadap sediaan sabun batang dan
karakteristik fisiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dapat dihasilkan sediaan sabun batang transparan yang memiliki
karakteristik fisik yang baik dengan penggunaan basa yang berbeda?
2. Apakah ada pengaruh perbedaan basa terhadap karakteristik fisik sabun
batang transparan minyak jahe?
C. Keaslian Karya
Sejauh pengetahuan peneliti, pembuatan sabun batang transparan minyak
jahe dengan basa terhadap karakteristik fisik yang dihasilkan belum pernah diteliti
dan dikembangkan sebelumnya. Penelitian terkait yang pernah dilakukan antara
lain :
1. Budianto (2010) adalah optimasi formula sabun transparan dengan
4
diperoleh adalah interaksi antara gliserin dengan cocoamidopropyl
betainememberikan efek yang dominan dalam menentukan kekerasan dan
kemampuan membentuk busa.
2. Penelitian mengenai formulasi dan perbandingan sifat fisis sabun
transparan berbahan dasar VCO dengan minyak kayu putih, sereh,
dancengkeh sebagai fragrance oil pernah dilakukan oleh Retmana (2009).
Hasil yang diperoleh adalah dengan adanya perbedaan minyak atsiri yang
digunakan, dapat memberikan perbedaan dalam kemampuan membentuk
busa, akan tetapi hasil uji kekerasan tidak berbeda.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh
perbandingan penambahan basa NaOH, KOH, dan Ca(OH)2 terhadap karakteristik
fisik pembuatan sabun batang transparan dengan menggunakan minyak jahe.
2. Manfaat praktis
Dapat menghasilkan formula sabun batang transparan optimum yang
memiliki karakteristik fisik yang dikehendaki dan juga sebagai perkembangan
inovasi dari sabun.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengembangkan formulasi sediaan transparent soap bar, yaitu
dengan penggunaan perbedaan basa dengan minyak jahe.
2. Untuk mengetahui perbedaan karakteristik fisik sediaan sabun batang
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sabun
1. Pengertian Sabun
Sabun adalah salah satu kosmetika yang telah dikenal oleh banyak orang,
yang dapat berfungsi untuk membersihkan kulit dari kotoran – kotoran yang
menempel serta dapat memberi rasa harum pada kulit (Wasitaatmaja, 1997).
Sabun adalah surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air
dan berfungsi sebagai pembersih. Molekul sabun tersusun dari alkil (-R) yang
bersifat nonpolar, sehingga dapat larut dalam minyak, dan ion
karboksilat(-COONa) yang bersifat polardapat larut dalam air. Dilihat dari sifat molekuler
sabun tersebut, maka sabun dapat memiliki fungsi sebagai daya pembersih. Ketika
sabun digunakan pada saat mandi, gugus nonpolar dari sabun akan menempel
pada kotoran dan bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan
mengakibatkan tegangan permukaan sabun yang memiliki gugus non polar yaitu
gugus –R akan mengikat kotoran, dangugus –COONa yang akan mengikat air
karena sama-sama gugus polar (Winarno, 1992).
Molekul sabun tersusun dari 2 gugus, yaitu gugus hidrofobik dan hidrofilik.
Ketika sabun digunakan untuk membersihkan kotoran yang menempel pada tubuh
(berupa lemak), gugus hidrofobik pada bagian sabun akan menempel pada
kotoran, sedangkan gugus hidrofilik pada sabun akan menempel pada air.
Pengikatan molekul – molekul sabun tersebut dapat menyebabkan tegangan
permukaan air berkurang, sehingga kotoran dapat terbuang saat pembilasan oleh
air (Wilson, 2013).
Jenis sabun yang dikenal oleh masyarakat ada 2, yaitu sabun padat dan
sabun cair. Sabun padat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sabun opaque,
translucent, dan transparan (Willcox, 2000).
Sabun dapat dibuat melalui 2 proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi.
Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena adanya reaksi asam lemak bebas
dengan alkali. Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80-100 oC (Mitsui, 1997).
Reaksi kimia pada proses saponifikasi dapat dilihat pada gambar 1, dan proses
netralisasi dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 1. Mekanisme saponifikasi sabun(Anne, 2014)
8
2. Sabun Batang Transparan
Sabun batang transparan merupakan salah satu jenis sabun yang memiliki
keunggulan, yaitu memiliki penampilan yang menarik sehingga dapat menjadi
alternatif sediaan obat dengan penampilan yang menarik (Willcox, 2000).
Sabun dapat menjadi transparan karena cahaya yang melewati sabun
diteruskan dan tidak dihampurkan, sehingga dapat mengurangi cahaya yang
dihampurkan dengan menyesuaikan indeks refraktif atau memperkecil ukuran
partikel dari fase dispers (Hill & Moaddel, 2004).
Sabun batang transparan dapat dikatakan transparan apabila seseorang
dapat membaca tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25
inchi. Sabun transparan dibuat dengan melarutkan base soap (chip soap) dalam
etanol (20%-50%), gliserin (5%-25%), dan sirup (10%-25%). Sirup gula yang
digunakan merupakan bahan yang bertanggung jawab terhadap warna transparan
yang akan terbentuk (Jongko, 2009).
Sabun batang transparan dibuat dengan cara melarutkan bahan dasar
pembuat sabun di dalam alkohol dengan menggunakan pemanasan rendah.
Tujuannya adalah untuk membentuk larutan sabun menjadi jernih. Alkohol yang
ada kemudian dihilangkan dengan proses destilasi, kemudian larutan sabun
3. Formulasi Sabun Batang
3.1.Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh
dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2
dan asam heksadekanoat, C16H32O2 (Depkes RI, 1979).
Asam stearat yang merupakan jenis asam lemak dengan rantai
hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus karboksil di salah satu
ujungnya dan gugus metil diujung yang lain, memiliki 18 atom karbon.
Asam stearat dikategorikan sebagai asam lemak jenuh karena tidak
memiliki ikatan rangkap di antara atom karbonnya. Asam stearat
berupa hablur padat, keras, mengkilap, warna putih atau kekuningan
pucat. Asam stearat praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%,
namun mudah larut dalam kloroform dan eter (Depkes RI, 1980).
Asam stearat berperan dalam memberikan konsistensi dan
kekerasan pada sabun, serta dapat menstabilkan busa (Steve, 2008).
Asam lemak dengan rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan
menghasilkan sabun cair, asam lemak rantai panjang dan jenuh
menghasilkan sabun padat.
Berikut ini adalah tabel jenis asam lemak dan sifat sabun yang
10
Tabel I. Macam – macam asam lemak dan sifat sabun yang dihasilkan
(Steve, 2008).
Asam Lemak Sifat Sabun yang dihasilkan
Lauric Acid Dapat menambah kekerasan pada sediaan sabun,
memiliki busa yang lembut dan memiliki kualitas pembersihan yang baik. Apabila menggunakan
asam laurat dalam jumlah yang banyak, dapat menyebabkan kulit menjadi kering.
Linoleic Acid Sabun yang dihasilkan dapat memberikan sensasi
melembabkan pada saat digunakan.Apabila sabun menggunakan asam lemak jenis linoleic acid dalam jumlah yang banyak, cenderung memberi rasa tengik lebih cepat dibandingkan asam lemak
lainnya.
Linolenic Acid Dapat memberikan rasa lembab pada saat
digunkan.
Oleic Acid Dapat memberikan rasa lembab untuk sabun yang
dihasilkan. Busa yang dihasilkan sedikit.
Palmitic Acid Dapat menambah kekerasan terhadap sabun yang
dihasilkan dan memiliki kebusaan yang stabil. Penggunaan palmitic acid dapat menyebabkan
kulit menjadi kering.
Ricinoleic Acid Menghasilkan busa yang lembut. Asam lemak ini
cocok digunakan bersama dengan minyak jarak karena dapat menghasilkan busa yang banyak dan
lembut.
Stearic Acid Dapat memberikan konsistensi dan kekerasan
pada sabun, serta dapat menstabilkan busa.
Myristic Acid Dapat menambah kekerasan pada sabun, memiliki
sifat pembersihan yang baik, serta dapat menghasilkan busa yang halus. Penggunaan yang
terlalu banyak dapat menyebabkan kulit menjadi kering.
3.2.Minyak Jarak (Castor Oil)
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dari biji Ricinus
communis Linne (Familia Euphorbiaceae), serta tidak mengandung
bahan tambahan. Minyak jarak (Oleum Ricini) merupakan cairan
berwarna, memiliki bau yang lemah, bebas dari bau asing dan tengik,
serta dapat larut dalam etanol (Depkes RI, 1995).
Minyak jarak memiliki fungsi untuk melembabkan dan
melembutkan kulit (Shrivastava, 1982).
3.3.Pengawet
Kerusakan minyak atau lemak terutama bau tengik selama proses
penyimpanan dapat dihindari dengan menambahkan antioksidan,
seperti misalnya stearil hidrazid dan butil hidroksitoluen (BHT)
sebanyak 0,02% - 0,1%. Beberapa bahan lain yang juga dapat
digunakan sebagai penghambat oksidasi, yaitu natrium silikat, natrium
hiposulfit, dan natrium tiosulfat (Wasitaatmaja, 1997).
Pemerian dari butil hidroksitoluen berupa hablur tidak berwarna
atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Kelarutannya praktis tidak larut dalam air, dalam gliserol P dan dalam
propilen glikol P, mudah larut dalam etanol (95%) P, eter P, parafin
cair P, serta dalam minyak lemak. BHT praktis tidak larut dalam
larutan alkali hidroksida (Depkes RI, 1980).
3.4.Etanol 96%
Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, jernih, tidak
berwarna, memiliki bau yang khas. Etanol memiliki sifat mudah
menguap walaupun pada suhu yang rendah, dan dapat mendidih pada
suhu 78oC. Kelarutannya dapat bercampur dengan air, dan praktis
12
3.5.Gliserin
Gliserin atau gliserol merupakan cairan kental, jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, berasa manis dan memiliki sifat higroskopis.
Gliserin mudah bercampur dengan air dan etanol 95% namun praktis
tidak larut dalam kloroform, etanol, minyak lemak dan minyak atsiri
(Depkes RI, 1980).
Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai
humektan (moisturizer), yaitu skin conditioning agents yang dapat
meningkatkan kelembaban pada kulit.Humektan merupakan komponen
higroskopis yang mengandung air dan dapat mengurangi jumlah air
yang meninggalkan kulit, sehingga kulit tidak akan menjadi kering.
Efektifitasnya tergantung pada kelembaban lingkungan disekitarnya.
3.6.Asam sitrat
Asam sitrat pada umumnya digunakan sebagai pengontrol pH.
Asam sitrat merupakan asam lemah yang dapat menurunkan pH sabun
sehingga kulit pengguna tidak akan teriritasi akibat sifat alkalis dari
sabun (Wasitaatmaja, 1997).
Asam sitrat memiliki bentuk berupa hablur tidak berwarna atau
serbuk warna putih, tidak berbau, rasa asam kuat, dalam udara lembab
agak higroskopis, dalam udara kering agak merapuh. Kelarutannya
sangat tinggi dalam air dan etanol 95% namun sukar larut dalam eter
(Depkes RI, 1980).
3.7.Sukrosa
Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari tanaman Saccharum
officinarum Linne, Beta vulgaris Linne dan sumber lainnya. Gula ini
berbentuk hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau
berbentuk kubus atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis,
stabil di udara. Sukrosa sangat mudah larut dalam air, terlebih air
mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform
maupun eter (Depkes RI, 1995).
Pada proses pembuatan sabun transparan, sukrosa berfungsi untuk
membantu terbentuknya transparansi pada sabun. Sukrosa dapat
membantu perkembangan kristal pada sabun (Hambali et al., 2005).
3.8.Betain
Betain merupakan jenis surfaktan dengan sifat pembusa,
pengemulsi, dan pembasah yang baik. Betain relatif tidak mengiritasi
kulit dalam penggunaannya, bahkan dengan adanya betain dapat
menurunkan efek iritasi surfaktan anionik, sehingga kulit terlindungi
dari iritasi (Barel et al, 2001).
B. Minyak Jahe
Bagian dari tanaman jahe yang berfungsi pemberi aroma dan rasa adalah
minyak atsiri. Minyak atsiri jahe memiliki banyak kegunaan, antara lain sebagai
rempah, industri parfum, industri farmasi, industri kosmetik, dan obat tradisional
14
Menurut Guenther (1952) dan Leung (1980), minyak jahe mengandung
senyawa kimia antara lain zingiberen, kamfen, fellandren, sitral, sineol dan
zingiberol.
Minyak atsiri jahe mengandung beberapa senyawa yang mudah menguap.
Organoleptis dari minyak jahe yaitu memiliki bentuk berupa cairan kental,
memiliki bau yang khas, yaitu jahe, serta berwarna kehijauan hingga kuning.
Minyak atsiri jahe diperoleh melalui tahap penyulingan dan hidrodestilasi
(Guzman dan Siemonsma, 1999).
C. Natrium Hidroksida (NaOH)
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
Natrium Hidroksida (NaOH), Kalium Hidroksida (KOH), Natrium Karbonat
(Na2CO3), Amonium Hidroksida (NH4OH), dan etanolamin. NaOH (soda kaustik)
merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras
(Oghome et al., 2012).
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang menerima proton
dari Na+. Natrium hidroksida mengandung unsur dari golongan alkali, yakni
Natrium (Na+). Ciri – ciri yang dimiliki golongan alkali antara lain, seperti
reduktor kuat dan mampu mereduksi asam, mudah larut dalam air dan dalam
etanol (95%) P, merupakan penghantar arus listrik yang baik dan panas, dan
memiliki urutan kereaktifan yang meningkat seiring dengan bertambahnya berat
atom (Linggih dan Wibowo, 1988).
Pemerian dari Natrium Hidroksida adalah berbentuk batang, butiran,
massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur;
putih, mudah meleleh basah, bersifat alkalis dan korosif, mudah menyerap
karbondioksida (Depkes RI, 1979).
Penambahan NaOH harus dilakukan dengan jumlah yang tepat pada
proses pembuatan sabun. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat, maka
alkali bebas yang tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu
tinggi sehingga dapat mengiritasi kulit. Sebaliknya apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu encer atau terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan
mengandung asam lemak bebas yang tinggi (Kamikaze, 2002).
D. Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)
Kalsium Hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih
dari 100,5% Ca(OH)2 (Depkes RI, 1980).
Pemerian dari kalsium hidroksida adalah berupa serbuk, putih, dan
memiliki rasa agak pahit (Depkes RI, 1979). Kelarutan pada kalsium hidroksida,
larut dalam lebih kurang 630 bagian air dan dalam lebih kurang 1300 bagian air
mendidih; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P; larut dalam gliserol P dan
dalam sirop (Depkes RI, 1979).
E. Kalium Hidroksida (KOH)
Kalium Hidroksida berbentuk batang, pelet atau bongkahan, putih, dan
sangat mudah meleleh basah. Larut dalam air, dan sangat mudah larut dalam
16
Kalium Hidroksida (KOH) banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair
karena sifatnya yang mudah larut dalam air (Ketaren, 2005).
F. Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik sabun berperan penting untuk menjamin sabun yang
dihasilkan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Secara umum, sifat fisik dalam
sabun terdiri dari kekerasan, stabilitas busa,tegangan permukaan, tegangan antar
muka, stabilitas emulsi, bilangan titer (Bird, 1993).
Beberapa karakteristik fisik yang akan diamati pada penelitian ini adalah
kekerasan, pembentukan busa, pH sabun, transparansi sabun batang.
1. Kekerasan sabun
Kekerasan sabun adalah parameter ketahanan suatu sabun terhadap
tekanan fisik. Sabun yang dihasilkan memiliki kekerasan yang kurang, maka akan
lebih susah untuk menentukan kekerasannya karena tidak terjadi kerusakan yang
berarti (Paye et al., 2001).
Pengukuran kekerasan sabun dapat dilakukan dengan menggunakan
hardness tester. Apabila sabun yang dihasilkan terlalu lunak, maka akan sulit
ditekan pada saat proses finishing (Barel etal., 2001).
Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang digunakan pada
pembuatan sabun. Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang,
sehingga akan menghasilkan sabun yang lebih keras. Apabila sabun terlalu lunak,
maka akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Steve,
2008).
2. Kemampuan membentuk dan mempertahankanbusa
Busa adalah suatu dispersi koloid, sehingga gas terdispersi dalam fase
kontinyu yang berupa cairan (Schramm, 2005).
Dalam mengevaluasi hasil sabun transparan adalah jumlah busa, kecepatan
pembentuk busa, dan kualitas busa. Evaluasi busa dapat menggunakan Ross-Miles
foam height tester. Pengukuran tinggi busa dilakukan dengan membalik –
balikkan tabung silinder yang berisi sabun selama beberapa waktu (Barel et al.,
2001).
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan mutu
sabun. Sabun dengan busa melimpah pada umumnya lebih disukai oleh
konsumen. Busa memiliki peran dalam proses pembersihan dan melimpahkan
wangi sabun pada kulit (Langingi et al., 2012).
3. Derajat keasaman (pH)
Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 10 (Mitsui, 1997). Apabila
kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian
meskipun kulit telat dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah lima
sampai 10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit menjadi normal kembali
(Wasitaatmaja, 1997) yaitu sekitar 4,5 – 6,5.
4. Transparansi sabun batang
Sabun dapat dikatakan transparan bila seseorang dapat membaca tulisan
dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inchi. Sabun transparan
dibuat dengan melarutkan base soap dalam etanol (20%-50%), gliserin (5%-25%)
18
G. Landasan Teori
Bagian dari tanaman jahe yang berfungsi memberi aroma dan rasa adalah
minyak atsiri. Minyak atsiri memiliki banyak kegunaan, antara lain sebagai
industri parfum, industri farmasi, dan industri kosmetik. Minyak jahe
mengandung beberapa senyawa kimia antara lain zingiberen, kamfen, fellandren,
sitral, sineol dan zingiberol.
Sabun merupakan salah satu bentuk sediaan kosmetik yang dapat berfungsi
untuk mengangkat kotoran atau lemak yang menempel pada kulit, dengan
menurunkan tegangan permukaan. Sabun dapat dibuat melalui 2 proses, yaitu
saponifikasi dan netralisasi. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara
trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena adanya
reaksi asam lemak bebas dengan alkali.Struktur sabun yang memiliki bagian
kepala bersifat polar dapat mengikat air yang bersifat polar dan pada bagian
ekornya yang bersifat non polar dapat mengikat kotoran dan lemak yang bersifat
non polar.
Salah satu jenis sabun adalah sabun transparan atau transparent soap.
Transparent soap memiliki nilai estetika yang lebih tinggi dibandingkan jenis
sabun yang lain, karena kejernihan dan warna yang transparan yang ada dapat
membuat daya tarik seseorang meningkat. Semakin baik kualitas bahan bakunya,
maka transparent soap yang dihasilkan akan semakin jernih. Dalam pembuatan
sabun, khususnya transparent soap, diperlukan basa alkali yang nantinya akan
bereaksi dengan asam lemak untuk membentuk reaksi saponifikasi.
Salah satu basa alkali yang sering digunakan dalam pembuatan sabun adalah
NaOH. Fungsi basa adalah sebagai agen pereaksi dengan fase minyak sehingga
dapat terjadi reaksi saponifikasi. Dengan adanya reaksi antara fase minyak dan
basa, maka dapat terbentuk gliserol dan sabun yang berupa garam sodium atau
pottasium.
H. Hipotesis
Hi1 : NaOH dapat membentuk sabunbatang tranparan
Hi2 : Ca(OH)2 dapat membentuk sabun batang transparan
Hi3 : KOH dapat membentuk sabun batang transparan
Hi4 : Perbedaan basa dapat menyebabkan perbedaan karakteristik fisik pada
20 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul Efek Perbedaan Basa terhadap Karakteristik
Fisik Sabun Batang Transparan Minyak Jaheini merupakan jenis penelitian
eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis dan banyaknya basa yang
digunakan, yaitu NaOH, KOH, dan Ca(OH)2.
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik sabun batang
transparan yang meliputi kekerasan, pembentukan busa, pH sabun,
transparansi sabun.
c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu waterbath,
kecepatan putar mixer, kecepatan pendinginan, lama pengadukan,
komposisi transparent soap bar selain NaOH, KOH, dan Ca(OH)2.
d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan
suhu ruangan dan perubahan kelembaban.
2. Definisi Operasional
a. Sabun batang merupakan sabun yang dapat terlihat pada tulisan dengan
font tipe 14 dengan ketebalan 0,25 inchi, yang beraroma minyak jahe yang
dibuat sesuai formula dalam penelitian.
b. Sabun Na+ adalah sabun batang transparan yang beraroma minyak jahe
f. Sabun “Lf” adalah sabun batangtransparan yang beredar di pasaran, yang
telah banyak digunakan oleh masyarakat.
g. Sabun “Mf” adalah sabun batang transparan yang beredar di pasaran, yang
menggunakan bahan alam.
h. Kekerasan sabun menunjukkan ketahanan sabun batang terhadap tekanan
mekanik yang diberikan secara vertikal oleh hardness tester. Kekerasan
dicata dalam satuan kg.
i. Kemampuan membentuk dan mempertahankan busa adalah kemampuan
untuk mengetahui bagaimana busa dapat bertahan setelah didiamkan
dalam waktu 20 menit. Selisih busa dicatat dalam satuan mm.
j. Sifat fisik sabun adalah parameter untuk evaluasi sabun batang transparan
yang meliputi kekerasan, pembentukan dan ketahanan busa, pH sabun,
transparansi sabun.
k. Subjective assessment merupakan penilaian yang diberikan oleh responden
22
C. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah asam stearat
(farmasetis, diperoleh dari “Bratachem”), minyak jarak (diperoleh dari
“Bratachem”), BHT (farmasetis), NaOH, Ca(OH)2, KOH,etanol (teknis), asam
sitrat (farmasetis), gliserin (farmasetis), betain (farmasetis), gula,aquadest, dan
minyak jahe (PT. Phytochemindo Reksa).
D. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware (Pyrex), cawan
porselen, mixer (modifikasi laboratorium Farmasi USD), waterbath (Tamson
Zoetermeer – Holland, 1985, 0023), termometer, pengaduk, sendok, cetakan
sabun, freezer, tabung reaksi berskala, hardness tester (Kiya seishuko), pH meter
(Hanna), homogenizer.
E. Tata Cara Penelitian
1. Formula Sabun Batang Transparan
Formula yang dipilih sebagai basis sabun transparan menurut Hambali et
al (2006) memiliki komposisi formula sebagai berikut :
24
2. Pembuatan Transparent Soap Bar
Langkah pertama dengan mencairkan asam stearat pada suhu 70-80 oC.
Selanjutnya, minyak jarak dicampurkan pada asam stearat yang telah larut, diaduk
hingga homogen, kemudian ditambahkan BHT sebagai pengawet. Pada suhu yang
sama ditambahkan NaOH untuk proses penyabunan. Setelah NaOH dimasukkan,
langkah selanjutnya adalah dengan memasukkan etanol, dan tunggu hingga
semuanya larut homogen. Setelah semuanya larut homogen, ditambahkan asam
sitrat, betain, gliserin, serta larutan gula yang telah dilarutkan dengan aquadest
panas untuk mempercepat proses kelarutan. Suhu dijaga tetap sama. Setelah
semuanya tercampur homogen, campuran dihomogenkan kembali dengan
menggunakan mixer selama 1 menit untuk memastikan semua bahan telah
tercampur. Tiga puluh detik pertama, larutan sabun dicampur dengan kecepatan
skala 1untuk memastikan semua bahan telah tercampur, dan 30 detik selanjutnya
dengan memasukkan minyak jahe ke dalam larutan sabun kemudan
dihomogenkan kembali menggunakan mixer dengan kecepatan skala 1. Sabun
3. Penyusutan Bobot
Penyusutan bobot pada sabun batang transparan dilakukan pada minggu
ke-1 hingga minggu ke-4. Sabun batang transparan dipotong memanjang 7 x 1
cm, dan dapat digunakan untuk pengujian kekerasan, pembentukan busa, dan pH.
Kemudian sabun batang ditimbang untuk dijadikan data pada minggu ke-1.
Minggu selanjutnya sabun ditimbang kembali untuk dibandingkan dengan minggu
ke-1, kemudian setelah ditimbang sabun batang dipotong dan ditimbang seperti
pada minggu ke-1.
4. Karakteristik Fisik Sabun Batang
a. Kekerasan sabun batang
Pengamatan kekerasan dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan
sabun batang. Sabun batang dipotong memanjang kemudian ditimbang sebanyak
1 gram, kemudian diletakkan pada hardness tester secara vertikal. Hardness tester
ditekan sampai menembus bagian bawah sabun batang, skala kekerasan yang
tertera dicatat. Kemudian dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua
hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata kekerasan sabun batang.
b. Kemampuan membentuk dan mempertahankan busa
Pengamatan kemampuan membentuk dan mempertahankan busa
dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun batang. Sabun batang
ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan dalam 30 mL aquadest. Campuran
dapat dipanaskan untuk membantu kelarutan. Sebanyak 25 mL larutan campuran
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala, lakukan pengocokan dengan
26
pada ketiga replikasi, hasil pengukuran pertama setelah dihomogenizer dikurangi
dengan pengukuran kedua setelah didiamkan dalam waktu 20 menit.
c. Derajat Keasaman (pH)
Pengamatan keasaman dilakukan pada minggu minggu ke-4 setelah
pembuatan sabun batang. Sabun batang ditimbang sebanyak 1 gram dan
dilarutkan dalam 10 mL aquades. Jika diperlukan, campuran dapat dipanaskan
untuk membantu kelarutan. Kemudian pH meter dicelupkan ke dalam larutan. pH
yang diperoleh diamati. Kemudian dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi,
semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata derajat keasamannya (pH).
d. Transparansi Sabun Batang
Transparansi sabun batang dapat diuji dengan membaca tulisan dengan
font tipe 14 melalui sabun batang dengan ketebalan 0,25 inchi. Kemudian
dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan
ditentukan rata – rata transparansinya.
5. Subjective Assessment
Subjective Assessment dilakukan dengan cara membagikan kuisioner
sebagai gambaran penerimaan masyarakat atau konsumen terhadap hasil produk
yang dihasilkan.
F. Analisis Hasil
Untuk mengetahui perbedaan signifikan dari persen bobot minggu 4,
digunakan uji Paired t test untuk masing – masing sabun batang. Uji Paired t test
digunakan apabila data yang diperoleh merupakan distribusi normal, tetapi apabila
Wilcoxon test. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan taraf
kepercayaan 95%.
Membandingkan hasil dari tiap uji sifat fisik sabun batang transparan
menggunakan basa dan level yang berbeda dengan dua merek sabun batang
transparan yang telah beredar dipasaran menggunakan Uji T tidak berpasangan.
Uji T tidak berpasangan digunakan karena pada hasil penelitian didapatkan bahwa
Kalsium Hidroksida (KOH), Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) dan Natrium
Hidroksida (NaOH) level rendah tidak dapat membentuk sabun batang transparan
sehingga yang akan dibandingkan dengan standart hanya sabun batang yang
menggunakan basa NaOH pada level tengah dan tinggi saja. Hasil sifat fisik yang
akan dibandingkan dengan standar adalah kekerasan dan kemampuan membentuk
dan mempertahankan busa. Apabila dari analisis hasil didapatkan data distribusi
normal, maka dapat dilanjutkan analisis menggunakan t test, akan tetapi jika hasil
analisis data menunjukkan data distribusi tidak normal, digunakan Wilcoxon test.
Penarikan kesimpulan menggunakan taraf kepercayaan 95%.
Kuisioner subjective assessment dilakukan untuk mendapatkan gambaran
dari penerimaan konsumen terhadap produk yang dibuat. Data dalam kuisioner
28 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Formulasi Sabun Batang Transparan
Formula yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil modifikasi
dari formula acuan sabun batang transparan yang dibuat oleh Hambali et al.
(2006). Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun batang transparan
ini, antara lain adalah asam stearat, minyak jarak, BHT (Butylated Hydroxy
Toluene), NaOH, Ca(OH)2, KOH, Etanol 96%, asam sitrat, betain, gliserin,
sukrosa, aquadest, serta minyak jahe.
Langkah awal dalam pembuatan sabun batang transparan adalah dengan
melelehkan asam stearat di atas waterbath pada suhu 70-80oC. Asam stearat
merupakan kristal putih yang meleleh pada suhu 69-70oC (Rowe, Sheskey, and
Quinn, 2009), sehingga agar asam stearat larut sempurna maka dipanaskan pada
suhu 70-80oC. Asam stearat berperan dalam memberikan konsistensi dan
kekerasan pada sabun, serta dapat menstabilkan busa (Steve, 2008). Setelah asam
stearat meleleh, langkah selanjutnya adalah menambahkan minyak jarak pada
asam stearat yang telah leleh. Minyak jarak yang telah bercampur dengan asam
stearat akan menjadi fase asam lemak dan akan bereaksi dengan basa NaOH untuk
pembentukan sabun dalam reaksi saponifikasi.
Minyak jarak yang memiliki kegunaan sebagai emollient dapat membantu
untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada kulit saat sabun diaplikasikan. Hasil
dari reaksi RCOOH + NaOH RCOO
+ Na+, dapat mensuspensi kotoran dalam
kulit sehingga pori – pori yang ada dikulit akan terbuka sehingga kotoran pada
kulit dapat terangkat, akan tetapi terkadang sebum juga dapat ikut terbilas.
Apabila sebum yang berfungsi untuk melembabkan kulit tersebut ikut terbilas,
maka kulit seseorang akan terlihat kering, oleh sebab itu pada pembuatan sabun
batang digunakan minyak jarak yang dapat berfungsi sebagai emollientyang dapat
melembabkan kulit.
Langkah selanjutnya, setelah asam stearat dan minyak jarak homogen,
ditambahkan BHT pada larutan tersebut yang berfungsi sebagai antioksidan.
Penambahan BHT merupakan faktor yang penting karena berfungsi untuk
mencegah terjadinya oksidasi dari fase minyak yang dimungkinkan tidak beraksi
sempurna dengan NaOH. Apabila terjadi oksidasi, maka dapat menimbulkan bau
tengik pada sabun, karena sabun tersusun dari asam lemak yang sebagian besar
mengandung ikatan tak jenuh dan sangat mudah teroksidasi. Setelah penambahan
BHT dilakukan, langkah selanjutnya adalah menambahkan NaOH sebagai basa ke
dalam larutan tersebut. Fungsi dari NaOH itu sendiri adalah sebagai basa, yang
akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk sabun dalam reaksi
saponifikasi.
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Pada pembentukan sabun batang, fase minyak dan basa merupakan
komposisi terpenting. Dalam penelitian ini, basa alkali yang digunakan adalah
NaOH, KOH, dan Ca(OH)2, sehingga penulis ingin mengetahui dengan perbedaan
30
atau tidak. Masing – masing basa dibuat menjadi 3 konsentrasi yang berbeda,
yaitu level rendah, tengah, dan tinggi. Pada saat pembuatan sabun batang
menggunakan basa NaOH level rendah, reaksi saponifikasi tidak dapat berjalan
sehingga sabun batang tidak terbentuk. Penambahan NaOH pada saat pembuatan
sabun batang harus dilakukan dengan jumlah yang tepat. Apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu pekat, maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan
trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat mengiritasi kulit.
Sebaliknya apabila NaOH yang ditambahkan terlalu encer atau terlalu sedikit,
maka sabun batang yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang
tinggi (Kamikaze, 2002), sehingga sabun batang tidak dapat terbentuk dengan
sempurna.
Pada saat pembuatan sabun batang menggunakan NaOH level tinggi,
sabun batang dapat dihasilkan, akan tetapi pada saat akan dilakukan pendinginan,
sabun batang lebih cepat mengeras dibandingkan pada level tengah. Sehingga
pada proses pembentukan sabun batang menggunakan basa NaOH, sabun batang
yang dapat terbentuk hanya pada level tengah dan tinggi, meskipun pada level
tinggi sabun memiliki pH yang sangat tinggi sehingga nantinya dapat beresiko
mengiritasi kulit.
Pembentukan sabun batang menggunakan Ca(OH)2 juga tidak dapat
terjadi. Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) merupakan jenis basa alkali yang hanya
dapat larut dalam gliserin, dan tidak dapat larut dalam etanol maupun aquadest.
Pada saat Ca(OH)2 dimasukkan ke dalam larutan yang berisi asam stearat, minyak
pernyataan oleh Thomssen (1992) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa
Ca(OH)2 termasuk dalam lime saponification, sehingga pada saat terjadi reaksi
saponifikasi terdapat banyak ketidakmurnian (impurities) dan lime saponification
terjadi pada air sadah tinggi sehingga tidak akan dapat dihasilkan buih
sebagaimana mestinya pada sabun, karena keberadaan ion – ion kalsium dan
magnesium di dalam air mengakibatkan sabun akan mengendap sebagai garam
kalsium dan magnesium, sehingga tidak dapat membentuk emulsi secara efektif.
RCOONa + Ca2+ + H2O Ca(RCOO-)2(s)
Pada saat pembuatan sabun batang menggunakan basa KOH, sabun batang
dapat dihasilkan akan tetapi tidak terbentuk sabun batang padat, melainkan sabun
lunak (cair). Hal tersebut disebabkan karena molekul Kalium lebih besar daripada
Natrium sehingga dalam berjalannya reaksi lebih lambat sehingga terbentuk sabun
lunak (cair). Kalium Hidroksida juga memiliki sifat mudah larut dalam air,
sehingga sering digunakan untuk pembuatan sabun cair.
Langkah selanjutnya dalam pembuatan sabun batang transparan, untuk
membantu melarutkan sabun batang, ditambahkan etanol 96% yang berfungsi
sebagai pelarut untuk sabun yang mulai terbentuk. Etanol digunakan sebagai
pelarut karena sifatnya yang mudah larut dalam gugus non polar maupun polar.
Sabun yang mulai terbentuk dalam reaksi saponifikasi harus larut sempurna dalam
etanol agar dapat menghasilkan larutan sabun yang bening, sehingga pada saat
32
Basa NaOH yang telah larut sempurna dalam etanol, langkah selanjutnya
dimasukkan asam sitrat yang berfungsi sebagai pengatur pH.Sifat alkalis pada
sabun dapat membuat kulit teriritasi, sehingga perlu ditambahkan asam sitrat yang
merupakan asam lemah yang dapat menurunkan pH sabun. Selain itu asam sitrat
juga berfungsi sebagai agen pengkelat, yaitu pengikat ion – ion logam yang dapat
memicu terjadinya oksidasi, sehingga dengan penambahan asam sitrat dapat
mencegah terjadinya oksidasi minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi. Setelah
asam sitrat dimasukkan, bahan lain seperti betain dan gliserin juga dimasukkan
dalam larutan. Betain berfungsi sebagai surfaktan, dan memiliki pembusa,
pengemulsi, serta pembasah yang baik. Selain itu betain dipilih sebagai surfaktan
karena sifat betain itu sendiri yang relatif tidak mengiritasi kulit pada saat
digunakan, sehingga kulit tidak akan mengalami iritasi (Barel et al, 2001).
Gliserin berfungsi sebagai humektan, karena pada gugus gliserin
mengandung banyak gugus OH yang dapat mengambil H dari H+ sehingga dapat
membentuk air dan kulit dapat terjaga kelembabannya. Kelembaban kulit sangat
perlu dijaga supaya sel pada kulit tetap hidup. Dengan menggunakan sabun,
lapisan hidrolipid yang dapat membantu untuk melembabkan kulit dapat hilang,
sehingga diperlukan moisturizer atau humektan yang dapat melembabkan kulit.
Untuk membuat sabun menjadi transparan, perlu ditambahkan sukrosa
yang sebelumnya telah dilarutkan dalam aquadest panas. Digunakan aquadest
panas karena dapat mempercepat kelarutan. Pada proses pembuatan sabun
transparan, sukrosa berfungsi untuk membantu terbentuknya transparansi pada
1995), sehingga pada saat mengalami fase pendiaman, sukrosa dapat membantu
perkembangan kristal sehingga dapat membuat sabun terlihat lebih transparan.
Pencampuran untuk masing – masing bahan sabun batang transparan dilakukan
setiap 1 menit.
Untuk memastikan larutan sabun telah bercampur sempurna, pengadukan
dibantu menggunakan mixer dengan kecepatan skala 1 untuk memastikan bahwa
larutan sabun telah homogen. Mixer dilakukan selama 1 menit, 30 detik pertama
melarutkan semua larutan, dan 30 detik selanjutnya adalah mencampurkan larutan
sabun dengan minyak jahe dan dihomogenkan. Larutan sabun yang telah jadi
dituang ke dalam cetakan kemudian didiamkan sampai terbentuk massa sabun,
kemudian disimpan di dalam freezer. Tujuan pendinginan supaya kristal yang
terbentuk semakin cepat sehingga sabun yang dihasilkan dapat memiliki tingkat
transparansi yang lebih tinggi. Sabun dapat menjadi keruh apabila pendiaman
sabun terlalu lama, karena akan terbentuk fiber putih sehingga dapat mengurangi
tingkat kejernihan sabun.
Dalam penelitian ini, Sabun K+, Ca2+, dan Na+ level rendah tidak dapat
menghasilkan sabun batang transparan, sehingga untuk uji karakteristik fisik
hanya dilakukan pada sabun Na+ level tengah dan tinggi.
B. Penentuan Penyusutan Bobot
Sabun batang transparan yang telah dibuat didiamkan pada suhu ruangan
selama 1 bulan agar memperoleh keadaan yang konstan, biasa disebut dengan
34
berfungsi untuk menghilangkan etanol yang terdapat di dalam sabunkarena dapat
mengiritasi kulit. Jika hampir semua etanol telah menguap, maka dapat dikatakan
bobot sabun telah tetap / konstan. Pendiaman sabun batang pada suhu ruangan
dilakukan selama 4 minggu, sehingga dianggap seluruh etanol telah menguap
sehingga sabun tidak mengiritasi kulit pada saat digunakan.
Untuk menentukan signifikansi penyusutan bobot dari sabun transparan,
data diolah menggunakan uji paired t-test, dikarenakan data yang didapat
berdistribusi normal.
Tabel VI. p-valuePaired t-test penyusutan bobot 1-4minggu
Formula Sabun Jumlah Sampel p-value
Minggu 1 – Minggu 2 6 0,006333
Minggu 2 – Minggu 3 6 0,002008
Minggu 3 – Minggu 4 6 0,113
Dilihat dari tabel di atas, pada minggu 3 ke minggu 4 memiliki p-value >
0,05, yaitu 0,113. Dengan melihat p-value yang ada, dapat disimpulkan bahwa
pada mulai minggu ke-3 bobot sabun batang sudah dalam keadaan konstan,
dansemua etanol yang terkandung di dalam sabun batang telah hilang sehingga
sabun batang dapat dikatakan tidak mengiritasi kulit. Hal ini menandakan bahwa
C. Uji Sifat Fisik Sabun Batang Transparan
Sifat fisik merupakan unsur yang penting dalam menentukan kualitas
suatu produk. Sifat fisik sabun batang transparan yang dibuat akan dibandingkan
dengan sabun batang transparan yang telah beredar dipasaran. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui sabun batang transparan yang dibuat telah memenuhi standar
yang telah beredar di masyarakat atau belum. Sabun merek dagangyang
digunakan adalah sabun “Lf” dan “Mf”, sabun “Lf” digunakan sebagai standar
untuk kekerasan yang tinggi, sedangkan sabun “Mf” digunakan sebagai standar
untuk kekerasan yang rendah. Sifat fisik yang akan diukur pada produk sabun
batang transparan ini adalah kekerasan dan kemampuan membentuk dan
mempertahankan busa. Uji sifat fisik ini dilakukan pada minggu ke -4 dan
dilakukan untuk formula sabun Na+ level tengah dan tinggi.
1. Kekerasan sabun batang
Uji kekerasan sangat perlu dilakukan karena dapat menjamin
keutuhan sediaan pada saat digunakan dan selama penyimpanan sebelum
digunakan. Uji kekerasan pada penelitian ini dilakukan pada formula yang
menggunakan basa NaOH pada level tengah dan tinggi, dengan batas
minimum 1,8 kg.Batas minimum kekerasan ditentukan dari kekerasan
sabun “Mf” sebagai batas terendah, sehingga diharapkan sabun transparan
yang dibuat memiliki kekerasan tidak kurang dari 1,8 kg. Hasil data
pengukuran uji kekerasan pada minggu ke -4 disajikan dalam bentuk tabel,
36
Tabel VII. Kekerasan sabun pada minggu ke-4
Formula Kekerasan
Sabun (kg)
Perbedaan dengan
sabun “Lf” Perbedaan dengan sabun “Mf”
Tengah 2,70 ± 0,30 Berbeda
Berdasarkan tabel VII dapat dikatakan bahwa sabun transparan
untuk formula tengah dan tinggi memasuki batas minimum yang telah
ditentukan.
Untuk mengetahui hasil sabun batang transparan yang telah dibuat
memiliki kesamaan dengan sabun merek dagang, dilakukan pengolahan
data menggunakan Uji T tidak berpasangan yang menggunakan program
R, yang bertujuan untuk mengetahui sabun merek dagang dan sabun
batang yang diuji berbeda atau tidak.
Berdasarkan nilai p-value di atas, dapat disimpulkan bahwa
formula pada sabun batang transparan level tengah berbeda dengan sabun
“Lf”, akan tetapi tidak berbeda dengan sabun “Mf”, yang dapat dilihat dari
nilai p value > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa sabun batang
transparan level tengah tidak berbeda dengan sabun “Mf”.
Pada sabun batang transparan level tinggi memiliki nilai p value <
0,05 sehingga dapat disimpulkan berbeda dengan sabun “Mf” maupun
“Lf”.
2. Kemampuan membentuk dan mempertahankan busa
Uji kemampuan membentuk dan mempertahankan busa sangat
perlu dilakukan karena dengan uji ini dapat diketahui seberapa besar busa
yang dapat bertahan setelah didiamkan pada waktu tertentu.
Uji kemampuan membentuk dan mempertahankan busa dilakukan
pada minggu ke-4 bertujuan untuk mengetahui perubahan pada sabun
batang dalam membentuk dan mempertahankan busa. Uji kemampuan
membentuk dan mempertahankan busa ini digambarkan dengan
banyaknya busa yang dihasilkan setelah dihomogenizer (tinggi busa)
dikurangi dengan sisa busa yang tertinggal setelah didiamkan selama 20
menit. Semakin tinggi ketinggian busa yang terbentuk maka semakin
mampu sabun batang dalam membentuk busa. Batas minimum yang
ditentukan untuk pembentukan busa adalah 44 mm, sedangkan untuk
persentase penurunan busa tidak boleh lebih besar dari 75%.
Hasil pembentukan dan persentase penurunan busa pada minggu ke
-4 disajikan dalam bentuk tabel yang bertujuan untuk mempermudah
dalam pembacaan hasil, selain itu juga untuk mengetahui simpangan
38
Tabel VIII. Presentase pembentukan dan ketahanan busa Formula Busa awal
a. Tinggi busa awal merupakan indikasi kemampuan pembentukan busa.
b. Presentase penurunan busa menunjukkan ketahanan pembusaan.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada formula
tengah dan tinggi memiliki nilai tidak lebih besar dari 75%. Dilihat dari
tabel VIII, formula tinggi memiliki persentase penurunan busa lebih kecil
dibandingkan pada formula tengah sehingga dapat dikatakan persentase
penurunan busa pada formula tinggi lebih baik dibandingkan pada formula
tengah, karena semakin kecil persentase penurunan busa maka dapat
dikatakan sabun dapat mempertahankan busa dengan baik.
Untuk mengetahui hasil busa sabun batang transparan yang telah
dibuat memiliki kesamaan dengan sabun merek dagang, dilakukan
pengolahan data menggunakan Uji T tidak berpasangan yang
menggunakan program R. Uji T dapat dilakukan apabila hasil dari uji
atas, didapatkan hasil bahwa untuk sabun batang pada formula tengah,
persentase penurunan busa tidak berbeda dengan sabun merek dagang,
sedangkan pada formula tinggi berbeda dengan sabun merek dagang yang
digunakan.
Tabel IX. Unpaired t – test kemampuan membentuk busa level
tengah dan tinggi
dibandingkan dengan sabun merek dagang yang beredar di pasaran
sebagai pembanding, untuk mengetahui pembentukan busa sabun merek
dagang sama dengan sabun batang transparan yang diuji. Berdasarkan
tabel IX, sabun transparan yang dibuat memasuki rentang pembentukan
busa yang telah ditentukan.
Pada tahap uji T untuk sabun “Lf” dan “Mf” pada formula
tengahdan tinggi didapatkan hasil bahwa pada minggu ke -4 memiliki nilai
p-value > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima atau
pembentukan busa dari sabun batang transparan yang dibuat sama dengan
sabun merek dagang yang digunakan.
3. Derajat keasaman
Tujuan pengukuran derajat keasaman (pH) pada sabun batang
40
telah dibuat. Derajat keasaman (pH) sabun batang sangat perlu diketahui
karena apabila sabun yang dihasilkan terlalu basa maka dapat mengiritasi
kulit, sehingga sangat diperlukan sabun yang memiliki pH dibawah 11
(Anonim, 2009). Pengukuran dilakukan menggunakan indikator pH
universal. Hasil pengukuran pH sebagai berikut :
Tabel X. pH untuk masing – masing formula
Sabun NaOH Sabun Merek Dagang
Tengah Tinggi Sabun “Lf” Sabun “Mf”
8 – 9 12 – 13 9 – 10 9 – 10
Rentang untuk pH sabun standar yaitu 9 – 10. Berdasarkan hasil
tabel X, sabun NaOH level tengah dan tinggi tidak memasuki rentang
untuk pH sabun standar, akan tetapi dapat dilihat bahwa sabun NaOH pada
level tengah memiliki nilai pH 8 – 9 dan mendekati dengan pH pada kulit,
yaitu 5 – 6, sehinggadalam hal derajat keasaman (pH) dapat dikatakan
sabun transparan yang dibuat jika dibandingkan dengan sabun standar
lebih baik.
Pada sabun batang NaOH level tinggi didapatkan nilai pH yang
tinggi, sehinga dapat disimpulkan sabun batang NaOH level tinggi dapat
mengiritasi kulit karena pH yang ada melebihi standar pH sabun pada
umumnya.
4. Transparansi sabun
Sabun NaOH level tengah dan tinggi memiliki tingkat transparansi
hampir sama, akan tetapi warna sabun untuk NaOH level tinggi menjadi
Baig, 1995) apabila pH sabun lebih tinggi dapat menyebabkan warna
sabun lebih gelap, sehingga transparansi dari sabun NaOH level tengah
lebih baik dibandingkan dengan level tinggi.
D. Subjective Assessment
Subjective Assessment dilakukan untuk mendapatkan gambaran
penerimaan dari konsumen terhadap produk yang dibuat. Untuk pengambilan data
menggunakan kuisioner.Subjective Assessment dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan yang berupa pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban telah
disiapkan dan responden memilih jawaban yang sesuai hasil pengamatannya.
Responden yang diambil sebanyak 30 orang karena 30 sampel tersebut dianggap
telah mewakili populasi yang ada. Minimal pengambilan sampel adalah 20%
untuk populasi dengan jumlah kecil (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriarte,
1993). Hasil dari Subjective Assessment ditulis dalam bentuk diagram seperti pada
gambar 3 dan 4.
Dalam diagram ditunjukkan ada 2 parameter yang digunakan, yaitu suka
dan setuju. Parameter suka digunakan untuk mengetahui responden menyukai
sabun yang dibuat berikut dengan pertanyaan – pertanyaan yang ada (subjektif),
sedangkan parameter setuju untuk menunjukkan pertanyaan – pertanyaan yang
dibuat sesuai dengan produk yang dibuat (objektif). Dari hasil diagram yang ada
menunjukkan bahwa responden menyukai dan menyetujui mengenai aroma,
bentuk produk sabun, sensasi lembut pada kulit, busa yang dihasilkan, dan
42
produk yang telah dibuat. Akan tetapi kesimpulan saran yang diajukan oleh
responden adalah untuk mengurangi aroma jahe agar tidak terlalu beraroma pekat.
Gambar 3. Subjective assessment terhadap sabun yang dihasilkan
Gambar 4. Subjective assessment terhadap sabun yang dihasilkan 0%
sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju
43 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Penggunaan basa NaOH level rendah dan Ca(OH)2 tidak dapat terjadi
reaksi saponifikasi sehingga sabun batang tidak terbentuk, sedangkan pada
saat penggunaan basa KOH dihasilkan sabun lunak atau cair.
2. Basa NaOH level tengah dan tinggi memiliki kekerasan sesuai dengan
sabun merek dagang “Lf” dan “Mf”, namun pH sabun pada level tinggi
melebihi rentang yang ditentukan sehingga sabun batang transparan tidak
dapat diterima oleh masyarakat, dan hanya sabun pada level tengah yang
dapat diterima. Sabun NaOH level tengah memiliki transparansi yang
lebih baik dibandingkan sabun pada level tinggi. Sabun Ca(OH)2, KOH,
dan NaOH level rendah tidak memiliki kekerasan yang sesuai dengan
sabun merek dagang yang digunakan.
B. SARAN
1. Hasil dari penilitian ini masih perlu dilakukan uji iritasi untuk memberi
jaminan keamanan pada saat digunakan.
2. Perlu dilakukan optimasi suhu, waktu pencampuran, serta bahan – bahan
lain yang dapat digunakan untuk membuat sabun transparan minyak jahe