• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Pengujian Karakteristik Fisik

3. Kekerasan

Kekerasan sabun merupakan parameter yang digunakan untuk

menggambarkan ketahanan suatu sabun terhadap tekanan fisik atau mekanik.

Sabun yang memiliki kerkerasan rendah atau massa sabunnya terlalu lunak

akan lebih sulit untuk ditentukan kekerasannya, karena sabun dengan

kekerasan yang kurang baik tidak akan terjadi kerusakan yang berarti saat

diberi tekanan. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan sabun

adalah hardness tester (Barel et al., 2001).

4. Busa

Busa sabun merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi

konsumen dalam memilih suatu produk surfaktan. Busa adalah suatu dispersi

koloid dengan fase gas terdispersi dalam fase cairan. Sabun yang

menghasilkan jumlah busa yang banyak dan mampu bertahan lama saat

digunakan akan lebih diminati oleh konsumen. Dalam sabun transparan salah

satu karakteristik fisik yang perlu dievaluasi adalah jumlah busa, kecepatan

pembentukan busa dan kualitas busa yang dihasilkan. Kualitas, kuantitas

maupun kecepatan busa yang dihasilkan oleh sabun dibuat menggunakan

I. Landasan Teori

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh yang berfungsi untuk

melindungi tubuh dari pengaruh luar seperti mikroorganisme, paparan sinar

matahari, bahan kimia dan suhu. Mandi secara teratur menggunakan sabun

merupakan salah satu upaya agar kulit senantiasa tetap terjaga dengan baik

(Wasitaatmadja, 1997).

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran yang dapat dibuat melalui

proses saponifikasi antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak

(Ophardt, 2003). Sabun transparan merupakan sabun dengan tampilan yang paling

menarik dan menghasilkan busa lebih lembut di kulit. Sabun transparan memiliki

penampilan yang lebih menarik dan berkilau serta memiliki nilai estetika dan nilai

ekonomis yang lebih baik dibandingkan dengan jenis sabun lainnya (Cavitch,

1997).

Minyak jahe dalam industri farmasi digunakan sebagai bahan baku dalam

pembuatan kosmetika sebagai pengaharum, parfum, dan aroma terapi (Hernani

dan Marwati, 2006). Kandungan minyak atsiri pada rimpang jahe, membuat

minyak jahe digunakan sebagai fragrance yang berfungsi untuk memberi aroma

yang khas.

Surfaktan diketahui merupakan komponen yang penting dalam sabun

karena berpengaruh terhadap sifat pembusaan, dan juga sebagai penghilang

kotoran yang merupakan fungsi utama dari sabun itu sendiri. Banyak orang

berpendapat bahwa sabun dengan busa yang melimpah akan membersihkan

cocoamidoprpyl betaine (betaine) adalah surfaktan yang banyak digunakan dalam

pembuatan sabun. DEA bersifat sebagai penstabil busa, memiliki toksisitas rendah

dan tidak pedih dimata (Holmberg, cit., Masyithah, 2010). Betaine adalah

surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan pengemulsi yang baik dan bersifat

tidak mengiritasi (Barel et al., 2001). Bahan-bahan lain yang digunakan dalam

formulasi sabun transparan antara lain asam stearat, minyak jarak, BHT, NaOH,

etanol, asam sitrat, gliserin. Bahan yang digunakan dapat berpengaruh pada

karakteristik sabun yang dihasilkan (Hambali et al., 2005).

Sabun adalah suatu sistem sufaktan yang dengan penambahan surfaktan

dengan konsentrasi yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik fisik sabun

yang dihasilkan. Penambahan surfaktan sintetik berfungsi untuk meningkatkan

mutu sabun yang dihasilkan dengan cara memperbaiki daya pembersihan dari

sabun, kemampuan membentuk busa, dan kemampuan mempertahankan busa

(Ghaim dan Volz, 2001). Karakteristik fisik sabun lainnya dari sabun yang dapat

dipengaruhi oleh variasi konsentrasi surfaktan adalah transparansi, pH, dan

kekerasan.

J. Hipotesis

Penggunaan variasi konsentrasi diethanolamide dan cocoamidopropyl

betaine dalam formulasi sabun batang transparan minyak jahe dapat menghasilkan

Penggunaan variasi konsentrasi diethanolamide dan cocoamidopropyl

betaine dalam formulasi sabun batang transparan minyak jahe menghasilkan

perbedaan karakteristik fisik sabun yang meliputi transparansi, pH, kekerasan,

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Pengaruh Variasi Konsentrasi Diethanolamide

dan Cocoamidopropyl Betaine terhadap Karasteristik Fisik Sabun Batang

Transparan Minyak Jahe merupakan jenis penelitian eksperimental dengan

rancangan penelitian pola acak lengkap searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi

diethanolamide (DEA) dan cocoamidopropyl betaine (betaine).

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah karakteristik fisik sabun

transparan yang meliputi transparansi sabun, pH, kekerasan, kemampuan

membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu waterbath,

lama pengadukan,kecepatan putar mixer, lama pendiaman, wadah cetakan

sabun, komposisi sabun batang transparanselain DEA dan betaine.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan

2. Definisi Operasional

a. Sabun adalah sediaan yang berupa sabun batangan dengan penampilan

transparan menggunakan minyak jahe, dengan variasi konsentrasi DEA

dan betaine serta komposisi formula seperti dirancang dalam penelitian

ini.

b. Minyak jahe adalah minyak atsiri jahe yang ditambahkan ke dalam sabun

yang berfungsi sebagai fragrance.

c. Sabun DEA adalah sabun batang transparan minyak jahe yang

menggunakan diethanolamide sebagai surfaktan.

d. Sabun betaine adalah sabun batang transparan minyak jahe yang

menggunakan cocoamidopropyl betaine sebagai surfaktan.

e. Sabun merek dagang adalah sabun yang telah beredar dipasaran, terdiri

dari sabun “X” dan sabun “Y”, yang digunakan sebagai acuan dalam

menetapkan kriteria karakteristik fisik sabun.

f. Sabun “X” adalah sabun batang transparan yang telah beredar dipasaran

dengan menggunakan bahan alam.

g. Sabun “Y” adalah sabun batang transparan yang ternama dan telah dikenal

secara luas dipasaran.

h. Karakteristik fisik sabun meliputi transparansi sabun, pH, kekerasan,

kemampuan membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa.

i. Transparansi sabun adalah penampilan sabun yang jernih dan tembus

cahaya, serta dimungkinkan untuk membaca tulisan dengan font tipe 14

j. Kekerasan sabun merupakan gambaran ketahanan sabun terhadap tekanan

mekanik dalam satuan kilogram, yang diukur menggunakan hardness

tester.

k. Kemampuan membentuk busa adalah kemampuan sabun dalam

menghasilkan busa yang dilihat dari banyaknya jumlah busa yang

dihasilkan dalam satuan milimeter setelah dilakukan pembentukan busa

menggunakan homogenizer selama 1 menit.

l. Kemampuan mempertahankan busa adalah kestabilan busa yang dilihat

dari persentase penurunan jumlah busa yang terjadi setelah dilakukan

pembentukan busa menggunakan homogenizer selama 1 menit, yang

didapatkan dengan mengitung selisih antara ketinggian busa awal yang

dihasilkan dengan ketinggian busa yang tersisa setelah 20 menit dibagi

dengan ketinggian busa awal dikali 100 persen.

m. Subjective assessment adalah penilaian yang berasal dari responden

sebagai gambaran penerimaan konsumen terhadap pemakaian sabun.

Penilaian ini dituangkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada 30

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah asam stearat

(farmasetis) yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika (Bratachem) Yogyakarta,

minyak jarak (farmasetis, Bratachem), butylated hydroxy toluene (Bratachem),

Natrium hidroksida, etanol 96% (teknis, Bratachem), asam sitrat (farmasetis,

Bratachem), diethanolamide (farmasetis, Bratachem), cocoamidopropyl betaine

(farmasetis, Bratachem), gliserin (farmasetis, Bratachem), sukrosa, aquadest dan

minyak jahe yang diperoleh dari PT. Phytochemindo Reksa Bogor.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (HR 1530/ HR

1538 Ser. 0936, Philips, Holland), glassware (Pyrex), cawan porselen,

termometer, cetakan sabun, waterbath (1984 – 0045 [172], Dijkstra), freezer

(Toshiba, Japan), pH indikator universal, hardness tester (174886, Kiya

Seisakusho, LTD, Japan), homogenizer (Funkentstort, Germany).

E. Tata Cara Penelitian 1. Formula Sabun Transparan

Formula yang dipilih sebagai formula acuan merupakan formula

sabun transparan menurut Hambali et al. (2006), dengan komposisi formula

Tabel II. Formula Acuan Sabun Transparan

BAHAN KOMPOSISI (Gram)

Asam stearat 7 NaOH 30% 18 Minyak jarak 10 Etanol 96% 15 Gliserin 13 Asam sitrat 3 Gula 7,5 Betain 5 Aquadest 4,5

Modifikasi formula yang dibuat untuk 100 gram dalam penelitian dapat

dilihat pada tabel III dan tabel IV.

Tabel III. Formula Modifikasi Sabun DEA

Bahan Komposisi (Gram)

Asam stearat 8,4 8,4 8,4 Natrium hidroksida 30% 21,6 21,6 21,6 Minyak jarak 12 12 12 Etanol 96% 17,1 17,1 17,1 Gliserin 14,5 14,5 14,5 Asam sitrat 3,6 3,6 3,6 Gula 9,3 9,3 9,3 Diethanolamide 3 6 9

Butylated hydroxy toluene 0,1 0,1 0,1

Minyak jahe 2 2 2

Tabel IV. Formula Modifikasi Sabun Betaine

Bahan Komposisi (Gram)

Asam stearat 8,4 8,4 8,4 Natrium hidroksida 30% 21,6 21,6 21,6 Minyak jarak 12 12 12 Etanol 96% 17,1 17,1 17,1 Gliserin 14,5 14,5 14,5 Asam sitrat 3,6 3,6 3,6 Gula 9,3 9,3 9,3 Cocoamidopropyl Betaine 3 6 9

Butylated hydroxy toluene 0,1 0,1 0,1

Minyak jahe 2 2 2

Aquadest 8,4 5,4 2,4

2. Pembuatan Sabun Batang Transparan Minyak Jahe

Asam stearat dilelehkan pada suhu 70-80 oC diatas waterbath. Minyak jarak ditambahkan pada cairan asam stearat dan dicampur hingga homogen.

Pencampuran bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun

dilakukan menggunakan mixer dengan skala 1, selama 1 menit pada

masing-masing bahan untuk membantu menghomogenkan campuran. BHT kemudian

ditambahkan pada campuran asam sterat dan minyak jarak. Selama proses

pembuatan sabun, suhu harus dikontrol pada 70-80 oC. Penambahan NaOH selanjutnya dilakukan untuk menjalankan reaksi penyabunan, yang kemudian

ditambahkan etanol 96% untuk melarutkan sabun. Pada campuran yang

terbentuk, ditambahkan secara berurutan asam sitrat, surfaktan, gliserin, gula

dan aquadest. Setelah semua bahan tercampur homogen, campuran yang telah

terbentuk didinginkan hingga mencapai suhu ± 40 oC.Minyak jahe kemudian ditambahkan dan dihomogenkan kembali menggunakan mixer dengan skala 1.

pada suhu ruang selama 24 jam. Sabun kemudian dimasukkan dalam freezer

dengan suhu -20 oC selama kurang lebih 48 jam. Setelah pendinginan dalam

freezer, sabun didiamkan pada suhu kamar selama 4 minggu. Dari setiap

formula dilakukan replikasi sebanyak tiga kali.

3. Penentuan Penyusutan Bobot

Pengamatan penyusutan bobot dilakukan setiap minggu pada masa aging

sabun yaitu pada minggu 1 ke minggu 2, minggu 2 ke minggu 3, dan minggu

3 ke minggu 4. Pada minggu 1, sabun dipotong 1x7 cm yang digunakan untuk

pengujian karakteristik fisik, sisa sabun ditimbang dan ditetapkan sebagai

bobot akhir minggu 1. Sisa dari sabun tersebut didiamkan selama 1 minggu

dan pada minggu 2 sabun ditimbang kembali sebelum digunakan untuk

pengujian karakteristik fisik, dan didapatkan bobot awal minggu 2.

Penyusutan bobot pada minggu 1 ke minggu 2 dapat dilihat melalui selisih

antara bobot akhir sabun minggu 1 dengan bobot awal sabun minggu 2.

Pengamatan penyusutan bobot untuk minggu 2 ke minggu 3 dan minggu 3 ke

minggu 4, dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pengamatan

penyusutan bobot minggu 1 ke minggu 2.

4. Pengujian Karakteristik Fisik Sabun a. Uji Transparansi

Pengamatan transparansi sabun dilakukan pada minggu 4 setelah

proses pembuatan sabun. Sabun dipotong dengan ketebalan 0,25 inchi atau

font tipe 14. Pengujian dilakukan pada ketiga replikasi, semua hasilnya

dicatat dan ditentukan sabun yang dihasilkan transparan atau tidak.

b. Uji Derajat Keasaman (pH)

Pengamatan derajat keasaman dilakukan pada minggu 4 setelah

proses pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 1 gram dan

dilarutkan dalam 10 mL aquades. Larutan campuran sabun dan aquadest

diukur pH nya menggunakan pH indikator universal. Diamati pH yang

diperoleh. Pengujian dilakukan pada ketiga replikasi, semua hasilnya

dicatat dan ditentukan rata-rata derajat keasamannya (pH).

c. Uji Kekerasan

Pengamatan kekerasan sabun dilakukan pada minggu 4 setelah

proses pembuatan sabun. Sabun berukuran 1x1x1 cm diletakkan secara

vertikal pada hardness tester. Hardness tester diputar hingga menembus

bagian bawah sabun, dicatat skala kekerasan yang tertera. Pengujian

dilakukan pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan

rata-rata kekerasan sabun.

d. Uji Kemampuan Membentuk Busa dan Kemampuan

Mempertahankan Busa

Pengamatan kemampuan membentuk busa dan kemampuan

mempertahankan busa dilakukan pada minggu 4 setelah proses pembuatan

sabun. Sabun ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan dalam 30 mL

aquadest. Larutan campuran sabun dan aquadest diambil sebanyak 25 mL

block. Larutan sabun diuji dengan homoginizer dengan skala 4 selama 1

menit. Dicatat tinggi dari busa yang dihasilkan. Pengujian dilakukan pada

ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian

busanya. Hasil ketinggian busa menunjukkan kemampuan membentuk

busa dari sabun. Pengamatan kemampuan mempertahankan busa

selanjutnya dilakukan dengan mengukur busa yang tersisa setelah

pendiaman selama 20 menit, yang kemudian dihitung selisih ketinggian

busa awal yang dihasilkan terhadap tinggi busa yang tersisa dibagi tinggi

busa awal dikali seratus persen. Pengujian dilakukan pada ketiga replikasi,

semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata persentase penurunan

busanya. Hasil persentase penurunan busa menunjukkan kemampuan

mempertahankan busa dari sabun.

5. Subjective Assessment

Subjective assessment dilakukan melalui pembagiankuesioner kepada

30 orang responden yang dilakukan sebagai wujud gambaran penerimaan

konsumen terhadap sabun yang dihasilkan. Kuesioner yang digunakan,

terlebih dahulu dilakukan validasi.

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari pengujian karakteristik fisik sabun dianalisa

secara statistik. Masing-masing data hasil pengujian karakteristik fisik diuji

normalitas datanya menggunakan uji Shapiro-Wilk, data yang terdistribusi normal

p-value < 0.05. Uji kesamaan varians dilakukan menggunakan Levene’s Test, data dikatakan memiliki kesamaan varians jika p-value > 0,05. Apabila data yang

diperoleh terdistribusi normal dan memiliki kesamaan varians, maka dapat diuji

menggunakan Parametric Test yang analisis datanya menggunakan One way

ANOVA (Analysis of Variance). Jika data yang diperoleh tidak terdistribusi

normal, maka pengujiannya menggunakan Non Parametric Test yang analisis

datanya menggunakan Kruskal Wallis. Uji ANOVA dilakukan untuk melihat

signifikansi perbedaan karakteristik fisik sabun yang dihasilkan. Jika hasil dari uji

ANOVA didapatkan p-value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa berbeda

bermakna secara statistik, sedangkan apabila p-value > 0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak berbeda secara statistik. Uji lanjutan untuk melihat

secara spesifik signifikansi masing-masing formula yang dibandingkan adalah

dengan uji Tukey HSD. Data penyusutan bobot sabun diuji normalitasnya

menggunakan Shapiro-Wilk yang selanjutnya dianalisis menggunakan Paired

T-test. Taraf kepercayaan yang digunakan dalam analisis data secara statistik sebesar

95 %.

Hasil subjective assessment mengenai produk sabun berdasarkan

kuesioner yang dibagikan kepada responden disajikan dalam bentuk persentase

tingkat penerimaan konsumen, serta digambarkan melalui diagram batang.

Program yang digunakan untuk analisis data secara statistik data adalah R

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Sabun

Sabun batang transparan minyak jahe merupakan sabun yang didesain

untuk mendapatkan penampilan fisik transparan dan bertujuan untuk dapat

menghasilkan sabun dengan karakteristik fisik yang baik, serta untuk mengetahui

pengaruh variasi konsentrasi surfaktan terhadap karakteristik fisik sabun yang

dihasilkan. Surfaktan yang digunakan yaitu diethanolamide (DEA) dan

cocoamidopropyl betaine (betaine). Bahan-bahan lain yang digunakan dalam

pembuatan sabun transparan, antara lain asam stearat, butylated hydroxy toluene

(BHT), minyak jarak, NaOH, etanol 96%, asam sitrat, gliserin, sukrosa, aquadest,

dan minyak jahe. Sabun yang dibuat menggunakan formula hasil modifikasi yang

berasal dari formula acuan sabun transparan oleh Hambali et al., (2006).

Modifikasi formula yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan menambahkan

minyak jahe, BHT, serta penggunaan DEA.

Asam stearat dan minyak jarak merupakan fase minyak dengan

kandungan asam lemak yang akan bereaksi dengan NaOH, sehingga terjadi rekasi

saponifikasi dalam proses pembentukan sabun. Asam stearat berfungsi sebagai

agen pengeras dan pembentuk konsistensi sabun, sehingga dapat dihasilkan massa

sabun yang padat dan keras. Digunakan suhu 70-80 oC untuk melelehkan asam stearat, karena titik leleh asam stearat pada suhu 69-70 oC (Rowe et al.,2009). Minyak jarak yang digunakan juga merupakan fase minyak yang dalam

kandungannya terdapat asam lemak sehingga dapat berfungsi memberikan sensasi

lembut dan lembab.

BHT dalam formula ini berfungsi sebagai antioksidan. Penambahan

antioksidan dalam sabun sangat diperlukan karena sabun tersusun dari asam

lemak yang mengandung ikatan asam lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi.

Terjadinya oksidasi akan mengakibatkan sabun menjadi tengik. BHT yang

ditambahkan dalam formula diperlukan untuk mencegah terjadinya proses

oksidasi dari asam lemak ataupun minyak yang digunakan dalam formula. BHT

ditambahkan pada fase minyak, karena BHT larut sempurna dalam fase nonpolar

(Rowe et al.,2009).

Penambahan NaOH berfungsi sebagai agen saponifikasi. NaOH yang

bersifat sebagai basa akan bereaksi dengan fase minyak menghasilkan sabun.

Reaksi yang terjadi merupakan reaksi saponifikasi atau reaksi penyabunan. Dalam

pembuatan sabun, fase minyak dan basa merupakan komponen utamanya,

sedangkan bahan-bahan lain yang ditambahakan berperan dalam meningkatkan

kualitas sabun.

Etanol 96% digunakan sebagai pelarut dari sabun yang terbentuk.

Digunakan etanol karena sifatnya yang merupakan pelarut semipolar, sehingga

mudah larut dalam air dan lemak (Hambali et al., 2005). Etanol juga dapat disebut

sebagai agen penjernih karena sabun yang terbentuk dari reaksi saponifikasi akan

terlarut dalam etanol dan dihasilkan campuran yang jernih. Sabun harus larut

Asam sitrat dalam formula digunakan sebagai pH adjuster, sehingga

dapat mengurangi kebasaan dari sabun yang dihasilkan. Pengaturan pH dianggap

penting untuk meminimalisir terjadinya iritasi kulit, apabila sabun terlalu basa.

Penggunaan gliserin berfungsi sebagai humektan atau pelembab. Sesuai

mekanismenya, humektan dapat menarik air dari udara, sehingga dengan adanya

gliserin dapat melembabkan kulit ketika sabun diaplikasikan dan dapat

menghindari kulit dari kekeringan yang berlebihan akibat pemakaian sabun.

Gliserin juga berperan sebagai agen penjernih sehingga dapat meningkatkan

kejernihan dan transparansi sabun yang dihasilkan.

Gula dalam formula berfungsi sebagai agen transparansi, sehingga gula

merupakan bahan yang paling berperan penting dalam menghasilkan sabun yang

transparan. Transparansi dari sabun yang dihasilkan akan berpengaruh pada

estetika sediaan, yang mempunyai andil yang cukup besar terhadap penerimaan

konsumen. Hal ini dikarenakan sabun transparan merupakan sabun yang

mempunyai penampilan yang lebih berkilau daripada sabun opaque, dan lebih

menarik dikarenakan transparansinya. Gula yang digunakan adalah sukrosa. Gula

dapat membentuk transaparansi dari sabun dengan cara membantu perkembangan

kristal pada sabun. Ketika massa pendiaman sabun, air dan etanol yang

terkandung dalam sabun akan menguap sehingga kristal-kristal dari gula akan

terbentuk kembali. Kristal bening yang dihasilkan akan meningkatkan

transparansi sabun.

Diethanolamide (DEA) dan cocoamidopropyl betaine (betaine) berfungsi

Selain itu DEA juga dipilih sebagai surfaktan karena dapat mencegah proses

penghilangan minyak secara berlebihan pada kulit (Hambali et al., 2005),

sehingga diharapkan akan menghasilkan efek lembut dari penggunaan sabun.

Betaine memiliki sifat pembusa yang baik dan, relatif stabil. Penggunaan betaine

dalam formula juga dikarenakan betaine bersifat tidak mengiritasi kulit (Barel et

al., 2001).

Surfaktan mempunyai peran penting dalam produk sabun, terutama

dalam hal penghilangan kotoran dan sebagai agen pembusa. Surfaktan yang

digunakan akan mempengaruhi kekuatan pembusaan yang bisa dihasilkan dari

sabun. Hal ini penting karena kebanyakan konsumen menyukai produk sabun

yang dapat menghasilkan busa yang melimpah karena beranggapan bahwa

semakin banyak busa yang dihasilkan, maka akan semakin banyak kotoran yang

dapat dibersihkan (Izhar et al., 2009).

Minyak jahe berperan sebagai fragrance atau pewangi. Penggunaan

minyak jahe bertujuan untuk meningkatkan penerimaan konsumen terhadap

sabun, karena minyak jahe mempunyai aroma khas dan menenangkan, sehingga

dapat menimbulkan efek rileks.

Hal-hal kritis yang perlu diperhatikan selama proses pembuatan sabun

yaitu, suhu dan pengadukan. Saat proses pembuatan sabun, suhu harus dijaga

tetap konstan antara 70-80 oC, karena suhu akan berpengaruh pada proses pembentukan sabun. Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah, maka sabun

akan cepat memadat dan membentuk massa sehingga membuat proses

karena seharusnya bahan-bahan yang dicampurkan berbentuk larutan. Pengaruh

pengadukan terhadap proses pembuatan sabun, yaitu apabila pengadukan

dilakukan terlalu cepat dan tidak konstan maka akan banyak dihasilkan buih yang

membuat estetika sabun menjadi berkurang, oleh karena itu proses pengadukan

harus dilakukan dengan konstan dan stabil.

Setelah proses pencetakan sabun, sabun didiamkan terlebih dahulu

hingga mencapai suhu ruang ± 27 oC, setelah itu dilakukan pendinginan dalam

freezer. Masa aging atau masa pendiaman sabun juga termasuk hal penting yang

harus diperhatikan dalam pembuatan sabun transparan. Saat masa aging, sabun

didiamkan selama 4 minggu pada suhu ruang. Masa aging sabun tersebut

bertujuan untuk mengurangi kadar air dan menguapkan etanol yang terkandung

dalam sabun (Hambali et al., 2006). Setelah masa aging tersebut diharapkan sifat

fisik sabun sudah stabil.

B. Penentuan Penyusutan Bobot

Penentuan penyusutan bobot dilakukan untuk mengetahui waktu yang

dibutuhkan sabun untuk mendapatkan bobot yang stabil. Sabun yang telah dibuat

dilakukan proses pendiaman selama 4 minggu untuk memperoleh keadaan yang

stabil. Pendiaman yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan

menguapkan etanol yang terkandung dalam sabun. Adanya kandungan air dan

etanol dalam sabun menyebabkan respon sifat fisik sabun berubah-ubah, oleh

karena itu setelah masa aging diasumsikan etanol yang terkandung dalam sabun

mengukur persentase penyusutan yang terjadi setiap minggunya, yaitu penyusutan

bobot dari minggu 1 ke minggu 2, minggu 2 ke minggu 3, dan minggu 3 ke

minggu 4 setelah pembuatan sabun. Minggu 1 ditetapkan sebagai titik awal

pengukuran pesentase penyusutan bobot.

Hasil persentase penyusutan bobot (lampiran 3) yang paling besar terjadi

pada minggu 1 ke minggu 2. Hal ini menunjukkan bahwa saat masa aging sabun

pada minggu 1 ke minggu 2 terjadi pengurangan kandungan air dan penguapan

etanol dari dalam sabun yang cukup besar. Pada minggu 2 ke minggu 3,

penyusutan bobot sabun tidak sebesar minggu pertama. Sedangkan penyusutan

bobot pada minggu 3 ke minggu 4 sangat sedikit, karena jumlah kandungan air

dan etanol telah banyak berkurang pada minggu-minggu awal masa aging.

Data penyusutan bobot diuji normalitasnya secara statistik menggunakan

Shapiro-Wilk. Hasil dari uji normalitas menunjukkan bahwa data yang didapatkan

mempunyai distribusi normal (p-value > 0,05) (lampiran 7), kemudian untuk

Dokumen terkait