Lengkuas (Alpinia galanga) secara tradisional banyak digunakan sebagai obat dan bumbu masakan. Ekstrak etanol rimpang lengkuas memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri penyebab bau badan (Staphylococus epidermidis). Ekstrak etanol rimpang lengkuas tersebut diformulasikan ke dalam sediaan sabun cair. Cocoamidopropyl betaine merupakan surfaktan amfoter dengan sifat pembusa yang baik. Gliserin digunakan untuk menjaga kelembaban kulitjuga berfungsi sebagai thickening agent pada sediaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cocoamidopropyl betaine
dan gliserin terhadap sifat fisik sediaan serta komposisinya dalam area optimum yang dapat menghasilkan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas dengan sifat fisik yang diinginkan, mengetahui stabilitas fisik sediaan selama penyimpanan (28 hari), dan mengetahui potensi antibakteri sediaan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan penelitian desain faktorial 2 faktor dan 2 level. Respon viskositas dan ketahanan busa dioptimasi dengan uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan software Design Expert 9.0.4trial.
Hasil penelitian menunjukan bahwa cocoamidopropyl betaine berpengaruh meningkatkan viskositas sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas. Komposisi bahan pada area optimum dapat ditemukan dan menghasilkan sediaan dengan sifat fisik yang diinginkan. Sabun cair ekstrak rimpang lengkuas stabil dalam penyimpanan selama 28 hari. Sediaan memiliki potensi antibakteri dengan daya hambat yang lebih besar dari basis.
Galangal (Alpinia galangal) is traditionally used as medicine and food ingredients. The ethanol extract of galangal rhizome potentially has an anti bacteria activity to Staphylococus epidermidis. The extract is formulated into liquid soap product. Cocoamidopropyl betaine is amphoteric surfactants with good foaming. Glycerin is used to keep the skin humidity and as a thickening agent. This research were aimed to analize the influence of cocoamidopropyl betaine and glycerin to physical characteristics of liquid soap, to optimize the composition formula that can produce galangal extract liquid soap with expected physical characteristics, to analize physical stability during 28 days, and to analize anti bacteria activity of the liquid soap.
This research were an experimental research using 2-factors and 2-levels of factorial design. The viscosity and the foam endurance responses were optimized by 95% confidential degree of ANOVA test using software Design Expert 9.0.4 trial.
The result were showed that cocoamidopropyl betaine increase the liquid soap’s viscosity. The composition in the optimum area were be found, and it could produces product with expected physical characteristics. Galangal extract liquid soap were stable during 28 days. The product have bigger anti bacteria activity than base of liquid soap.
FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga) : PENGARUH COCOAMIDOPROPYL BETAINE DAN GLISERIN TERHADAP SIFAT DAN STABILITAS FISIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh :
Lukas Ingheneng Laksito Kinkin NIM : 118114076
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga) : PENGARUH COCOAMIDOPROPYL BETAINE DAN GLISERIN TERHADAP SIFAT DAN STABILITAS FISIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh :
Lukas Ingheneng Laksito Kinkin NIM : 118114076
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Mangkono ngelmu kang
nyata,
Sanyatane mung weh
reseping ati,
Bungah ingaran cubluk,
Sukeng tyas yen
denina,
Nora kaya si punggung
anggung gumrunggung,
Ugungan sadina dina
Aja mangkono wong
urip.
-
Wedhatama (Pangkur pada
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) : Pengaruh Cocoamidopropyl Betaine dan Gliserin terhadap Sifat dan Stabilitas Fisik” dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd. dan Ibu R. Estin Ami Wardani, S.Pd. yang telah memberikan segala yang terbaik bagi penulis, baik secara moral maupun material.
2. Ibu Aris Widayati M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
3. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan segala masukan dalam penyusunan skripsi.
5. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengalaman selama menjalani masa perkuliahan.
6. Balai Laboratorium Kesehatan Kota Yogyakarta atas bantuan dan kerjasamanya dalam melakukan pengujian potensi anti bakteri ekstrak rimpang lengkuas, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
7. Staf Universitas Sanata Dharma yang berkenan meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu dan berpartisipasi dalam penelitian. 8. Simbah R. Soeprapto yang selalu memberikan perhatian, semangat,
dan motivasi bagi penulis.
9. Abigail Daudina Olivia Rosa dan keluarga yang selalu memberikan perhatian, semangat, dan motivasi bagi penulis.
10.Adik - adikku, Johana Kinanthi dan Imanuel Laksta yang selalu menghibur penulis.
11.Rekan skripsi Maria Verita Vita Christiani yang selalu memberikan semangat dan selalu membantu penulis selama proses skripsi.
12.Deni, Surya, Ervan, Dara, Ella, Tia, Dea, Putu, Satrio, dan teman- teman FSM-B, FST-A, serta Farmasi 2011 yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan doa untuk penulis.
14.Robin, Anton, Hendi, Pandu, Vian, Aji, dan teman- teman Mudika Santo Yohanes Don Bosco Kalasan Tengah yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan doa untuk penulis.
15.Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis juga mengharapkan tulisan ini mampu menyumbangkan bantuan dan informasi baru kepada ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 21 Agustus 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... …i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan ... 5
1. Tujuan umum ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7
A. Lengkuas (Alpinia galangal) ... 7
1. Klasifikasi... 7
2. Kandungan kimia ... 7
3. Kegunaan dan khasiat... 8
B. Bakteri S. epidermidis ... 9
C. Sabun Cair ... 10
1. Definisi ... 10
2. Mekanisme pembersihan sabun cair ... 10
3. Bahan-bahan dalam sabun cair ... 10
4. Sifat fisik sabun cair ... 12
D. Cocoamidopropyl betaine ... 14
E. Gliserin ... 15
F. Desain Faktorial ... 16
G. Landasan Teori ... 17
H. Hipotesis ... 19
BAB III. METODE PENELITIAN... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20
B. Variabel Penelitian... 20
C. Definisi Operasional ... 21
D. Bahan Penelitian ... 22
F. Tata Cara Penelitian ... 23
1. Ekstraksi lengkuas ... 23
2. Formulasi sediaan sabun cair ... 24
3. Evaluasi sediaan sabun cair ... 26
4. Analisis hasil ... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. Karakteristik Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas... 29
B. Penentuan Zona Hambat Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas terhadap Bakteri S.epidermidis ... 30
C. Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas ... 32
1. Organoleptis dan pH ... 33
2. Viskositas ... 34
3. Ketahanan busa ... 38
D. Pengujian Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas pada Formula Optimum ... 42
E. Stabilitas Fisik Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas ... 43
F. Pengujian Potensi Antibakteri Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas terhadap Bakteri S. epidermidis ... 45
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
A. Kesimpulan ... 47
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Tabel I . Rancangan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level ... 16
Tabel II. Formula acuan ... 24
Tabel III. Formula sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas ... 25
Tabel IV. Karakteristik ekstrak etanol lengkuas ... 29
Tabel V. Pengukuran zona hambat ekstrak etanol lengkuas terhadap bakteri S.epidermidis ... 30
Tabel VI. Pengamatan sifat fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas ... 32
Tabel VII. Pengaruh cocoamidopropyl betaine, gliserin, dan interaksinya terhadap respon viskositas ... 35
Tabel VIII. Pengaruh cocoamidopropyl betaine, gliserin, dan interaksinya terhadap respon ketahanan busa ... 39
Tabel IX. Hasil pengujian formula optimum ... 43
Tabel X. Hasil pengukuran diameter zona hambat ... 46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur asetoksikhavikol asetat ... 8
Gambar 2. Struktur cocoamidopropyl betaine ... 14
Gambar 3. Struktur gliserin ... 15
Gambar 4. Pengukuran zona hambat ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap bakteri S.epidermidis ... 31
Gambar 5. Grafik hubungan efek cocoamidopropyl betaine terhadap respon viskositas ... 36
Gambar 6. Grafik hubungan efek gliserin terhadap respon viskositas... 36
Gambar 7. Contour plot respon viskositas ... 37
Gambar 8. Grafik hubungan efek cocoamidopropyl betaine terhadap respon ketahanan busa ... 40
Gambar 9. Grafik hubungan efek gliserinterhadap respon ketahanan busa ... 40
Gambar 10. Contour plot respon ketahanan busa ... 41
Gambar 11. Overlay plot formulasi sabun cair ekstrak rimpang lengkuas ... 42
Gambar 12. Profil stabilitas viskositas ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan simplisia ... 54 Lampiran 2. Sertifikat hasil uji bakteri S.epidermidis ... 55 Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak etanol rimpang lengkuas ... 56 Lampiran 4. Uji potensi daya antibakteri ekstrak etanol rimpang lengkuas ... 57 Lampiran 5. Pengujian sifat fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang
lengkuas... 59 Lampiran 6. Analisis statistik pengaruh faktor pada sediaan sabun cair
ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap respon dengan
software Design Expert 9.0.4 trial ... 63 Lampiran 7. Analisis statistik stabilitas sediaan sabun cair ekstrak etanol
rimpang lengkuas dengan software R 3.1.1 ... 65 Lampiran 8. Uji aktivitas antibakteri sabun cair ekstrak etanol rimpang
lengkuas (ekstrak 3%) terhadap bakteri S. epidermidis ... 72 Lampiran 9. Uji aktivitas antibakteri sabun cair ekstrak etanol rimpang
INTISARI
Lengkuas (Alpinia galanga) secara tradisional banyak digunakan sebagai obat dan bumbu masakan. Ekstrak etanol rimpang lengkuas memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri penyebab bau badan (Staphylococus epidermidis). Ekstrak etanol rimpang lengkuas tersebut diformulasikan ke dalam sediaan sabun cair. Cocoamidopropyl betaine merupakan surfaktan amfoter dengan sifat pembusa yang baik. Gliserin digunakan untuk menjaga kelembaban kulit juga berfungsi sebagai thickening agent pada sediaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cocoamidopropyl betaine
dan gliserin terhadap sifat fisik sediaan serta komposisinya dalam area optimum yang dapat menghasilkan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas dengan sifat fisik yang diinginkan, mengetahui stabilitas fisik sediaan selama penyimpanan (28 hari), dan mengetahui potensi antibakteri sediaan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan penelitian desain faktorial 2 faktor dan 2 level. Respon viskositas dan ketahanan busa dioptimasi dengan uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan software Design Expert 9.0.4trial.
Hasil penelitian menunjukan bahwa cocoamidopropyl betaine
ABSTRACT
Galangal (Alpinia galangal) is traditionally used as medicine and food ingredients. The ethanol extract of galangal rhizome potentially has an anti bacteria activity to Staphylococus epidermidis. The extract is formulated into liquid soap product. Cocoamidopropyl betaine is amphoteric surfactants with good foaming. Glycerin is used to keep the skin humidity and as a thickening agent. This research were aimed to analize the influence of cocoamidopropyl betaine and glycerin to physical characteristics of liquid soap, to optimize the composition formula that can produce galangal extract liquid soap with expected physical characteristics, to analize physical stability during 28 days, and to analize anti bacteria activity of the liquid soap.
This research were an experimental research using factors and 2-levels of factorial design. The viscosity and the foam endurance responses were optimized by 95% confidential degree of ANOVA test using software Design Expert 9.0.4 trial.
The result were showed that cocoamidopropyl betaine increase the liquid soap’s viscosity. The composition in the optimum area were be found, and it could produces product with expected physical characteristics. Galangal extract liquid soap were stable during 28 days. The product have bigger anti bacteria activity than base of liquid soap.
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak dilakukan eksplorasi mengenai khasiat tanaman obat dalam berbagai bidang, salah satunya adalah lengkuas (Alpinia galanga). Lengkuas merupakan tanaman yang banyak tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah. Lengkuas termasuk dalam golongan empon-empon yang dikenal di masyarakat Jawa dan sering digunakan sebagai bumbu masakan dan jamu tradisional. Secara tradisional, lengkuas sering digunakan sebagai obat sakit perut, antijamur, antigatal, obat bengkak, antialergi, dan antihipoglikemik (Kubo,
Himejima, dan Muroi, 1991). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Oonmetta-aree, Suzuki, Gasalucka, dan Eumkeb (2005), diketahui bahwa ekstrak etanol rimpang lengkuas mengandung asetoksikhavikol asetat (ACA). Komponen ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. epidermidis yang merupakan bakteri penyebab bau badan. ACA menyebabkan perubahan pH internal dan denaturasi protein dalam sel serta merusak membran sitoplasma yang menyebabkan sitoplasma kehilangan ion dan konstituennya. Menurut Wijayakusuma (2008) bau badan ditandai dengan bau tidak sedap yang berasal dari tubuh yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan akibat kurang menjaga kebersihan badan, hormon, makanan yang dikonsumsi, serta keberadaan bakteri yang menguraikan keringat.
membersihkan kotoran yang biasanya berupa lemak (Ertel, 2006). Terdapat beberapa jenis sabun, seperti sabun batang, sabun cair, dan lain sebagainya. Sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas merupakan pemanfaatan tanaman obat yang diformulasikan dalam bentuk sediaan kosmetik. Bentuk sediaan sabun cairdengan basis surfaktan dipilih karena memiliki banyak keunggulan antara lain lebih nyaman dipakai karena fisiknya yang berupa cairan kental, mudah dibilas dengan air, memberikan lebih banyak busa karena basisnya adalah surfaktan, serta kemasan lebih mudah dibawa dan tidak mudah terkontaminasi oleh lingkungan dan pengotor
Surfaktan merupakan suatu molekul yang terdiri dari bagian non-polar yang hidrofobik dan bagian polar yang hidrofilik, yang dapat bersifat nonionik, ionik, atau zwitterion. Surfaktan dapat menurunkan energi bebas yang berkaitan dengan tegangan antarmuka (Tadros, 2005). Selain itu penggunaan surfaktan dapat meningkatkan terjadinya busa (foam) karena kegunaan lain surfaktan adalah sebagai foaming agent. Surfaktan yang digunakan adalah surfaktan anionik yaitu
sodium lauryl sulfate dan surfaktan amfoterik cocoamidopropyl betaine. Cocoamidopropyl betaine mempunyai daya busa yang relatif stabil, baik pada
soft water maupun hard water, serta kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik, maupun nonionik. Cocoamidopropyl betaine juga mempunyai potensi iritasi mata dan kulit yang sangat rendah (Rieger dan Rhein, 1997).
molekul bekerja dengan mencegah penguapan atau mempertahankan air yang ada dalam kandungan kulit, sehingga diperoleh sensasi lembap di kulit (Rieger, 2000). Sensasi lembab merupakan salah satu hal yang diharapkan setelah menggunakan sabun. Gliserin merupakan humektan untuk menjaga kelembaban kulit juga berfungsi sebagai thickening agent yang digunakan untuk meningkatkan viskositas (Tadros, 2005).
Sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas dibuat dengan surfaktan cocoamidopropyl betaine dan gliserin sebagai humektan. Penggunaan
cocoamidopropyl betaine dan gliserin akan memberikan pengaruh terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan, serta aktivitas antibakteri sediaan sabun cair ekstrak rimpang lengkuas terhadap bakteri S. epidermidis. Komposisi yang tepat dari kedua komponen dapat memberikan sediaan sabun cair dengan sifat dan stabilitas fisik yang baik serta dapat melepaskan zat aktif yaitu ekstrak etanol rimpang lengkuas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. epidermidis.
1. Perumusan masalah
a. Bagaimana pengaruh cocoamidopropyl betaine dan gliserin terhadap sifat fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas ?
b. Berapa komposisi cocoamidopropyl betaine dan gliserin dalam area optimum yang menghasilkan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas dengan sifat fisik yang diinginkan?
d. Apakah sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas memiliki potensi anti bakteri terhadap S.epidermidis ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai formulasi sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga) : pengaruh
cocoamidopropyl betaine dan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain adalah :
a. “Formula Sabun Transparan Antijamur dengan Bahan Aktif Ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.Swartz.)” yang dilakukan oleh Hernani, Bunasor, dan Fitriati pada tahun 2010.
b. “Optimasi Formula Sabun Transparan dengan Humectant Gliserin dan Surfaktan Cocoamidopropyl betaine : Aplikasi Desain Faktorial” yang dilakukan oleh Verysa Budianto pada tahun 2010.
c. “Pengaruh Penambahan Bahan Pengental Gliserin dan Surfaktan
Cocoamidopropyl betaine terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa pada Sediaan Sabun cair : Aplikasi Desain Faktorial” yang dilakukan oleh Devina Anggraeni pada tahun 2011.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis: Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmiah di bidang kefarmasian, mengenai komposisi cocoamidopropyl betaine sebagai surfaktan dan gliserin sebagi humektan dalam formulasi sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas.
b. Manfaat praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh cocoamidopropyl betaine dan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas meliputi viskositas, ketahanan busa, dan pergeseran viskositas, serta potensi antibakteri terhadap bakteri S.epidermidis.
B. Tujuan 1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula yang optimum sehingga diperoleh sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas dengan sifat dan stabilitas fisik yang sesuai dengan kriteria.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh cocoamidopropyl betaine dan gliserin terhadap sifat fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas .
c. Mengetahui stabilitas fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas dalam penyimpanan selama 28 hari.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Lengkuas (Alpinia galanga) 1. Klasifikasi
Lengkuas (Alpinia galanga) dikenal pada masyarakat Jawa dengan nama laos, sedangkan masyarakat Sunda mengenalnya dengan nama laja. Klasifikasi lengkuas adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Alpinia
Spesies : Alpinia galanga (Alice dan Sankar, 2007) 2. Kandungan kimia
Disamping itu ACA menyebabkan kebocoran ion dan bagian lain dari sel bakteri tersebut. Meskipun dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif seperti Staphylococal, lengkuas tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif seperti E. coli karena adanya monolayer lipopolisakarida yang membatasi difusi dari komponen yang bersifat hidrofobik. Komponen lain yang terdapat dalam lengkuas adalah p-coumaryl diacetate (7,96%),
palmitic acid (3,19%), acetoxyeugenol acetate (3,06%), 9-octadecenoic acid
(2,28%), eugenol, b-bisabolene, b-farnesene dan sesquiphellandrene.
(Oonmetta-aree, dkk., 2005).
Gambar 1. Struktur asetoksikhavikol asetat (Seo, dkk., 2013)
3. Kegunaan dan khasiat
Secara tradisional, lengkuas sering digunakan sebagai obat sakit perut, antijamur, antigatal, obat bengkak, antialergi, dan antihipoglikemik (Kubo,
dkk., 1991). Penelitian yang dilakukan oleh Rao, Ch, Narasu, dan Giri (2010),
Bacillus megaterium, Streptococcus lactis, dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri S. epidermidis merupakan bakteri yang berkontribusi dalam menyebabkan bau badan. Hasil sekresi oleh sebaceous dan kelenjar keringat serta plak kulit dari stratum korneum diuraikan oleh bakteri di kulit atau teroksidasi akan menghasilkan bau tak sedap yang mudah menguap. Bau badan tersebut terdiri dari asam lemak, aldehid, keton, senyawa yang mengandung nitrogen, dan senyawa sulfur (Yamazaki, Hoshino, dan Kusuhara, 2010). Minimum inhibitory concentration (MIC) dari ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap bakteri S. epidermidis adalah 0,325 mg/ml dan
minimum bactericidal concentration (MBC) sebesar 1,3 mg/ml (Oonmetta-aree, dkk., 2005).
B. Bakteri S. epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan salah satu spesies bakteri dari genus Staphylococcus yang sering ditemukan dalam berbagai kasus. S. epidermidis merupakan bakteri gram positif, non-motile, bersifat anaerob fakultatif sehingga dapat tumbuh secara aerob ataupun fermentasi. S. epidermidis
merupakan flora normal pada kulit dan mukosa. Bakteri ini sebenarnya jarang menyebabkan infeksi patogenik tetapi dewasa ini diketahui bahwa S. epidermidis
C. Sabun Cair 1. Definisi
Sabun adalah sediaan yang merupakan suatu campuran yang mengandung berbagai macam surfaktan yang digunakan bersama dengan air untuk mencuci dan membersihkan kotoran yang biasanya berupa lemak (Ertel, 2006). Sabun cair mudah ditempatkan dalam botol pengemas sederhana dan formulasinya mengandung antara lain surfaktan seperti lauryl sulphates, humektan seperti gliserin, foam booster seperti cocoamides, dan fragrance
untuk menambah aroma yang menyenangkan dari sabun cair (Tadros, 2005). 2. Mekanisme pembersihan sabun cair
Tegangan antar muka antara kotoran dan permukaan kulit diturunkan oleh surfaktan dalam sabun cair. Surfaktan terdiri atas bagian polar dan non polar. Bagian polar berinteraksi dengan air, sedangkan bagian non polar berinteraksi dengan kotoran yang biasanya berupa lemak. Surfaktan tersebut akan membentuk misel dengan kotoran yang berada di bagian dalam. Bagian luar misel yang bersifat polar akan berinteraksi dengan air sehingga saat pembilasan akan terbawa oleh air dengan membawa kotoran (Tadros, 2005). 3. Bahan – bahan dalam sabun cair
a. Surfaktan
digunakan yaitu, surfaktan primer yang berfungsi sebagai detergen yang biasanya merupakan surfaktan anionik karena sifat pembusaanya baik dan relatif tidak iritatif jika dibandingkan dengan surfaktan kationik. Yang kedua adalah surfaktan sekunder yang berfungsi sebagai foam booster
yang memperbaiki detergensi dan pembusaan yang biasanya merupakan surfaktan amfoter karena dapat memperbanyak dan menstabilkan busa juga dapat melembutkan kulit (Rieger, 2000).
b. Humektan
Senyawa yang dapat meningkatkan kelembaban di kulit setelah pemakaian sabun perlu ditambahkan. Penggunaan gliserin dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu gliserin dapat berfungsi sebagai thickening agent serta clarifying agent (agen penjernih) (Barel, Paye, dan Maibach, 2001).
c. Fragrance
Fragrance merupakan bahan tambahan yang penting dalam formulasi sabun cair. Namun agar dapat diterima oleh konsumen, perlu diperhatikan bahwa penambahan fragrance tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas pada produk akhir (Barel, Paye, dan Maibach, 2009). d. Pengatur keasaman
4. Sifat fisik sabun cair a. Viskositas
Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas semakin besar tahanannya (Martin, Swabrick, dan Cammarata, 1993). Viskositas ditunjukkan dengan persamaan :
η : Viskositas
σ : Gaya geser (shearing stress)
γ : Kecepatan geser (shearing rate )
Peningkatan gaya geser akan berbanding lurus dengan peningkatan viskositas. Hal ini berlaku untuk senyawa yang termasik tipe Newtonian. (Martin, Swabrick, dan Cammarata, 1993). Pada tipe non-Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan gaya geser. Yang termasuk tipe non-Newtonian antara lain plastis, pseudoplastis, dan dilatan (Lieberman, Rieger, dan Banker,1996).
b. pH
Menurut Walters dan Roberts (2008) pH kulit manusia ialah sekitar 4,5-6,5. pH yang terlalu asam dapat mengiritasi kulit, sedangkan apabila terlalu basa, dapat menyebabkan kulit kering. Dari hal tersebut maka sediaan yang berkaitan dengan kulit manusia perlu disesuaikan dengan pH kulit tersebut.
c. Ketahanan busa
D. Cocoamidopropyl betaine
Gambar 2. Struktur cocoamidopropyl betaine (Cirelli, Ojeda, Castro, dan Salgot, 2009)
Cocoamidopropyl betaine (gambar 2) adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik. Surfaktan ini juga dapat melindungi kulit dari iritasi. (Barel, Paye, dan Maibach, 2001). Menurut Rieger dan Rhein (1997) busa yang dihasilkan relatif stabil baik pada soft water dan hard water, serta kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik, maupun nonionik. Dari sebab itu,
E. Gliserin
Gambar 3. Struktur gliserin (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)
F. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan teknik untuk mengamati faktor yang terlibat dalam suatu proses secara simultan sehingga dapat diketahui interaksi antara faktor – faktor tersebut. Dengan demikian dapat dipisahkan antara faktor – faktor yang penting dengan yang tidak dalam proses tersebut. Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian dengan 2 faktor dan 2 level (Armstrong dan James, 1996). Dua faktor yang berbeda dan masing - masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon dan interaksi antar faktor dapat diketahui dengan metode ini (Bolton, 1997).
Desain faktorial digunakan untuk melihat efek atau interaksi faktor – faktor yang ada. Besar suatu efek yang disebabkan oleh suatu faktor akan berpengaruh terhadap faktor yang lain. Langkah desain faktorial dimulai dengan menetapkan faktor yang dianggap penting dan faktor yang tidak, dengan cara mengevaluasi variabel sebagai faktor secata simultan, lalu menetapkan hubungan yang penting di antara faktor tersebut (Amstrong dan James, 1996).
Tabel I. Rancangan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
Formula 1 : formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level rendah
Formula a : formula dengan faktor A level tinggi dan faktor B level rendah
Formula b : formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level tinggi
Persamaan umum desain faktorial adalah sebagai berikut : Y = B0 + B1(X1) + B2(X2) + B1.2(X1)(X2). Di mana Y adalah respon hasil atau sifat yang diamati, X1; X2 merupakan level faktor bagian A, level faktor bagian B; B1; B2; B1.2 merupakan koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan, dan B0 merupakan rata-rata dari semua percobaan. Dari persamaan tersebut dapat diperoleh contour plot suatu respon tertentu yang berguna untuk memilih komposisi campuran yang optimum (Bolton, 1997). Desain faktorial memiliki keuntungan yaitu metode ini mampu mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor (Muth,1999).
G. Landasan Teori
Ekstrak etanol rimpang lengkuas memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri S.epidermidis. Ekstrak etanol rimpang lengkuas mengandung senyawa asetoksikhavikol asetat (ACA) sebanyak 76,49%. Komponen ini dapat menyebabkan perubahan pH internal pada bakteri spesies Staphylococal dan menyebabkan denaturasi protein dalam sel serta merusak membran sitoplasma yang menyebabkan sitoplasma kehilangan ion dan konstituennya (Oonmetta-aree, dkk., 2005).
iritasi. (Barel, Paye, dan Maibach, 2001). Busa yang dihasilkan relatif stabil baik pada soft water dan hard water, serta kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik, maupun nonionik (Rieger dan Rhein, 1997). Selain itu untuk menjaga kelembaban kulit digunakan humektan yaitu gliserin (Tadros, 2005). Gliserin termasuk dalam tipe humektan organik yang paling banyak digunakan dalam industri kosmetik karena kestabilan harga dan presentasenya relatif sedikit dari jumlah total penggunaan produk (Rieger,2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2011), penggunaan
cocoamidopropyl betaine 7,5% dan 9,5% , sedangkan gliserin 7,5% dan 39,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Budianto (2010), penggunaan cocoamidopropyl betaine 7% dan 18%, sedangkan gliserin 3% dan 7%. Mengacu pada penelitian tersebut, maka digunakan cocoamidopropyl betaine sebesar 7% dan 10% serta gliserin sebesar 7% - 10%.
H. Hipotesis
1. Surfaktan cocoamidopropyl betaine dan gliserin memberikan pengaruh terhadap sifat fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas yaitu peningkatan viskositas dan ketahanan busa.
2. Komposisi area optimum dari cocoamidopropyl betaine dan gliserin dalam formula sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas dapat diperoleh.
3. Sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas stabil dalam penyimpanan selama 28 hari.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan penelitian desain faktorial dengan 2 faktor (cocoamidopropyl betaine dan gliserin) dan 2 level (level tinggi dan level rendah).
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi
cocoamidopropyl betaine dan komposisi gliserin.
2. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan, yaitu organoleptis, pH, viskositas sediaan, ketahanan busa, serta pergeseran viskositas.
3. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah komposisi bahan lain yang digunakan dalam formulasi, kecepatan pengadukan, dan alat yang digunakan.
C. Definisi Operasional
1. Sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas yang dimaksud adalah sediaan sabun cair dengan surfaktan cocoamidopropyl betaine dan humektan gliserin yang diformulasikan dengan penambahan ekstrak etanol rimpang lengkuas. 2. Ekstrak etanol rimpang lengkuas adalah ekstrak kental dari rimpang lengkuas
yang diserbukkan kemudian diekstraksi dengan pelarut etanol (1:10) selama 24 jam dan diuapkan pelarutnya.
3. Cocoamidopropyl betaine merupakan surfaktan amfoter yang sering dipakai dalam formulasi kosmetik, keunggulan surfaktan ini adalah dapat meningkatkan jumlah busa yang digunakan dalam sediaan. Penggunaan
cocoamidopropyl betaine dalam formula ini sebanyak 7% dan 10%.
4. Gliserin merupakan thickening agent yang digunakan untuk meningkatkan viskositas dan dapat membentuk struktur transparan dalam sabun cair, juga dapat berfungsi sebagai humektan untuk menjaga kelembaban kulit. Penggunaan gliserindalam formula ini sebanyak 7% dan 10%.
5. Viskositas merupakan tahanan sabun cair untuk mengalir yang diukur dengan viskotester. Viskositas yang diinginkan adalah 5-7 dPa.s
6. Ketahanan busa adalah selisih tinggi busa antara menit ke-0 dan ke-5 setelah di-vortex. Semakin kecil selisih tinggi busa maka ketahanan busa semakin baik. Ketahanan busa yang diinginkan adalah 0-2 mm.
7. pH sediaan disesuaikan dengan pH kulit manusia yaitu sekitar 4,5-6,5. 8. Desain faktorial merupakan teknik untuk mengamati faktor yang terlibat
faktor – faktor tersebut. Dengan demikian dapat dipisahkan antara faktor – faktor yang penting dengan yang tidak dalam proses tersebut.
9. Potensi antibakteri adalah kemampuan sediaan untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. epidermidis yang ditunjukkan oleh zona hambat pada media.
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk rimpang lengkuas (Alpinia galanga, CV. Merapi Farma Herbal), etanol 96% (kualitas teknis), cocoamidopropyl betaine (kualitas farmasetis), sodium lauryl sulfate
(kualitas farmasetis), gliserin (kualitas farmasetis), asam sitrat, aqua demineralisata, media Muller-Hinton Agar, dan kultur bakteri Staphylococcus epidermidis (Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta).
E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware (Pyrex, Germany), magnetic stirrer, shaker, waterbath, kertas saring, neraca analitik (Mettlter Toledo), indikator pH universal (Merck, Germany), viscometer (VT 04, Rion, Japan), vortex (Laboratorium Farmasi Universitas Sanata Dharma), autoklaf (KT-40 ALP Co. Ltd., Midorigouka, Japan), inkubator (MEMMERT), cotton bud
F. Tata Cara Penelitian 1. Ekstraksi lengkuas
a. Pembuatan ekstrak kental lengkuas
Serbuk lengkuas diektraksi sebanyak 80 gram dengan 800 ml etanol 96% pada suhu ruangan selama 24 jam. Ekstrak disaring dengan menggunakan kertas saring sebanyak dua kali. Filtrat yang tertinggal diektstrak kembali dengan 800 ml etanol 96% pada suhu ruangan selama 24 jam dan disaring kembali dengan menggunakan kertas saring sebanyak dua kali. Hasil penyaringan dicampur kemudian pelarut diuapkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental dengan bobot tetap. Ekstrak disimpan hingga digunakan pada proses berikutnya dalam lemari pendingin. b. Uji potensi antibakteri ekstrak kental lengkuas
Ekstrak kental lengkuas yang didapatkan diencerkan menjadi larutan ekstrak rimpang lengkuas dengan variasi konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8%. Media Muller-Hinton Agar steril disiapkan. Suspensi bakteri uji
2. Formulasi sediaan sabun cair a. Desain formula
Formula yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada formula sabun cair pada penelitian yang dilakukan Anggraeni (2011).
Tabel II. Formula acuan (Anggraeni, 2011)
Bahan Jumlah (gram)
Gliserin 33,0
Cocoamidopropyl
betaine 33,0
Sodium lauryl sulfate 40,0 Natrium klorida 12,0
Aqua Demineralisata Ad 400,0
Fragrance 3
Asam sitrat q.s pH 4,5-6,5
Modifikasi pada formula tersebut, yaitu dengan perubahan jumlah
Tabel III. Formula sabun cair ekstrak rimpang lengkuas
F1 : Formula dengan cocoamidopropyl betaine level rendah, dan gliserin level rendah
Fa : Formula dengan cocoamidopropyl betaine level tinggi dan gliserin level rendah
Fb : Formula dengan cocoamidopropyl betaine level rendah, dan gliserin level tinggi
Fab : Formula dengan cocoamidopropyl betaine level tinggi dan gliserin level tinggi
b. Pembuatan sediaan sabun cair
Bagian A : Sebagian aqua demineralisata dimasukkan ke dalam
beaker glass kemudian dipanaskan pada suhu 50°C. Sodium lauryl sulfate
ditambahkan pada beaker glass tersebut sambil diaduk dengan magnetic stirrer dengan kecepatan 500 rpm hingga terbentuk larutan.
Bagian B : Sisa aqua demineralisata digunakan untuk melarutkan gelatin. Larutan gelatin tersebut ditambahkan pada bagian A, kemudian diaduk hingga membentuk campuran yang homogen.
ditambahkan kemudian pH sediaan diukur menggunakan indikator pH universal, hingga sediaan memiliki pH 4,5-6,5. Campuran diaduk hingga homogen, kemudian didinginkan lalu ditambahkan fragrance.
3. Evaluasi sediaan sabun cair a. Uji organoleptis
Bentuk, warna, dan bau dari sediaan diamati. Pengujian ini dilakukan pada hari ke-2, ke-7, ke-14, ke-21, dan ke-28 setelah pembuatan sediaan. b. Uji viskositas
Pengujian viskositas sediaan menggunakan viskometer. Sediaan dituang ke dalam wadah yang tersedia hingga tanda batas pada wadah tersebut. Rotor kemudian dipasang dan viskometer dinyalakan. Viskositas sediaan diamati berdasarkan jarum penunjuk viskositas. Nilai yang ditunjukkan kemudian dicatat. Pengujian ini dilakukan pada hari ke-2, ke-7, ke-14, ke-21, dan ke-28 setelah pembuatan sediaan.
c. Uji ketahanan busa
Sediaan sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 50 ml aquadest, kemudian 10 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala melalui dinding. Tabung reaksi tersebut ditutup kemudian di-vortex
d. Uji potensi antibakteri i.Pembuatan suspensi bakteri
Bakteri S.epidermidis diambil sebanyak 2 ose dari stok kemudian dicelupkan pada larutan NaCl fisiologis (0,9%) steril dalam tabung reaksi steril. Tabung reaksi di-vortex dan kekeruhannya dibandingkan dengan Mac Farland 1 (3x108 CFU/mL).
ii. Pembuatan kontrol media steril
Media Muller-Hinton Agar steril bersuhu 45-50°C dituang ke dalam cawan petri steril, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Media diamati dan dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan bakteri.
iii.Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri
Suspensi bakteri uji diinokulasikan merata pada media dengan metode streak plate pada media Muller-Hinton Agar steril, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Pertumbuhan bakteri diamati dan dibandingkan dengan perlakuan.
iv.Pengujian potensi antibakteri sediaan
Suspensi bakteri uji diinokulasikan merata pada media dengan metode streak plate dengan kepadatan dan jumlah yang sama dengan suspensi bakteri uji dalam perlakuan pada media Muller-Hinton Agar
dengan sediaan dengan ekstrak sesuai dengan formula. Selanjutnya, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat yang terbentuk diukur dengan menggunakan penggaris.
G. Analisis Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas
Formulasi sabun cair pada penelitian ini menggunakan ekstrak etanol rimpang lengkuas sebagai zat aktif yang memiliki efek antibakteri. Serbuk rimpang lengkuas yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal telah dilampirkan surat keterangan simplisia pada lampiran 1, sebagai bukti kebenaran dari serbuk rimpang lengkuas yang diekstraksi. Ekstrak rimpang lengkuas hasil ekstraksi tersebut memiliki karakteristik seperti yang ditunjukkan tabel IV.
Tabel IV. Karakteristik ekstrak etanol lengkuas
Hasil Pengamatan Farmakope Herbal Indonesia
Bentuk Ekstrak kental Ekstrak kental Warna Kuning kecokelatan Kuning kecokelatan
Aroma Khas lengkuas Khas
Rendemen 15,7% >16,0%
B. Penentuan Zona Hambat Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas terhadap Bakteri S.epidermidis
Penentuan zona hambat ekstrak etanol rimpang lengkuas bertujuan untuk mengetahui konsentrasi terrendah yang digunakan dalam formulasi sabun cair ekstrak etanol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.epidermidis. Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap bakteri S.epidermidis disajikan dalam tabel V.
Tabel V. Pengukuran zona hambat ektrak etanol rimpang lengkuas terhadap bakteri
S.epidermidis
Konsentrasi Ekstrak (%) Diameter Zona Hambat (mm)
1 36,67 ± 3,06
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak rimpang lengkuas, maka zona hambat yang dihasilkan cenderung meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Oonmeta-aree dkk. (2005), yang membuktikan bahwa ekstrak etanol rimpang lengkuas dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.epidermidis.
adanya zona hambat, hal ini membuktikan bahwa pelarut yang digunakan yaitu etanol 96% tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri S. epidermidis.
(a) (b) (c)
Gambar 4. Pengukuran zona hambat ektrak etanol rimpang lengkuas terhadap bakteri
S.epidermidis. (a) Ekstrak tanpa pengenceran dan kontrol negatif (etanol 96%), (b) Ekstrak dengan konsentrasi 1-4%, (c) Ekstrak dengan konsentrasi 5-8%.
Ekstrak dengan konsentrasi 1% merupakan konsentrasi terendah yang diamati sudah memberikan daya hambat terhadap bakteri S.epidermidis. Ekstrak dalam matriks pelepasan zat aktifnya akan jauh lebih kecil dari pada ekstrak di luar matriks. Banyaknya ekstrak yang ditambahkan ditentukan dengan uji ANOVA
analisis post-hoc Tukey HSD yang membandingkan diameter zona hambat yang terbentuk antar konsentrasi.
Kemampuan antibakteri suatu senyawa dapat dikatakan sangat kuat apabila diameter zona hambat ≥ 20 mm, kuat 10-20 mm, sedang 5-10 mm, dan
lemah ≤ 5 mm (Rita, 2010). Pada semua konsentrasi yang diuji dalam penelitian
ini memiliki daya anti bakteri yang termasuk dalam kategori sangat kuat.
C. Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas Pada penelitian ini, ekstrak etanol rimpang lengkuas diformulasikan menjadi sediaan sabun cair dengan optimasi penggunaan cocoamidopropyl betaine dan gliserin pada level tinggi dan level rendah. Pengujian sifat fisik sabun cair yang dilakukan meliputi pengamatan organoleptis, pH sediaan, viskositas, dan ketahanan busa. Pengujian sifat fisik sediaan dilakukan pada hari ke-2 setelah pembuatan agar sistem yang terbentuk telah sempurna, sehingga pengukuran tidak terpengaruh oleh energi dan gaya yang diberikan saat pencampuran bahan.
Tabel VI. Pengamatan sifat fisik sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas
1. Organoleptis dan pH
Organoleptis sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas yang diamati adalah bentuk, warna, dan aroma. Berdasarkan hasil pengamatan sediaan yang diasjikan pada tabel VI, sabun cair ekstrak rimpang lengkuas memiliki bentuk yang sama yaitu cairan kental, serta aroma yang sama yaitu khas rempah. Aroma khas rempah diperoleh dari percampuran antara aroma lengkuas dan fragrance melati yang ditambahkan. Warna sediaan relatif sama karena warna sediaan terpengaruh oleh warna cokelat tua pekat dari ekstrak, hanya terdapat perbedaan warna yang lebih tua yang terdapat pada formula b. Warna yang lebih tua diakibatkan oleh penambahan cocoamidopropyl betaine
dan gliserin yang keduanya merupakan level tinggi.
Sediaan pada semua formula memiliki pH 5,5. Penambahan
cocoamidopropyl betaine dan gliserin dalam jumlah yang berbeda pada setiap formula tidak mempengaruhi pH sediaan. Cocoamidopropyl betaine
merupakan surfaktan yang bersifat amfoter, lingkungan yang cenderung asam akan membuat cocoamidopropyl betaine bermuatan positif. Muatan negatif dari lingkungan akan berinteraksi dengan N+ pada cocoamidopropyl betaine
mengiritasi kulit sedangkan yang terlalu basa akan mengakibatkan kulit kering.
2. Viskositas
Viskositas merupakan faktor yang mempengaruhi sifat alir dari sabun cair ekstrak etanol. Viskositas berpengaruh pada pengisian sediaan ke dalam kemasan serta aplikasi sediaan. Semakin tinggi viskositas maka tahanan pada sediaan akan semakin besar dan sediaan akan semakin sulit untuk mengalir sehingga sulit dituang. Jika viskositas rendah maka sediaan akan mudah tahanan sediaan kecil sehingga mudah mengalir, hal ini menyebabkan sediaan mudah tumpah dari kemasan. Berdasarkan sediaan pembanding, maka ditetapkan kriteria penerimaan viskositas sebesar 5-7 d.Pas.
Tabel VI menunjukkan bahwa formula ab memiliki viskositas yang paling tinggi diikuti oleh formula b dengan perbedaan yang tidak begitu jauh. Formula ab dan b merupakan formula dengan cocoamidopropyl betaine level tinggi, maka penggunaan cocoamidopropyl betaine level tinggi dapat meningkatkan viskositas sediaan.
Persamaan desain faktorial yang didapatkan memiliki p-value < 0,05 yang menyatakan bahwa hasil permodelan signifikan pada respon viskositas. Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Y = -11,97037 + 1,79815X1 + 0,092593X2 – 3,70370E-003X1X2
Tabel VII. Pengaruh cocoamidopropyl betaine, gliserin, dan interaksinya terhadap respon viskositas
Faktor Efek p-value p-value
Persamaan
Cocoamidopropyl betaine (A) 5,30 < 0,0001
Gliserin (B) 0,183 0,2080 < 0,0001
AB - 0,016 0,9040
Data tabel VII efek paling besar ditunjukkan oleh cocoamidopropyl betaine dengan nilai efek sebesar 5,30. Nilai efek yang besar berarti
cocoamidopropyl betaine memiliki pengaruh dalam menentukan viskositas sediaan. Efek gliserin sebesar 0,183 maka gliserin memiliki pengaruh yang lebih kecil dalam menentukan respon viskositas. Cocoamidopropyl betaine
Gambar 5. Grafik hubungan efek cocoamidopropyl betaine terhadap respon
viskositas
Gambar 6. Grafik hubungan efek gliserin terhadap respon viskositas
Pada gambar 5, garis merah merupakan pengaruh cocoamidopropyl betaine level tinggi, sedangkan garis hitam merupakan pengaruh
cocodamidopropyl betaine level rendah. Jumlah cocoamidopropyl betaine
level rendah maupun level tinggi yang semakin tinggi akan meningkatkan viskositas sediaan. Pada gambar 6, garis merah merupakan pengaruh gliserin level tinggi, sedangkan garis hitam merupakan pengaruh gliserin level rendah. Kedua garis tersebut hampir linear, hal ini menunjukkan bahwa gliserin tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan viskositas.
Gambar 7. Contour plot respon viskositas
Warna pada gambar 7 menunjukkan gambaran pengukuran viskositas sabun cair ekstrak rimpang lengkuas. Semakin merah pada gambar berarti viskositas semakin tinggi. Semakin banyak penggunaan
rendah maupun level tinggi jika cocoamidopropyl betaine yang digunakan level rendah maka viskositas sediaan yang dihasilkan tetap kecil.
Cocoamidopropyl betaine akan memberikan sifat anionik di bagian hidrofil pada permukaan micelle. Konformasi micelle berbentuk spherical
karena adanya gaya tolak menolak antar muatan pada head groups di permukaan micelle. Adanya gliserin menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar muatan pada permukaan micelle sehingga ukuran micelle dapat membesar. Membesarnya ukuran micelle terjadi karena adanya perubahan konformasi micelle menjadi non-spherical. Ukuran micelle yang besar akan meningkatkan viskositas sediaan (Atwood dan Florence, 2008). Peningkatan konsentrasi surfaktan akan membentuk rod-like micelle. Micelle tersebut akan saling berpilin sehingga viskositas sistem akan semakin meningkat.
3. Ketahanan busa
Ketahanan busa merupakan kemampuan busa yang dihasilkan oleh sabun cair dalam waktu, energi, dan kecepatan tertentu untuk mempertahankan diri. Ketahanan busa dilihat dari pengukuran busa pada menit ke-0 dan ke-5 setelah dilakukan penggojokan. Selisih tinggi busa yang semakin kecil pada menit ke-0 dan ke-5 maka ketahanan busa semakin baik. Berdasarkan sediaan pembanding, maka ditetapkan kriteria penerimaan ketahanan busa sebesar 0-2mm.
cocoamidopropyl betaine dan gliserin akan menghasilkan busa yang lebih optimal dan memiliki kemampuan mempertahankan busa yang baik.
Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y = 12,74074 - 1,40741X1– 1,51852X2 + 0,18519X1X2
dengan X1 merupakan faktor cocoamidopropyl betaine, X2 merupakan faktor gliserin, dan X1X2 merupakan interaksi dari kedua faktor tersebut. Akan tetapi
p-value yang diperoleh 0,4180 maka persamaan tersebut tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95%.
Tabel VIII. Pengaruh cocoamidopropyl betaine, gliserin, dan interaksinya terhadap respon ketahanan busa
Faktor Efek p-value p-value
Persamaan
Cocoamidopropyl betaine (A) 0,50 0,3921
Gliserin (B) 0,17 0,7707 0,4180
AB 0,83 0,1701
Respon ketahanan busa lebih dipengaruhi oleh interaksi dari kedua faktor yaitu cocoamidopropyl betaine dan gliserin. Tabel VIII menunjukkan interaksi kedua faktor memiliki efek sebesar 0,83, sedangkan efek
Gambar 8. Grafik hubungan efek cocoamidopropyl betaine terhadap respon ketahanan busa
Gambar 9. Grafik hubungan efek gliserinterhadap respon ketahanan busa
Hubungan faktor terhadap respon yang ditunjukkan pada gambar 8 garis merah merupakan pengaruh cocoamidopropyl betaine level tinggi, sedangkan garis hitam merupakan pengaruh cocoamidopropyl betaine level rendah. Jumlah
cocoamidopropyl betaine level tinggi yang semakin tinggi akan meningkatkan selisih tinggi busa, sedangkan semakin tinggi jumlah cocoamidopropyl betaine
level rendah akan menurunkan selisih tinggi busa. Selisih tinggi busa semakin
tinggi maka ketahanan busa akan menurun. Cocoamidopropyl betaine level tinggi mengakibatkan penurunan ketahanan busa, hal ini terjadi karena busa yang dihasilkan oleh cocoamidopropyl betaine level tinggi cenderung tidak seragam dan busa yang terjadi berukuran besar. Busa yang berukuran besar tidak mampu mempertahankan diri dan mudah pecah.
Gambar 10. Contour plot respon ketahanan busa
cukup banyak gliserin untuk dapat menciptakan halangan sterik pada gelembung busa agar tidak mudah pecah.
D. Pengujian Sifat Fisik Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas pada Formula Optimum
Setelah diketahui efek faktor cocoamidopropyl betaine dan gliserin terhadap respon viskositas dan ketahanan busa, maka dilakukan pengujian kembali sifat dan stabilitas fisik tersebut pada sediaan dengan formula optimum. Kriteria viskositas yang ditetapkan adalah 5-7 dPa.s sehingga sediaan yang dibuat tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer, sedangkan untuk selisih tinggi busa ditetapkan kriteria 0-2 mm karena ketahanan busa pada sediaan yang dibuat diharapkan dapat maksimal dengan meminimalkan selisih tinggi busa.
Gambar 11. Overlay plot formulasi sabun cair ekstrak rimpang lengkuas
Gambar 11 menunjukkan overlay plot dari formulasi sabun cair ekstrak rimpang lengkuas. Warna kuning menunjukkan area optimum dari formula yang
dioptimasi. Formula optimum didapatkan dari software Design Expert 9.0.4. trial
dari 100 solusi yang ditampilkan dipilih secara acak. Formula yang dipilih adalah dengan penambahan cocoamidopropyl betaine 10 gram dan gliserin 7 gram karena memiliki desirability 1,0.
Sediaan sabun cair ekstrak rimpang lengkuas dengan formula optimum diuji kembali viskositas dan ketahanan busanya dan didapatkan hasil yang disajikan dalam tabel IX.
Tabel IX. Hasil pengujian formula optimum
Hasil Pengamatan Teoretis p-value
Viskositas (dPa.s) 6,32 ± 0,118 6,5667 0,6485 Ketahanan busa (mm) 2,0± 0,816 2 1
Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan prediksi yang diberikan oleh software Design Expert 9.0.4 trial dengan uji T dan hasilnya tidak berbeda signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa didapatkan komposisi area optimum dalam formulasi sabun cair ekstrak rimpang lengkuas dengan kriteria yang diinginkan.
Gambar 12. Profil stabilitas viskositas
Stabilitas penyimpanan sediaan dipertegas dengan uji statistik. Semua formula menunjukkan perubahan yang tidak signifikan dengan nilai p-value lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa viskositas semua formula tetap stabil dalam penyimpanan selama 28 hari.
0
Gambar 13. Profil stabilitas ketahanan busa
Stabilitas penyimpanan sediaan dipertegas dengan uji statistik. Masing – masing formula memiliki p-value lebih besar dari 0,05. Semua formula menunjukkan perubahan yang tidak signifikan meskipun terjadi fluktuasi pada ketahanan busa dalam penyimpanan selama 28 hari.
F. Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Cair Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas Terhadap Bakteri S.epidermidis
Tabel X. Hasil pengukuran diameter zona hambat
Tabel X menunjukkan hasil pengukuran zona hambat sabun cair terhadap bakteri S.epidermidis. Rata – rata zona hambat menunjukkan basis juga memberikan efek antibakteri. Hal ini disebabkan oleh adanya eksipien yang digunakan memiliki aktivitas antibakteri, yaitu sodium lauryl sulfate (Piret, Desormeaux, dan Bergeron, 2002).
Tabel XI. Hasil uji Wilcoxon
Formula p-value
Formula 1 : Basis Formula 1 1,302e-05 Formula a : Basis Formula a 4,731e-06 Formula b : Basis Formula b 0,000296 Formula ab : Basis Formula ab 4,944e-05
Keterangan : p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda signifikan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Cocoamidopropyl betaine memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan viskositas. Gliserin dan interaksi keduanya berpengaruh tidak signifikan terhadap peningkatan viskositas. Cocoamidopropyl betaine,
gliserin dan interaksi keduanya berpengaruh tidak signifikan terhadap peningkatan ketahanan busa.
2. Komposisi cocoamidopropyl betaine dan gliserin dalam area optimum adalah komposisi yang menghasilkan persamaan respon viskositas sebesar Y = -11,97037 + 1,79815X1 + 0,092593X2 – 3,70370E-003X1X2 dan persamaan respon ketahanan busa sebesar Y = 12,74074 - 1,40741X1 – 1,51852X2 + 0,18519X1X2 dengan X1 merupakan faktor cocoamidopropyl betaine, X2 merupakan faktor gliserin, dan X1X2 merupakan interaksi dari kedua faktor tersebut.
3. Sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas stabil seraca fisik selama penyimpanan 28 hari dilihat dari viskositas dan ketahanan busa. 4. Sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas memiliki potensi
B. Saran
1. Perlu dilakukan standarisasi rimpang lengkuas dan ekstrak etanol rimpang lengkuas.
2. Pengujian stabilitas sediaan dalam waktu penyimpanan yang lebih lama (6 bulan).
DAFTAR PUSTAKA
Alice, K., dan Sankar., M.A., 2007, Medical Plants, Jai Bharat Printing Press, Delhi, hal. 100.
Amstrong, N.A., dan James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experimental Design and Interpretation : Faktorial Design of Experiments, Taylor andFrancix, USA, hal. 131-165.
Anggraeni, D., 2011, Pengaruh Penambahan Bahan Pengental Gliserin dan Surfaktan Cocoamidopropyl betaine Terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa pada Sediaan Sabun cair : Aplikasi Desain Faktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Ansel, H. C., 1989, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Edisi IV, hal. 313, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Attwood, D., dan Florence, A.T., 2008, Physical Pharmacy,Pharmaceutical Press, London, hal. 54.
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2009, Handbook of Cosmetic Science and Technology, 3rd Edition, Informa Healthcare USA, Inc., New York, hal. 6, 485-491, 495-496.
Bolton, S., 1997, Pharmaceutical Statistik Practical and Clinical Application, 3rd Ed., Marcel Dekker inc., New York, hal. 326, 595-596.
Budianto, V., 2010, Optimasi Formula Sabun Transparan dengan Humectant
Gliserin dan Surfaktan Cocoamidopropyl betaine : Aplikasi Desain Faktorial , Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Bukhari, M., 2004, Staphylococcus epidermidis, http://web.uconn.edu/mcbstaff/ graf/Student%20presentations/S%20epidermidis/sepidermidis.html,
diakses tanggal 12 Februari 2015.
Butler, H., 2000, Poucer,s Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edition, Kluwer Academic Publishers, Great Britain, pp.102-116.
Cirelli, A.F., Ojeda, C., Castro, M.J.T, dan Salgot, M., 2009, Surfactans in Sludge-Amended Agricultural Soils : A Review, Sustainable Agricultural Reviews : Organic Farming, Pest Kontrol and Remediation of Soil Pollutants, Springer Science-Business Media, London, 231.
Ertel, K., 2006, Cosmetic Formulation of Skin Care Product, Taylor & Francis Group, New York, hal. 35-36.
Exerowa, D., dan Kruglyakov, P. M., 1998, Foam and Foam Films : Theory, Experiment, Application, Elsevier, Netherlands, hal. 3, 494.
Fonseca, S., 2005, Basics of Compounding for Hair Care – Part 1 : Medicated Shampoos, International Journal of Pharmaceutical Compounding, 9, 140 Hambali, E., Suryani, A., dan Rivai, M., 2005, Membuat Sabun Transparan untuk
Gift & Kecantikan, Penebar Swadaya, Jakarta, hal. 19-30.
Hastuti, D., dan Sumpe, I., 2007, Pengenalan dan Proses Pembuatan Gelatin,
Mediagro, 3, 39-48.
Hernani, Bunasor, T.K., dan Fitrianti, 2010, Formula Sabun Transparan dengan Bahan Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L.Swartz.), Bul.Littro, 21 (2), 192.
Kubo, I., Himejima, M. dan Muroi, H., 1991, Antimicrobial Activity of Flavor
Components of Elettaria cardamomum (Zingiberaceae) seed, J. Agric.
Food. Chem., 39, 1984-1986.
Kurniawan, D.W., dan Sulaiman, T.N., 2009, Teknologi Sediaan Farmasi, Graha
Ilmu, Yogyakarta, hal 97-99.
Falah, L.M., Gunawan, dan Haris, A., 2009 Pembuatan Aquadm
(Aquademineralized) dari Air AC (Air Conditioner) Menggunakan Resin
Kation dan Anion, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang
Leidetrier, H., Jenny, K., dan Maczkiewitz, U., 1995, Rheology of Toiletry
Products – Physical Properties and Sensory Assesment, Th. Goldschmidt AGD-45116 Essen, Germany, hal,172-173.
Liebermann, H.A., Rieger, M.M., dan Banker, G.S., 1996, Pharmaceutical
Dosage Forms: Disperse Sistem, Marcel Dekker, Inc., New York, hal. 157-158, 213.
Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A., 1983, Physical Pharmacy, 3rd
edition, Lea & Febiger, Philadelphia, hal. 524-526.
Marx, S., 2000, Cosmetic Frame Formulation, COLIPA – The European
Cosmetic, Toiletry and Perfumery Association, Brussels, hal. 35.
Muth, J. E., De., 1999, Basic Statistik and Pharmaceutical Statistikal
Oonmetta-aree J., Suzuki, T., Gasalucka, P., dan Eumkeb, G., 2005, Antimicrobial properties and action of galangal (Alpinia galanga Linn.) on Staphylococcus aureus, LWT, 39 , 1214 – 1220.
Piret, J., Desormeaux, dan Bergeron, M. G., 2002, Sodium Lauryl Sulfate, a Microbicide Effective Against Enveloped and Nonenveloped Viruses,
Current Drug Targets, 3, 17-18.
Rao, K., Ch, B., Narasu, L. M., dan Giri, A., 2009, Antibacterial Activity of Alpinia galanga (L) Willd Crude Extracts, Appl Biochem Biotechnol, 162, 871- 884.
Rieger, M.M., 2000, Harry’s Cosmetology, 8th ed, Chemical Publishing Co. Inc., New York, hal. 641-643.
Rita, W.S., 2010, Isolasi, Identifikasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Terpenoid pada Rimpang Temu Putih, Jurnal Kimia, 4(1), 20 -26.
Rosen, M.J., 2004, Surfactants and Interfacial Phenomena, 3rd edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, hal 1.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th edition, Pharmaceutical Press, USA, hal. 592-593.
Seo, J.W., Cho, S.C., Park, S.J., Lee, E.J., Lee, J.H., Pyo, B.S., dkk., 2009, 1’ -Acetoxychavicol Acetate Isolated from Alpinia galanga Ameliorates Ovalbumin-Induced Asthma in Mice, Journal Plos One, 10, 1371.
Smolinske, S. C., 1992, Handbook of Food, Drug and Cosmetic Excipients, CRC Press, USA, hal. 199 - 203.
Tadros, 2005, Applied Surfaktan : Principles & Application, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co, Weinhem, hal. 1-2, 91-92, 259.
Taurina, W., dan Andrie, M., 2013, Formulasi Gel Ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) sebagai Antijamur dengan Basis Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Carbopol, Trad.Med.J., 18 (3), 157-161. Thibodeau, A., dan Amari, S., 2009, Maintenance and Repair of the Hydrolipid
Film with Skin Molecular Mimetic Emollients and Surfactants, Laporan Penelitian, Cosmetic Science Technology B&T Company, Italy
Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak etanol rimpang lengkuas a. Perhitungan rendemen ekstrak rimpang lengkuas
Total serbuk yang diekstrak = 80 gram x 10 = 800 gram
Rendemen ekstrak = ( ekstrak kental/berat awal serbuk ) x 100% = 125,6 gram/ 800 gram
= 15,7%
b.Uji statistik ekstrak rimpang lengkuas
> wilcox.test(eks$a, eks$b)
Wilcoxon rank sum test with continuity correction
data: eks$a and eks$b W = 0, p-value = 0.05685
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
*p-value < 0,05 data berbeda signifikan c.Dokumentasi
Lampiran 4. Uji potensi daya antibakteri ekstrak etanol rimpang lengkuas a. Pengukuran diameter zona hambat ekstrak etanol rimpang lengkuas
b. Uji statistik diameter zona hambat ekstrak rimpang lengkuas Uji normalitas data
Levene's Test for Homogeneity of Variance (center = median)
Replikasi I Replikasi II Replikasi III rata-rata ± SD