• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MINYAK JAHE SEBAGAI FRAGRANCE OIL TERHADAP SIFAT FISIK SABUN BATANG TRANSPARAN

MINYAK JAHE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Niken Pratiwi NIM : 108114070

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH MINYAK JAHE SEBAGAI FRAGRANCE OIL TERHADAP SIFAT FISIK SABUN BATANG TRANSPARAN

MINYAK JAHE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Niken Pratiwi NIM : 108114070

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2014

i

PENGARUH MINYAK JAHE SEBAGAI FRAGRANCE OIL TERHADAP SIFAT FISIK SABUN BATANG TRANSPARAN

MINYAK JAHE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Niken Pratiwi NIM : 108114070

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014

i

PENGARUH MINYAK JAHE SEBAGAI FRAGRANCE OIL TERHADAP SIFAT FISIK SABUN BATANG TRANSPARAN

MINYAK JAHE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Niken Pratiwi NIM : 108114070

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014

(3)
(4)
(5)

iv PRAKATA

Beribu puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, Maha Penyayang, dan Maha Kuasa atas berkat, penyertaan, dan perlindungan yang telah Ia curahkan selama penulis berproses dari awal pengajuan judul, penyusunan proposal, pengumpulan data, dan penyusunan laporan akhir yang berjudul   “Pengaruh   Minyak   Jahe   Sebagai   Fragrance Oil terhadap Sifat Fisik Sabun Batang Transparan Minyak Jahe”   hingga   akhirnya   dapat   terselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm).

Dalam proses penelitian dan penyusunan laporan akhir ini tentu tidak semuanya berjalan mulus. Banyak kendala dan kesulitan yang ditemui. Akan tetapi penulis dapat menghadapi semua kendala tersebut berkat doa dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menjadi tumpuan hati, penjaga di setiap langkah, tempat mengadu di kala masalah dan kebuntuan datang, dan segalanya bagi penulis.

2. Papi dan Mami yang selalu memberi dukungan, semangat, kasih sayang, dan nasehat kepada penulis. I love you with all my life and soul.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

(6)

v

4. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku dosen pembimbing yang tanpa lelah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, serta arahan kepada penulis.

5. Ibu Melania Perwitasari, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah menyumbangkan ilmu dengan memberikan kritik dan saran yang membangun.

6. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah menyumbangkan ilmu dengan memberikan kritik dan saran yang membangun.

7. Ibu Aris Widayati M.Si., Apt., Ph.D atas masukan dan arahan yang sangat bermanfaat bagi pengambilan data kuisioner.

8. Nita, Maria, dan Step atas kerja sama dan perjuangannya selama ini dalam berjalannya penelitian ini sampai laporan akhir ini selesai.

9. Dian dan Ike yang tidak pernah lelah memberi semangat pada penulis agar segera menyelesaikan laporan akhir ini.

10. Tyas yang bersedia bila kadang-kadang menjadi tempat berkeluh kesah tentang skripsi.

11. Erin, Iyu, Olyd, Nelly, dan semua penghuni Wisma Providentia yang selalu memberi hiburan dan keceriaan sehingga sebuah kost terasa seperti rumah. 12. Tia dan Evelyn yang selalu menghibur dengan candaan-candaan yang selalu

bisa menghibur.

13. Wulan, Odil, Lulu, Anis, Angga, Tomas, dan Dian terima kasih atas kebersamaannya di laboratorium walau pun hanya sebentar.

(7)

vi

14. Teman-teman satu laboratorium yang lain, Hans dkk., Eng, Daniel, dan Rani terimakasih atas kebersamaan di laboratorium.

15. Enggar Nugraheni Putri yang merupakan teman mengerjakan skripsi di café terimakasih atas waktu, canda, dan kebersamaannya.

16. Pak Musrifin, Mas Agung, dan Pak Parlan atas bantuan tak terkira yang telah diberikan pada penulis selama penelitian.

17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah berkontribusi terhadap penelitian dan penulisan laporan akhir ini.

Penulis menyadari akan banyaknya keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga masih banyak kekurangan dan kesalahan pada penulisan laporan akhir ini. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.Akhir kata, penulis berharap laporan akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kosmetika.

(8)
(9)
(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN  PERSETUJUAN  PEMBIMBING……… ii

HALAMAN  PENGESAHAN……….... iii

PRAKATA………. iv

PERNYATAAN  PERSETUJUAN  PUBLIKASI……….. vii

PERNYATAAN  KEASLIAN  KARYA………... viii

DAFTAR  ISI……….. ix

DAFTAR  TABEL………... xii

DAFTAR  GAMBAR………. xiii

DAFTAR  LAMPIRAN………... xiv

INTISARI……… xv

ABSTRACT………. xvi

BAB  I  PENGANTAR…..……….. 1

A.Latar  Belakang……… 1

B.Rumusan  Masalah………... 3

C.Keaslian  Karya……… 3

D.Manfaat  Penelitian………. 5

E.Tujuan  Penelitian………... 5

BAB  II  PENELAAHAN  PUSTAKA………... 6

(11)

x

B.Sabun Batang  Transparan………... 9

C.Pewangi……….. 10

D.Minyak  Jahe……… 11

E.Landasan  Teori………... 12

F.Hipotesis……….. 13

BAB  III  METODE  PENELITIAN………... 14

A.Jenis  dan  Rancangan  Penelitian………. 14

B.Variabel  dan  Definisi  Operasional………. 14

1.  Variabel  Penelitian………... 14

2. Definisi  Operasional………. 14

C.Bahan……….. 16

D.Alat………. 16

E.Tata  Cara  Penelitian………... 16

1.  Formulasi  Sabun  Transparan………. 16

2. Pembuatan  Sabun……….. 18

3.  Pengukuran  Penyusutan  Bobot……….. 19

4. Uji Sifat  Fisik  Sabun………. 19

a.  Uji  Kekerasan  Sabun……… 19

b. Uji Kemampuan Sabun Membentuk dan Mempertahankan  Busa……… 20

c. Uji  Derajat  Keasaman……….. 21

d. Transparansi  Sabun……….. 22

(12)

xi

G. Analisis  Hasil……… 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….... 24

A.  Formulasi………... 24

B. Penentuan Penyusutan Bobot………... 25

C. Uji Sifat  Fisik  Sabun………. 27

1. Kekerasan  Sabun………    ………. 28

2. Kemampuan Sabun Membentuk dan Mempertahankan busa……….... 29

3.Derajat  Keasaman………... 33

4. Transparansi  Sabun………... 34

D. Subjective  Assessment……… 35

BAB V KESIMPULAN  DAN  SARAN………... 40

A.Kesimpulan………. 40

B.  Saran……….. 40

DAFTAR  PUSTAKA……… 42

LAMPIRAN………... 46

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik

sabun  yang  dihasilkan………... 7 Tabel II. Formula  acuan………... 17 Tabel III. Formula  2(F2)  hasil  modifikasi  dalam  100  g………... 17 Tabel IV. Formula  modifikasi  dari  F2……….. 18 Tabel V. p-value masing-masing formula pada Paired t-test

Penyusutan bobot minggu 3-4……….. 27 Tabel VI. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA

kekerasan sabun batang transparan minggu ke-4…... 28 Tabel VII. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA

kemampuan sabun mempertahankan busa

pada minggu ke-4……….. 31

Tabel VIII. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA kemampuan sabun membentuk busa pada

minggu ke-4……….. 32

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses saponifikasi sabun……….. 6 Gambar 2. Stuktur misel pada sabun………... 8 Gambar 3. Pengangkatan kotoran oleh molekul surfaktan…….. 8 Gambar 4. Partisi fragrance oil dalam sistem surfaktan………. 11 Gambar 5. Diagram batang tingkat persetujuan konsumen

tentang sifat fisik produk sabun yang dihasilkan…... 37 Gambar 6. Diagram batang tingkat kesukaan konsumen

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penyusutan  bobot………... 47

Lampiran 2. Kekerasan sabun……… 51

Lampiran 3. Kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa………... 54

Lampiran 4. Hasil  transparansi  sabun……… 61

Lampiran 5. Subjective Assessment……… 62

(16)

xv INTISARI

Penelitian berjudul pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil terhadap sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe telah dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah penggunaan minyak jahe dalam konsentrasi yang berbeda pada pembuatan sabun transparan dapat mempengaruhi sifat fisik sabun yang dihasilkan dan mengetahui apakah sabun transparan dengan minyak jahe sebagai fragrance oil yang dibuat memiliki sifat fisik yang sesuai dengan sabun transparan di pasaran serta dapat diterima oleh masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian acak. Formula yang digunakan pada penelitian ini adalah F1, F2, F3, dan F4 dengan jumlah minyak jahe sebesar 1 g, 2 g, 4 g, dan 8 g. Sifat fisik yang diuji adalah kekerasan, kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa, dan derajat keasaman (pH). Ke empat sabun transparan yang dihasilkan kemudian dibandingkan satu sama lain dan dibandingkan dengan sabun transparan di pasaran. Penerimaan konsumen atau masyarakat diketahui dengan melakukan uji subjective assessment. Data hasil uji penyusutan bobot dianalisis menggunakan uji T test berpasangan dan data hasil uji sifat fisik dianalisis menggunakan uji statistik One Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan software R i386 3.0.2.

Hasil yang diperoleh adalah penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan jumlah yang berbeda berpengaruh terhadap kekerasan sabun tetapi tidak berpengaruh terhadap kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa, dapat menghasilkan sabun batang yang transparan dengan pH sesuai dengan rentang penerimaan pH, yaitu 9-11.Semua formula sabun memenuhi rentang penerimaan sifat fisik kecuali F1 dan F2 masih belum memenuhi rentang penerimaan kemampuan membentuk busa.Sifat fisik sabun batang transparan yang dibuat dapat diterima oleh masyarakat meskipun aromanya masih terlalu kuat.

(17)

xvi

ABSTRACT

The research titled the influence of ginger oil as a fragrance oil on the physical properties of transparent soap was done in order to know whether the physical properties of the resulting soap could be affected by ginger oil in different concentrations in the manufacture of ginger oil transparent soap bar and to determine whether ginger oil transparent soap barhad physical properties which corresponded to the transparent soap on the market and could be well accepted.

This research was experimental and the design was randomized trial. The formulas used was F1, F2, F3, and, F4 with 1 g, 2 g, 4 g, and 8 g ginger oil. The physical properties observed were hardness, foaming properties, and acidity (pH). The resulting soap then were compared to the brand name transparent soaps, which had already in the market, in terms of their physical characteristics. Consumer acceptance was observed by the subjective assessment test. Statistical analysis used for the results was One Way Anova test and paired t-test two tailed with 95% confidence level using R i386 3.0.2 software.

The result showed that ginger oil as a fragrance oil soap affected the hardness  of  the  soap  but  did  not  affect  the  soap’s  ability  to  form  and  sustain  foam, the resulting soaps were transparent with appropriate pH. The physical properties of transparent soap made were acceptable even though but the scent was strong. All formulas in this research produced qualified transparent soaps except  F1  and  F2  didn’t  suitable  with  the  acceptance  criteria  of  soap’s  ability  to   form foam.

Keywords: transparent soap, ginger oil, fragrance oil, the physical properties

(18)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Kebersihan merupakan kebutuhan paling mendasar dan penting bagi umat manusia. Pembersih utama yang umum digunakan adalah sabun. Berdasarkan bentuknya sabun dibedakan menjadi 2, yaitu sabun batang dan sabun cair. Sabun batang sendiri terdiri dari 3 jenis, yaitu opaque, translucent, dan transparent. Transparent soap memiliki nilai estetika yang paling tinggi di antara jenis sabun yang lainnya. Tampilannya yang transparan dan berkilau serta menghasilkan busa lembut menghasilkan kesan menarik, mewah, dan berkelas sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya di pasaran dan menjadi salah satu komoditi kosmetik yang berpotensi untuk menarik konsumen, khususnya wanita (Hambali, Suryani, Rivai, 2006).

Salah satu inovasi yang telah dikembangkan saat ini adalah sabun herbal. Sabun herbal menggunakan bahan dari alam baik sebagai bahan aktif atau juga sebagai pewangi. Pewangi tidak hanya digunakan sebagai parfum tetapi juga ditambahkan dalam pembuatan kosmetik, seperti lotion, masker, shampoo, dan sabun. Biasanya bahan yang digunakan sebagai pewangi memiliki aroma khas dan juga berfungsi sebagai aromaterapi. Mawar, melati, sirih, dan serai merupakan contoh dari bahan alam yang sudah banyak digunakan sebagai pewangi pada kosmetik (Poucher, 1993).

(19)

Jahe sering dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada makanan dan minuman. Jahe juga sudah banyak digunakan dalam industri kosmetik, seperti bahan campuran parfum, tetapi sejauh ini belum digunakan sebagai pewangi untuk sediaan sabun. Menurut William A. Poucher (1950), penambahan minyak jahe sebagai pewangi akan memberikan efek unik, khas, dan langka yang tidak dimiliki oleh bahan pewangi lainnya serta aroma yang dihasilkan sulit untuk ditiru atau diimitasikan.

Bahan tambahan seperti pewangi merupakan campuran dari beberapa senyawa dengan karakteristik dan tingkat kepolaran tertentu. Dengan polaritas tertentu, bahan pewangi dapat berinteraksi dan terpartisi pada bagian tertentu dari misel. Dengan terpartisinya bahan pewangi dalam misel akan menyebabkan perubahan karakteristik dan aktivitas dari misel, seperti viskositas dan kemampuannya dalam menurunkan tegangan permukaan (Herman, 2005).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Retmana (2009), dinyatakan bahwa penggunaan jenis minyak atsiri yang berbeda sebagai pewangi, yaitu minyak cengkeh, minyak sereh, dan minyak kayu putih, mempengaruhi tingkat pembusaan sabun. Diduga penyebabnya adalah perbedaan kepolaran dari kandungan utamanya. Minyak cengkeh dengan kandungan utama eugenol memiliki tingkat kepolaran paling tinggi dan minyak kayu putih dengan kandungan utama sineol memiliki tingkat kepolaran paling kecil. Minyak kayu putih yang sifatnya paling kurang polar menghasilkan sabun dengan tingkat pembusaan paling baik.

(20)

Minyak jahe merupakan suatu substansi yang berwujud cair dan mengandung senyawa seskuiterpen hidrokarbon sebagai kandungan utamanya. Seskuiterpen hidrokarbon merupakan derivat terpenoid yang bersifat non polar sehingga minyak jahe yang bersifat non polar diduga dapat terpartisi pada bagian core dan lipophylic tail area pada misel. Hal tersebut diduga dapat menyebabkan perubahan pada struktur misel dan mempengaruhi sifat fisik dari sabun yang dihasilkan meliputi kekerasan dan kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan antara udara dan air dalam pembentukan busa (Govindarajan, 1982).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan konsentrasi berbeda pada pembuatan sabun batang transparan mempengaruhi sifat fisiknya ?

2. Apakah sabun batang transparan dengan minyak jahe sebagai fragrance oil dapat dibuat sesuai dengan kriteria sabun batang transparan yang telah beredar di pasaran serta dapat diterima oleh masyarakat ?

C. Keaslian Karya

Sejauh pengetahuan peneliti, pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil terhadap sifat fisik sabun batang transparan yang dihasilkan belum pernah diteliti dan dikembangkan sebelumnya namun telah ada penelitian lain yang serupa, di antaranya adalah sebagai berikut :

(21)

1. Penelitian   berjudul   “Formulasi dan Perbandingan Sifat Fisis Sabun Transparan berbahan Dasar VCO dengan Minyak Atsiri (Minyak Kayu Putih, Sereh, dan Cengkeh) Sebagai Fragrance Oil”  yang  dilakukan oleh Irene Anindyajati Retmana. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui pengaruh penggunaan minyak atsiri yang berbeda, yaitu minyak kayu putih, minyak sereh, dan minyak cengkeh, sebagai fragrance oil terhadap sifat fisik sabun batang transparan yang dihasilkan.

2. Penelitian   berjudul   “Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol 96% Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Terhadap Formulasi Sabun Padat  Transparan”  yang dilakukan oleh Hika Citra Handayani Asril Putri. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh peningkatan jumlah ekstrak etanol biji alpukat terhadap sifat kimia dan fisik dari sabun batang transparan yang dihasilkan serta dilakukan uji penerimaan konsumen untuk kriteria kekerasan dan kelembutannya.

3. Penelitian  berjudul  “Pembuatan dan Karakterisasi Sabun Padat Transparan dengan Bahan Tambahan Ekstrak Jeruk Nipis (Citrus aurantifoila S.)”   dilakukan oleh Endel Timur Juni. Pada penelitian ini dicari komposisi dan karakteristik sabun padat transparan yang baik dengan menggunakan minyak kelapa dan ekstrak jeruk nipis.

4. Penelitian  berjudul  “Pengaruh Penambahan Sari Aloe Vera Terhadap Sifat Fisik dan Masa Simpan Sediaan Sabun Transparan Untuk   Wajah”   yang dilakukan oleh Ike Anjani Roso Putri. Pada penelitian ini dibuat sabun batang transparan dengan menambahkan aloe vera dengan konsentrasi

(22)

berbeda dan diuji sifat fisiknya, yaitu pembusaan, transparansi, aroma, dan tekstur. Dilakukan pula uji penerimaan konsumen kepada 30 orang terkait kriteria fisik sabun. Uji mikrobiologi juga dilakukan dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis : Menambah pengetahuan tentang aplikasi formula sabun batang transparan dan memberikan informasi tentang pengaruh minyak jahe terhadap sifat fisik sabun batang transparan.

2. Manfaat praktis : Dapat menghasilkan formula sabun batang transparan yang memiliki sifat fisik yang sesuai dan dapat bersaing dengan sabun batang transparan yang sudah beredar di pasaran serta menambah inovasi dalam pengembangan dari bentuk sabun yang telah ada di pasaran.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak jahe sebagai fragrance oil dalam jumlah berbeda pada pembuatan sabun batang transparan terhadap sifat fisik sabun yang dihasilkan.

2. Untuk membuat sabun batang transparan dengan minyak jahe sebagai fragrance oil yang sesuai dengan kriteria dan sebanding dengan sabun batang transparan yang telah beredar di pasaran sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

(23)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Sabun

Sabun merupakan bahan pembersih yang terdiri dari dua komponen utama yang direaksikan, yaitu asam lemak dan basa (kalium atau sodium). Pembuatan sabun bisa dengan dua cara, yaitu saponifikasi dengan produk sabun dan gliserol serta netralisasi menghasilkan sabun dan air tanpa produk samping gliserol. Penggunaan basa yang berbeda akan menghasilkan jenis sabun yang berbeda pula. Basa natrium/sodium (NaOH) akan menghasilkan sabun keras (hard soap) dan basa kalium (KOH) akan menghasilkan sabun lunak (soft soap) (BSN, 1994, Kirk, Othmer, Scott, Standen, 1954, Ophardt, 2003).

Gambar 1. Proses saponifikasi sabun (Warra, 2013)

Fase lemak dan minyak yang digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Penggunaan fase lemak dan minyak yang berbeda menghasilkan sabun dengan karakter yang berbeda. Asam lemak dengan rantai C16-C18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi. Sabun yang dihasilkan akan lebih kompak dan tidak mudah terdisintegrasi saat terpapar dengan air (Cavitch, 2001).

(24)

Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun yang dihasilkan (Cavitch, 2001)

Asam Lemak Karakteristik Sabun

Asam Laurat (C12H34O2) Keras, detergensi tinggi, kelarutan dalam air tinggi, dan busa lembut

Asam Linoleat (C18H32O2) Bersifat lembab terhadap kulit Asam Miristat (C14H28O2) Detergensi tinggi, keras, dan busa lembut

Asam Oleat (C18H34O2) Bersifat lembab terhadap kulit Asam Palmitat (C16H32O2) Keras dan busa stabil

Asam Risinoleat (C18H34O2) Lembab terhadap kulit, busa stabil, dan lembut Asam Stearat (C18H36O2) Keras dan busa stabil

Surfaktan atau surface active agent merupakan bentuk dasar dari sabun. Surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan antara air dan udara, air dan kotoran, serta kotoran dan permukaan kulit sehingga dapat mengikat dan menghilangkan kotoran dalam bentuk suspensi kemudian kotoran akan terbawa air saat dibilas. Struktur surfaktan terdiri dari bagian kepala atau ion karboksilat (-COONa) yang bersifat polar dan ekor atau alkil berupa rantai hidrokarbon (-R) yang bersifat non polar. Dalam pembersihan kotoran, molekul surfaktan yang memiliki bagian non polar akan mengganggu interaksi antara permukaan kulit dan kotoran. Sesuai dengan konsep like dissolve like maka kotoran yang bersifat cenderung non polar akan tertarik untuk berinteraksi dengan bagian non polar dari surfaktan, yaitu rantai hidrokarbonnya. Dengan demikian ikatan antara kotoran dengan permukaan kulit merenggang dan molekul surfaktan berikatan dengan kotoran sehingga kotoran dapat terangkat. Pada keadaan belum jenuh molekul surfaktan berbentuk monomer. Pada keadaan jenuh molekul surfaktan akan membentuk satu lapisan pada permukaan air. Pada keadaan lewat jenuh, molekul surfaktan bergabung membentuk agregat yang disebut dengan misel dengan bagian ekor yang

(25)

non polar berkumpul dengan sesamanya begitu juga dengan bagian kepala. Oleh karena itu, misel cenderung berbentuk melingkar. Kondisi tersebut disebut dengan Critical Micelle Concentration(CMC). Dengan bantuan air pada proses mencuci, bagian nonpolar pada surfaktan berikatan dengan kotoran dan bagian polar berikatan dengan air. Dengan demikian kotoran dapat terangkat dan dibuang dengan pembilasan (Hill dan Moaddel, 2004, Kamikaze, 2002, Winarno, 1992).

Gambar 2. Stuktur misel pada sabun

Gambar 3. Pengangkatan kotoran oleh molekul surfaktan (Goddard, 2007)

pH sabun yang cenderung basa juga dapat membantu mengoptimalkan proses pembersihan, yaitu dengan memutus jembatan garam pada permukaan kulit. Jembatan garam pada permukaan kulit berfungsi sebagai salah satu bentuk pertahanan yang dimiliki kulit. Jembatan garam terbentuk dari asam-asam amino

(26)

yang terdapat di permukaan kulit. Pada pH isoelektrik, yaitu pH 4-6, molekul-molekul asam amino akan terionisasi menjadi +H2N-RCOO-. Masing-masing molekul asam amino tersebut berikatan satu sama lain. Inilah yang disebut dengan jembatan garam. Dengan adanya sabun dengan pH cenderung basa akan menjadikan lingkungan di permukaan kulit menjadi cenderung bermuatan negatif sehingga merenggangkan ikatan ion antar molekul-molekul asam amino. Saat jembatan garam renggang, molekul sabun (RCOOH) akan masuk menembus jembatan garam dan mengikat kotoran(Ali dan Yosipovitch, 2013).

B. Sabun Batang Transparan

Sabun batang transparan merupakan jenis sabun batang yang banyak digunakan sebagai sabun wajah dan tubuh. Tingkat transparansinya adalah yang paling tinggi sehingga penampakannya paling berkilau dibandingkan dengan jenis sabun batang yang lain, yaitu sabun opaque dan sabun translucent. Sabun batang transparan mampu memancarkan dan meneruskan cahaya yang melaluinya sehingga sifatnya menjadi tembus pandang dan objek yang berada di depannya dapat terlihat dengan jelas (Hambali, Suryani, Rivai, 2005, Paul, 2007).

Sabun batang transparan dibuat melalui reaksi saponifikasi antara trigliserida dengan basa. Sabun ini awalnya dibuat dari sabun opaque hanya saja ditambahkan dengan bahan tambahan lain, yaitu alkohol, gula, dan gliserin untuk mencegah terbentuknya kristal-kristal serabut yang umumnya terbentuk pada sabun opaque. Dengan demikian akan dihasilkan sabun yang transparan, jernih, dan berkilau. Penambahan minyak jarak juga dapat meningkatkan

(27)

transparansinya. Untuk menghasilkan sabun yang transparan, larutan sabun yang masih panas harus benar benar jernih dan tidak menampakkan partikel solid atau endapan yang terlihat (Cavitch, 1997, Hill dan Moaddel, 2004).

Untuk memperoleh kondisi sabun batang transparan yang stabil dalam hal kekerasan dan kemampuan membentuk busanya, maka harus dilakukan masa pendiaman selama 3-4 minggu. Hal ini disebabkan pada masa pendiaman akan terjadi penguapan alkohol atau air dari sediaan sabun yang dibuat (Dumas dan Helmond, 1995, Hambali, Suryani, Rivai, 2006).

C. Pewangi

Pewangi merupakan salah satu bahan tambahan dalam pembuatan sabun. Peran pewangi sangatlah penting bagi nilai estetika sabun. Pewangi dapat mempengaruhi kualitas sabun di pasaran. Keharuman yang baik membuat suatu produk sabun akan mudah diterima oleh konsumen. Pewangi menjadi salah satu faktor penentu suatu produk dibeli dan digunakan. Pewangi diduga dapat mempengaruhi sifat fisik dari sabun yang dihasilkan karena wujudnya yang berupa cairan serta kepolarannya. Dengan demikian senyawa pewangi akan terpartisi dan terdistribusi pada bagian-bagian tertentu dari misel, seperti core, lipophylic tail area, water-micelle interface, ataupun external phase, tergantung kepolaran dari komponen-komponen senyawa pewangi dan menyebabkan perubahan pada misel. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perubahan sifat fisik sabun, seperti viskositas dan kemampuan pembusaannya (Herman, 2005).

(28)

Gambar 4. Partisi fragrance oil dalam sistem surfaktan (Herman, 2005)

D. Minyak Jahe

Pada tanaman jahe (Zingiber officinale) yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma adalah minyak atsiri. Komponen utama minyak atsiri jahe adalah senyawa golongan terpenoid, yaitu seskuiterpen, monoterpen, dan monoterpen teroksidasi. Zingiberene (seskuiterpen hidrokarbon) dan zingiberol (seskuiterpen alkohol) memberikan kontribusi paling besar pada rasa pedas dan aroma yang kuat pada jahe. Senyawa lain yang ikut memberikan kontribusi terhadap rasa jahe adalah gingiberen, felandren, kamfen, asetil heptenon, n-desil aldehid, n-nonil aldehid, borneol, linalool, sitral, dan gingeroen (Heath dan Pharm, 1978, Koswara, 1995, Kaufman et al., 2000, Kardinan, 2005).

Minyak atsiri jahe mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap sehingga sering disebut volatile oil. Secara organoleptis, minyak atsiri jahe beraroma harum khas jahe, berwarna kehijauan hingga kuning, dan bentuknya berupa cairan kental. Untuk mendapatkan minyak atsiri jahe, dilakukan dengan penyulingan dan hidrodestilasi (Guzman dan Siemonsma, 1999).

(29)

E. Landasan Teori

Sabun merupakan zat pembersih yang terdiri dari 2 komponen utama, yaitu lemak/asam lemak dan sodium atau kalium. Sabun dapat dibuat dengan 2 proses, yaitu saponifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida dan alkali serta netralisasi yang merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali. Sabun bekerja mengangkat kotoran dengan menurunkan tegangan permukaan. Bagian kepala sabun yang bersifat polar dapat mengikat air yang bersifat polar dan bagian ekornya yang bersifat non polar dapat mengikat kotoran dan lemak yang bersifat non polar. Kotoran yang telah terikat bagian non polar dari molekul sabun akan tersuspensi dan terbawa saat dibilas dengan air.

Salah satu jenis sabun adalah sabun batang transparan atau transparent bar soap. Transparent bar soap ini memiliki penampakan yang lebih menarik karena jernih, berkilau, dan tembus pandang. Dalam pembuatan sabun, pewangi sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai estetika. Dengan nilai estetika yang baik maka akan meningkatkan nilai jual suatu produk dan menarik konsumen untuk menggunakannya. Sekarang ini banyak dikembangkan bahan alam sebagai pewangi. Produk alami lebih dipilih untuk dijadikan pewangi dalam produk sabun karena aromanya lebih khas, unik, dan natural. Rasa dan aroma jahe yang khas, tajam, dan kuat disebabkan oleh senyawa terpenoid yang terdapat di dalam minyak atsiri jahe.

Minyak jahe yang memiliki aroma khas, unik, dan kuat dapat menjadi pilihan menarik untuk digunakan sebagai fragrance oil pada pembuatan sabun batang transparan pada penelitian ini.

(30)

Minyak jahe sebagai fragrance oil dalam pembuatan sabun mengandung lebih dari satu senyawa dengan kepolaran yang berbeda sehingga diduga dapat berpengaruh terhadap struktur misel dan mempengaruhi sifat fisik sabun yang dihasilkan (Herman, 2005).

F. Hipotesis

Penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan jumlah yang berbeda dalam formulasi sabun batang transparan menyebabkan adanya perbedaan sifat fisik sabun yang dihasilkan.

(31)

14 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Pengaruh Minyak Jahe sebagai Fragrance Oil Terhadap Sifat Fisik Sabun Batang Transparan ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian acak.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah minyak jahe. b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik sabun batang

transparan yang meliputi kekerasan, pembentukan busa, derajat keasaman (pH), transparansi sabun.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu waterbath, kecepatan putar mixer, lama pendiaman, lama pengadukan, komposisi sabun selain minyak jahe.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan suhu ruangan dan perubahan kelembaban.

2. Definisi Operasional

a. Sabun adalah sabun batang transparan dengan variasi konsentrasi minyak jahe sebagai fragrance oil sesuai dengan formula yang dibuat dalam penelitian ini.

(32)

b. Kekerasan sabun menunjukkan ketahanan sabun terhadap tekanan mekanik yang diberikan secara vertikal oleh hardness tester.

c. Pembentukan busa adalah ketinggian busa yang terbentuk (mm) setelah dilakukan pengocokan dengan homogenizer selama 1 menit dan dihitung penurunan busanya (%) setelah didiamkan selama 20 menit.

d. Busa adalah gelembung-gelembung berisi gas yang terbentuk bila sabun dibasahi oleh air dan dilakukan penggosokan atau pengocokan. Busa ini berwarna putih.

e. Transparansi sabun adalah sifat fisik sabun yang tembus pandang sehingga tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inci (0,635 cm) dapat terlihat.

f. Sifat fisik sabun adalah parameter untuk evaluasi sabun batang transparan yang meliputi kekerasan, pembentukan busa, derajat keasaman (pH), transparansi sabun.

g. Minyak jahe adalah cairan agak kental berwarna kuning kecoklatan dan beraroma khas aromatik jahe.

h. Sabun merek dagang adalah sabun batang transparan yang ada di pasaran,  yaitu  sabun  “LB”  dan  “MF”.

i. Sabun   “LB”   adalah   sabun   batang transparan merek dagang yang merupakan produk perusahaan sabun ternama yang telah dikenal luas oleh masyarakat.

(33)

j. Sabun   “MF”   adalah   sabun   batang   transparan   merek   dagang   yang   merupakan produk sabun herbal yang menggunakan bahan alam.

C. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat (farmasetik,  “Bratachem”),  NaOH  30%,  minyak  jarak  (farmasetik,  “Bratachem”),   etanol  96%  (teknis,    “Bratachem”),  gliserin  (farmasetik,  “Bratachem”),  asam  sitrat   (farmasetik,   “Bratachem”),   sukrosa   (farmasetik,   “Bratachem”),   betaine   (farmasetik,   “Bratachem”),   BHT   (farmasetik,   ”Bratachem”),   aquadest,   dan   minyak  jahe  (farmasetik,  “PT  Phytochemindo  Reksa”).

D. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (Cosmos dengan modifikasi laboratorium Farmasi USD), waterbath (Tamson Zoetermeer-Holland, 1985, 0023), termometer, cetakan sabun, lemari es, timbangan elektrik, indikator pH universal (Hanna), alat-alat gelas (Pyrex), hardness tester (Kiya seishuko), glassware (Pyrex), homogenizer, millimeter block.

E. Tata Cara Penelitian 1. Formulasi sabun batang transparan

Dalam formulasi sabun batang transparan minyak jahe digunakan suatu formula sebagai acuan untuk membuat formula baru. Formula yang dipilih

(34)

sebagai formula acuan adalah formula sabun batang transparan menurut Hambali et al. (2006) yang terdiri dari komposisi bahan sebagai berikut :

Tabel II. Formula acuan

Bahan Komposisi (g) Asam stearat 7 NaOH 30% 18 Minyak jarak 10 Etanol 96% 15 Gliserin 13 Asam sitrat 3 Gula 7,5 Betaine 5 Aquadest 4,5

Dari formula acuan pada tabel I dilakukan modifikasi formula untuk 100 g pada penelitian ini yang ditetapkan sebagai formula (F2). Komposisi bahannya adalah sebagai berikut :

Tabel III. Formula 2 (F2) hasil modifikasi dalam 100 g Bahan Komposisi (g) Asam stearat 8,4 NaOH 30% 21,6 Minyak jarak 12 Etanol 96% 17,1 Gliserin 14,5 Asam sitrat 3,6 Sukrosa 9,1 Betaine 6 BHT 0,3 Minyak jahe 2 Aquadest 5,4

F1, F3, dan F4 merupakan hasil modifikasi F2 yang ditentukan dengan cara meratiokan jumlah masing-masing komposisi selain minyak jahe terhadap F2 dengan perbandingan ratio jumlah F1:F2:F3:F4 adalah 99:98:96:92 sehingga jumlah yang berbeda antar formula memiliki perbandingan komposisi yang sama.

(35)

Table IV. Formula modifikasi dari F2 Bahan Komposisi (g) F1 F2 F3 F4 Asam Stearat 8,5 8,4 8,3 7,9 NaOH 30% 21,8 21,6 21,1 20,2 Minyak jarak 12,2 12 11,8 11,3 Etanol 96% 17,3 17,1 16,8 16,1 Gliserin 14,7 14,5 14,2 13,6 Asam sitrat 3,7 3,6 3,6 3,4 Sukrosa 9,2 9,1 8,9 8,6 Betaine 6 6 5,9 5,6 BHT 0,3 0,3 0,3 0,3 Minyak jahe 1 2 4 8 Aquadest 5,3 5,4 5,1 5 2. Pembuatan sabun

Asam stearat dicairkan terlebih dahulu pada suhu 70-80 oC. Selanjutnya minyak jarak dicampurkan pada cairan asam stearat dan diaduk sampai homogen, kemudian ditambahkan BHT pada campuran tersebut. Pada suhu yang sama NaOH 30% ditambahkan untuk melakukan reaksi penyabunan. Ditambahkan satu per satu etanol, asam sitrat, betaine, gliserin, dan sukrosa yang telah dilarutkan dalam aquadest pada suhu yang sama. Setelah semua tercampur dan membentuk larutan sabun yang jernih, campuran didiamkan hingga suhu ±40 oC dan dihomogenkan dengan bantuan mixer dengan kecepatan skala 1 selama 1 menit. Minyak jahe ditambahkan pada pertengahan proses homogenisasi. Kemudian dituang kedalam cetakan dan disimpan dalam freezer dengan suhu ±-20oC selama 2 jam. Masing-masing formula direplikasi sebanyak 3 kali. Tahap selanjutnya dilakukan masa pendiaman atau aging selama 3-4 minggu sampai sabun memiliki kondisi yang stabil dengan tingkat kekerasan dan kemampuan pembusaan yang

(36)

stabil dan menunjukkan kondisi sifat fisik sebenarnya dari sabun tersebut sehingga siap untuk dilakukan uji sifat fisik.

3. Pengukuran penyusutan bobot

Pengukuran penyusutan bobot bertujuan untuk mengukur tingkat kekonstanan bobot dari sabun batang transparan agar nantinya dapat digunakan untuk pengujian sifat fisik. Pengukurannya dilakukan dengan membandingkan bobot sabun batang transparan minggu 1 dengan minggu 2, minggu 2 dengan minggu 3, dan minggu 3 dengan minggu 4.

Sabun hasil pencetakan yang telah didiamkan pada suhu ruang selama 1 minggu dipotong untuk pengujian sifat fisik kemudian ditimbang untuk data bobot sabun minggu 1. Pada minggu berikutnya sabun ditimbang terlebih dahulu sebelum dipotong untuk uji sifat fisik sebesar 7 x 1 cm. Bobot sabun yang tercatat digunakan sebagai data bobot sabun minggu 2 yang akan dibandingkan dengan bobot sabun minggu 1. Kemudian sabun dipotong untuk pengujian sifat fisik dan sisanya ditimbang untuk data bobot sabun minggu 2 yang akan dibandingkan dengan bobot sabun minggu 3. Minggu berikutnya sabun yang belum dipotong ditimbang terlebih dahulu untuk data bobot sabun minggu 3. Demikian selanjutnya hingga didapat data bobot sabun minggu 4.

4. Uji sifat fisik sabun a. Uji kekerasan sabun

(37)

Pengamatan kekerasan dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun dipotong dengan ukuran 1x1x1 cm dan diletakkan pada hardness tester. Hardness tester ditekan secara vertikal sampai menembus bagian bawah sabun, skala kekerasan yang tertera dicatat. Pengukuran dilakukan pada tiap formula, masing-masing 3 kali replikasi. Semua hasil dicatat dan ditentukan rata-rata kekerasan sabun dari tiap formula. Hasil pengukuran dibandingkan dengan   sabun   “MF”. Sabun dikatakan memenuhi kriteria kekerasan bila tingkat kekerasannya memenuhi kriteria kekerasan sabun “MF”   sebagai batas bawahnya, yaitu lebih keras sama dengan 2 Kg.

b. Uji kemampuan membentuk dan mempertahankan busa

Pengamatan kemampuan membentuk busa dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 3 g dan dilarutkan dalam 30 mL aquadest. Campuran dipanaskan untuk membantu kelarutan. Sebanyak 25 mL larutan campuran dimasukkan ke dalam gelas beker dan dilakukan pengocokan dengan bantuan homogenizer dengan kecepatan skala 4 selama 1 menit. Pengukuran dilakukan menggunakan millimeter block pada tiap replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian busa yang terbentuk untuk mengetahui kemampuan membentuk busa. Dilakukan pendiaman selama 20 menit dan dicatat penurunan busanya untuk mengetahui kemampuan sabun mempertahankan busa. Hasil

(38)

pengukuran kemampuan membentuk busa dibandingkan dengan sabun “MF”,  yang  memiliki  ketinggian busa yang terbentuk sebesar 44 mm, sedangkan hasil pengukuran kemampuan mempertahankan busa dibandingkan  dengan  penurunan  busa  sabun  “LB”,   yaitu   29%. Sabun batang transparan yang dihasilkan memenuhi kriteria dalam pembusaan apabila ketinggian busa lebih tinggi sama dengan 44 mm dan penurunan busa lebih kecil dari 29%. Kriteria kemampuan membentuk busa ditentukan dari ketinggian busa sabun  “MF”  sebagai batas terendah, yaitu 44 mm. Kriteria kemampuan mempertahankan busa ditentukan   dari   penurunan   busa   sabun   “LB” sebagai batas tertinggi, yaitu 29%.

c. Uji derajat keasaman

Pengamatan derajat keasaman dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan dalam 10 mL aquadest. Campuran dipanaskan untuk membantu kelarutan. Kemudian indikator pH universal dicelupkan ke dalam larutan. Indikator pH universal tersebut kemudian diamati dan dibandingkan dengan skala yang tertera untuk menentukan derajat keasaman (pH) sabun. Pengukuran dilakukan pada tiap formula, masing-masing 3 kali replikasi. Semua hasil dicatat dan ditentukan rata-rata derajat keasamannya (pH) dari tiap formula. pH sabun batang transparan kemudian dibandingkan  dengan  pH  sabun  “LB”  dan  “MF”,  

(39)

yang memiliki pH sebesar 9-10. Rentang pH standar ditentukan dari pH  sabun  “MF”  sebagai  batas  pH  terendah  dan  pH  sabun  “LB”  sebagai   batas pH tertinggi. pH sabun batang transparan yang dihasilkan memenuhi kriteria pH apabila sesuai dengan rentang pH yang telah ditentukan dari pH sabun   “LB”   dan   “MF”   serta   ketentuan   pH   sabun   dalam Annual Book of ASTM Standards Vol. 15 tahun 2002, yaitu 9-11.

d. Transparansi sabun

Transparansi sabun dapat diuji dengan membaca tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inci(0,635 cm). Kemudian dilakukan pengukuran pada tiap formula, masing-masing 3 kali replikasi. Sabun memenuhi kriteria transparansi apabila tulisan berukuran font 14 dapat terlihat melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inci (0,635 cm).

F. Subjective Assessment

Subjective assessment dilakukan dengan membagikan sampel sabun batang transparan minyak jahe serta kuisioner yang berisi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka kepada 30 orang mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012.

(40)

G. Analisis Hasil

Hasil yang didapat dari pengujian sifat fisik sabun batang transparan dengan menggunakan minyak jahe sebagai fragrance oil dalam konsentrasi yang berbeda serta 2 merek sabun yang telah beredar di pasaran dibandingkan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode One Way ANOVA (Analysis of Variance) untuk data yang berdistribusi normal dengan software R i386 3.0.2. Untuk data yang tidak berdistribusi normal, analisis hasilnya dengan menggunakan metode Kruskal-Walis dengan taraf kepercayaan 95% untuk penarikan kesimpulannya. Jika hasil uji statistik menunjukan nilai signifikansi kurang dari 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, untuk mengetahui perbedaan sifat fisik antar formula sabun batang transparan serta perbandingannya dengan sabun merek dagang maka dilakukan uji statistik menggunakan Tukey HSD.

Penyusutan bobot minggu ke-1, 2, 3, dan 4 dianalisis dengan dilakukan uji statistik dengan software R i386 3.0.2 dengan menggunakan metode T berpasangan (Paired t-test) two tailed untuk data berdistribusi normal atau uji statistik dengan metode Wilcoxon berpasangan untuk data tidak berdistribusi normal. Penarikan kesimpulannya menggunakan taraf kepercayaan 95%. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka dikatakan ada perbedaan.

Tingkat penerimaan konsumen terhadap sabun yang dihasilkan dilihat dari hasil subjective assessment. Data diolah menggunakan metode statistik deskriptif. Data dirangkum ke dalam bentuk persentase dari total responden dan disajikan dalam bentuk diagram batang.

(41)

24 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi

Formula sabun batang transparan pada penelitian ini mengacu dari formula sabun batang transparan menurut Hambali et al. (2006). Formula acuan tersebut dimodifikasi menjadi formula 2(F2) dan kemudian ditentukan F1, F3, dan F4 dari F2 tersebut. Adapun komposisi bahan dalam formula modifikasi yang digunakan untuk membuat sabun batang transparan pada penelitian ini meliputi asam stearat, minyak jarak, natrium hidroksida (NaOH), etanol, asam sitrat, betaine, gliserin, gula, butil hidroksi toluen (BHT), aquadest, dan minyak jahe.

Asam stearat dan minyak jarak merupakan fase minyak dan asam lemak dan NaOH merupakan basa yang berperan membentuk molekul sabun melalui proses saponifikasi. Campuran asam stearat, minyak jarak, dan NaOH akan membentuk garam karboksilat yang merupakan surfaktan anionik (Rowe, Sheskey, Owen, 2006). Asam stearat juga berperan sebagai agen pembentuk massa sabun yang padat. Digunakan minyak jarak sebagai fase minyak karena merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam pembuatan sabun dan mudah didapat serta ekonomis. Minyak jarak, yang juga berfungsi sebagai emollient, mengandung asam lemak tak jenuh meliputi asam palmitoleat, oleat, linoleat dan linolenat (Gubitz, G.M., Mittelbach, M., Trabi, M., 1999). Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada struktur molekulnya. Adanya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak

(42)

jarak mudah teroksidasi selama pembuatan dan penyimpanan. Oksidasi mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna pada sabun. Oleh karena itu digunakan butil hidroksi toluen (BHT) sebagai antioksidan untuk mengurangi bahkan mencegah terjadinya oksidasi (Kasture dan Wadodkar, 2008). Pada penelitian ini digunakan etanol 96% sebagai pelarut. Sabun yang terbentuk akibat pencampuran fase asam lemak dan basa (NaOH) akan memadat sehingga perlu dilarutkan agar kembali homogen dan membentuk larutan sabun yang jernih. Selain itu, etanol 96% juga berfungsi untuk menghasilkan sabun yang transparan.

Penambahan asam sitrat bertujuan untuk menurunkan pH (pH adjuster) agar sabun yang dihasilkan dari formulasi ini memiliki pH dengan tingkat kebasaan yang tidak terlalu tinggi dan sesuai dengan rentang pH sabun merek dagang, yaitu 9-10 dan rentang pH sabun menurut Annual Book of ASTM Standards Vol. 15 tahun 2002, yaitu 9-11. Selain sebagai penurun pH, asam sitrat juga berfungsi sebagai agen pengkelat. Sebagai agen pengkelat, asam sitrat bekerja dengan cara mengikat ion-ion logam pemicu oksidasi. Bila minyak teroksidasi maka akan berbau tengik dan menurunkan kualitas sabun secara estetika (Belitz, H.-D.,Grosch, W., Schieberle, P., 2009).

Betaine merupakan surfaktan amfoterik yang digunakan pada formulasi sabun batang transparan untuk meningkatkan kemamuan pembusaan dari sabun yang dihasilkan pada penelitian ini. Kombinasi antara surfaktan amfoterik dengan surfaktan anionik akan menghasilkan sifat pembusa, pembasah, dan pengemulsi yang baik serta dapat memperbaiki potensi sifat iritatif yang dimiliki surfaktan anionik (Barel, Paye, Maibach, 2001, Ertel, 2006).

(43)

Gliserin dan sukrosa memiliki fungsi yang sama dalam formulasi ini, yaitu sebagai penjernih sehingga dapat menghasilkan sabun batang yang transparan. Selain itu juga keduanya memiliki sifat sebagai humectant yang dapat melembabkan kulit saat sabun digunakan (Mitsui, 1997).

B. Penentuan Penyusutan Bobot

Untuk memperoleh kondisi sabun yang stabil, maka dilakukan pendiaman setelah sabun selesai dibuat. Selama masa pendiaman atau aging, etanol akan menguap. Jika semua kadar etanol telah menguap, maka sabun dapat dikatakan sudah dalam kondisi stabil.

Masa pendiaman atau aging dilakukan dengan mendiamkan sabun batang transparan selama 3-4 minggu pada suhu kamar (Hambali, Suryani, Rivai, 2006). Atas dasar itu pada penelitian ini masa pendiaman dilakukan selama 4 minggu dengan asumsi setelah 4 minggu sabun batang transparan telah berada dalam kondisi stabil yang ditandai dengan konstannya bobot sabun. Setelah berada pada kondisi stabil, perbedaan sifat fisik yang terukur berasal dari komposisi minyak jahe.

Penimbangan bobot dilakukan pada minggu ke-1, 2, 3, dan 4. Data yang didapat terdistribusi normal dan homogen sehingga untuk analisis hasilnya digunakan uji paired t-test two tailed untuk melihat ada tidaknya perbedaan bobot dari minggu terakhir masa pendiaman sesuai dengan lama masa pendiaman menurut Hambali, Suryani, dan Rivai (2006), yaitu minggu 3 ke minggu 4 dengan

(44)

menghitung nilai p-value dengan taraf kepercayaan 95%. Bobot sabun dikatakan konstan (tidak berbeda) apabila p-value menunjukkan nilai < 0,05.

Tabel V. p-value masing-masing formula pada Paired t-test penyusutan bobot minggu 3-4

Formula sabun Conf.level p-value F1 95 % 0,03901 F2 0,4226 F3 0,4226 F4 0,2999

Dari tabel V dapat dilihat bahwa penyusutan bobot sabun batang transparan F1 pada minggu 3 ke minggu 4 memiliki nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa bobot sabun batang transparan F1 pada minggu ke 3 dan minggu ke 4 berbeda. Hal ini menyatakan bahwa sabun batang transparan F1 belum mencapai kondisi stabil. Sedangkan penyusutan bobot sabun batang transparan F2, F3, dan F4 memiliki p-value yang lebih besar dari 0,05 yang berarti bobotnya pada minggu ke 3 dan ke 4 tidak berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa sabun batang transparan F2, F3, dan F4 telah mencapai kondisi stabil. Hal ini sekaligus membuktikan teori yang telah dijelaskan di atas bahwa masa pendiaman sabun untuk mencapai kondisi stabil adalah 3-4 minggu.

C. Uji Sifat Fisik Sabun

Sabun yang digunakan sebagai pembanding pada uji ini adalah sabun merek dagang yang  telah  beredar  di  pasaran,  yaitu  sabun  “LB”  dan  sabun  “MF” sedangkan untuk kriteria sifat fisik ditentukan dari sabun merek dagang yang menunjukkan standar sifat fisik paling rendah di antara kedua sabun merek dagang   yang   digunakan   pada   penelitian   ini,   yaitu   sabun   “MF”   untuk   kriteria  

(45)

kekerasan   dan   kemampuan   membentuk   busa   serta   sabun   “LB”   untuk   kriteria   kemampuan mempertahankan busa. Tujuan digunakan 2 sabun merek dagang sebagai pembanding adalah untuk mengetahui posisi atau leveling dari sabun batang transparan hasil formulasi pada penelitian ini terhadap sabun batang transparan yang telah beredar dipasaran dengan mutu dan standar sifat fisik yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya literatur yang menyatakan kriteria tertentu terkait sifat fisik sabun batang transparan. Kriteria sifat fisik pada penelitian ini ditentukan dari sabun merek dagang yang memiliki standar sifat fisik  yang  lebih  rendah,  yaitu  sabun  “MF”.  

1. Kekerasan sabun

Pengujian kekerasan sabun dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatannya. Data dihitung menggunakan metode statistik One Way ANOVA karena semua data berdistribusi normal dan homogen (lihat Lampiran 2).

Tabel VI. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA kekerasan sabun batang transparan minggu ke-4 Formula Rata-rata(Kg) ± SD Conf. level p-value

F1 2,30±0,26 95% 1,86.10-6 F2 3,07±0,21 F3 2,47±0,25 F4 1,90±0,26 LB 4,27±0,25 MF 2,37±0,32

Tabel VI menunjukkan rata-rata kekerasan sabun batang transparan F1, F2, F3, dan F4 memenuhi kriteria kekerasan sabun, yaitu lebih keras sama dengan 2 Kg. Tingkat kekerasan sabun batang transparan hasil formulasi memiliki  posisi  atau  level  diantara  sabun  “MF”  dan  sabun  “LB”  sehingga  dapat  

(46)

diartikan bahwa sabun batang transparan minyak jahe yang dibuat dalam penelitian ini memiliki kekerasan yang sebanding dengan kekerasan sabun merek dagang yang telah beredar dipasaran.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value sebesar 1,86.10-6 (< 0,05) yang berarti kekerasan sabun batang transparan yang dihasilkan pada penelitian ini relatif berbeda. Perbedaan kekerasan dapat terlihat dari rata-rata kekerasannya. Sabun F2, F3, dan F4 cenderung mengalami penurunan kekerasan. Penyebabnya diduga berasal dari jumlah minyak jahe yang ditambahkan. Wujud minyak jahe yang cair diduga mempengaruhi viskositas larutan sabun dan kekerasannya saat dipadatkan sehingga semakin banyak penambahannya akan semakin menurunkan tingkat kekerasan sabun. Akan tetapi kekerasan sabun F1 belum sesuai dengan pendugaan tersebut. Kemungkinan penyebabnya adalah kondisi sabun F1 yang belum stabil sehingga sabun belum mencapai tingkat kekerasan maksimalnya.

2. Kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa

Uji kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan sabun dalam membentuk dan mempertahankan busa antar formula dengan konsentrasi minyak jahe yang berbeda dan sesuai atau tidaknya dengan kriteria kemampuan membentuk busa yang  ditentukan  dari  sabun  “MF”,  yaitu  lebih tinggi sama dengan 44 mm, dan kriteria  kemampuan  mempertahakan  busa  yang  ditentukan  dari  sabun  “LB”,

(47)

yaitu, lebih kecil dari 29%. Sebagai pembanding untuk mengetahui posisi atau leveling standar sifat fisik sabun batang transparan yang dibuat pada penelitian ini terhadap sabun batang transparan yang telah beredar di pasaran digunakan sabun  “LB”  dan  “MF”.

Data yang diambil untuk membandingkan pengaruh minyak jahe sebagai fragrance oil terhadap kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa adalah data pada minggu ke-4 karena pada minggu ke-4 kondisi sabun telah stabil karena telah melalui masa pendiaman atau aging selama 4 minggu.

Respon yang diukur untuk mengetahui kemampuan sabun membentuk busa adalah ketinggian busa yang terbentuk setelah dikocok dengan bantuan homogenizer selama 1 menit. Tingginya busa yang terbentuk menyatakan bahwa kemampuan sabun dalam membentuk busa baik karena apabila busa yang terbentuk banyak maka akan memberikan kesan mewah dan sensasi lembut saat digunakan.

Untuk mengetahui sesuai atau tidaknya sabun batang transparan yang dibuat dalam penelitian ini dengan kriteria pembentukan busa dan kemampuan mempertahankan busa, maka ketinggian busa yang terbentuk dan persentase penurunan busa dari F1, F2, F3, F4 dibandingkan dengan kriteria kemampuan membentuk busa, yaitu lebih tinggi sama dengan 44 mm, dan kriteria kemampuan mempertahankan busa, yaitu lebih kecil dari 29%.

Respon yang diukur untuk mengetahui kemampuan sabun mempertahankan busa adalah penurunan ketinggian busa setelah pendiaman 20

(48)

menit. Kecilnya persentase penurunan ketinggian busa menandakan kemampuan sabun mempertahankan busa yang baik. Hal ini dikarenakan busa yang terbentuk dapat bertahan dan tidak cepat hilang selama pemakaian.

Data yang telah diperoleh kemudian diukur signifikansi perbedaannya menggunakan uji statistik One Way ANOVA karena data yang didapat berdistribusi normal dan homogen(lihat Lampiran 3). Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dan jika nilai p-value lebih kecil dari 0,05 maka dikatakan kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa berbeda.

Tabel VII menunjukkan rata-rata ketinggian busa sabun F1 dan F2 tidak memenuhi kriteria kemampuan membentuk busa(ketinggian busa) sabun batang transparan, yaitu lebih tinggi sama dengan 44 mm, sedangkan sabun F3 dan F4 memiliki rata-rata ketinggian busa yang memenuhi kriteria tersebut.

Tabel VII. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA kemampuan sabun membentuk busa pada minggu ke-4

Formula sabun Rata-rata ketinggian busa±SD Confidence level p-value F1 38±1 95 % 0,00674 F2 38±3,61 F3 42,33±4,16 F4 43,67±1,53 LB 46,33±3,06 MF 46,67±2,08

Hasil tersebut juga ditegaskan dengan hasil uji statistik yang menunjukkan nilai p-value lebih kecil dari 0,05, yaitu sebesar 0,00674. Artinya ada perbedaan kemampuan membentuk busa pada sabun-sabun di atas. Dilakukan uji statistik Tukey HSD untuk mengetahui sabun mana yang berbeda signifikan. Hasilnya menunjukkan bahwa yang memiliki perbedaan

(49)

signifikan dalam kemampuan membentuk busa adalah antara F1 dan F2 dengan sabun  “MF”.  Hanya  sabun  F3  dan  F4  yang memiliki kemampuan membentuk busa  di   antara  sabun  “LB”  dan   “MF”  sehingga   dapat   dikatakan  bahwa  sabun   F3 dan F4 memiliki kemampuan membentuk busa yang sebanding dengan sabun merek dagang yang telah beredar di pasaran.

Hasil uji statistik Tukey HSD juga menunjukkan bahwa antara sabun F1-F2, F1-F3, F1-F4, F2-F3, F2-F4, dan F3-F4 memiliki nilai p-value lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan membentuk busa antar sabun tidak berbeda. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil statistik tersebut adalah penambahan minyak jahe sebagai fragrance oil dalam jumlah berbeda tidak mempengaruhi kemampuan sabun membentuk busa.

Tabel VIII. Hasil uji dan p-value pada One Way ANOVA kemampuan sabun mempertahankan busa pada minggu ke-4

Formula sabun

Rata-rata penurunan

busa (%) ± SD Conf.level Sign.value p-value F1 32,47±3,18 95 % 0,05 0,092 F2 31,55±3,33 F3 34,86±5,98 F4 53,02±25,37 LB 27,41±0,76 MF 25,69±1,10

Tabel VIII menunjukkan rata-rata persentase penurunan busa sabun F1, F2, F3, dan F4 memenuhi kriteria kemampuan busa(penurunan busa(%)), yaitu lebih besar sama dengan 24%. Tingkat penurunan busa sabun F1, F2, F3, dan F4 berada   di   antara   tingkat   penurunan   busa   sabun   “MF”   dan   “LB”   sehingga dapat dikatakan kemampuan mempertahankan busa sabun F1, F2, F3,

(50)

dan F4 sebanding dengan kemampuan mempertahankan busa sabun merek dagang yang beredar di pasaran.

Dapat dilihat pula adanya perbedaan rata-rata penurunan busa (%) antara sabun F1, F2, F3, dan F4 akan tetapi secara statistik tidak berbeda dengan p-value sebesar 0,092 yang lebih besar dari 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan minyak jahe dengan berbeda konsentrasi tidak berpengaruh terhadap kemampuan sabun mempertahankan busa.

Dari data hasil uji statistik kemampuan sabun membentuk dan mempertahankan busa dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak jahe sebagai fragrance oil dalam jumlah berbeda tidak mempengaruhi kemampuan sabun dalam mempertahankan dan membentuk busa. Sabun batang transparan yang dibuat dalam penelitian ini, yaitu F1, F2, F3, dan F4, telah sesuai dengan sabun yang telah beredar di pasaran dalam hal kemampuannya mempertahankan busa. Kemampuan membentuk busa pada sabun F3 dan F4 telah sesuai dengan kriteria kemampuan membentuk busa dan sebanding dengan sabun batang transparan yang beredar di pasaran sedangkan sabun F1 dan F2 belum sesuai kriteria dan belum sebanding.

3. Derajat keasaman

Derajat keasaman sabun dinyatakan dengan nilai pH. Pengukuran pH dilakukan bersamaan dengan pengukuran kemampuan pembentukan busa sabun. Pengujiannya menggunakan indikator pH universal.

(51)

Tabel IX. Hasil uji derajat keasaman (pH)

Formula sabun pH rata-rata Book of ASTM Standards Vol. pH sabun menurut Annual 15 tahun 2002 F1 9 9-11 F2 9 F3 9 F4 9 LB 10 MF 9

Hasil yang diperoleh adalah sabun F1, F2, F3, dan F4 memiliki pH 9. pH  ini  sesuai  dengan  pH  sabun  “LB”  dan  “MF”  yang  juga  memiliki  pH  10  dan   9. Dengan demikian pH larutan sabun sudah sesuai dengan rentang pH sabun merek dagang,  yaitu  sabun  “LB”  dan  “MF”,  dan  rentang  pH  pada Annual Book of ASTM Standards Vol. 15 tahun 2002, yaitu 9-11. Menurut Ertel (2006), sabun dengan rentang pH 4,0 – 10,5, memang menyebabkan perubahan pH kulit tetapi tidak menimbulkan iritasi. Antara pH sabun dengan iritasi kulit tidak memiliki korelasi yang signifikan. pH sabun yang cenderung basa justru bermanfaat untuk membuka barrier kulit dan memaksimalkan proses pengangkatan kotoran(Ali dan Yosipovitch, 2013).

4. Transparansi sabun

Pengujian transparansi sabun dilakukan dengan memotong sabun hingga ketebalan 0,25 inci (0,635 cm) dan diletakkan di atas kertas putih dengan tulisan berukuran font 14. Tulisan tersebut dapat terlihat sehingga dapat

(52)

disimpulkan bahwa sabun F1, F2, F3, dan F4 dapat dikatakan transparan. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4.

D. Subjective Assessment

Untuk mengetahui gambaran mengenai penerimaan konsumen akan produk sabun batang transparan yang telah dibuat maka dilakukan subjective assessment dengan metode statistik deskriptif. Tahapan dalam statistik deskriptif adalah pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian informasi/data (Reksoatmodjo, 2009).

Masing-masing peserta diberikan sampel sabun batang transparan dengan konsentrasi minyak jahe sebesar 2 g atau F2 pada penelitian ini. Pemilihan ini dilakukan dari hasil uji organoleptis yang menunjukkan bahwa sabun F2 dengan konsentrasi minyak jahe sebesar 2 g memiliki aroma yang paling baik di antara ke empat formula karena tidak terlalu tajam dan juga tidak lemah. Pertimbangan organoleptis ini digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa yang akan menarik konsumen pertama kali adalah nilai estetika, yaitu penampakan dan aroma sabun.

Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuisioner dengan menyertakan pertanyaan tertutup dan terbuka. Dalam kuisioner terdapat 11 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan terbuka yang validitas bahasanya diujikan kepada 3 orang responden. Pertanyaan tertutup dibagi menjadi 2 macam jawaban, yaitu setuju tidaknya konsumen dengan aroma jahe, kemampuan mempertahankan bentuk, rasa lembut saat digunakan, busa yang dihasilkan, dan penampilan dari produk sabun yang telah dibuat serta tingkat kesukaan konsumen terhadap produk

(53)

sabun. Ketiga responden menyatakan bahwa semua pertanyaan dapat dimengerti sehingga kuisioner dapat dikatakan valid. Kuisioner dibagikan kepada 30 orang responden wanita yang merupakan mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2012. Semua kuisioner kembali. Dipilih 30 responden karena jumlah ini masih diperbolehkan untuk pengambilan sampel dalam jumlah besar. Dengan   N   ≥   30   data   akan   mendekati   distribusi   normal   dan   aproksimasi   (kemiripan) akan semakin baik seiring kenaikan nilai N (Spiegel and Stephens, 2007). Data yang didapat dari survey kemudian diolah dan dirangkum dalam bentuk presentase kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang. Gambar 5 menunjukkan sebagian besar konsumen setuju bahwa produk sabun yang dihasilkan memang memiliki sifat fisik seperti yang disebutkan dalam pertanyaan tertutup, yaitu sabun memiliki aroma jahe, sabun tidak melunak dan dapat mempertahankan bentuk saat digunakan, terasa lembut saat digunakan, busa yang dihasilkan baik, sabun memiliki penampilan yang transparan, dan ketertarikan konsumen untuk menggunakan.

Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian konsumen menyukai produk sabun yang dihasilkan dengan sifat fisik yang dimiliki, seperti aroma, bentuk dan penampilan sabun, sensasi lembut setelah digunakan, busa yang dihasilkan, dan kekerasannya. Dari pertanyaan terbuka diketahui bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa aroma jahe dari produk sabun terlalu kuat sehingga mereka menyarankan untuk mengurangi jumlah pemakaian minyak jahe yang digunakan sebagai fragrance oil.

(54)

Gambar 5. Diagram batang tingkat persetujuan konsumen tentang sifat fisik produk sabun yang dihasilkan

Gambar 6. Diagram batang tingkat kesukaan konsumen terhadap produk sabun

Adapun keterbatasan yang ditemukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sabun F1 yang masih belum dalam kondisi stabil pada minggu ke 4 dan

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% sabun memiliki aroma jahe sabun tidak melunak dan dapat mempertahankan bentuk saat digunakan terasa lembut saat digunakan busa yang dihasilkan baik sabun memiliki penampilan yang transparan saya tertarik menggunakan sabun ini

sangat tidak setuju tidak setuju setuju sangat setuju

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Aroma bentuk produk sabun sensasi lembut setelah digunakan

busa yg dihasilkan kekerasan produk

(55)

masih belum menunjukkan respon sifat fisik yang sebenarnya sehingga tidak dapat dibandingkan dengan respon sifat fisik sabun F2, F3, dan F4 yang telah berada pada konsisi stabil. Ada pula keterbatasan lain yang ditemukan oleh peneliti adalah sabun F1 dan F2 yang belum memenuhi kriteria kemampuan membentuk busa serta dari ke empat sabun belum didapatkan sabun dengan jumlah minyak jahe yang menghasilkan sabun batang transparan dengan aroma jahe yang pas. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi jumlah minyak jahe dalam formulasi sabun batang transparan agar dapat dihasilkan sabun batang transparan yang memenuhi sifat fisik yang memenuhi semua kriteria sifat fisik sabun batang transparan dan memiliki aroma jahe yang pas, misalnya dengan penambahan foam booster dengan jumlah yang lebih banyak. Subjective assessment pada penelitian ini hanya menggunakan sabun F2 yang diujikan kepada 30 orang. Hal tersebut berdasar pada seleksi awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap sabun F1, F2, F3, dan F4 terhadap aroma jahe yang paling bisa diterima. Akibatnya responden tidak dengan leluasa memilih sabun dengan aroma yang benar-benar bisa diterima. Meskipun pada proses pembuatan sabun batang transparan pada penelitian ini setiap langkah telah dikontrol dan diseragamkan tetapi masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengoptimasi kecepatan dan lama putar serta suhu pencampuran dan suhu penyimpanan yang lebih spesifik agar dihasilkan sabun batang transparan dengan sifat fisik yang lebih baik. Sabun merupakan kosmetika yang penggunaannya hanya sebentar dengan waktu kontak yang singkat dengan kulit karena akan hilang saat dibilas dengan air sehingga memiliki resiko terjadi iritasi yang kecil dibandingkan dengan kosmetika

(56)

lainnya. Untuk memperkecil resiko iritasi dapat digunakan bahan-bahan yang telah dipastikan keamanannya. Akan tetapi akan lebih baik bila dilakukan uji iritasi untuk memastikan bahwa sabun batang transparan yang dihasilkan benar-benar aman saat digunakan jangka pendek maupun jangka panjang.

(57)

40 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penggunaan minyak jahe sebagai fragrance oil dengan konsentrasi berbeda tidak mempengaruhi kemampuan membentuk busa dan mempertahankan busa dari sabun yang dihasilkan tetapi menghasilkan sabun dengan kekerasan yang berbeda, menghasilkan sabun batang yang transparan, dan memiliki pH sesuai dengan rentang kriteria penerimaan pH sabun batang transparan.

2. Sifat fisik sabun batang transparan yang dihasilkan sesuai dengan kriteria penerimaan sifat fisik sabun batang transparan, kecuali sabun F1 dan F2 dalam kemampuan membentuk busa dan sabun batang transparan minyak jahe dapat diterima oleh konsumen apabila dipasarkan.

B. Saran

1. Kecepatan dan lama putar serta suhu pencampuran dan suhu penyimpanan dalam proses pembuatan sabun batang transparan mungkin berpengaruh terhadap sifat fisis sabun batang transparan yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan optimasi untuk memperoleh produk sabun batang transparan yangoptimal

(58)

2. Perlu dilakukan modifikasi lagi pada formulasi sabun batang transparan dengan menambahkan foam booster dengan konsentrasi yang lebih tinggi agar menghasilkan sabun transparan dengan busa lebih banyak.

3. Aroma jahe pada sabun batang transparan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen dan sekaligus berpengaruh pada kekerasan sabun sehingga perlu dilakukan optimasi untuk mengetahui konsentrasi optimalnya agar menghasilkan sabun batang transparan dengan aroma dan kekerasan yang optimal.

4. Perlu dilakukan uji iritasi agar menjamin keamanan dari sabun batang transparan minyak jahe ini selama penggunaan.

Gambar

Tabel I.  Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik
Gambar 1.  Proses saponifikasi sabun…………………………..  6  Gambar 2.  Stuktur misel pada sabun…………………………..
Gambar 1. Proses saponifikasi sabun (Warra, 2013)
Tabel I. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun yang  dihasilkan (Cavitch, 2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dengan kondisi ini dapat dilihat bahwa tingkat produktivitas pada sisi ini bulan Juli lebih rendah 0,22 poin atau jumlah kamar yang dihuni dua orang turun sebesar 22

Adapun skripsi ini berjudul “ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DALAM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Kasus di Lembaga

Sebuah media form yang berfungsi untuk mencari apa yang kita butuhkan agar lebih mudah dalam mencari sesuatu yang kita butuhkan baik artikel maupun gambar, video, musik dll

Pada tahapan ini, dilakukan pengujian menggunakan data titik panas pada tahun 2015 yang akan digunakan sebagai data testing dan dataset Kalimantan tahun 2005

Walaupun persentase penghambatan dari perlakuan M1 dan M2 cukup tinggi, namun belum bisa dikatakan berhasil sebagai agens hayati antagonis terhadap tipe liarnya karena

Di dalam kotak yang berisi 7 bola merah dan 6 bola kuning akan diambil 2 bola berturut- turut tanpa pengembalian .Peluang terambil yang pertama bola merah dan yang kedua bola

adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan dengan menggunakan satuan kredit semester (sks) untuk menyatakan beban studi mahasiswa, beban kerja dosen, pengalaman belajar, dan

Dirgantara Indonesia didasarkan oleh faktor egoisme kelompok atau ada faktor lain yang lebih seusai dengan etika dan norma bisnis..  Apakah tindakan perlawanan yang dilakukan oleh