• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 25-35)

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Iklan 1. Definisi iklan

Menurut KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), iklan merupakan sebuah bentuk promosi terhadap barang, jasa, perusahaan, dan ide yang harus dibayar oleh sebuah sponsor dari apa yang di tawarkan dalam iklan tersebut (Anonim, 2011). Iklan juga merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal orang, hal ini kemungkinan karena daya jangkauannya yang luas. Iklan menjadi instrumen promosi yang sangat penting, khususnya bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat luas (Morissan, 2010).

Definisi iklan menurut Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan) No. 1787 Tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan, yaitu

Pasal 1

Iklan adalah informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan

(Anonim, 2010). 2. Tujuan iklan

Iklan bertujuan untuk meningkatkan respon konsumen terhadap penawaran produk perusahaan yang dapat memberikan laba dalam jangka waktu yang panjang (Sufa dan Munas, 2012). Iklan berperan penting bagi perusahaan

untuk menunjang sekaligus meningkatkan usahanya. Pengusaha mencoba mempengaruhi dan membangkitkan minat (animo) konsumen untuk membeli produk barang atau jasa lewat kehadiran iklan. Iklan obat seharusnya berperan untuk memasarkan produknya, tetapi pada kenyataannya tidak mempunyai reputasi baik. Kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik akan produknya (Turisno, 2012).

Tidak hanya pengusaha yang membutuhkan iklan. Konsumen pun memerlukan iklan sebagai salah satu alat informasi untuk mengetahui informasi barang yang mereka butuhkan. Konsumen sangat bergantung sepenuhnya pada informasi yang diberikan oleh pelaku usaha dalam memanfaatkan barang dan atau jasa (Turisno, 2012).

B. Televisi sebagai Salah Satu Media Iklan

Iklan berperan penting dalam memperkenalkan dan memperkuat citra merek dari sebuah produk. Media periklanan yang banyak diminati oleh industri adalah media televisi, karena media ini merupakan media audiovisual yang canggih dan menarik. Televisi juga mempunyai daya jangkau yang luas karena puluhan juta bahkan ratusan dan ribuan juta pasang mata dapat menyaksikan iklan suatu produk walaupun hanya dengan sebuah tayangan berdurasi kurang lebih 60 detik (Sufa dan Munas, 2012).

Menurut Lane (2009), sekitar 99% rumah tangga memiliki paling sedikit satu perangkat televisi. Terdapat sebuah penelitian di Indonesia yang menyatakan bahwa sebanyak 60% responden menghabiskan waktu untuk menonton televisi,

dengan durasi antara 1 - 5 jam dalam sehari, bahkan sebanyak 30% responden memiliki durasi menonton televisi lebih dari 5 jam (Widanenci, 2007). Televisi masih menjadi media utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia dengan persentase 95%. Internet (33%), radio (20%) dan surat kabar (12%) juga masih dikonsumsi masyarakat Indonesia (Anonim, 2014b). Menurt hasil penelitian Lane (2009), televisi menempati peringkat pertama sebagai media yang paling berpengaruh (81,8%) dan paling membujuk (66,5%).

Kelebihan iklan lewat media televisi dibandingkan dengan jenis media lainnya yaitu mempunyai daya jangkau yang luas. Harga televisi yang semakin murah, menyebabkan berbagai kelompok masyarakat dapat mempunyai dan menikmati siaran dari perangkat elektronik ini. Hal tersebut memungkinkan pemasar dapat memperkenalkan dan mempromosikan produknya secara serentak ke seluruh wilayah suatu negara. Televisi merupakan media yang ideal untuk mengiklankan produk konsumsi massal (mass-consumption products), yaitu barang-barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari misalnya makanan, minuman, perlengkapan mandi, pembersih, kosmetik, obat-obatan, dan sebagainya (Morissan, 2010).

C. Peraturan Periklanan Bidang Obat

Obat mempunyai kedudukan yang khusus dalam masyarakat karena diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional dapat membahayakan masyarakat. Pemerintah melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap

penyebaran informasi obat, termasuk periklanan obat, agar masyarakat dapat terhindar dari kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional akibat pengaruh promosi melalui iklan. Periklanan obat menghadapi masalah yang relatif kompleks karena aspek yang dipertimbangkan tidak hanya tentang kesesuaian dengan aturan periklanan, tetapi juga menyangkut manfaat-resikonya terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat luas. Masalah tersebut dapat diatasi dengan merancang isi, struktur maupun format pesan iklan obat dengan tepat agar tidak menimbulkan presepsi dan interpretasi yang salah oleh masyarakat luas (Supardi, 2009).

Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 Tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen, menyebutkan fungsi Badan POM antara lain adalah pre review dan pasca audit iklan dan promosi obat dan obat tradisional, sebelum dipublikasikan. Pengawasan iklan obat yang dilakukan oleh pemerintah, mencakup penilaian sebelum iklan ditayangkan dan pengawasan terhadap iklan yang sudah ditayangkan (Supardi, Handayani, Herman, Raharni, dan Susyanty, 2011). Kenyataannya, walaupun telah diadakan tahap pre review, masih banyak iklan obat yang tidak memenuhi syarat (Turisno, 2012).

Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan undang-undang yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain. Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut mendapat persetujuan dari Departemen Kesehatan RI. Iklan obat hendaknya dapat bermanfaat bagi

masyarakat untuk pemilihan penggunaan obat bebas secara rasional (Anonim, 1994).

WHO (World Health Organization) sejak tahun 1988 mengeluarkan Kriteria Etik Promosi Obat (Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion) untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan peredaran obat yang tidak memenuhi syarat akibat periklanan dan informasi yang tidak benar dan menyesatkan. Kriteria Etik Promosi Obat menjelaskan bahwa informasi iklan obat yang ditujukan kepada masyarakat awam harus mengandung komposisi zat aktif; nama merek dagang; indikasi utama; kontraindikasi; peringatan perhatian (precaution) dan nama dan alamat produsen atau distributor (Anonim, 1988).

Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan) No. 386 tahun 1994 menjelaskan bahwa iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai komposisi zat aktif obat, indikasi utama obat, informasi mengenai keamanan obat dan merek dagang obat. Selain itu perlu dicantumkan pula informasi nama industri farmasi yang memproduksi obat tersebut dan nomor registrasi obat. Nomor registrasi obat diwajibkan khusus media cetak (Anonim, 1994).

Beberapa hal juga diatur dalam Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan) No. 386 tahun 1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas. Dikatakan bahwa iklan obat dapat ditampilkan di media periklanan setelah disetujui oleh Departemen Kesehatan RI. Iklan obat juga tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau menggunakan setting laboratorium. Spot peringatan BACA ATURAN PAKAI JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER harus ditampilkan dalam iklan obat, sedangkan untuk iklan vitamin

harus dicantumkan peringatan BACA ATURAN PAKAI. Kedua peringatan tersebut harus ditayangkan minimal selama 3 detik. Klaim indikasi yang ditampilkan dalam suatu iklan harus sesuai dengan batasan yang ditetapkan oleh Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan) No. 386 tahun 1994, yang dijabarkan pada tabel I dibawah ini:

Tabel I. Batasan Klaim Indikasi Obat Bebas yang Ditetapkan Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan) No. 386 tahun 1994 (Anonim) No. Sub Kelas Terapi

Obat

Indikasi yang ditetapkan Kepmenkes No. 386 tahun 1994

1. Vitamin C a. mengatasi kekurangan vitamin C seperti pada sariawan dan perdarahan gusi.

b. untuk keadaan dimana kebutuhan akan vitamin C meningkat seperti pada keadaan sesudah operasi, sakit, hamil dan menyusui, anak dalam masa pertumbuhan dan lansia

2. Multivitamin dan mineral

mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin dan mineral, misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, anak dalam masa pertumbuhan serta lansia.

3. Obat pereda sakit dan penurun panas

meringankan rasa sakit misalnya: sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot; dan atau menurunkan panas. 4. Obat flu meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepada,

hidung tersumbat dan pilek

5. Obat asma meringankan gejala sesak napas karena asma 6. Antitusif meredakan batuk yang tidak berdahak. 7. Ekspektoran meredakan batuk yang berdahak 8. Antitusif, ekspektoran,

antihistamin

meredakan batuk berdahak yang disertai pilek 9. Antasida mengatasi gejala sakit maag seperti: perih,

kembung, mual 10. Obat gosok untuk

analgesia lokal

meringankan gejala-gejala flu, otot kaku dan nyeri, gatal-gatal serta gigitan serangga

11. Obat kulit (topikal) mengatasi infeksi karena jamur 12. Obat tetes mata meredakan iritasi mata yang ringan.

13. Obat laksans/pencahar mengatasi sembelit (susah buang air besar)

14. Obat kumur melegakan sakit tenggorokan dan membantu menjaga higinitas mulut

15. Obat cacing untuk pengobatan infeksi kecacingan sesuai dengan tujuan penggunaan yang disetujui oleh Departemen Kesehatan

DPI (Dewan Periklanan Indonesia) juga mengeluarkan aturan iklan obat yaitu Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia) tahun 2005. Iklan tidak diperbolehkan secara langsung maupun tersamar menganjurkan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan ijin indikasinya dan pemakaian suatu obat secara berlebihan. Kata, ungkapan, penggambaran atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan tidak boleh ditampilkan pada iklan. Hanya ungkapan untuk membantu menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit yang dapat ditampilkan pada iklan. Tidak diperbolehkan menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”, “tidak berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas risiko” dan ungkapan lain yang bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang memadai. Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan kesan pemberian anjuran, rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan obat tertentu oleh profesi kesehatan. Anjuran bahwa suatu obat merupakan syarat mutlak untuk mempertahankan kesehatan tubuh, dilarang ditampilkan dalam iklan. Iklan tidak diperkenankan memanipulasi atau mengekspolitasi rasa takut orang terhadap sesuatu penyakit karena tidak menggunakan obat yang diiklankan. Penawaran diagnosa pengobatan atau perawatan melalui surat menyurat dan jaminan pengembalian uang dilarang dalam suatu iklan obat (Anonim, 2005).

Peraturan Kepala Badan POM tahun 2009 tentang Pedoman Pengawasan Promosi dan Iklan Obat menyebutkan bahwa apabila ditemukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, Badan POM dapat memberikan sanksi administratif berupa peringatan, penghentian kegiatan iklan, pencabutan ijin edar

atau sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada industri farmasi atau pemilik ijin edar (Anonim, 2010).

D. Masalah Iklan Obat dan Perilaku Pemilihan Obat untuk Swamedikasi Sakit adalah pengalaman subyektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak, sehingga aktivitas seseorang dapat terganggu. Pengobatan sendiri atau swamedikasi kerap dilakukan oleh orang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan (Sarwono, 2004). Masyarakat kerap kali mengandalkan obat untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit tersebut. Obat-obatan juga dapat menjadi sangat berbahaya bila disalahgunakan. Umumnya masyarakat kurang memahami bahwa obat ternyata juga memiliki efek samping yang dapat merugikan kesehatan (Turisno, 2012).

Konsumen kerap melakukan pembelian beberapa produk atau jasa tertentu dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya (Lane, 2009). Hal itu menyebabkan masyarakat membutuhkan informasi yang jelas dan dapat dipercaya untuk memenuhi upaya tersebut (Purwanto, 2007). Periklanan sangat berperan dalam memberikan informasi seefisien dan seekonomis mungkin bagi calon pembeli (Lane, 2009).

Muatan informasi yang benar, jelas, dan jujur dalam iklan, merupakan hak konsumen yang wajib diberikan pelaku usaha kepada konsumen agar konsumen dapat menentukan pilihan yang tepat. Kenyataannya sebagian iklan obat dapat dikatakan menyesatkan karena membawa pesan yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kandungan produknya. Produsen hanya menampilkan

khasiat saja dan hanya menjelaskan sebagian kecil kemungkinan akibat buruk bagi konsumen. Membesar-besarkan manfaat produk diluar proporsi yang wajar, merupakan tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan etika. Mungkin saja para pengguna dan calon pengguna tertarik dan membeli produk tersebut karena terpengaruh kehebatannya yang dibesar-besarkan oleh perusahaan. Informasi kesehatan komersial yang salah atau tidak tepat dapat merugikan konsumen karena membuat konsumen terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan yang benar, sehingga dapat mengancam jiwa konsumen (Turisno, 2012).

Selama tahun 2007 terjadi penyimpangan 703 iklan obat bebas, yang dimana 18% di antaranya tidak sesuai persetujuan Badan POM. Pada tahun 2009, sekitar 20% iklan obat bebas yang selama ini dipercaya masyarakat belum memenuhi aturan (Sidik, 2009). Jumlah penyimpangan obat bebas ini terus bertambah sampai tahun 2012. Pada tahun 2012, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sebanyak 23,8% iklan obat yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan (Anonim, 2013b). Peristiwa tersebut jelas bertentangan dengan hak konsumen dan yang telah dijabarkan pada Pasal 4.c Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tidak hanya bertentangan dengan Pasal 4.c tersebut, peristiwa tersebut juga bertentangan dengan kewajiban pelaku usaha yang dijelaskan dalam Pasal 7.b Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Turisno, 2012).

E. Keterangan Empiris

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kesesuaiaan iklan obat di stasiun televisi swasta nasional pada bulan Juni, Juli dan Agustus tahun 2014 berdasarkan Kriteria Etik Promosi Obat (Ethical Criteria for

Medicinal Drug Promotion) oleh WHO (World Health Organization) tahun 1988,

Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan) Nomor 386 Tahun 1994 dan Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia) oleh DPI (Dewan Periklanan Indonesia) tahun 2005.

18

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 25-35)

Dokumen terkait