BAB 1 PENDAHULUAN
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.3 Bagi Peneliti
1. Dapat memberikan kontribusi ilmiah, mengembangkan kemampuan di bidang penelitian, dan menambah kemampuan menganalisis suatu penelitian.
2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana berat badan lahir dalam mempengaruhi kejadian hernia inguinalis pada anak-anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abdomen 2.1.1 Anatomi
Menurut Hansen (2018) abdomen adalah daerah di antara toraks secara superior dan pelvis secara inferior. Abdomen terdiri dari :
Lapisan otot rangka yang melapisi dinding abdomen dan membantu pernapasan, mengontrol tekanan intra-abdomen, memfasilitasi miksi, defekasi, dan proses melahirkan.
Rongga abdomen adalah rongga peritoneal yang bersambung terus-menerus sejajar dengan rongga pelvis secara inferior yang berisi organ.
Organ-organ dalam di rongga abdomen, termasuk diantaranya saluran cerna dan organ saluran cerna (hati, kantung empedu, dan pankreas), limpa, dan saluran kemih (ginjal dan ureter), yang terletak di bagian retroperitoneal.
Secara praktis, dinding abdomen dapat dibagi menjadi empat bagian umum:
dinding abdomen anterolateral, dinding abdomen posterior, diafragma, dan dinding rongga pelvis, yang dapat disebut juga “dasar” dari rongga abdominopelvis.
Dinding abdomen anterolateral dapat berkontraksi dan relaksasi, yang membantu menyesuaikan ukuran rongga abdominopelvis terhadap perubahan volume organ-organ di dalamnya, dan mengontrol tekanan intra-abdomen (Podkameni dan Rosenthal, 2010).
Dinding abdomen anterolateral terdiri dari beberapa lapisan dan otot (Gambar 2.1). Lapisan dinding abdomen anterolateral terdiri dari:
Kulit: epidermis dan dermis.
Fasia superfisialis (jaringan subkutan): satu lapis jaringan ikat berlemak yang dapat dibagi menjadi dua lagi, yaitu lapisan lemak superfisialis (Camper’s fascia) dan lapisan membranosa (Scarpa’s fascia).
Fasia: jaringan ikat yang membungkus lapisan otot.
Otot abdomen: tiga lapisan otot.
Fasia endoabdominal: jaringan ikat seperti biasa, dan terdapat bagian yang lebih tebal yang disebut fasia transversalis, yang melapisi bagian dalam dari otot transversus abdominis.
Lemak ekstraperitoneal: jaringan ikat berlemak yang tebalnya bervariasi tergantung dari status nutrisi setiap orang.
Peritoneum: lapisan serosa tipis yang melapisi bagian dalam rongga abdomen yang terdiri dari lapisan luar (peritoneum parietalis) dan lapisan dalam (peritoneum visceralis).
Gambar 2.1 Otot-otot pada dinding abdomen anterolateral
Sumber: Hansen, J.T., 2018, Netter’s Clinical Anatomy 4th ed., Elsevier, Philadelphia, p. 148
Otot dinding abdomen anterolateral terdiri dari dua lapisan otot obliquus abdominis dan otot transversus abdominis. Di bagian tengah tersusun dari otot rectus abdominis yang dilapisi oleh rectus sheath yang memanjang dari processus
7
siphoideus sampai simfisis pubis. Terdapat otot piramidalis, yang merupakan otot kecil diatas pubis yang kurang bermaksa secara klinis (Hansen, 2018).
2.1.2 Anatomi daerah inguinal
Daerah inguinalis, atau selangkangan, merupakan daerah transisi antara bagian bawah abdomen dan bagian atas paha (Gambar 2.2). Daerah ini ditandai dengan kelemahan pada dinding abdomen bagian bawah, terutama pada laki-laki, yang rentan menyebabkan terjadinya hernia inguinalis. Hernia inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki karena adanya proses penurunan testis ke skrotum, yang terjadi di sepanjang daerah inguinal (Hansen, 2018).
Gambar 2.2 Dinding abdomen anterior
Sumber: Hansen, J.T., 2018, Netter’s Clinical Anatomy 4th ed., Elsevier, Philadelphia, p. 152
2.1.3 Anatomi Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis berbentuk seperti terowongan yang miring dengan panjang sekitar 4 cm dan terletak tepat di ujung anterior ligamentum inguinalis. Kanalis inguinalis memanjang di antara cincin inguinalis internal dan cincin inguinalis eksternal. Pada laki-laki kanalis inguinalis berisi korda spermatika, sedangkan pada perempuan berisi ligamentum teres uteri. Korda spermatika tersusun atas otot cremaster, arteri dan vena testikular, cabang saraf genitofemoral, vas deferens, arteri dan vena cremastica, saluran limfatik, dan prosesus vaginalis. Struktur-struktur ini memasuki korda spermatika melalui cincin inguinalis internal, dan keluar melalui cincin inguinalis eksternal. Otot cremaster berasal dari serat-serat otot internal oblique abdominis bagian bawah dan membungkus korda spermatika di kanalis inguinalis (Malangoni dan Rosen, 2017).
Gambar 2.3 Hesselbach’s triangle
Sumber: Kennedy dan Rosenthal., 2010, Netter’s Gastroenterology 2nd ed., Elsevier, Philadelphia, p. 194
Batas-batas pada kanalis inguinalis membentuk Hesselbach’s triangle (Gambar 2.3), dimana pembuluh darah epigastrik membatasi bagian superolateral, rectus sheath membatasi bagian medial, dan ligamentum inguinalis membatasi bagian
9
inferior. Hernia direk terjadi pada Hesselbach’s triangle, sedangkan hernia indirek terjadi lateral dari Hesselbach’s triangle. Walaupun jarang, namun ukuran hernia indirek yang sedang atau besar dapat mempengaruhi ligamentum inguinalis saat hernia membesar (Malangoni dan Rosen, 2017).
2.2 Embriologi
Hernia inguinalis indirek pada anak-anak dan bayi semuanya merupakan kelainan kongenital yang muncul sejak perkembangan embrio. Penyebabnya yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis, dan bukan karena lemahnya otot di daerah inguinal. Hernia inguinalis indirek berhubungan dengan perkembangan gonad dan proses penurunan testis pada laki-laki melalui cincin inguinalis yang akan masuk ke skrotum pada masa akhir kehamilan. Testis turun dari urogenital ridge di retroperitoneum dan masuk ke cincin inguinalis pada usia kehamilan 28 minggu.
Kemudian testis dari cincin inguinalis turun ke skrotum pada usia kehamilan 36 minggu. Turunnya testis disebabkan oleh adanya gubernaculum dan prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis muncul saat usia kehamilan 12 minggu yang berkembang di sisi lateral pembuluh darah epigastrik dan turun bersamaan dengan korda spermatika yang dibungkus oleh fasia cremasterika melalui cincin inguinalis internal. Testis kemudian menyertai prosesus vaginalis turun ke skrotum (Aiken dan Oldham, 2016).
Di saat minggu terakhir usia kehamilan atau sesaat setelah lahir, lapisan prosesus vaginalis biasanya menyatu dan memutuskan hubungan antara peritoneum dengan skrotum. Prosesus vaginalis juga hanya bersatu di bagian atas testis saja, dan bagian prosesus vaginalis yang membungkus testis menjadi tunika vaginalis.
Pada perempuan, prosesus vaginalis menutup lebih cepat, sekitar usia kehamilan 7 bulan, dan hal ini menjelaskan mengapa perempuan memiliki insidensi hernia inguinalis yang lebih rendah daripada laki-laki. Kegagalan penutupan prosesus vaginalis akan menyebabkan cairan atau organ abdomen dari rongga peritoneum untuk memasuki kanalis inguinalis, yang mengakibatkan kelainan pada daerah inguinalis dan skrotum yang dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada perempuan, ovarium turun dari urogenital ridge menuju pelvis. Ujung bagian atas
gubernaculum akan berdiferensiasi menjadi ligamentum ovari, dan ujung bagian bawah gubernaculum akan menjadi ligamentum teres uteri, yang melewati cincin inguinalis dan melekat pada labia mayor. Involusi prosesus vaginalis sisi kiri melebihi sisi kanan; yang menyebabkan peningkatan insidensi hernia inguinalis indirek pada sisi kanan (Aiken dan Oldham, 2016).
2.3 Hernia 2.3.1 Definisi
Hernia berasal dari bahasa Latin yang berarti robek. Hernia merupakan protrusi abnormal jaringan atau organ melalui kecacatan atau bagian lemah dari dinding disekitarnya (Gambar 2.4) (Malangoni dan Rosen, 2017). Kunci utama dari definisi tersebut adalah pembukaannya, dan bukan protrusinya. Bahkan, protrusi mungkin tidak dapat dikenali pada beberapa pasien, terutama di awal proses hernia. Ukuran kantung hernia sesuai dengan ukuran lubang pada hernia. Tipe-tipe hernia dapat dibagi berdasarkan lokasi dan penyebabnya, mobilisasi organ, dan status suplai darah pada organ yang mengalami hernia (Menjo dan Rosenthal, 2010).
Gambar 2.4 Lapisan Dinding Abdomen
Sumber : Harris, T.S., 2016, ‘What is a Hernia’, California Hernia Specialists, accessed 20 April 2018), available from: http://californiaherniaspecialists.com/what-is-a-hernia/
11
2.3.2 Klasifikasi
Berdasarkan tempat terjadinya, hernia terbagi atas (Amrizal, 2015; Harris, 2016; National Health Service, 2016) :
1. Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis merupakan protrusi usus atau lemak ke kanalis inguinalis.
Hernia inguinalis juga jenis hernia yang paling sering ditemukan dan terutama sering terjadi pada laki-laki. Hernia inguinalis sering dikaitkan dengan ketegangan yang terus menerus pada abdomen.
2. Hernia Femoralis
Hernia femoralis mirip dengan hernia inguinalis. Pada hernia inguinalis terjadi protrusi diatas ligamentum inguinalis, sedangkan pada hernia femoralis terjadi protrusi dibawah ligamentum inguinalis, tepatnya di bawah kanalis inguinalis di sekitar daerah paha atas. Hernia femoralis merupakan jenis hernia yang lebih sering terjadi pada perempuan.
3. Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis terjadi saat usus atau lemak yang mendorong otot perut yang lemah, yang letaknya di tengah perut dan di bawah pusar. Lokasi ini rentan terjadi hernia karena stres terbesar ditempatkan saat melakukan aktivitas fisik. Pada anak-anak baru lahir sering terlihat namun dapat hilang sendiri, namun pada orang dewasa tidak dapat hilang sendiri dan akan membesar.
4. Hernia Ventralis
Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian anterolateral, seperti hernia epigastrika dan hernia insisional.
5. Hernia Epigastrika
Hernia epigastrika merupakan protrusi lemak yang terjadi karena kelemahan otot abdomen yang terletak di antara pusar dan sternum.
6. Hernia Insisional
Hernia insisional terjadi saat jaringan mendorong bekas luka operasi lama.
Ketika pasien memerlukan insisi abdomen untuk melakukan operasi, maka otot abdomen akan dijahit kembali. Namun sebaik apapun jahitannya, tetap lebih
lemah daripada otot abdomen sebelum operasi. Maka seiring berjalannya waktu, otot bekas operasi tersebut dapat menyebabkan hernia insisional.
7. Hernia Lumbalis
Hernia lumbalis terjadi di daerah lumbal, yaitu di antara iga XII dan krista iliaka. Di daerah lumbal terdapat trigonum kostolumbalis superior (ruang Grynfeltt-Lesshaft) yang berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior yang berbentuk segitiga.
8. Hernia Spigelian
Hernia Spigelian terjadi saat usus atau jaringan mendorong fasia Spigelian, yaitu sisi otot perut dan di bawah pusar.
9. Hernia Littre
Hernia yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia yang berisi divertikulum Meckle.
Menurut sifatnya hernia terbagi atas (Amrizal, 2015) : 1. Hernia Reponibel
Hernia disebut reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Maksudnya yaitu usus atau lemak dapat keluar ketika berlari atau mengejan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk ke dalam perut. Selama hernia masih reponible, tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel
Hernia disebut ireponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong kepada kantong hernia (peritoneum).
3. Hernia Inkarserata dan Hernia Strangulata
Hernia disebut inkarserata apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
Akibatnya terjadi gangguan obstruksi atau vaskularisasi. Hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan obstruksi, sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi.
13
4. Hernia Richter
Hernia Richter terjadi apabila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Hernia Richter
Sumber : Clinical Gate, 2015, ‘Hernia’, Clinical Gate, accessed 20 April 2018, available from: https://clinicalgate.com/hernia/
5. Hernia Eksterna
Hernia eksterna yaitu hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut, pinggang, atau perineum.
6. Hernia Interna
Hernia interna yaitu apabila tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti foramen Winslow, resesus retrosekalis, atau defek yang didapat pada mesenterium setelah operasi anastomosis usus.
7. Hernia Sliding
Hernia yang isi kantongnya berasal dari organ ekstraperitoneal.
8. Hernia Bilateral
Hernia dimana defek terjadi pada dua sisi.
2.4 Hernia Inguinalis 2.4.1 Definisi
Hernia inguinalis terjadi saat isi abdomen, biasanya lemak atau bagian dari usus menonjol melalui daerah yang lemah di dinding abdomen bagian bawah. Daerah abdomen bagian bawah sering disebut juga daerah inguinalis (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2014).
Gambar 2.6 Tipe hernia inguinalis
Sumber: The Journal of the American Medical Association, 2017, ‘Groin Hernia’, The Journal of the American Medical Association, accessed 21 April 2018, available from:
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2633918
15
2.4.2 Jenis
Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya memiliki jaringan yang lemah yang normal pada kanalis inguinalis, yang merupakan suatu jalur dari abdomen bagian dalam ke skrotum pada laki-laki dan ke labia pada perempuan. Jalur ini biasanya akan menutup seiring bertambahnya usia. Hernia inguinalis indirek terjadi saat kanalis inguinalis tidak menutup secara sempurna (Gambar 2.6). Seiring berjalannya waktu, celah ini akan melebar dan organ abdomen dapat mendorong ke arah kanalis inguinalis. Hernia inguinalis direk terjadi saat adanya kelemahan di dasar kanalis inguinalis (Gambar 2.6). Kanalis inguinalis direk dan indirek menunjukkan gejala yang sama dan menunjukkan hasil pemeriksaan fisik yang mirip (The Journal of the American Medical Association, 2017).
2.4.3 Faktor Risiko
Faktor risiko merupakan hal-hal yang dapat memperbesar kemungkinan seseorang untuk mengalami suatu penyakit tertentu. Faktor risiko terdiri atas faktor yang dapat diubah, seperti merokok, aktivitas sehari-hari, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Dengan memiliki faktor risiko tidak berarti bahwa seseorang akan menderita penyakit tersebut. Menurut Epocrates pada tahun 2018, ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita hernia inguinalis, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Walaupun hernia dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, namun hernia lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sekitar 7-9:1.
2. Usia
Insidensi hernia inguinalis (terutama tipe direk) meningkat seiring bertambahnya usia. Pada suatu penelitian didapatkan 50% pasien laki-laki pada usia 75 tahun menderita hernia inguinalis. Hal ini dikuatkan dengan studi lain dimana insidensi hernia pada laki-laki berusia tua adalah 13/1000.
Di studi lain di UK dari 30.000 operasi hernia inguinalis, 27% dilakukan pada populasi yang tua.
Diketahui bahwa terdapat kelemahan serat elastin dan serat elastik di fasia transversalis yang terjadi secara progresif pada orang tua. Pada usia tua juga aktivitas proteolitik meningkat sedangkan matriks metalloproteinase inhibitor menurun.
3. Merokok
Merokok menyebabkan defek pergantian jaringan ikat secara keseluruhan.
Merokok juga berhubungan dengan berkurangnya aktivitas alpha-1 antitrypsin dan meningkatnya serum elastase. Merokok mengaktifkan leukosit, yang akan menyebabkan meningkatnya protease zymogen.
Leukosit yang terstimulasi menginduksi collagenolysis perifer.
4. Riwayat Keluarga
Terdapat kecenderungan pasien dengan riwayat keluarga pada seluruh hernia di dinding abdomen, termasuk hernia inguinalis. Transmisi genetik diketahui secara autosomal dominan.
Dari kultur fibroblast pada kulit pasien dengan hernia inguinalis memproduksi procollagen, yang kaya akan kolagen tipe III dan tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan herniasi pada dinding abdomen.
5. Prematur
Hernia inguinalis kongenital sangat sering ditemukan pada bayi prematur.
Sepertiga bayi prematur laki-laki dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram akan membutuhkan operasi hernia.
6. Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA)
Pasien dengan AAA rentan menderita hernia inguinalis. AAA terkait dengan meningkatnya leukositosis dan berkurangnya aktivitas antiproteolitik. Aktivitas proteolitik pada pasien juga akan terus meningkat bahkan setelah operasi perbaikan aneurisma. Meningkatnya aktivitas proteolitik adalah respon sistemik terhadap efek morokok, dimana merokok merupakan faktor risiko AAA.
17
7. Riwayat operasi
Insidensi hernia inguinalis pada sisi kanan yang memiliki riwayat operasi apendektomi meningkat dua kali lipat dari populasi umum. Hal ini mungkin terjadi karena luka pada fasia transversalis atau rusaknya inervasi pada otot daerah inguinalis.
8. Defek fasia transversalis
Fasia transversalis merupakan pelindung terakhir yang mencegah terjadinya hernia inguinalis. Jika terdapat defek pada fasia transversalis akan menyebabkan kecenderungan terhadap herniasi.
9. Bronkitis kronis atau emfisema
Batuk kronis meningkatkan tekanan intra abdomen.
10. Marfan Syndrome dan Ehlers-Danlos Syndrome
Penyakit gangguan jaringan ikat seperti Marfan Syndrom dan Ehlers-Danlos Syndrome meningkatkan kecenderungan herniasi.
2.4.4 Insidensi
Insidensi hernia inguinalis indirek kongenital pada bayi baru lahir yang cukup bulan sekitar 3,5-5%. Insidensi hernia inguinalis pada bayi prematur dan bayi berat lahir rendah lebih tinggi, berkisar 9-11% dan hingga 30% pada bayi prematur (usia kehamilan <28 minggu) dan bayi berat lahir sangat rendah (<1000 gram). Hernia inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dengan rasio 8:1. Sekitar 60% hernia inguinalis terjadi pada sisi kanan, 30% pada sisi kiri, dan 10% bilateral. Insidensi hernia inguinalis bilateral lebih tinggi pada perempuan berkisar 20-40%. Didapatkan riwayat keluarga dengan hernia inguinalis pada 11,5% pasien yang menderita hernia inguinalis (Aiken dan Oldham, 2016).
2.4.5 Etiologi
Hernia inguinalis tidak memiliki penyebab yang pasti, namun hernia inguinalis indirek dapat dijelaskan melalui proses embriologi dan proses penurunan testis.
Hernia inguinalis indirek merupakan hernia kongenital, baik berapa pun usia
pasien. Hal ini terjadi karena adanya protrusi organ dalam abdomen ke prosesus vaginalis yang masih ada (Rather, 2017).
Secara umum, kondisi yang dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya herniasi, termasuk (Rather, 2017):
Obesitas
Mengangkat beban berat terus menerus
Batuk kronis
Mengedan saat buang air besar atau buang air kecil
Asites
Dialisis peritoneum
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
2.4.6 Gejala Klinis
Hernia inguinalis biasanya asimtomatik. Kebanyakan hernia inguinalis ditemukan secara tidak sengaja oleh orang tua atau saat melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Hernia inguinalis menunjukkan tonjolan pada daerah selangkangan yang sering terjadi saat pasien duduk. Aktivitas fisik, terutama yang meningkatkan tekanan intra abdomen akan menunjukkan gejala rasa tidak nyaman di perut, nyeri, atau dapat hanya berupa tonjolan. Menurut Aiken dan Oldham pada tahun 2016, Tanda spesifik hernia inguinalis yaitu pada pemeriksaan fisik didapatkan massa keras yang keluar melalui cincin inguinalis eksternal di sebelah lateral dari tuberculum pubicum dan membesar dengan meningkatnya tekanan intra abdomen.
Gejala klinis hernia inguinalis direk biasanya lebih ringan daripada hernia inguinalis indirek (Menjo dan Rosenthal, 2010).
Pada hernia inguinalis inkarserata, maka tonjolan tidak dapat dimasukkan kembali dan kulit akan terlihat kemerahan. Pasien juga dapat mengalami tanda-tanda obstruksi, seperti mual/muntah, distensi abdomen, dan obstipasi. Kalau hernia inkarserata tidak diperbaiki, maka aliran darah ke organ yang mengalami obstruksi akan terganggu dan organ akan terjadi infark, yang disebut hernia strangulata. Pada
19
hernia strangulata akan dijumpai peritonitis, feses berdarah, dan perubahan hemodinamik (Abdulhai dan Ponsky, 2017).
Yang perlu menjadi perhatian pada populasi muda yaitu mereka masih tahap preverbal dan pengasuhnya mungkin tidak mengenali tanda dan gejala inkarserata pada saat itu. Pengasuh perlu diedukasi untuk selalu mewaspadai bayi yang menangis, apakah bayi lapar, perlu mengganti popok, perlu tidur, atau perlu operasi (menderita hernia inkarserata). Pengasuh juga harus diedukasi tanda dan gejala yang menunjukkan hernia (Glick dan Boulanger, 2012).
2.4.7 Diagnosis
Diagnosis hernia inguinalis didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik hernia inguinalis tergantung usia pasien. Pada bayi yang tenang dapat dilakukan dengan posisi supine, dengan kaki ekstensi dan tangan diangkat ke atas kepala. Pada umumnya bayi akan berusaha untuk kembali ke posisi semula dan usaha ini akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan mendorong hernia keluar.
Pada pasien yang lebih besar, dapat diminta pasien untuk melakukan manuver Valsalva, dengan meniup balon atau batuk. Pada pasien yang lebih besar dilakukan pemeriksaan dengan posisi berdiri dan usahakan pasien mengosongkan kandung kemihnya terlebih dahulu. Dengan meningkatnya tekanan intra abdomen, maka massa yang menonjol akan terlihat saat inspeksi pada daerah inguinalis ataupun dapat di palpasi pada cincin inguinalis eksternal (Aiken dan Oldham, 2016).
Dengan mayoritas hernia pada anak-anak dapat mengecil dengan sendirinya, pemeriksaan fisik di tempat praktek dapat equivocal. Bayi dan anak dengan anamnesis yang cenderung menderita hernia inguinalis dengan hasil pemeriksaan fisik yang equivocal dapat disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasound atau merujuk ke dokter spesialis bedah anak (Aiken dan Oldham, 2016).
2.4.8 Tata Laksana
Hernia inguinalis tidak dapat sembuh sendiri, maka harus dilakukan tindakan operasi. Perbaikan hernia harus dilakukan secepat mungkin untuk mengurasi risiko inkarserata dan komplikasi lainnya. Pada bayi dengan usia kurang dari 1 tahun,
risiko inkarserata meningkat dua kali lipat jika operasi ditunda selama lebih dari 30 hari dibandingkan operasi yang dilakukan kurang dari 14 hari setelah diagnosis.
Insidensi komplikasi akibat perbaikan seperti luka pada usus, atrofi testis, hernia rekuren, dan infeksi juga rendah (~1%), namun dapat meningkat sampai 18-20%
saat perbaikan dilakukan pada hernia inkarserata. Pada anak yang sudah berusia lebih dari 1 tahun, risiko inkarserata berkurang dan perbaikan dapat dilakukan tanpa terburu-buru. Walaupun dikhawatirkan adanya efek paparan anestesi terhadap perkembangan neurologi anak, namun pilihan yang paling baik yaitu dilakukan operasi secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Pasien yang melakukan operasi juga akan sembuh total dalam waktu 48 jam (Abdulhai dan Ponsky, 2017;
Aiken dan Oldham, 2016; Malangoni dan Rosen, 2017; Goede et al., 2015).
Teknik anestesi tergantung pada pasien. Pada bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat serta anak yang lebih besar biasanya dilakukan anestesi general endotracheal, yang merupakan teknik yang sangat aman. Namun pada bayi prematur, perlu dilakukan anestesi regional (spinal, epidural, atau kaudal) (Abdulhai dan Ponsky, 2017; Aiken dan Oldham, 2016; Malangoni dan Rosen, 2017).
Tindakan operasi yang paling sering dilakukan yaitu open repair, yang terdiri dari pembukaan kanalis inguinalis, reduksi isi kantong hernia, memisahkan kantong hernia dengan pembuluh darah korda spermatika dan vas deferens di kanalis inguinalis, dan high ligation kantong hernia di cincin internal. Namun sekarang teknik tension free repair (Gambar 2.7) merupakan teknik yang dominan dilakukan dengan menggunakan mesh prostetik untuk “menjembatani” defek, yang dipopulerkan oleh Lichtenstein, karena rekurensi hernia inguinalis sering terjadi karena adanya tegangan pada hasil operasi. Walaupun testis sering terlihat iskemik, umumnya testis akan pulih setelah inkarserata diperbaiki dan jangan dibuang (Abdulhai dan Ponsky, 2017; Aiken dan Oldham, 2016; Malangoni dan Rosen, 2017).
21
Gambar 2.7 Lichtenstein Tension-Free Hernia Repair
Sumber : Malangoni, M.A. & Rosen, M.J., 2017, Sabiston Textbook of Surgery 20th ed., Elsevier, Philadelphia, p. 1100
Walaupun tindakan open repair hernia inguinalis yang paling sering dilakukan,
Walaupun tindakan open repair hernia inguinalis yang paling sering dilakukan,