• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN HERNIA INGUINALIS PADA ANAK-ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI OKTOBER 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN HERNIA INGUINALIS PADA ANAK-ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI OKTOBER 2018"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN HERNIA INGUINALIS PADA ANAK-ANAK DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – OKTOBER 2018

SKRIPSI

Oleh :

FREDERICK 150100112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN HERNIA INGUINALIS PADA ANAK-ANAK DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI – OKTOBER 2018

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

FREDERICK 150100112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Hubungan Antara Berat Badan Lahir dengan Hernia Inguinalis pada Anak-Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari – Oktober 2018” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Mahyono, Sp.B, Sp.BA, dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Wisman, M.Ked (Ped), Sp.A(K) dan dr. Muhammad Syahputra, M.Kes, kedua dosen penguji untuk setiap kritik, saran, dan arahan supaya penulis dapat menyempurnakan karya tulisnya.

4. dr. Yuki Yunanda, M.Kes, atas bantuan dan dukungan berupa nasihat dan arahan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

5. Dosen Pembimbing Akademik, dr. Aida Fitri, Sp.S, yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan selama menempuh pendidikan.

6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

7. Seluruh pihak RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu penulis saat melakukan survei awal penelitian dan pengambilan data.

(5)

8. Keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil dalam proses penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 27 Desember 2018

Frederick 150100112

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Singkatan ... ix

Daftar Lampiran ... x

Abstrak ... xi

Abstract ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Mahasiswa ... 3

1.4.2 Bagi Masyarakat/Pembaca ... 4

1.4.3 Bagi Peneliti ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Abdomen ... 5

2.1.1 Anatomi ... 5

2.1.2 Anatomi Daerah Inguinal ... 7

2.1.3 Anatomi Kanalis Inguinalis ... 8

2.2 Embriologi ... 9

2.3 Hernia ... 10

2.3.1 Definisi ... 10

2.3.2 Klasifikasi ... 11

2.4 Hernia Inguinalis ... 13

2.4.1 Definisi ... 13

2.4.2 Jenis ... 15

2.4.3 Faktor Risiko ... 15

2.4.4 Insidensi ... 17

(7)

2.4.5 Etiologi ... 17

2.4.6 Gejala Klinis... 18

2.4.7 Diagnosis ... 19

2.4.8 Tata Laksana ... 19

2.4.9 Prognosis ... 22

2.5 Berat Badan Lahir ... 22

2.6 Hubungan Antara Berat Badan Lahir dengan Hernia Inguinalis ... 23

2.7 Kerangka Teori... 25

2.8 Kerangka Konsep ... 26

2.9 Hipotesis ... 26

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Rancangan Penelitian ... 27

3.2 Lokasi Penelitian ... 27

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

3.3.1 Populasi ... 27

3.3.2 Sampel ... 27

3.4 Definisi Operasional... 28

3.4.1 Variabel Independen ... 28

3.4.2 Variabel Dependen ... 28

3.5 Prosedur Penelitian... 29

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.7 Metode Analisis Data ... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Otot-otot pada dinding abdomen anterolateral………... 6

Gambar 2.2 Dinding abdomen anterior………. 7

Gambar 2.3 Hesselbach’s triangle………. 8

Gambar 2.4 Lapisan dinding abdomen……….. 10

Gambar 2.5 Hernia Richter……… 13

Gambar 2.6 Tipe hernia inguinalis……… 14

Gambar 2.7 Lichtenstein Tension-Free Hernia Repair………. 21

Gambar 2.8 Kerangka teori……… 25

Gambar 2.9 Kerangka konsep……… 26

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien……… 31 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Berat Bayi Lahir Pasien……. 32 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Status Berat Bayi Lahir Pasien

Berdasarkan Jenis Kelamin……… 32 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hernia Inguinalis Pasien…………... 33 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Letak Hernia Inguinalis Pasien……. 33 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hernia Inguinalis Berdasarkan

Jenis Kelamin………. 34

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Status Berat Bayi Lahir dengan Kejadian

Hernia Inguinalis……… 34

(10)

DAFTAR SINGKATAN

AAA : Aneurisma Aorta Abdominalis BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah PPV : Patent Processus Vaginalis PJT : Pertumbuhan Janin Terhambat KMK : Kecil untuk Masa Kehamilan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran B. Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Kesehatan

Lampiran C. Surat Izin Penelitian dari Instalasi SDM dan Pendidikan RSUP. H.

Adam Malik Medan

Lampiran D. Surat Izin Penelitian dari Instalasi Penelitian dan Pengembangan RSUP. H. Adam Malik Medan

Lampiran E. Data Induk Pasien Lampiran F. Output SPSS

Lampiran G. Halaman Pernyataan Orisinalitas

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang. Hernia inguinalis merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling umum dijumpai oleh dokter bedah anak. Secara keseluruhan, insidensi hernia inguinalis berkisar antara 0,8% sampai 5,0% pada bayi cukup bulan, dan sampai 30% pada bayi berat badan lahir rendah dan prematur. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis, seperti jenis kelamin, riwayat keluarga, dan terutama berat badan lahir. Tujuan. penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis. Metode. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional dan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dengan melihat data sekunder, yaitu rekam medis bayi yang lahir dan pasien anak-anak penderita hernia inguinalis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS. Hasil. Dari 304 sampel diperoleh pasien dengan berat badan lahir rendah berjumlah 68 orang dan yang menderita hernia inguinalis berjumlah 6 kasus.

Pasien hernia inguinalis semuanya berjenis kelamin laki-laki (100,0%). Letak hernia inguinalis terbanyak pada sisi kanan (66,7%). Insidensi hernia inguinalis paling banyak ditemukan pada anak- anak dengan riwayat berat badan lahir yang rendah (5,9%). Hasil analisis bivariat dengan Chi Square yang menggunakan Yate’s Correction mendapatkan nilai p 0,033 (p≤0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan berkmakna antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis. Kesimpulan. Riwayat bayi berat lahir rendah merupakan faktor yang berperan penting dalam terjadinya hernia inguinalis.

Kata Kunci : Hernia Inguinalis, Bayi Berat Lahir Rendah, Anak-Anak.

(13)

ABSTRACT

Introduction. Inguinal hernias are one of the most common congenital anomalies seen by pediatric surgeons. The overall incidence ranges from 0,8% to 5,0% in full-term infants and up to 30,0% in low birth weight and premature infants. There are a lot of risk factors of inguinal hernia, such as gender, family history, and especially birth weight. Objectives. Therefore, this study aims to assess the relationship between birth weight with inguinal hernia. Method. This is an analytical study using cross sectional design, and takes place at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. This research is conducted by assessing secondary data, the medical records of newborn babies and pediatric inguinal hernia patients at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan in January – October 2018. Then, these data are analyzed by using SPSS software. Results. From 304 samples, there are 68 patients with low birth weight and 6 cases of inguinal hernia. Inguinal hernia patients are all male (100,0%). Most inguinal hernia located at the right side (66,7%). The highest incidence of inguinal hernia was found in children with a history of low birth weight (5,9%). The results of the bivariate analysis with Chi Square using Yate’s Correction gives p value 0,033 (p≤0,05) which indicates that there is a meaningful relationship between birth weight and inguinal hernia.

Conclusion. History of low birth weight babies is a factor that plays an important role in the occurrence of inguinal hernia.

Keywords : Inguinal Hernia, Low Birth Weight, Children.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hernia berasal dari bahasa Latin yang berarti robek. Hernia merupakan protrusi abnormal jaringan atau organ melalui kecacatan atau bagian lemah dari dinding disekitarnya. Walaupun hernia dapat terjadi di berbagai tempat, namun kecacatan lebih sering melibatkan dinding perut, seperti daerah paha, umbilikus, dan terutama di daerah selangkangan (Malangoni dan Rosen, 2017).

Hernia inguinalis merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling umum dijumpai oleh dokter bedah anak. Patent Processus Vaginalis, laki-laki, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah merupakan faktor-faktor yang ikut berkontribusi terhadap peningkatan risiko hernia inguinalis (Goede et al., 2015).

Secara keseluruhan, insidensi hernia inguinalis berkisar antara 0,8% sampai 5,0%

pada bayi cukup bulan, dan sampai 30% pada bayi berat lahir rendah dan prematur (Abdulhai et al., 2017). Hal ini didukung pada penelitian Fu et al. pada tahun 2017, dimana ditemukan bahwa semakin rendah berat badan lahir anak, maka insidensi hernia inguinalis juga semakin tinggi.

Pertumbuhan janin intrauterin sering dikaitkan dengan berat janin. Pengertian sebenarnya adalah serangkaian kejadian yang tersusun atas diferensiasi organ, pertumbuhan jaringan, organ, dan maturasinya. Pertumbuhan intrauterin yang baik akan menghasilkan berat lahir bayi yang sesuai standar, tanpa gambaran malnutrisi dan hambatan pertumbuhan, yang dikenal dengan istilah pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan kecil untuk masa kehamilan (KMK). Pertumbuhan janin terhambat berhubungan dengan risiko kelahiran preterm dan bayi berat lahir rendah.

Kondisi ini dapat menimbulkan masalah neonatal, yang salah satunya hernia inguinalis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

Hernia inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio sekitar 8:1. Sekitar 60% hernia inguinalis terjadi di sisi kanan, 30% di sisi kiri, dan 10% bilateral. Banyaknya jumlah hernia inguinalis di sisi kanan diduga

(15)

karena turunnya testis kanan yang lebih lama dan adanya Patent Processus Vaginalis (PPV) (Aiken dan Oldham, 2016). PPV memungkinkan adanya hubungan antara peritoneum dan skrotum, dimana memungkinkan usus atau cairan peritoneum turun ke skrotum. Sekitar 80-95% bayi laki-laki yang baru lahir memiliki PPV, menurun hingga 60% pada usia 1 tahun, 40% pada usia 2 tahun, dan 15-37% pada usia lebih dari 2 tahun (Rahman dan Lakhoo, 2009).

Lebih dari 20 juta hernia inguinalis diperbaiki setiap tahunnya di seluruh dunia.

Jumlahnya bervariasi untuk setiap negara, dengan 100 sampai 300 kasus setiap 100.000 populasi setiap tahun. Di UK, sekitar 100.000 perbaikan dilakukan setiap tahunnya, dan di Amerika Serikat mencapai 500.000 (Kingsnorth dan LeBlanc, 2003).

Hernia sering bersifat asimtomatik. Hernia biasanya ditemukan oleh orang tua saat sedang memandikan anaknya atau saat dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter anak. Biasanya juga terdapat riwayat tonjolan intermiten di daerah selangkangan, labia, atau skrotum. Penonjolan paling sering dijumpai saat adanya kenaikan tekanan intra-abdomen, seperti saat menangis, batuk, atau membungkuk. Hernia dapat terlihat saat lahir ataupun tidak terlihat sampai beberapa hari, bulan, atau bahkan beberapa tahun kemudian, namun kecacatan pada dinding perut sudah ada sejak lahir. Hal yang perlu diperhatikan pada bayi yaitu mereka belum dapat berbicara dan pengasuhnya mungkin tidak mengenali tanda dan gejala dari hernia inkarserata, yang salah satunya menangis (Glick dan Boulanger, 2012).

Oleh karena hernia inguinalis umum dijumpai pada anak baru lahir dengan berat badan rendah serta penelitian ini juga belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji (RSUP. H.) Adam Malik Medan sebelumnya, peneliti memiliki ketertarikan untuk melakukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H.

Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

(16)

3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan peneliti sebagai berikut:

“Apakah ada hubungan antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis pada anak- anak?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengetahui angka kejadian hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H.

Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

2. Mengetahui angka kejadian bayi berat lahir rendah pada anak-anak di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

3. Mengetahui distribusi frekuensi hernia inguinalis berdasarkan jenis kelamin anak-anak penderita hernia inguinalis di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

4. Mengetahui distribusi frekuensi hernia inguinalis berdasarkan lokasi sisi terjadinya hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1.4.1 Bagi Mahasiswa

Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa bahwa berat badan lahir ada hubungannya dengan kejadian hernia inguinalis pada anak-anak.

(17)

1.4.2 Bagi Masyarakat/Pembaca

Dapat dijadikan sebagai bahan penambah pengetahuan bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian hernia inguinalis pada anak- anak.

1.4.3 Bagi Peneliti

1. Dapat memberikan kontribusi ilmiah, mengembangkan kemampuan di bidang penelitian, dan menambah kemampuan menganalisis suatu penelitian.

2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana berat badan lahir dalam mempengaruhi kejadian hernia inguinalis pada anak-anak.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abdomen 2.1.1 Anatomi

Menurut Hansen (2018) abdomen adalah daerah di antara toraks secara superior dan pelvis secara inferior. Abdomen terdiri dari :

 Lapisan otot rangka yang melapisi dinding abdomen dan membantu pernapasan, mengontrol tekanan intra-abdomen, memfasilitasi miksi, defekasi, dan proses melahirkan.

 Rongga abdomen adalah rongga peritoneal yang bersambung terus-menerus sejajar dengan rongga pelvis secara inferior yang berisi organ.

 Organ-organ dalam di rongga abdomen, termasuk diantaranya saluran cerna dan organ saluran cerna (hati, kantung empedu, dan pankreas), limpa, dan saluran kemih (ginjal dan ureter), yang terletak di bagian retroperitoneal.

Secara praktis, dinding abdomen dapat dibagi menjadi empat bagian umum:

dinding abdomen anterolateral, dinding abdomen posterior, diafragma, dan dinding rongga pelvis, yang dapat disebut juga “dasar” dari rongga abdominopelvis.

Dinding abdomen anterolateral dapat berkontraksi dan relaksasi, yang membantu menyesuaikan ukuran rongga abdominopelvis terhadap perubahan volume organ- organ di dalamnya, dan mengontrol tekanan intra-abdomen (Podkameni dan Rosenthal, 2010).

Dinding abdomen anterolateral terdiri dari beberapa lapisan dan otot (Gambar 2.1). Lapisan dinding abdomen anterolateral terdiri dari:

 Kulit: epidermis dan dermis.

 Fasia superfisialis (jaringan subkutan): satu lapis jaringan ikat berlemak yang dapat dibagi menjadi dua lagi, yaitu lapisan lemak superfisialis (Camper’s fascia) dan lapisan membranosa (Scarpa’s fascia).

(19)

 Fasia: jaringan ikat yang membungkus lapisan otot.

 Otot abdomen: tiga lapisan otot.

 Fasia endoabdominal: jaringan ikat seperti biasa, dan terdapat bagian yang lebih tebal yang disebut fasia transversalis, yang melapisi bagian dalam dari otot transversus abdominis.

 Lemak ekstraperitoneal: jaringan ikat berlemak yang tebalnya bervariasi tergantung dari status nutrisi setiap orang.

 Peritoneum: lapisan serosa tipis yang melapisi bagian dalam rongga abdomen yang terdiri dari lapisan luar (peritoneum parietalis) dan lapisan dalam (peritoneum visceralis).

Gambar 2.1 Otot-otot pada dinding abdomen anterolateral

Sumber: Hansen, J.T., 2018, Netter’s Clinical Anatomy 4th ed., Elsevier, Philadelphia, p. 148

Otot dinding abdomen anterolateral terdiri dari dua lapisan otot obliquus abdominis dan otot transversus abdominis. Di bagian tengah tersusun dari otot rectus abdominis yang dilapisi oleh rectus sheath yang memanjang dari processus

(20)

7

siphoideus sampai simfisis pubis. Terdapat otot piramidalis, yang merupakan otot kecil diatas pubis yang kurang bermaksa secara klinis (Hansen, 2018).

2.1.2 Anatomi daerah inguinal

Daerah inguinalis, atau selangkangan, merupakan daerah transisi antara bagian bawah abdomen dan bagian atas paha (Gambar 2.2). Daerah ini ditandai dengan kelemahan pada dinding abdomen bagian bawah, terutama pada laki-laki, yang rentan menyebabkan terjadinya hernia inguinalis. Hernia inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki karena adanya proses penurunan testis ke skrotum, yang terjadi di sepanjang daerah inguinal (Hansen, 2018).

Gambar 2.2 Dinding abdomen anterior

Sumber: Hansen, J.T., 2018, Netter’s Clinical Anatomy 4th ed., Elsevier, Philadelphia, p. 152

(21)

2.1.3 Anatomi Kanalis Inguinalis

Kanalis inguinalis berbentuk seperti terowongan yang miring dengan panjang sekitar 4 cm dan terletak tepat di ujung anterior ligamentum inguinalis. Kanalis inguinalis memanjang di antara cincin inguinalis internal dan cincin inguinalis eksternal. Pada laki-laki kanalis inguinalis berisi korda spermatika, sedangkan pada perempuan berisi ligamentum teres uteri. Korda spermatika tersusun atas otot cremaster, arteri dan vena testikular, cabang saraf genitofemoral, vas deferens, arteri dan vena cremastica, saluran limfatik, dan prosesus vaginalis. Struktur- struktur ini memasuki korda spermatika melalui cincin inguinalis internal, dan keluar melalui cincin inguinalis eksternal. Otot cremaster berasal dari serat-serat otot internal oblique abdominis bagian bawah dan membungkus korda spermatika di kanalis inguinalis (Malangoni dan Rosen, 2017).

Gambar 2.3 Hesselbach’s triangle

Sumber: Kennedy dan Rosenthal., 2010, Netter’s Gastroenterology 2nd ed., Elsevier, Philadelphia, p. 194

Batas-batas pada kanalis inguinalis membentuk Hesselbach’s triangle (Gambar 2.3), dimana pembuluh darah epigastrik membatasi bagian superolateral, rectus sheath membatasi bagian medial, dan ligamentum inguinalis membatasi bagian

(22)

9

inferior. Hernia direk terjadi pada Hesselbach’s triangle, sedangkan hernia indirek terjadi lateral dari Hesselbach’s triangle. Walaupun jarang, namun ukuran hernia indirek yang sedang atau besar dapat mempengaruhi ligamentum inguinalis saat hernia membesar (Malangoni dan Rosen, 2017).

2.2 Embriologi

Hernia inguinalis indirek pada anak-anak dan bayi semuanya merupakan kelainan kongenital yang muncul sejak perkembangan embrio. Penyebabnya yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis, dan bukan karena lemahnya otot di daerah inguinal. Hernia inguinalis indirek berhubungan dengan perkembangan gonad dan proses penurunan testis pada laki-laki melalui cincin inguinalis yang akan masuk ke skrotum pada masa akhir kehamilan. Testis turun dari urogenital ridge di retroperitoneum dan masuk ke cincin inguinalis pada usia kehamilan 28 minggu.

Kemudian testis dari cincin inguinalis turun ke skrotum pada usia kehamilan 36 minggu. Turunnya testis disebabkan oleh adanya gubernaculum dan prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis muncul saat usia kehamilan 12 minggu yang berkembang di sisi lateral pembuluh darah epigastrik dan turun bersamaan dengan korda spermatika yang dibungkus oleh fasia cremasterika melalui cincin inguinalis internal. Testis kemudian menyertai prosesus vaginalis turun ke skrotum (Aiken dan Oldham, 2016).

Di saat minggu terakhir usia kehamilan atau sesaat setelah lahir, lapisan prosesus vaginalis biasanya menyatu dan memutuskan hubungan antara peritoneum dengan skrotum. Prosesus vaginalis juga hanya bersatu di bagian atas testis saja, dan bagian prosesus vaginalis yang membungkus testis menjadi tunika vaginalis.

Pada perempuan, prosesus vaginalis menutup lebih cepat, sekitar usia kehamilan 7 bulan, dan hal ini menjelaskan mengapa perempuan memiliki insidensi hernia inguinalis yang lebih rendah daripada laki-laki. Kegagalan penutupan prosesus vaginalis akan menyebabkan cairan atau organ abdomen dari rongga peritoneum untuk memasuki kanalis inguinalis, yang mengakibatkan kelainan pada daerah inguinalis dan skrotum yang dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada perempuan, ovarium turun dari urogenital ridge menuju pelvis. Ujung bagian atas

(23)

gubernaculum akan berdiferensiasi menjadi ligamentum ovari, dan ujung bagian bawah gubernaculum akan menjadi ligamentum teres uteri, yang melewati cincin inguinalis dan melekat pada labia mayor. Involusi prosesus vaginalis sisi kiri melebihi sisi kanan; yang menyebabkan peningkatan insidensi hernia inguinalis indirek pada sisi kanan (Aiken dan Oldham, 2016).

2.3 Hernia 2.3.1 Definisi

Hernia berasal dari bahasa Latin yang berarti robek. Hernia merupakan protrusi abnormal jaringan atau organ melalui kecacatan atau bagian lemah dari dinding disekitarnya (Gambar 2.4) (Malangoni dan Rosen, 2017). Kunci utama dari definisi tersebut adalah pembukaannya, dan bukan protrusinya. Bahkan, protrusi mungkin tidak dapat dikenali pada beberapa pasien, terutama di awal proses hernia. Ukuran kantung hernia sesuai dengan ukuran lubang pada hernia. Tipe-tipe hernia dapat dibagi berdasarkan lokasi dan penyebabnya, mobilisasi organ, dan status suplai darah pada organ yang mengalami hernia (Menjo dan Rosenthal, 2010).

Gambar 2.4 Lapisan Dinding Abdomen

Sumber : Harris, T.S., 2016, ‘What is a Hernia’, California Hernia Specialists, accessed 20 April 2018), available from: http://californiaherniaspecialists.com/what-is-a-hernia/

(24)

11

2.3.2 Klasifikasi

Berdasarkan tempat terjadinya, hernia terbagi atas (Amrizal, 2015; Harris, 2016; National Health Service, 2016) :

1. Hernia Inguinalis

Hernia inguinalis merupakan protrusi usus atau lemak ke kanalis inguinalis.

Hernia inguinalis juga jenis hernia yang paling sering ditemukan dan terutama sering terjadi pada laki-laki. Hernia inguinalis sering dikaitkan dengan ketegangan yang terus menerus pada abdomen.

2. Hernia Femoralis

Hernia femoralis mirip dengan hernia inguinalis. Pada hernia inguinalis terjadi protrusi diatas ligamentum inguinalis, sedangkan pada hernia femoralis terjadi protrusi dibawah ligamentum inguinalis, tepatnya di bawah kanalis inguinalis di sekitar daerah paha atas. Hernia femoralis merupakan jenis hernia yang lebih sering terjadi pada perempuan.

3. Hernia Umbilikalis

Hernia umbilikalis terjadi saat usus atau lemak yang mendorong otot perut yang lemah, yang letaknya di tengah perut dan di bawah pusar. Lokasi ini rentan terjadi hernia karena stres terbesar ditempatkan saat melakukan aktivitas fisik. Pada anak-anak baru lahir sering terlihat namun dapat hilang sendiri, namun pada orang dewasa tidak dapat hilang sendiri dan akan membesar.

4. Hernia Ventralis

Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian anterolateral, seperti hernia epigastrika dan hernia insisional.

5. Hernia Epigastrika

Hernia epigastrika merupakan protrusi lemak yang terjadi karena kelemahan otot abdomen yang terletak di antara pusar dan sternum.

6. Hernia Insisional

Hernia insisional terjadi saat jaringan mendorong bekas luka operasi lama.

Ketika pasien memerlukan insisi abdomen untuk melakukan operasi, maka otot abdomen akan dijahit kembali. Namun sebaik apapun jahitannya, tetap lebih

(25)

lemah daripada otot abdomen sebelum operasi. Maka seiring berjalannya waktu, otot bekas operasi tersebut dapat menyebabkan hernia insisional.

7. Hernia Lumbalis

Hernia lumbalis terjadi di daerah lumbal, yaitu di antara iga XII dan krista iliaka. Di daerah lumbal terdapat trigonum kostolumbalis superior (ruang Grynfeltt-Lesshaft) yang berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior yang berbentuk segitiga.

8. Hernia Spigelian

Hernia Spigelian terjadi saat usus atau jaringan mendorong fasia Spigelian, yaitu sisi otot perut dan di bawah pusar.

9. Hernia Littre

Hernia yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia yang berisi divertikulum Meckle.

Menurut sifatnya hernia terbagi atas (Amrizal, 2015) : 1. Hernia Reponibel

Hernia disebut reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Maksudnya yaitu usus atau lemak dapat keluar ketika berlari atau mengejan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk ke dalam perut. Selama hernia masih reponible, tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus.

2. Hernia Ireponibel

Hernia disebut ireponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong kepada kantong hernia (peritoneum).

3. Hernia Inkarserata dan Hernia Strangulata

Hernia disebut inkarserata apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.

Akibatnya terjadi gangguan obstruksi atau vaskularisasi. Hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan obstruksi, sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi.

(26)

13

4. Hernia Richter

Hernia Richter terjadi apabila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Hernia Richter

Sumber : Clinical Gate, 2015, ‘Hernia’, Clinical Gate, accessed 20 April 2018, available from: https://clinicalgate.com/hernia/

5. Hernia Eksterna

Hernia eksterna yaitu hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut, pinggang, atau perineum.

6. Hernia Interna

Hernia interna yaitu apabila tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti foramen Winslow, resesus retrosekalis, atau defek yang didapat pada mesenterium setelah operasi anastomosis usus.

7. Hernia Sliding

Hernia yang isi kantongnya berasal dari organ ekstraperitoneal.

8. Hernia Bilateral

Hernia dimana defek terjadi pada dua sisi.

2.4 Hernia Inguinalis 2.4.1 Definisi

(27)

Hernia inguinalis terjadi saat isi abdomen, biasanya lemak atau bagian dari usus menonjol melalui daerah yang lemah di dinding abdomen bagian bawah. Daerah abdomen bagian bawah sering disebut juga daerah inguinalis (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2014).

Gambar 2.6 Tipe hernia inguinalis

Sumber: The Journal of the American Medical Association, 2017, ‘Groin Hernia’, The Journal of the American Medical Association, accessed 21 April 2018, available from:

https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2633918

(28)

15

2.4.2 Jenis

Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya memiliki jaringan yang lemah yang normal pada kanalis inguinalis, yang merupakan suatu jalur dari abdomen bagian dalam ke skrotum pada laki-laki dan ke labia pada perempuan. Jalur ini biasanya akan menutup seiring bertambahnya usia. Hernia inguinalis indirek terjadi saat kanalis inguinalis tidak menutup secara sempurna (Gambar 2.6). Seiring berjalannya waktu, celah ini akan melebar dan organ abdomen dapat mendorong ke arah kanalis inguinalis. Hernia inguinalis direk terjadi saat adanya kelemahan di dasar kanalis inguinalis (Gambar 2.6). Kanalis inguinalis direk dan indirek menunjukkan gejala yang sama dan menunjukkan hasil pemeriksaan fisik yang mirip (The Journal of the American Medical Association, 2017).

2.4.3 Faktor Risiko

Faktor risiko merupakan hal-hal yang dapat memperbesar kemungkinan seseorang untuk mengalami suatu penyakit tertentu. Faktor risiko terdiri atas faktor yang dapat diubah, seperti merokok, aktivitas sehari-hari, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Dengan memiliki faktor risiko tidak berarti bahwa seseorang akan menderita penyakit tersebut. Menurut Epocrates pada tahun 2018, ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita hernia inguinalis, yaitu:

1. Jenis Kelamin

Walaupun hernia dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, namun hernia lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sekitar 7-9:1.

2. Usia

Insidensi hernia inguinalis (terutama tipe direk) meningkat seiring bertambahnya usia. Pada suatu penelitian didapatkan 50% pasien laki-laki pada usia 75 tahun menderita hernia inguinalis. Hal ini dikuatkan dengan studi lain dimana insidensi hernia pada laki-laki berusia tua adalah 13/1000.

(29)

Di studi lain di UK dari 30.000 operasi hernia inguinalis, 27% dilakukan pada populasi yang tua.

Diketahui bahwa terdapat kelemahan serat elastin dan serat elastik di fasia transversalis yang terjadi secara progresif pada orang tua. Pada usia tua juga aktivitas proteolitik meningkat sedangkan matriks metalloproteinase inhibitor menurun.

3. Merokok

Merokok menyebabkan defek pergantian jaringan ikat secara keseluruhan.

Merokok juga berhubungan dengan berkurangnya aktivitas alpha-1 antitrypsin dan meningkatnya serum elastase. Merokok mengaktifkan leukosit, yang akan menyebabkan meningkatnya protease zymogen.

Leukosit yang terstimulasi menginduksi collagenolysis perifer.

4. Riwayat Keluarga

Terdapat kecenderungan pasien dengan riwayat keluarga pada seluruh hernia di dinding abdomen, termasuk hernia inguinalis. Transmisi genetik diketahui secara autosomal dominan.

Dari kultur fibroblast pada kulit pasien dengan hernia inguinalis memproduksi procollagen, yang kaya akan kolagen tipe III dan tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan herniasi pada dinding abdomen.

5. Prematur

Hernia inguinalis kongenital sangat sering ditemukan pada bayi prematur.

Sepertiga bayi prematur laki-laki dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram akan membutuhkan operasi hernia.

6. Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA)

Pasien dengan AAA rentan menderita hernia inguinalis. AAA terkait dengan meningkatnya leukositosis dan berkurangnya aktivitas antiproteolitik. Aktivitas proteolitik pada pasien juga akan terus meningkat bahkan setelah operasi perbaikan aneurisma. Meningkatnya aktivitas proteolitik adalah respon sistemik terhadap efek morokok, dimana merokok merupakan faktor risiko AAA.

(30)

17

7. Riwayat operasi

Insidensi hernia inguinalis pada sisi kanan yang memiliki riwayat operasi apendektomi meningkat dua kali lipat dari populasi umum. Hal ini mungkin terjadi karena luka pada fasia transversalis atau rusaknya inervasi pada otot daerah inguinalis.

8. Defek fasia transversalis

Fasia transversalis merupakan pelindung terakhir yang mencegah terjadinya hernia inguinalis. Jika terdapat defek pada fasia transversalis akan menyebabkan kecenderungan terhadap herniasi.

9. Bronkitis kronis atau emfisema

Batuk kronis meningkatkan tekanan intra abdomen.

10. Marfan Syndrome dan Ehlers-Danlos Syndrome

Penyakit gangguan jaringan ikat seperti Marfan Syndrom dan Ehlers- Danlos Syndrome meningkatkan kecenderungan herniasi.

2.4.4 Insidensi

Insidensi hernia inguinalis indirek kongenital pada bayi baru lahir yang cukup bulan sekitar 3,5-5%. Insidensi hernia inguinalis pada bayi prematur dan bayi berat lahir rendah lebih tinggi, berkisar 9-11% dan hingga 30% pada bayi prematur (usia kehamilan <28 minggu) dan bayi berat lahir sangat rendah (<1000 gram). Hernia inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dengan rasio 8:1. Sekitar 60% hernia inguinalis terjadi pada sisi kanan, 30% pada sisi kiri, dan 10% bilateral. Insidensi hernia inguinalis bilateral lebih tinggi pada perempuan berkisar 20-40%. Didapatkan riwayat keluarga dengan hernia inguinalis pada 11,5% pasien yang menderita hernia inguinalis (Aiken dan Oldham, 2016).

2.4.5 Etiologi

Hernia inguinalis tidak memiliki penyebab yang pasti, namun hernia inguinalis indirek dapat dijelaskan melalui proses embriologi dan proses penurunan testis.

Hernia inguinalis indirek merupakan hernia kongenital, baik berapa pun usia

(31)

pasien. Hal ini terjadi karena adanya protrusi organ dalam abdomen ke prosesus vaginalis yang masih ada (Rather, 2017).

Secara umum, kondisi yang dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya herniasi, termasuk (Rather, 2017):

 Obesitas

 Mengangkat beban berat terus menerus

 Batuk kronis

 Mengedan saat buang air besar atau buang air kecil

 Asites

 Dialisis peritoneum

 Penyakit Paru Obstruktif Kronis

2.4.6 Gejala Klinis

Hernia inguinalis biasanya asimtomatik. Kebanyakan hernia inguinalis ditemukan secara tidak sengaja oleh orang tua atau saat melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Hernia inguinalis menunjukkan tonjolan pada daerah selangkangan yang sering terjadi saat pasien duduk. Aktivitas fisik, terutama yang meningkatkan tekanan intra abdomen akan menunjukkan gejala rasa tidak nyaman di perut, nyeri, atau dapat hanya berupa tonjolan. Menurut Aiken dan Oldham pada tahun 2016, Tanda spesifik hernia inguinalis yaitu pada pemeriksaan fisik didapatkan massa keras yang keluar melalui cincin inguinalis eksternal di sebelah lateral dari tuberculum pubicum dan membesar dengan meningkatnya tekanan intra abdomen.

Gejala klinis hernia inguinalis direk biasanya lebih ringan daripada hernia inguinalis indirek (Menjo dan Rosenthal, 2010).

Pada hernia inguinalis inkarserata, maka tonjolan tidak dapat dimasukkan kembali dan kulit akan terlihat kemerahan. Pasien juga dapat mengalami tanda- tanda obstruksi, seperti mual/muntah, distensi abdomen, dan obstipasi. Kalau hernia inkarserata tidak diperbaiki, maka aliran darah ke organ yang mengalami obstruksi akan terganggu dan organ akan terjadi infark, yang disebut hernia strangulata. Pada

(32)

19

hernia strangulata akan dijumpai peritonitis, feses berdarah, dan perubahan hemodinamik (Abdulhai dan Ponsky, 2017).

Yang perlu menjadi perhatian pada populasi muda yaitu mereka masih tahap preverbal dan pengasuhnya mungkin tidak mengenali tanda dan gejala inkarserata pada saat itu. Pengasuh perlu diedukasi untuk selalu mewaspadai bayi yang menangis, apakah bayi lapar, perlu mengganti popok, perlu tidur, atau perlu operasi (menderita hernia inkarserata). Pengasuh juga harus diedukasi tanda dan gejala yang menunjukkan hernia (Glick dan Boulanger, 2012).

2.4.7 Diagnosis

Diagnosis hernia inguinalis didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik hernia inguinalis tergantung usia pasien. Pada bayi yang tenang dapat dilakukan dengan posisi supine, dengan kaki ekstensi dan tangan diangkat ke atas kepala. Pada umumnya bayi akan berusaha untuk kembali ke posisi semula dan usaha ini akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan mendorong hernia keluar.

Pada pasien yang lebih besar, dapat diminta pasien untuk melakukan manuver Valsalva, dengan meniup balon atau batuk. Pada pasien yang lebih besar dilakukan pemeriksaan dengan posisi berdiri dan usahakan pasien mengosongkan kandung kemihnya terlebih dahulu. Dengan meningkatnya tekanan intra abdomen, maka massa yang menonjol akan terlihat saat inspeksi pada daerah inguinalis ataupun dapat di palpasi pada cincin inguinalis eksternal (Aiken dan Oldham, 2016).

Dengan mayoritas hernia pada anak-anak dapat mengecil dengan sendirinya, pemeriksaan fisik di tempat praktek dapat equivocal. Bayi dan anak dengan anamnesis yang cenderung menderita hernia inguinalis dengan hasil pemeriksaan fisik yang equivocal dapat disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasound atau merujuk ke dokter spesialis bedah anak (Aiken dan Oldham, 2016).

2.4.8 Tata Laksana

Hernia inguinalis tidak dapat sembuh sendiri, maka harus dilakukan tindakan operasi. Perbaikan hernia harus dilakukan secepat mungkin untuk mengurasi risiko inkarserata dan komplikasi lainnya. Pada bayi dengan usia kurang dari 1 tahun,

(33)

risiko inkarserata meningkat dua kali lipat jika operasi ditunda selama lebih dari 30 hari dibandingkan operasi yang dilakukan kurang dari 14 hari setelah diagnosis.

Insidensi komplikasi akibat perbaikan seperti luka pada usus, atrofi testis, hernia rekuren, dan infeksi juga rendah (~1%), namun dapat meningkat sampai 18-20%

saat perbaikan dilakukan pada hernia inkarserata. Pada anak yang sudah berusia lebih dari 1 tahun, risiko inkarserata berkurang dan perbaikan dapat dilakukan tanpa terburu-buru. Walaupun dikhawatirkan adanya efek paparan anestesi terhadap perkembangan neurologi anak, namun pilihan yang paling baik yaitu dilakukan operasi secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Pasien yang melakukan operasi juga akan sembuh total dalam waktu 48 jam (Abdulhai dan Ponsky, 2017;

Aiken dan Oldham, 2016; Malangoni dan Rosen, 2017; Goede et al., 2015).

Teknik anestesi tergantung pada pasien. Pada bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat serta anak yang lebih besar biasanya dilakukan anestesi general endotracheal, yang merupakan teknik yang sangat aman. Namun pada bayi prematur, perlu dilakukan anestesi regional (spinal, epidural, atau kaudal) (Abdulhai dan Ponsky, 2017; Aiken dan Oldham, 2016; Malangoni dan Rosen, 2017).

Tindakan operasi yang paling sering dilakukan yaitu open repair, yang terdiri dari pembukaan kanalis inguinalis, reduksi isi kantong hernia, memisahkan kantong hernia dengan pembuluh darah korda spermatika dan vas deferens di kanalis inguinalis, dan high ligation kantong hernia di cincin internal. Namun sekarang teknik tension free repair (Gambar 2.7) merupakan teknik yang dominan dilakukan dengan menggunakan mesh prostetik untuk “menjembatani” defek, yang dipopulerkan oleh Lichtenstein, karena rekurensi hernia inguinalis sering terjadi karena adanya tegangan pada hasil operasi. Walaupun testis sering terlihat iskemik, umumnya testis akan pulih setelah inkarserata diperbaiki dan jangan dibuang (Abdulhai dan Ponsky, 2017; Aiken dan Oldham, 2016; Malangoni dan Rosen, 2017).

(34)

21

Gambar 2.7 Lichtenstein Tension-Free Hernia Repair

Sumber : Malangoni, M.A. & Rosen, M.J., 2017, Sabiston Textbook of Surgery 20th ed., Elsevier, Philadelphia, p. 1100

Walaupun tindakan open repair hernia inguinalis yang paling sering dilakukan, namun penggunaan tindakan laparoskopik oleh dokter bedah anak yang sudah berpengalaman dengan teknik ini juga meningkat. Prinsipnya sama, yaitu high ligation kantong hernia inguinalis indirek. Pada tindakan laparoskopik, kantong hernia dilakukan suture-ligated pada cincin inguinalis internal tanpa mengeksplorasi struktur korda spermatika. Keuntungan tindakan ini yaitu memudahkan pemeriksaan kanalis inguinalis kontralateral, meminimalisasi manipulasi vas deferens dan pembuluh darah korda spermatika, waktu yang singkat, dan dapat mengidentifikasi hernia inguinalis direk atau hernia femoralis yang tidak terduga. Hasil operasi juga lebih cepat sembuh, berkurangnya rasa nyeri, dan bekas luka yang sedikit (Abdulhai dan Ponsky, 2017; Aiken dan Oldham, 2016;

Malangoni dan Rosen, 2017).

(35)

2.4.9 Prognosis Hernia Inguinalis

Mortalitas pada semua jenis perbaikan rendah, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada jenis perbaikan yang dilakukan. Angka mortalitas tinggi pada perbaikan hernia strangulata. Selain itu, angka kematian setelah operasi tergantung pada kondisi komorbiditas setiap pasien (Malangoni dan Rosen, 2017).

Rekurensi hernia inguinalis sering diteliti oleh banyak studi. Di suatu studi yang besar, termasuk tipe perbaikan hernia inguinalis yang dilakukan, angka rekurensi terjadi sebesar 1,7% sampai 10% (Malangoni dan Rosen, 2017).

2.5 Berat Badan Lahir

Berat badan bayi saat lahir merupakan salah satu gambaran keadaan kesehatan dan gizi bayi dalam masa kandungan. Berat badan lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Diniya et al., 2016). Bayi yang dilahirkan cukup bulan (37 sampai 42 minggu) memiliki berat badan normal 2.500- 4.000 g (Mukhlisan et al., 2013). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang mempunyai berat lahir dibawah 2.500 g. Bayi berat lahir rendah umumnya kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan bahkan mengganggu kelangsungan hidupnya (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

Ada dua istilah untuk bayi kecil yaitu pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan kecil untuk masa kehamilan (KMK). Istilah PJT dan KMK sering digunakan sinonim walau sebenarnya terdapat perbedaan. Istilah PJT ditujukan pada bayi yang lahir dengan tampilan klinis malnutrisi karena mengalami hambatan pertumbuhan intrauterin disertai Doppler arus darah yang tidak normal atau volume amnion yang berkurang. Istilah KMK hanya berdasarkan berat lahir tanpa mengaitkan dengan pertumbuhan intrauterin dan karakteristik fisis bayi saat lahir (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

Berat janin di bawah standar, belum tentu disebabkan hambatan pertumbuhan.

Perhitungan usia gestasi yang salah, siklus haid yang tidak teratur, penggunaan kontrasepsi hormonal dalam 3 bulan terakhir sebelum hamil, turut berpengaruh.

Pertumbuhan janin terhambat berhubungan dengan risiko kelahiran preterm dan

(36)

23

bayi berat lahir rendah. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah neonatal akut antara lain: asfiksia, penyakit membran hialin, perdarahan intrakranial, hipotermia, gangguan metabolik, dan infeksi neonatal. Sedangkan komplikasi jangka panjang antara lain: gangguan pendengaran dan penglihatan, retinopati prematuritas, gangguan neurologis, retardasi mental, dan risiko menderita penyakit kronik non- infeksi saat dewasa. Angka kematian bayi meningkat dan tumbuh kembang anak terganggu, yang lambat laun akan mempengaruhi kualitas bangsa (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016)

Pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin umumnya dipengaruhi oleh faktor maternal, antara lain: indeks massa tubuh, status nutrisi, dan penyakit- penyakit pada ibu seperti hipertensi, preeklamsia, infeksi, diabetes mellitus, dan autoimun. Pada plasenta, kelainan pada struktur atau letak dapat menimbulkan gangguan aliran darah fetoplasenta. Sedangkan faktor pada janin yaitu kelainan bawaan mayor, volume ketuban dan genetik, dapat mempengaruhi pertumbuhannya (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016)

Bayi berat lahir rendah dapat berisiko tinggi pada beberapa masalah kesehatan.

Beberapa bayi bahkan sakit saat baru lahir atau dapat terkena infeksi. Pada bayi yang lain juga ditemukan masalah jangka panjang seperti terganggunya perkembangan motorik dan sosial atau perkembangan kognitif. Bayi berat lahir tinggi sering karena orang tuanya juga besar, atau ibunya mengalami diabetes gestasional. Bayi berat lahir tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi terjadi trauma saat lahir dan gangguan dengan kadar gula darahnya (MedlinePlus, 2017).

2.6 Hubungan Antara Berat Badan Lahir dengan Hernia Inguinalis Jenis kelamin laki-laki dan kejadian prematur merupakan faktor risiko yang penting pada kejadian hernia inguinalis. Hernia inguinalis juga berkorelasi terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan lahir. Banyak studi yang menunjukkan insidensi hernia inguinalis yang tinggi pada bayi berat lahir rendah atau prematur.

Insidensi berkisar dari 0,8-4,4% pada anak-anak normal, dan 16-25% pada bayi berat lahir rendah atau prematur. Bahkan, semakin rendah berat badan lahir bayi, maka semakin tinggi insidensi hernia inguinalis dan memiliki kemungkinan yang

(37)

lebih tinggi terjadi herniasi bilateral (Fu et al., 2017; Glick dan Boulanger, 2012;

Unal et al., 2016).

Pada studi Fu et al., dari 2.560 bayi prematur dengan berat badan rendah, didapatkan insidensi hernia inguinalis pada 62 bayi (7,7%) dengan berat badan lahir 2.000-2.499 gr, 56 bayi (8,2%) dengan berat badan lahir 1.500-1.999 gr, dan 84 bayi (13,7%) dengan berat badan lahir dibawah 1.500 gr. Pada studi Walsh dari 82 bayi dengan berat badan lahir dibawah 2.000 gr, didapatkan insidensi hernia inguinalis sebesar 13%. Pada 28 bayi dengan berat badan lahir dibawah 1.500 gr, didapatkan 7 bayi (25%) menjalani operasi hernia inguinalis dibandingkan dengan 4 bayi (7%) dengan berat badan lahir diatas 1.500 gr. Rescorla dan Grosfeld juga meninjau dari 100 bayi yang berusia kurang dari 2 bulan yang menjalani operasi hernia inguinalis, 30% merupakan bayi prematur. Dari 1.391 bayi berat lahir sangat rendah (berat badan <1.500 gr) yang dilaporkan Rajput et al., 222 (16%) menderita hernia inguinalis. Peevy et al., meninjau pada 397 bayi baru lahir, terdapat 9%

insidensi hernia inguinalis dengan berat badan lahir antara 1.000-1.500 gr dan 30%

insidensi dengan berat badan lahir antara 500-1.000 gr (Fu et al., 2017; Glick dan Boulanger, 2012).

(38)

25

2.7 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.8 Kerangka Teori

Abdomen

Bayi Baru Lahir

Laki-Laki Patent Processus

Vaginalis

Hernia Inguinalis

Bayi Berat Lahir Rendah Kanalis Inguinalis

Protrusi Usus atau

Lemak

(39)

2.8 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

2.9 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis.

Berat Badan Lahir Hernia Inguinalis pada

Bayi

Catatan:

: Variabel independen : Variabel dependen : Variabel moderator

Usia Jenis Kelamin Lokasi Sisi Hernia

(40)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian hernia inguinalis pada RSUP. H. Adam Malik Medan. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi potong lintang (cross sectional study) dimana pengambilan data dilakukan hanya sekali saja melalui rekam medis.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan, Jln. Bunga Lau No.

17, Medan. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian karena RSUP. H. Adam Malik Medan merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi yang lahir dan pasien yang telah didiagnosis hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2018 yang tercatat dalam rekam medis yang tersedia.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, yaitu dengan mengambil jumlah seluruh bayi yang lahir dan pasien anak-anak penderita hernia inguinalis di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018. Sampel yang akan diambil merupakan pasien yang memiliki hasil pengukuran berat badan lahir selama penelitian berlangsung.

(41)

Adapun kriteria inklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:

a. Bayi yang lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

b. Pasien penderita hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

c. Memiliki hasil pengukuran berat badan lahir pada rekam medis.

Kriteria eksklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:

a. Bayi yang memiliki berat badan lahir >4.000 g.

b. Pasien penderita hernia inguinalis yang berusia >1 tahun.

3.4 Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Independen

Berat badan lahir

 Definisi operasional : berat badan lahir yang didapatkan pada rekam medis pasien hernia inguinalis di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

 Alat ukur : menggunakan rekam medis.

 Cara pengukuran : mengambil data dari rekam medis bayi yang lahir dan pasien hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

 Hasil pengukuran :

 Bayi berat lahir normal (2.500-4.000 g).

 Bayi berat lahir rendah (<2.500 g).

 Skala pengukuran : nominal.

3.4.2 Variabel Dependen Hernia Inguinalis

 Definisi operasional : pasien anak-anak yang telah didiagnosis dengan hernia inguinalis pada rekam medis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

(42)

29

 Alat ukur : menggunakan rekam medis.

 Cara pengukuran : mengambil data dari rekam medis pasien hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018.

 Hasil pengukuran : diagnosis hernia inguinalis.

 Skala pengukuran : nominal.

3.5 Prosedur Penelitian

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder yaitu rekam medis bayi yang lahir dan pasien anak-anak penderita hernia inguinalis di RSUP.

H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018. Data ini diperoleh dari instalasi Rekam Medis RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.7 Metode Analisis Data

Data yang terkumpul akan dicatat, dikelompokkan, dan diolah dengan menggunakan program Komputer SPSS (Statistical Package for the Social

Mendapatkan perizinan dari

kampus

Proses kelengkapan data dari instansi yang

terkait

Survei Awal Penelitian

Seminar Proposal Mengurus

persetujuan etik Penelitian

Pengolahan

Data Hasil Penelitian

(43)

Sciences). Analisis data akan menggunakan analisa bivariat. Analisa bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua variable, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Pada analisis bivariat, digunakan uji hipotesis menggunakan Chi Square dan disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis.

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berlangsung di RSUP. H. Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990, RSUP. H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

502/Menkes/SK/IX/1991, RSUP. H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan dan juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati dan mengolah data sekunder, berupa data rekam medis pasien dari instalasi rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan dan didapatkan hasil yang akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari rekam medis, sampel yang diperoleh untuk kasus bayi yang lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018 berjumlah 304 kasus.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien.

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 150 49,3

Perempuan 154 50,7

Total 304 100,0

(45)

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa bayi yang lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018 yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 150 bayi (49,3%) sedangkan bayi yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 154 bayi (50,7%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Berat Bayi Lahir Pasien.

Status Berat Bayi Lahir Frekuensi Persentase (%)

Bayi Berat Lahir Rendah 68 22,4

Normal 236 77,6

Total 304 100,0

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa bayi yang lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018 yang memiliki riwayat bayi berat lahir rendah berjumlah 68 orang (22,4%), sedangkan bayi yang lahir dengan berat bayi lahir normal berjumlah 236 orang (77,6%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Status Berat Bayi Lahir Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin

Status Berat Bayi Lahir

Total %

Bayi Berat Lahir Rendah

% Normal %

Laki-laki 34 11,2 116 38,1 150 49,3

Perempuan 34 11,2 120 39,5 154 50,7

Total 68 22,4 236 77,6 304 100,0

Dari Tabel 4.3 di atas, diperoleh data bahwa di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018, pasien berjenis kelamin laki-laki dengan riwayat bayi berat lahir rendah berjumlah 34 orang (11,2%) dan yang normal berjumlah 116 orang (38,1%), pada pasien berjenis kelamin perempuan dengan

(46)

33

riwayat bayi berat lahir rendah berjumlah 34 orang (11,2%) dan yang normal berjumlah 120 orang (39,5%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hernia Inguinalis Pasien.

Hernia Inguinalis Frekuensi Persentase (%)

Ya 6 2,0

Tidak 298 98,0

Total 304 100,0

Dari Tabel 4.4 di atas, diperoleh data bahwa di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018, pasien anak-anak yang menderita hernia inguinalis berjumlah 6 kasus (2,0%) dan yang tidak menderita hernia inguinalis berjumlah 298 kasus (98,0%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Letak Hernia Inguinalis Pasien.

Letak Hernia Inguinalis Frekuensi Persentase (%)

Kanan 4 66,7

Bilateral 2 33,3

Total 6 100

Dari Tabel 4.5 di atas, diperoleh data bahwa di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018, pasien anak-anak yang menderita hernia inguinalis yang letaknya di kanan berjumlah 4 kasus (66,7%) dan yang letaknya bilateral berjumlah 2 kasus (33,3%).

(47)

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hernia Inguinalis Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin Hernia Inguinalis %

Laki-laki 6 100,0

Perempuan 0 0

Total 6 100,0

Dari Tabel 4.6 di atas, diperoleh data bahwa di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018, pasien anak-anak yang menderita hernia inguinalis semuanya berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 6 orang (100,0%) Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis pasien, dapat diperoleh tabulasi silang antara status berat bayi lahir dengan kejadian hernia inguinalis yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Status Berat Bayi Lahir dengan Kejadian Hernia Inguinalis.

Status Berat Bayi Lahir

Hernia Inguinalis

Total p-Value

Ya Tidak

Bayi Berat Lahir Rendah

4 64 68

0,033

1,3% 21,1% 22,4%

Normal

2 234 236

0,7% 77,0% 77,6%

Total

19 298 304

2,0% 98,0% 100%

(48)

35

Dari Tabel 4.7 di atas, diperoleh data bahwa di RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Januari – Oktober 2018, pasien dengan riwayat bayi berat lahir rendah yang menderita hernia inguinalis berjumlah 4 orang (1,3%) dan yang tidak menderita hernia inguinalis berjumlah 64 orang (21,1%), sedangkan untuk pasien normal yang menderita hernia inguinalis berjumlah 2 orang (0,7%) dan yang tidak menderita hernia inguinalis berjumlah 234 orang (77%).

Dari perhitungan statistik dengan menggunakan Yate’s Correction, didapatkan nilai p 0,033 (p≤0,05) yang berarti terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa kasus hernia inguinalis di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018 terdapat sebanyak 6 kasus (2,0%).

Data ini sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Glick dan Boulanger pada tahun 2012, yaitu insidensi hernia inguinalis pada anak yang baru lahir berkisar dari 0,8%

- 4,4%.

Untuk letak hernia inguinalis ditemukan pada sisi kanan sebanyak 4 kasus (66,7%) dan bilateral sebanyak 2 kasus (33,3%) serta tidak ditemukan hernia inguinalis pada sisi kiri. Hal ini sesuai dengan teori Glick dan Boulanger pada tahun 2012 dan Aiken dan Oldham pada tahun 2016, dimana 60% hernia inguinalis terjadi pada sisi kanan. Namun tidak terlalu sesuai untuk hernia inguinalis yang terjadi pada sisi kiri dan bilateral, dimana pada teori Aiken dan Oldham pada tahun 2016, hernia inguinalis di sisi kiri terjadi sebanyak 30% kasus, dan hernia inguinalis bilateral terjadi sebanyak 10% kasus hernia. Namun kejadian hernia inguinalis bilateral sesuai dengan penelitian Fu et al. pada tahun 2017 dimana ditemukan 27,7% pasien dengan hernia inguinalis bilateral.

Pada hasil penelitian ini ditemukan semua kasus hernia inguinalis berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 6 kasus (100,0%). Hal ini sesuai dengan teori dimana hernia inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio sekitar 8:1. Hal ini juga didukung oleh teori embriologi dimana prosesus vaginalis pada perempuan menutup lebih cepat dibandingkan laki-

(49)

laki yang menyebabkan kasus hernia inguinalis lebih banyak ditemukan pada laki- laki (Aiken dan Oldham, 2016).

Pada Tabel 4.7 pasien hernia inguinalis paling banyak ditemukan dengan yang memiliki riwayat bayi berat lahir rendah. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan Unal et al. pada tahun 2016 yang menunjukkan bahwa semakin rendah berat bayi lahir anak, maka insidensi hernia inguinalis juga semakin tinggi.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Fu et al. pada tahun 2017, dengan mengumpulkan data pasien anak-anak yang lahir dari tahun 1997 sampai 2004, diperoleh data bahwa riwayat bayi berat lahir rendah merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian hernia inguinalis.

Di saat minggu terakhir usia kehamilan atau sesaat setelah lahir, lapisan prosesus vaginalis biasanya menyatu dan memutuskan hubungan antara peritoneum dengan skrotum. Sementara pada perempuan, prosesus vaginalis menutup lebih cepat, sekitar usia kehamilan 7 bulan. Hal ini yang mungkin menyebabkan hernia inguinalis lebih banyak terjadi pada laki-laki. Kemungkinan untuk kejadian hernia inguinalis juga meningkat jika bayi lahir lebih awal, sebelum prosesus vaginalis menyatu (Aiken dan Oldham, 2016).

Pertumbuhan janin intrauterin sering dikaitkan dengan berat janin.

Pertumbuhan intrauterin yang baik akan menghasilkan berat lahir bayi yang sesuai standar, tanpa gambaran malnutrisi dan hambatan pertumbuhan. PJT dan KMK berhubungan dengan risiko kelahiran preterm dan bayi berat lahir rendah. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah neonatal, yang salah satunya hernia inguinalis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

Dinding abdomen yang tipis juga meningkatkan kejadian hernia inguinalis akibat kelemahan di Hesselbach’s Triangle, yang menyebabkan hernia inguinalis direk (The Journal of the American Medical Association, 2017). Pada penelitian ini juga ditemukan insidensi hernia inguinalis pada pasien dengan riwayat bayi berat lahir rendah sebesar 5,9%, sedangkan insidensi hernia inguinalis pada bayi dengan

(50)

37

berat bayi lahir normal sebesar 0,8%. Hal ini menunjukkan bayi berat lahir rendah memiliki insidensi hernia inguinalis yang lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat bayi lahir normal.

(51)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan Chi Square yang menggunakan Yate’s Correction, mendapatkan nilai p 0,033 (p≤0,05) yang berarti terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan hernia inguinalis.

2. Sampel yang dikumpulkan peneliti di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari-Oktober 2018 sebanyak 304 kasus.

3. Pasien anak-anak dengan riwayat bayi berat lahir rendah di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari-Oktober 2018 berjumlah 68 orang.

4. Pasien anak-anak penderita hernia inguinalis di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018 berjumlah 6 kasus.

5. Letak hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018 paling banyak ditemukan di sisi kanan yang berjumlah 4 kasus

6. Semua kasus hernia inguinalis yang ditemukan pada anak-anak di RSUP.

H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018 memiliki jenis kelamin laki-laki yang berjumlah 6 kasus.

7. Insidensi hernia inguinalis pada anak-anak di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Oktober 2018 terbanyak juga ditemukan pada anak-anak yang memiliki riwayat bayi berat lahir rendah, yaitu sebesar 5,9%.

Dari seluruh proses penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Disarankan bagi pihak RSUP. H. Adam Malik Medan, khususnya bagian anak, untuk melakukan seminar dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai faktor risiko bayi berat lahir rendah dan bagaimana cara mencegahnya.

(52)

39

2. Disarankan kepada paramedis dan dokter yang bertanggung jawab dalam kelengkapan data rekam medis, diharapkan untuk melengkapi data pada rekam medis serta menulis dengan rapi dan jelas sehingga pembaca dapat memahami dengan benar dan tepat.

3. Selain itu, disarankan pula bagi peneliti selanjutnya untuk menganalisis mengenai hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian hernia inguinalis.

Gambar

Gambar 2.1 Otot-otot pada dinding abdomen anterolateral
Gambar 2.2 Dinding abdomen anterior
Gambar 2.3 Hesselbach’s triangle
Gambar 2.4 Lapisan Dinding Abdomen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karya Tulis Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni s/d Agustus 2009 dengan judul : “ persentase kejadian hernia inguinalis

Hasil: Berdasarkan uji chi square penelitian yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara berat bayi lahir dengan apgar score didapatkan p&lt;0,08 sehingga dapat

Manoppo pada tahun 2015 yang berjudul &#34; Hubungan Anak dengan Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Insidens Terjadinya Asma pada Anak &#34; yang

Data univariat dianalisis secara deskriptif sedangkan data bivariat dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square, Mann-Whitney, dan Kruskal Wallis dengan CI 95%.. Tidak ada

No Nama Usia Proses Lahir Jenis Kelamin BB Bayi Preeklampsia 1..

Dinding Perut, Hernia, Retroperitoneum, dan Omentum, Buku Ajar Ilmu Bedah.. Hernia

Hasil uji chi-square pada α = 0,05 di dapatkan nilai P = 0.000 (P &lt; 0,05) hal ini berarti secara statistic terdapat hubungan bermakna antara berat bayi lahir dengan

Hasil uji statistik chi-square yang dilakukan mengenai hubungan hipertensi dalam kehamilan dan bayi berat lahir rendah BBLR didapatkan nilai p = 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa