• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARI PERGERAKAN MAKROFITA

4.2 Penelitian di Danau Limboto

Hasil penelitian di laboratorium menyimpulkan bahwa padat tebar ikan 4 ekor dengan pakan 200 g eceng gondok paling efektif untuk pengendalian eceng gondok dan tidak menurunkan kualitas air. Berdasarkan simpulan tersebut, padat tebar optimum untuk pakan

0 20 40 60 80 100 120 140 k h lo ro fi l- a ( m g m -3)

2 ekor 4 ekor 8 ekor 16 ekor

0 hari 6 hari 12 hari 18 hari

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 P P ( m g C L -1 )

0 hari 6 hari 12 hari 18 hari Waktu

43 10 kg adalah 10,000 g : 50 g = 200 ekor. Penelitian di danau menggunakan padat tebar optimum yaitu 200 ekor, dan padat tebar di bawah padat tebar optimum yaitu 100 ekor dan padat tebar maksimum yaitu padat tebar di atas optimum 400 ekor ikan koan.

4.2.1 Hasil

4.2.1.1 Laju perambanan dan laju pertumbuhan eceng gondok

Hasil pengukuran laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok dengan padat tebar ikan koan 100 ekor, 200 ekor, dan 400 ekor berturut-turut adalah sebesar 7,4 g ekor- 1

hari-1 (740 g hari-1 kurungan-1), 4,5 g ekor-1hari-1 (900 g hari-1 kurungan-1), dan 2,0 g ekor-1 hari-1 (800 g hari-1 kurungan-1). Laju pertumbuhan eceng gondok tumbuh 320 g hari-1 kurungan-1, jadi semua perlakuan laju perambanannya lebih besar daripada laju pertumbuhan eceng gondok. Hasil pengukuran luas tutupan atau bukaan eceng gondok di perairan Danau Limboto seperti tertera pada Tabel. 8.

Tabel 8. Perubahan luas tutupan atau luas bukaan eceng gondok di permukaan air Danau Limboto selama penelitian.

4.2.1.2 Laju pertumbuhan ikan

Hasil perhitungan laju pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 100 ekor , 200 ekor dan 400 ekor seperti pada Tabel 9.

Waktu Padat Tebar

400 ekor 200 ekor 100 ekor 0 ekor 0 hari 2,5 m2 2,5 m2 2,5 m2 2,5 m2 20 hari 1,13 m2 1,48 m2 2,02 m2 4,1 m2 40 hari 0,85 m2 1,12 m2 1,54 m2 11,13 m2 60 hari 0,82 m2 1,5 m2 1,75 m2 15,73 m2 Luas permukaan air yang

44

Tabel 9. FCR, laju pertumbuhan dan FC ikan koan di Danau Limboto

4.2.1.3 Kualitas air

Parameter kunci untuk kualitas air adalah oksigen, N dan P tertera pada Tabel 10, sedangkan data kualitas air secara lengkap tertera pada Lampiran 5.

Tabel 10 Kandungan amonium, nitrit, nitrat, ortofosfat dan oksigen di perairan Danau Limboto

Waktu

Parameter Padat tebar 0 hr 10 hr 20 hr 30 hr 40 hr 50 hr 60 hr

Amonium 100 ekor 1,242 2,924 3,227 3,348 1,833 1,318 1,485 200 ekor 1,444 1,455 1,394 1,530 0,939 1,333 0,864 400 ekor 1,197 0,561 0,621 0,621 1,152 1,364 2,015 Nitrit 100 ekor 0,117 0,012 0,014 0,017 0,021 0,026 0,025 200 ekor 0,118 0,011 0,016 0,017 0,019 0,031 0,016 300 ekor 0,088 0,016 0,018 0,018 0,499 0,030 0,029 Nitrat 100 ekor 0,067 0,485 0,533 0,510 0,522 1,980 2,007 200 ekor 0,062 0,444 0,574 0,533 1,754 2,021 1,751 400 ekor 0,068 0,507 0,538 0,502 0,128 1,924 1,499 Ortofosfat 100 ekor 1,939 3,455 3,500 3,681 1,740 1,091 1,061 200 ekor 2,000 1,874 1,798 1,745 1,045 1,212 0,909 400 ekor 1,955 2,424 2,955 2,787 0,803 1,167 0,697 Oksigen 100 ekor 4,800 4,800 4,800 2,376 2,925 4,021 2,925 200 ekor 5,000 5,000 5,000 3,839 3,107 3,656 3,656 400 ekor 4,800 4,800 4,800 3,473 2,925 3,473 3,656 4.2.1.4 Kelimpahan fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton pada masing-masing perlakuan hampir sama menurun atau lebih kecil dibanding kontrol yaitu antara 41,264 sel L-1 – 178,078 sel L-1. Genus fitoplankton termasuk dalam lima kelas yaitu: Chlorophyceae, Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Dinophyceae, dan Euglenophyceae.

100 ekor 200 ekor 400 ekor

FCR 27,29 110,72 27,18

Laju pertumbuhan (α) ( % BB hari-1

) 1,7 2,9 3,5

45 Kelimpahan fitoplankton pada padat tebar ikan koan 100 ekor menurun selama penelitian, pada padat tebar 200 ekor relatif stabil dan untuk 400 ekor menurun pada awal sampai hari ke-20, hal ini berhubungan dengan limbah ekskresi dari ikan dan setelah terjadi dekomposisi, maka meningkat kembali fitoplanktonnya.

4.2.1.5 Produktivitas perairan

Hasil pengukuran produktifitas perairan berdasarkan produksi fitoplankton dan biomassa (khlorofil-a) tertera pada tabel 11.

Tabel 11. Produktifitas perairan berdasarkan khlorofil-a dan produktifitas primer (fitoplankton)

4.2.1.6 Organisme yang menempel di akar eceng gondok

Hasil analisis akar eceng gondok yang diambil dari Danau Limboto di Laboratorium Biologi Makro Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan, Jatiluhur ditemukan adanya organisme yang menempel pada akar ada 12 organisme (15 ± 3 individu) pada eceng gondok muda (300 g) yang diambil dari tengah Danau Limboto, sedangkan yang diambil dari pinggir danau ada 68 ± 24 individu terdiri dari moluska dan insect yaitu Lithasia obovata, Pleurocera canaliculatum,Gryaulus circumstratus, Bursa lissostoma, Larva bivalve. Insekta terdiri dari Promoresia, Gyrinidae, dan Larva insekta (Lampiran 12). Bobot biomassa organisme yang menempel pada akar eceng gondok muda yang dari tengah 0,2887 ± 0,0244 g dan dari pinggir 0,2716 ± 0,0196 g. Pada rumpun eceng gondok besar (1 kg) dari pinggir jumlah organisme penempel 193 ± 35 individu, bobot biomassa oganisme penempel diambil dari pinggir 0,4028 ± 0,0343 g dan yang diambil dari tengah 86 ± 17 individu dengan bobot biomassa 0,6212 ± 0,0009 g, Jumlah individu dari organisme penempel yang diambil dari pinggir lebih banyak, tetapi bobot lebih kecil karena yang dari pinggir lebih banyak larva.

Padat tebar Klorofil-a (biomassa mg m-3) Padat tebar PP (mgC m-3jam-1)

0 hari 20 hari 40 hari 60 hari 0 hari 20hari 40hari 60hari

100 ekor 585,451 387,662 393,156 302,17 100 0,083 0,021 0 0,011

200 ekor 585,451 450,508 482,735 404,114 200 0,06 0,046 0,014 0,028

46

4.2.2 Pembahasan

4.2.2.1 Laju perambanan dan laju pertumbuhan eceng gondok

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 2.2) laju perambanan ikan koan dari perlakuan padat tebar 100, 200, dan 400 ekor tidak berbeda nyata. Laju perambanan ikan koan pada semua kepadatan lebih besar dari besarnya nilai pertumbuhan eceng gondok, sehingga hipotesis pertama terpenuhi.

Perubahan pakan dan pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 100 ekor (Gambar 16A) menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah pakan sampai dengan pengamatan ke-4 (pada hari ke-30), karena bagian eceng gondok yang dapat dimakan (akar dan daun) sudah habis pada sekitar hari ke-20 (berdasarkan analisis bahwa biomassa akar dan daun eceng gondok sebesar 50,6 % = 5060 g, akar 52 % (Penfaund & Early, 1948), 20-50% (Wetzel, 2001)), kemudian naik sampai pada akhir penelitian. Seiring dengan ketersediaan pakan yang ada, maka pertumbuhan ikan juga naik sampai hari ke-30 stabil kemudian naik pada hari ke-40 dan selanjutnya turun sampai akhir penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa dengan padat tebar ikan 100 ekor, maka pada hari ke-30 seharusnya eceng gondok sudah dimasukkan lagi sebagai pakan karena pakan sudah habis.

Perubahan pakan dan pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 200 ekor (Gambar 16B) menunjukkan bahwa terjadi penurunan pakan sampai dengan 5.000 g pada pengamatan ke-3 (pada hari ke-20) yang menunjukkan bahwa bagian eceng gondok yang dapat dimakan (akar dan daun) sudah habis. Pakan tumbuh lagi sampai hari ke-40 dan turun lagi sampai akhir penelitian karena diramban ikan. Seiring dengan ketersediaan pakan yang ada, maka pertumbuhan ikan juga naik sampai hari ke-20 dan stabil kemudian naik lagi sampai hari ke-40 dan turun sampai akhir penelitian. Bila pada kepadatan 100 ekor pakan harus diberikan lagi pada hari ke-30, maka untuk kepadatan ikan 200 ekor pakan harus sudah diberikan pada hari ke-15. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pipalova (2006) bahwa pertumbuhan ikan koan dipengaruhi oleh padat tebar. Kilambi & Robison (1979) pertumbuhan dan konsumsi pakan dipengaruhi oleh padat tebar yaitu makin kecil padat tebar akan makin kecil pertumbuhan dan konsumsi pakan. Menurut Sharm & Charabarti (1998) pada larva ikan koan bahwa pertumbuhannya menurun dengan kenaikan padat tebar.

47 Perubahan pakan dan pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 400 ekor (Gambar 16C) menunjukkan bahwa terjadi penurunan pakan sampai 5.000 g pada pengamatan ke-2 (hari ke-10) yang menunjukkan bahwa bagian eceng gondok yang dapat dimakan (akar dan daun) sudah habis, penurunan sampai hari ke-30 naik pada hari ke-40 dan kembali turun sampai akhir penelitan karena dimakan ikan. Seiring dengan ketersediaan pakan yang ada, maka pertumbuhan ikan juga naik sampai hari ke-30 dan stabil kemudian turun kembali pada hari ke-50 dan naik sedikit pada akhir penelitian, Untuk kepadatan ikan 400 ekor , maka pakan seharusnya sudah diberikan lagi pada hari ke-10. Penurunan biomassa eceng gondok ini juga terjadi pada penelitian Gopalakrishnan (2011) bahwa terjadi penurunan kemampuan perambanan karena berkurangnya pakan yaitu pada hari pertama kemampuan perambanan 5 kg hari-1 dan 0,33 kg hari-1.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa pemberian pakan 10 kg eceng gondok untuk ikan koan dengan kepadatan 100 ekor, pakan sudah habis pada hari ke -20 untuk padat tebar ikan koan 200 ekor pakan habis pada sekitar hari ke-15 dan padat tebar ikan koan 400 ekor habis pada hari ke-10. Pada penelitian ini tidak diberi pakan tambahan sehinga pertumbuhan ikan naik pada saat pakan masih tersedia dan turun pada saat pakan habis. Hasil penelitian Kirkagac & Demir (2006) pada kolam 7x7x2 m3 dengan padat tebar 2 ekor m-2 ukuran ikan koan sekitar 20 cm,pertumbuhan eceng gondok yang tidak diberi ikan dapat tumbuh tujuh kali lipat dan yang diberi ikan menurun dua setengah kali pada akhir penelitian (9 bln). Hasil penelitian Gopalakrishnan (2011) biomassa eceng gondok pada hari ke 1 berat 5 kg dan setelah 50 hari menjadi 26 kg.

48

Gambar 16. Laju perambanan eceng gondok oleh ikan koan dengan padat tebar dan laju pertumbuhan eceng gondok pada padat tebar 100 ekor (A), 200 ekor (B), dan 400 ekor (C)

Berdasarkan perambanan dan pertumbuhan biomassa eceng gondok (Tabel 12), maka berat akhir adalah sisa (pangkal batang) yang sudah tidak bisa dimakan ikan koan karena akar dan daun yang bisa dimakan hanya sekitar 50 %. Pakan habis untuk kepadatan

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 B io m a s s a ( g ) 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 B io m a s s a ( g ) 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 Bi o ma ssa (g ) 0 hr 10 hr 20 hr 30 hr 40 hr 50 hr 60 hr Waktu pengamatan

Ecdeng gondok pakan Pertumbuhan ikan koan Eceng gondok kontrol

A

C B

49 100 ekor dicapai pertama pada saat 20 hari dan 200 ekor sekitar 15 hari serta kepadatan 400 ekor pada saat 10 hari.

Bila perhitungan perambanan ikan koan dihitung dari saat pakan masih tersedia penuh (hari ke-20), maka laju perambanan untuk kepadatan ikan koan 100 ekor, 200 ekor, dan 400 ekor berturut-turut adalah sebesar 29,94 g ekor-1hari-1(2.994 g hari-1 kurungan-1), 27,68 g ekor-1hari-1(2.768 g hari-1 kurungan-1), dan 17,97 g ekor-1hari-1(7.188 g hari-1 kurungan-1), maka walaupun perambanan individu lebih besar pada kepadatan 100 ekor ikan koan, tetapi untuk perkurungan kepadatan 400 ekor paling besar, sehingga kepadatan 400 ekor paling efektif. Bila hasil perambanan ini dihubungkan dengan ketersediaan benih, maka dengan hasil perambanan kepadatan 100, 200 dan 400 ekor tidak banyak berbeda, kepadatan aoo ekor disbanding kepadatan 400 ekor perambanan hanya dua kali lipat tetapi benih harus tersedia empat kali lipat. Persediaan benih merupakan hal yang cukup sulit untuk dilapangan sehingga akan lebih sesuai dengan kepadatan 100 ekor. Seperti pada akhir penelitian perambanan kepadatan 100, 200 dan 400 ekor berturut-turut yaitu 7,4 g ekor- 1

hari-1 (740 g hari-1 kurungan-1), 4,5 g ekor-1hari-1 (900 g hari-1 kurungan-1) dan 2,0 g ekor-1 hari-1 (800 g hari-1 kurungan-1), perambanan individu-1 dan kurungan-1 tidak banyak berbeda, sehingga kepadatan 100 ekor paling efektif.

Tabel 12. Perambanan dan pertumbuhan biomassa eceng gondok selama penelitian

Padat tebar (ekor)

Eceng gondok Pakan Berat awal Berat akhir Diramban (kg) (kg) (kg)

Eceng gondok Kontrol Berat awal Berat akhir Tumbuh (kg) (kg) (kg) Jumlah yang diramban dan tumbuh. (kg) 100 200 400 10 5,444 4,556 10 4,560 5,440 10 6,444 3,556 10 19,064 9,064 10 19,732 9,732 10 19,136 9,136 13,620 14,172 12,692

Perubahan luas tutupan eceng gondok di permukaan air untuk 200 ekor dan 400 ekor lebih besar dibanding kepadatan 100 ekor (Gambar 17). Perambanan eceng gondok oleh ikan koan menghasilkan penurunan luas tutupan eceng gondok (menambah luas permukaan air), penurunan luas tutupan pada perlakuan padat tebar ikan koan 100 ekor adalah sebesar 0,72 m2 (28,8%), pada perlakuan padat tebar ikan koan 200 ekor menurunkan 1 m2 (40%), dan pada perlakuan padat tebar ikan koan 400 ekor menurunkan luas tutupan sebesar 1,68

50

m2 (67,2%). Luas permukaan danau yang terbuka oleh padat ikan koan berturut-turut padat tebar 100, 200, dan 400 ekor adalah 13,98 m2, 14,23 m2, dan 14,91 m2 dalam 60 hari-1, bila dihitung berdasarkan luas tutupan control. El Samman & El Ella (2006) melaporkan di Mesir saluran irigasi 4700 km dapat dikendalikan dengan 100 kg ha-1 selama sembilan tahun (1997-2005). Berdasarkan hasil perhitungan laju perambanan, laju pertumbuhan, pengurangan luas tutupan dan efisiensi benih ikan, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan padat tebar ikan koan 100 ekor merupakan padat tebar yang paling efektif.

Gambar 17. Rataan perubahan luas bukaan atau tutupan eceng gondok di perairan Danau Limboto selama penelitian

Perubahan luas tutupan antara perlakuan dan kontrol berdasarkan analisis data jumlah daun dan pengukuran panjang daun serta panjang batang eceng gondok yaitu kontrol lebih besar, berbeda nyata antar waktu, kepadatan dan interaksinya, sedangkan untuk lebar daun control lebih lebar, berbeda nyata antar kepadatan dan interaksi kepadatan dengan waktu (Lampiran 2.2). Jumlah, ukuran panjang, dan lebar daun serta panjang batang pada perlakuan lebih kecil sehingga mengakibatkan menurunnya luas tutupan eceng gondok di permukaan air Danau Limboto. Pada akhir penelitian walaupun pada perlakuan masih ada eceng gondok, tetapi sudah tidak berpengaruh (menutupi) terhadap sinar matahari yang masuk dalam perairan, sehingga fotosintesa dapat berjalan dengan baik.

0 20 40 60 400 ekor 200 ekor 100 ekor 0 ekor 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Lu as Tu tu pa n (m2 ) Waktu (Hari)

51 4.2.2.2 Pertumbuhan ikan koan

Laju pertumbuan ikan koan pada kepadatan 100 ekor adalah paling besar seperti pada Gambar 18, hal ini karena kompetisi yang terjadi pada kepaatan 100 ekor lebih kecil dibanding dngan kepadaan 200 ekor dan 400 ekor. Hasil perhitungan analisis sidik ragam pertumbuhan ikan koan berbeda nyata (Lampiran 2.1) tetapi pertumbuhan ikan dengan padat tebar 200 ekor dan 400 ekor tidak berbeda nyata, demikian juga pertumbuhan bobot pada kepadatan 200 ekor dan 100 ekor tidak berbeda nyata, berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 2.1). Pertumbuhan ikan dalam penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Baker et al. (1974) yaitu sekitar 0,6 g hari-1. Pertumbuhan bobot ikan koan (Gambar 19) kepadatan 100 ekor dari hari ke-20 mulai stabil, hal ini karena eceng gondok sebagai pakan yang tersedia habis pada hari ke-20. Untuk kepadatan 200 ekor eceng gondok sebagai pakan habis pada sekitar hari ke-15 dan untuk kepadatan 400 ekor eceng gondok habis pada hari ke-10. Ikan koan pertumbuhannya tidak hanya karena makan eceng gondok tetapi juga makan organisme yang menempel pada akar eceng gondok yaitu moluska dan insekta dengan berat biomassa 9,3 g rumpun-1(Gambar pada Lampiran 10).

Gambar 18. Pertumbuhan bobot ikan koan di Danu Limboto

Pertumbuhan ikan koan tergantung pada tersedianya pakan, hubungan antara pertumbuhan ikan koan dan pakan yang digunakan pada kepadatan ikan koan 100 ekor (Gambar 19A) terjadi kenaikan pertumbuhan sampai pada pengamatan ke-3 (hari ke 20)

0 20 40 60 80 100 120 0 10 20 30 40 50 60 70 Waktu (Hari) P e rt u m b u h a n b o b o t ik a n ( g )

52

kemudian turun karena pakan berkurang, tetapi eceng gondok (pakan) tumbuh pada pengamatan ke-5, sehingga pertumbuhan ikan naik lagi. Pada pengamatan ke-6 dan 7 pakan kembali berkurang dan pertumbuhan ikan menurun lagi. Pakan yang tersedia adalah 50 % (5.000 g) dari berat eceng gondok yang tersedia (akar dan daun) pada saat sudah habis dimakan ikan, maka ikan pertumbuhannya akan berkurang dan pada saat akar eceng gondok tumbuh lagi pakan ikan tersedia kembali dan kembali akan tumbuh lagi. Penurunan biomassa eceng gondok ini juga terjadi pada penelitian Gopalakrishnan (2011) bahwa terjadi penurunan kemampuan perambanan karena berkurangnya pakan yaitu pada hari pertama kemampuan perambanan 5 kg hari-1 dan 0,33 kg hari-1.

Hubungan antara jumlah pakan yang dimanfaatkan oleh ikan koan dan pertumbuhan ikan koan pada kepadatan ikan koan 200 ekor (Gambar 19B) terjadi kenaikan sampai pengamatan ke-7 (hari ke-60), hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan pakan eceng gondok (10 kg) untuk kepadatan ikan koan 100 ekor masih cukup, walaupun secara total pakan eceng gondok sudah habis 50 % pada hari ke -20. Untuk kepadatan 200 ekor terjadi penurunan pertumbuhan pada hari ke-60 (Gambar 19 B), walaupun secara total pakan eceng gondok sudah habis 50% pada hari ke-15, dan kepadatan 400 ekor pertumbuhan ikan koan turun pada hari ke-50 (Gambar 19C), walaupun pakan eceng gondok secara total sudah habis pada hari ke-10. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan ikan 100 ekor adalah yang terbaik untuk hubungan pakan dan pertumbuhan ikan serta adanya pengaruh penambahan pakan lain yaitu organisme yang menempel pada akar eceng gondok.

53 Gambar 19. Hubungan pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar (A =100, B=200, dan C=400 ekor) dan pakan yang dimakan selama penelitian

Produksi individu ikan dengan padat tebar berturut-turut 100 ekor, 200 ekor, dan 400 ekor adalah 32 g, 68 g, dan 76 g. Pakan yang digunakan untuk kepadatan 100 ekor= 113,8 g, kepadatan 200 ekor = 145,8 g dan kepadatan 400 ekor = 187 g. Produksi total kepadatan 100 ekor, 200 ekor dan 400 ekor berturut-turut 0,78 kg, 0,94 kg dan 0,91 kg, maka kepadatan 200 ekor adalah paling besar yaitu 0,94 kg (Tabel 13). Mortalitas ikan pada kepadatan ikan koan 100 ekor = 5 %, padat tebar 200 ekor mortalitas = 15 %, dan 400 ekor mortalitas 18,5 %. Penelitian Sharm & Charabarti (1998) pada larva ikan koan juga

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1 2 3 4 5 6 7 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 1 2 3 4 5 6 7 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 B io m a s s a ( g ) 0 hr 10 hr 20 hr 30 hr 40 hr 50 hr 60 hr Waktu pengamatan

Pertumbuhan ikan Pakan eceng gondok

A

B

54

menunjukkan bahwa makin tinggi padat tebar ikan, maka mortalitas juga semakin tinggi. Hal ini akibat menurunnya kualitas air antara lain kenaikan kadar ammonia seperti yang terjadi pada ikan koan di danau Florida utara pada musim dingin mortalitas berkisar 6 – 27% dan musim semi 15 – 50%, karena menurunnya kualitas air akibat perubahan musim (Leslie et al,, 1983). Berdasarkan FCR, FC, produksi ikan dan mortalitas, maka kepadatan 200 ekor lebih efektif dibanding kepadatan 100 ekor dan 400 ekor.

Tabel 13. Produksi ikan koan selama penelitian

Padat tebar (ekor) Berat awal (kg) Berat akhir (kg) Produksi (kg) Jumlah pakan (kg) 100 200 400 0,8 1,6 3,2 1,58 2,54 4,1 0,78 0,94 0,81 13,620 14,172 12,692 4.2.2.3 Kualitas air

Hasil pengukuran kualitas air pada penelitian ini berdasarkan kriteria Goldmen & Horn (1983), Ryding & Rast (1989), dan Wetzel (2001), maka perairan termasuk subur sesuai dengan hasil penelitian Krismono (2007). Nilai kecepatan pembilasan air danau berdasarkan hasil perhitungan volume dan air masuk ke danau Limboto adalah 2,87 hari. Menurut Ryding & Rast (1989) sebaiknya lebih besar dari 3 hari untuk pertumbuhan plankton. Lama waktu tinggal air di danau adalah 0,35 th, sedangkan menurut Chapra (1997), Hutchinson (1957), Wetzel (1975) dalam Ji (2008) termasuk waktu tinggal yang pendek karena kurang dari 1tahun. Pada penelitian ini arus air tidak terdeteksi karena memang dipilih pada wilayah yang terlindung, sehingga kecepatan pembilasan air dapat mendekati persyaratan yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton. Hal ini dapat menghasilkan kondisi yang tidak mengganggu kualitas air danau seperti penelitian Gardner (2008) menyatakan bahwa penebaran ikan koan di danau tidak menyebabkan perubahan : suhu, pH, secchi disk (kecerahan), O2, NH4, NO2, NO3, khlorofil a di perairan danau.

4.2.2.3 Kandungan N (amonium, nitrit dan nitrat) di perairan

Hasil penelitian kandungan amonium dalam air menunjukkan bahwa untuk padat tebar ikan koan 100 ekor kandungan amonium meningkat pada hari ke-10-30 dan kembali menurun dan pada akhir penelitian kandungan ammonium sama dengan awal penelitin.

55 Kandungan ammonium pada kepadatan ikan koan 200 ekor relatif stabil, sedangkan untuk kepadatan 400 ekor menurun sampai akhir penelitian (Gamar 20). Hal ini sama dengan kondisi kandungan ortofosfat selama penelitian. Hasil analisis sidik ragam kandungan amonium di perairan tidak berbeda nyata, tetapi untuk setiap perlakuan berbeda nyata serta nitrit dan nitrat berbeda nyata (Lampiran 2.4), hal ini disebabkan tergantung tersedianya oksigen terlarut. Proses peningkatan ammonium terjadi karena eceng gondok dimakan ikan, kemudian ekskresi menjadi bahan organik yang meningkatkan kandungan ammonium (NH4) dan proses selanjutnya terjadi oksidasi oleh bakteri nitrit menjadi nitrit NO2 dan oleh bakteri menjadi nitrat NO3 kemudian diserap tumbuhan air (Wetzel, 2001). Hasil penelitian Krismono (2010) menunjukkan bahwa di perairan Danau Limboto NO3 merupakan nutrient yang paling erat berhubungan dengan produksi klorofil-a pada tmbuhan air, maka pada saat menjadi nitrat siap untuk dimanfaatkan oleh fitoplankton dan tumbuhan yang lain karena eceng gondok sudah berkurang. Hal ini mendukung untuk meningkatnya produktifitas perairan Danau Limboto. Berdasarkan hasil penelitian Rommens et al, (2003) dalam Villamagna (2009) di laboratorium dengan kondisi sama dengan Danau Chivero menunjukkan bahwa kemampuan eceng gondok menyerap nitrat (NO3), ammonium (NH4), dan fosfat (PO4) dari kolom air berturut-turut rata-rata 2,36 mg, ammonium, 1,13 mg nitrat dan 0,39 mg of fosfat kg-1 berat kering eceng gondok jam-1, sehingga peningkatan nitrat, ammonium dan ortofosfat pada mulai hari ke-10 disebabkan karena menurunnya biomassa eceng gondok karena dimakan ikan dan mengakibatkan menurunnya daya penyerapan oleh eceng gondok. Penurunan tersebut juga disebabkan karena proses oksidasi, maka kandungan nitrat meningkat dan kandungan oksigen terlarut menurun.

56

Gambar 20. Kandungan amonium diperairan Danau Lmboto selama penelitian 4.2.2.4 Kandungan P (ortofosfat) di perairan

Kandungan ortofosfat di kurungan ikan dengan kepadatan ikan koan 100 ekor dan 400 ekor meningkat pada hari ke-10-30 kemudian turun seperti pada saat awal, kepadatan ikan koan 200 ekor turun sampai akhir penelitian (Gambar 21). Hasil analisis sidik ragam untuk ortofosfat antar kepadatan dan waktu tidak berbeda nyata. Proses peningkatan ortofosfat terjadi pada kepadatan 100 dan 400 ekor karena setelah perambanan eceng gondok oleh ikan kemudian diekskresikan menjadi bahan organik fosfat, inorganik fosfat belum diserap kembali oleh tumbuhan, sedangkan pada kepadatan 200 ekor terjadi keseimbangan konsumsi pakan, padat tebar dan proses oksidasi sehingga terjadi penurunan ortofosfat (Kilambi & Robison, 1979).

Gambar 21. Kandungan P ( Ortofosfat ) di perairan selama penelitian

0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 0 10 20 30 40 50 60 Waktu (Hari) K a n d u n g a n a m o n iu m ( m g L -1 ) 100 200 400 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 0 hr 10 hr 20 hr 30 hr 40 hr 50 hr 60 hr Waktu K a n d u n g a n o rt o fo s fa t m g L -1

57 4.2.2.5 Kandungan Oksigen terlarut di perairan

Kandungan oksigen terlarut 3 – 5 mgL-1 untuk perlakuan 100 dan 200 ekor, sedangkan untuk kepadatan ikan 400 ekor lebih rendah yaitu 2-4,8 mgL-1 karena kebutuhan oksigen untuk ikan lebih besar dan terjadi proses dekomposisi lebih besar. Kandungan oksigen tersebut pada perlakuan kepadatan 400 ekor melewati batas toleransi terendah dari kebutuhan oksigen ikan koan yaitu pada saat kandungan oksigen terlarut 2 mgL-1 . Messer (2002) menyatakan bahwa ikan koan akan makan dengan baik pada kandungan oksigen terlarut 4 mg L-1 dan berhenti makan pada 3 mgL-1, maka pada kepadatan 400 ekor melewati kondisi ikan tidak makan dengan baik, sehingga kepadatan 400 ekor tidak baik untuk kepadatan pengendalian eceng gondok di Danau Limboto. Sedangkan untuk kepadatan ikan koan 100 ekor dan 200 ekor tidak berbeda nyata, maka bila melihat kebutuhan benih kepadatan 100 ekor lebih efektif untuk pengendalian eceng gondok di Danau Limboto.

4.2.2.6 Kelimpahan fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton pada selama penelitian relative stabil (Gambar 22). Kelimpahan rata-rata pada kepadatan 100 ekor sama dengan kontrol dan lebih besar dibanding dengan kepadatan 200 ekor dan 400 ekor (Gambar 23). Rasio relatif fitoplankton mengarah ke dominasi positif yaitu Chlorophyceae dan Bacillariophyceae (Lin, 1983) yang berarti populasi fitoplankton mendukung untuk produktivitas perairan.Perlakuan kepadatan ikan koan 100 ekor lebih baik dibanding perlakuan kepadatan 200 dan 400 ekor, sehingga dilihat dari dampaknya terhadap kelimpahan fitoplankton perlakuan kepadatan ikan koan 100 ekor lebih baik untuk pengendalian eceng gondok di Danau Limboto dibanding kepadatan 200 ekor dan 400 ekor.

58

Gambar 22. Kelimpahan fitoplankton selama penelitian

Gambar 23. Rataan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing perlakuan 4.2.2.7 Produktivitas perairan

Perambanan eceng gondok oleh ikan koan menghasilkan penurunan luas tutupan eceng gondok (membuka perairan yang tertutup oleh eceng gondok). Penurunan luas tutupan pada perlakuan padat tebar ikan koan 100 ekor adalah sebesar 0,72 m2 (28,8%), pada perlakuan padat tebar ikan koan 200 ekor menurunkan 1 m2 (40%), dan pada perlakuan padat tebar ikan koan 400 ekor menurunkan luas tutupan sebesar 1,68m2 (67,2 %), sedangkan pada kurungan pembanding (tanpa ikan koan) luas tutupan bertambah

Dokumen terkait