• Tidak ada hasil yang ditemukan

Grazing rate of grasss carp (Ctenopharyngodon idella) and growth rate of waterhyacinth (Eichhornia crassipes) as a basic for waterhyacinth controling in Limboto Lake, Gorontalo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Grazing rate of grasss carp (Ctenopharyngodon idella) and growth rate of waterhyacinth (Eichhornia crassipes) as a basic for waterhyacinth controling in Limboto Lake, Gorontalo."

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU PERAMBANAN IKAN KOAN (Ctenopharyngodon idella) DAN LAJU PERTUMBUHAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN ECENG GONDOK DI DANAU LIMBOTO, GORONTALO

Krismono NRP. C261070041/SDP

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul : “Laju perambanan ikan koan (Ctenopharyngodon idella) dan laju pertumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) sebagai dasar pengendalian eceng gondok di Danau Limboto, Gorontalo “ adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Krismono

(3)
(4)

ABSTRACT

KRISMONO. Grazing rate of grasss carp (Ctenopharyngodon idella) and growth rate of waterhyacinth (Eichhornia crassipes) as a basic for waterhyacinth controling in Limboto Lake, Gorontalo. Under direction of M. F RAHARDJO, ENANG HARRIS, and ENDI S. KARTAMIHARDJA

Limboto is a swampy lake type which located in Gorontalo, covering about 2,900 ha, with 1-5 m depth (an average 2 m). In 1994, 35% of the lake surface had been covered by water hyacinth as aquatic weed and increased to 60% in 2006. This condition affected aquatic ecosystem quality such as decreased water productivity, reduce the fish production, and increasing lake sedimentation. Grass carp (Ctenopharyngodon idella) has been known as biological control agent for water hyacinth (Eichhornia crassipes). The first objective of this research is to describe the relationship between grass carp stocking density and the grazing rate of water hyacinth plant by grass carp; and then their impact to the water quality. Research was conducted in the laboratory of Faculty of Mathematics and Life Sciences, Gorontalo State University in November to December 2009. The Complete Block Design was created using four treatments and three replications. The treatments comprised of fish stocking density by 2, 4, 8 and 16 individuals respectively (the fish size is 9 grams individual-1). 200 grams of water hyacinth were used as food of fish on the plastic bags with 50 litres size aquarium. The results showed that 4 fish stocking density was the best treatment with the rates fish growth length is 0.072 mm day-1 and 10 % weight day-1, 24.4 Food Convertion Ratio and 24 % weight day-1 Food Consumtion. Fish grazing is highest (1.39 gram day-1) and significantly difference with the other treatments based on the analysis of variance on 95% accuracy. Water quality and plankton abundance was change during observation, but will be recovering to normal in the end of the research.The second objective of this research is to describe the grazing rate effect of grass carp to water hyacinth growth in the Limboto Lake. Cage culture media were used in the Random Completed Design experiment with 10 kg of water hyacinth planted in every media. Three stocking density treatments with three replications (100, 200, and 400 individual grass carp) and one control without grass carp treatment were applied to the experiment. The results showed that stocking density with 200 individual of grass carp was most effective for controlling water hyacinth growth, with 2.9 weight day-1 , 110.72 Food Convertion Ratio, 321% weight day-1 Food Consumtion, 15% mortality, decreasing 40 % of water hyacinth coverage area or equal to 13.9 m2, and increasing the phytoplankton productivity 6.8 mg C m-3day-1 at the end of the experiment (after 2 month).

(5)
(6)

RINGKASAN

KRISMONO. Laju perambanan ikan koan (Ctenopharyngodon idella) dan laju pertumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) sebagai dasar Pengendalian eceng gondok di Danau Limboto, Gorontalo. Dibimbing oleh MF RAHARDJO, ENANG HARRIS, dan ENDI S. KARTAMIHARDJA

Pertumbuhan gulma air eceng gondok di Danau Limboto pada tahun 2008 menutupi sekitar 60 % luas permukaan danau dan telah menimbulkan berbagai perubahan pada ekosistem perairan antara lain produktivitas perairan (produksi primer), hasil tangkapan ikan menurun, dan penurunan volume air danau karena evapotranspirasi. Untuk mempertahankan ekosistem perairan Danau Limboto diperlukan langkah-langkah penyelamatan danau, antara lain dengan mengendalikan populasi gulma air eceng gondok.

Ikan koan (Ctenopharyngodon idella) efektif digunakan untuk mengendalikan populasi eceng gondok. Hasil evaluasi kesesuaian habitat perairan Danau Limboto terhadap ikan koan menunjukkan bahwa ekosistem Danau Limboto layak untuk kehidupan ikan koan dalam upaya

pengendalian eceng gondok. Oleh karena itu penelitian laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok dan laju pertumbuhan eceng gondok sebagai dasar untuk pengendalian perkembangan eceng gondok dilakukan di Danau Limboto. Penelitian ini menggunakan kurungan agar ikan koan tidak terlepas dan tidak mengganggu potensi produksi sumber daya ikan di Danau Limboto. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian di laboratorium dan penelitian di Danau Limboto.

Penelitian di laboratorium menggunakan percobaan semu. Kondisi dibuat menyerupai di lapangan dan tujuan untuk mendapatkan padat tebar ikan koan yang optimum dalam perambanan eceng gondok sebagai pakan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan berupa padat tebar ikan 2, 4, 8, dan 16 ekor per akuarium. Satuan penelitian adalah kompartemen yaitu pertama eceng gondok dan yang kedua adalah eceng gondok dengan ikan dalam kantong plastik berbentuk tabung dengan ukuran tinggi 40 cm dan diameter lingkaran 31,5 cm (volume 50 L) diberi aerasi dengan aerator AC/DC. Akuarium diletakkan pada bak porselin.

(7)

pertumbuhan bobot ikan 10 % BB (bobot badan)hari-1, FCR (rasio factor konversi pakan) = 24,4, (FC) konsumsi pakan = 244 % BB (bobot badan) hari-1, sintasan 100%, laju perambanan 1,39 g hari-1 serta tidak mengubah secara nyata kualitas air, kelimpahan fitoplankton dan produktivitas perairan. Hasil penelitian di laboratorium selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan padat tebar ikan koan pada penelitian di Danau Limboto.

Penelitian di perairan Danau Limboto dilakukan di wilayah Desa Iluta yang bertujuan untuk mengkaji laju perambanan ikan koan dan laju pertumbuhan eceng gondok dalam mengendalikan perkembangan eceng gondok dan dampaknya terhadap produktivitas perairan Danau Limboto. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan adalah biomassa ikan koan 0,8 kg (100 ekor), 1,6 kg (200 ekor), 3,2 kg (400 ekor) per kantong, dan eceng gondok tanpa ikan sebagai pembanding. Satuan penelitian adalah kompartemen yaitu eceng gondok dengan ikan dalam kantong waring ber ukuran (4 x 4 x 2) m3 dan didalamnya eceng gondok dengan waring berukuran (0,5 x0,5 x 1) m3 sebagai kontrol.

Hasil penelitian di Danau Limboto menunjukkan bahwa laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok yang paling efektif adalah padat tebar ikan koan 200 ekor, yaitu 4,5 g ekor-1hari-1 (900 g hari-1 kurungan-1), laju pertumbuhan eceng gondok 340 g hari-1kurungan-1 dan laju pertumbuhan ikan 2,9% BB hari-1, FCR = 2,9, FC = 321% BB hari-1 dan mortalitas 15%, dapat mengurangi luas tutupan 1 m2 (40 %) atau membuka 14 m2, meningkatkan produktivitas perairan 6,8 mg C m-3hr-1 dan tidak mengubah secara nyata kondisi lingkungan perairan (N dan P).

(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)
(10)

LAJU PERAMBANAN IKAN KOAN (Ctenopharyngodon idella) DAN LAJU PERTUMBUHAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN ECENG GONDOK DI DANAU LIMBOTO, GORONTALO

K R I S M O N O

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup 1. Dr. Ir. Gadis Sri Haryani, DEA

(Peneliti Utama Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) 2. Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA

(Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK IPB) Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka

1. Prof. Dr. Ir. Subhat Nurhakim, MS

(Peneliti Utama Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, KKP) 2. Dr. Ir. Sulistiono, MSc

(12)

Judul Disertasi : Laju perambanan ikan koan (Ctenopharyngodon idella) dan laju pertumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) sebagai dasar pengendalian eceng gondok di Danau Limboto, Gorontalo. Nama : Krismono

NIM : C261070041/SDP

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. MF Rahardjo, DEA Ketua

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S Prof(R). Dr. Ir. Endi S Kartamihardja, M.Sc. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumber daya Perairan

Dr. Ir. Enan M Adiwilaga Dr. Ir. Dahrul Syah. MSc. Agr.

(13)
(14)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pemerintah Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten Gorontalo, atas kerjasamanya. 2. FMIPA Jurusan Biologi Universitas Negeri Gorontalo, atas kerjasamanya.

3. Badan Lingkungan Hidup Riset Teknologi dan Informasi (BALIHRISTI) Provinsi Gorontalo atas kerjasamanya.

4. Nelayan dan Pembudidaya ikan Danau Limboto atas kerjasamanya.

5. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP, P4KSI, Tim Peneliti BRPSI atas kerjasama dan ijin belajar untuk saya.

6. Keluarga besar Bpk. Mister mantan Kades Illuta, yang telah menyediakan tempat kami tinggal dirumahnya, di Desa Iluta Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. 7. Anak, Istri dan Pak De Rumantyo yang selalu mendukung dengan doa dan dana

selama proses belajar saya.

8. Komunitas penghuni Perpustakaan Prof. Eidman di FPIK IPB, terima kasih bantuan dan kebersamaannya.

9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan semuanya, terima kasih atas bantuannya.

(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis Bagi Tuhan Allah Yang Maha Kasih yang selalu menyertai, melindungi dan memberkati pada setiap langkah kehidupan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi berjudul : “ Laju perambanan ikan koan (Ctenopharyngodon idella) dan laju pertumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) sebagai dasar pengendalian eceng gondok di Danau Limboto, Gorontalo “.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Komisi Pembimbing Bpk. Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA (Alm), Bpk. Prof.Dr.Ir. MF Rahardjo,DEA, Prof. Dr, Ir. Enang Harris, MS, dan Bpk. Prof. Dr. Ir. Endi Setiadi Kartamihardja, MSc, yang telah membimbing dan memberikan arahan selama penyusunan disertasi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bpk. Dr. Kardiyo Praptokardiyo atas bimbingan, saran dan arahannya sejak penulis studi S2 dulu dan S3 sekarang.

Terima kasih juga penulis sampaikan untuk yang terhormat para Penguji di luar Komisi Pembimbing yaitu; Ibu Dr. Ir. Gadis Sri Haryani, DEA, Bpk. Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA, Bpk. Prof. Dr. Ir. Subhat Nurhakim, MS, dan Bpk. Dr. Ir. Sulistiono, MSc.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Januari 2012

Krismono

(17)
(18)

RIWAYAT HIDUP

Lahir di Solo, 21 April 1955, Anak pertama dari delapan

bersaudara dari ayah Sardju Sardjono Hadiwardojo dan ibu Sri Hardjanti. Menikah dengan Adriani Sri Nastiti 8 Oktober

1981dan mempunyai seorang anak laki-laki yang lahir Tgl. 13 Agustus 1983 bernama : Stefanus Budikristanto Krismono.

Sejak Februari 1981 bekerja sebagai Honorer di Balai Penelitian Perikanan Darat Bogor. Diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan jabatan peneliti mulai Februari 1982 di Sub Balai Pebnelitian Perikanan Darat Jatiluhur.

Mulai Tahun 2006 diangkat sebagai Jabatan Peneliti Utama Pengelolaan Sumber Daya Perairan, Balai Riset Pemacuan Stok Ikan, di Jatiluhur yang sekarang bernama Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.

Sekolah : SD – SMA di Solo, Jawa Tengah.

Lulus Sarjana Biologi dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Februari 1981. Masuk S2 di Sekolah Pascasarjana IPB jurusan AIR tahun 1985 dan lulus 1988.

Mulai 2007 masuk sebagai Mahasiswa S3 Pengelolaan Sumber Daya Perairan Pascasarjana IPB.

Karya ilmiah yang berhubungan dengan disertasi :

Krismono, M.F. Rahardjo, E. Harris, dan E.S. Kartamihardja 2010. Pengaruh padat tebar ikan koan (Ctenopharyngodon idella) terhadap laju perambanan dan luas tutupan eceng gondok (Eichhornia crassipes) di danau Limboto. Berita Biologi LIPI 10 (3) : 369 – 374.

Krismono, M.F. Rahardjo, E. Harris, dan E.S. Kartamihardja 2010. Pengaruh perambanan eceng gondok (Eichhornia crassipes) oleh ikan koan (Ctenopharyngodon idella) terhadap kesuburan (N,P) dan kelimpahan fitoplankton.di Danau Limboto. Bawal 3 (2) : 103-110. Krismono 2010. Hubungan antara kualitas air dengan klorofil-a dan pengaruhnya terhadap

populasi ikan di perairan Danau limboto. Pusat Penlitian Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. LIMNOTEK Perairan darat tropis di indonesia 17(2) : 171-180. Krismono & Kartamihardja ES. 2010. Pengelolaan sumber daya ikan di Danau Limboto,

Gorontalo. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia 2 (1) : 27 – 41.

(19)
(20)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... iii

DAFTAR GAMBAR ...………... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1 PENDAHULUAN ……….………... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Pendekatan Masalah... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis... 4

1.5 Kebaharuan (Novelty)... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA.………... 7

2.1 Kondisi umum danau Limboto ………... 7

2.2 Komunitas ikan di danau Limboto ... 7

2.3 Eceng gondok (Eichhornia crassipes)... 8

2.4 Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella)... 13

2.5 Dampak penebaran ikan koan (herbivora) terhadap eceng gondok (makrofita)... 14 3 METODE PENELITIAN ………. ………. 19

3.1 Waktu dan Tempat penelitian ... 19

3.2 Metode Penelitian... 20

4 HASIL DAN EMBAHASAN... 31 4.1 Penelitian di laboratorium ………

4.1.1. Hasil ……….

4.1.2 Pembahasan ………

4.1.3 Simpulan ……….

31 31 33 42 4.2 Penelitian di Danau limboto ………

4.2.1. Hasil ……….

4.2.2 Pembahasan ………

(21)

ii

4.2.4 Simpulan ………. 63

5 SIMPULAN DAN SARAN ...

5.1 Simpulan ………

5.2 Saran ……….

65 65 65 DAFTAR PUSTAKA ...

(22)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Produksi ikan di Danau Limboto tahun 2006

berdasarkan hasil tangkapan nelayan ... 8 2 Tingkat trofik komunitas ikan di Danau Limboto ... 8 3 Komposisi tumbuhan air di Danau Limboto tahun 2006 ... 10 4

Hasil analisis proksimat eceng gondok di danau Limboto ... Food Convertion Ratio(FCR), Laju pertumbuhan dan

Food Consumtion (FC) ikan koan………

Kelimpahan fitoplankton selama penelitian di akuarium……….

Produktivitas primer perairan ……….

Perubahan luas tutupan atau bukaan eceng gondok di

Permukaan perairan Danau Limboto selama penelitian………. FCR, laju pertumbuhan dan FC ikan koan di Danau Limboto………... Kandungan amonium , nitrit,nitrat, ortofosfat dan Oksigen

di perairan Danau Limboto………

Produktivitas perairan berdasarkan klorofil-a dan

produktivitas primer (fitoplankton)……… Perambanan dan pertumbuhan biomassa eceng gondok

selama penelitian……….

Produksi dan konversi pakan ikan koan selama penelitian………

(23)
(24)

v

DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman 1 Diagram alir perumusan masalah ... 5 2 Eceng gondok (Eichhornia carssipes) ... 11 3 Morfologi ikan koan (Ctenopharyngodon idella)... 14 4 Cara pengendalian makrofit dan dampaknya di perairan ... 16 5 Lokasi penelitian di Danau Limboto ... 19 6 Desain akuarium penelitian dan tata letak akuarium

di laboratorium FMIPA UNG ………..

20

7 Desain satuan penelitian di Danau Limboto dan

tata letak penelitian di Danau Limboto...

26

8 Biomassa eceng gondok pakan, kontrol, dan pertumbuhan ikan koan

dengan padat tebar 2 ekor, 4 ekor, 8 ekor, dan 16 ekor... 34 9 Pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 2, 4, 8, dan 16 ekor

selama penelitian di akuarium………. 35

10 Hubungan antara pertumbuhan ikan dengan padat tebar 2 ekor(A), 4 ekor(AB, 8 ekor(C), dan 16 ekor(D)

serta eceng gondok yang dimakan... 37 11 Kualitas air oksigen terlarut (OT)(A), Bahan Organik terlarut,

(BOT) (B), ammonium (C), Ortofosfat (D)

di akuarium selama penelitian ...

39

12 Kelimpahan fitoplankton pada akuarium dengan

kepadatan ikan berbeda………. 40

13 Kelimpahan fitoplankton di akuarium selama penelitian ... 41 14 Biomassa produktivitas perairan diukur dengan klorofil a ... 42 15 Produktivitas primer selama penelitian ... 42 16

17

Laju perambanan eceng gondok oleh ikan koan dengan padat tebar 100 ekor, 200 ekor, 400 ekor, dan laju pertumbuhan eceng gondok……….. Rataan perubahan luas bukaan atau tutupan eceng gondok .

di perairan Danau Limboto selama penelitian...

48

(25)

vi 18

19

Pertumbuhan bobot ikan koan selama penelitian……….. Hubungan pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar

(A=100, B=200, dan C=400 ekor dan pakan

yang dimakan selama penelitian………..………..

51

(26)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

(27)
(28)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Danau Limboto termasuk danau tipe rawa yang terletak di Kabupaten dan Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo pada posisi: 0o31’58” – 0o34’50” Lintang Utara dan 122o57’40” – 123o02’14” Bujur Timur. Danau ini mempunyai luas sebesar 2.900 ha dengan kisaran kedalaman antara 1-5 m (rata-rata kedalaman 2 m), terletak pada elevasi 25 m di atas permukaan air laut. Produksi ikan di Danau Limboto berdasarkan tangkapan nelayan tahun 2006 sebesar 639,64 ton. Jumlah ikan karnivora yaitu gabus (Channa striata), manggabae (Glossogobius giuris), dan payangka (Ophieleotris aporos) di Danau Limboto dapat mencapai 50 % dari hasil tangkapan (Krismono & Kartamihardja, 2010).

Danau Limboto mengalami proses penyuburan. Hal ini ditengarai adanya sedimentasi dan pertumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang menutupi permukaan air danau. Pertumbuhan eceng gondok di Danau Limboto pada tahun 1994 sudah menutupi permukaan air sekitar 35% (Sarnita, 1994) dan pada tahun 2008 penutupannya sekitar 60 % luas permukaan danau, maka mengganggu aktifitas perikanan dan kualitas air, sehingga sudah dapat disebut gulma air. Perkembangan gulma eceng gondok tersebut telah menimbulkan berbagai perubahan pada ekosistem perairan antara lain :

1. Produktivitas perairan (produksi primer) menurun seiring dengan perkembangan tumbuhan air eceng gondok yang menutupi permukaan air.

2. Hasil tangkapan ikan menurun, yang disebabkan selain tekanan eksploitasi yang cukup intensif , juga sebagai dampak dari penurunan produksi perairan. Dampak penurunan produksi perairan berpotensi terhadap degradasi sumber daya ikan, apabila tidak segera dikendalikan.

(29)

2

Pengendalian gulma air eceng gondok dapat dilakukan secara fisik (pemanenan), kimiawi (herbisida), dan biologis serta campuran dari ketiganya. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan menggunakan insekta Neochetina eichhorniae dan N. bruchi (Charudattan et al., 1995) atau ikan koan (Ctenopharyngodon idella).

Ikan koan (Ctenopharyngodon idella) adalah jenis ikan yang paling efektif digunakan untuk mengendalikan populasi eceng gondok. Hal ini telah dibuktikan di Danau Kerinci (Hartoto et al., 2001). Menurut Opuszynski & Shireman (1995) ikan koan mempunyai gigi tekak yang dapat memotong-motong tumbuhan air sehingga mudah dicerna, termasuk terhadap eceng gondok. El Samman & El Ella (2006) telah membuktikan bahwa pengendalian eceng gondok menggunakan metode biologi dengan ikan koan lebih efektif dibandingkan dengan metode kimiawi dan mekanik. Di Danau Red Haw, Iowa ikan koan dalam empat tahun dapat mengurangi 91% vegetasi makrofita dan setelah itu meningkatkan produksi ikan 241% (Mitzer, 1978 dalam Petr, 2007). Gardner (2008) membuktikan dengan padat tebar ikan koan 100 ekor ha-1 vegetasi makrofita dalam tiga bulan sudah kelihatan berkurang, setelah dua tahun sangat berbeda nyata dan juga berdampak positif pada kualitas air serta distribusi ikan asli. Intensitas pengendalian ikan koan terhadap makrofita tergantung pada padat tebar, umur ikan, lama pengendalian, suhu perairan, jenis makrofita, dan tipe badan air (Pipalova, 2006).

Kelemahan pengendalian eceng gondok menggunakan ikan koan adalah memerlukan waktu yang lama dan ikan koan makan seluruh tumbuhan air yang lunak terlebih dahulu baru kemudian eceng gondok. Pengendalian gulma air dengan menggunakan ikan koan akan lebih berhasil bila diisolasi karena ikan ini merupakan jenis ikan invasif (Madson, 2000). Penebaran ikan koan pernah dilakukan di Danau Limboto namun mengalami kegagalan disebabkan ukurannya terlalu kecil (1– 3 cm) sehingga dimakan oleh ikan karnivora yang ada di Danau Limboto. Ekosistem Danau Limboto layak untuk kehidupan ikan koan dalam upaya pengendalian eceng gondok (Warsa et al., 2008a).

(30)

3 1.2 Pendekatan Masalah

Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya ikan di Danau Limboto yaitu produksi total biomassa perairan menurun, seiring dengan peningkatan populasi tumbuhan air. Penurunan produksi total biomassa perairan tersebut terjadi karena ruang volume massa air yang produktif bagi proses pembentukan biomassa perairan menurun. Turunnya volume massa air tersebut disebabkan oleh luas permukaan air terbuka yang menyempit karena penutupan eceng gondok yang tidak terkendali.

Ikan koan sebagai ikan herbivora digunakan untuk mengendalikan eceng gondok secara biologis karena diperkirakan mampu memanfaatkan eceng gondok sebagai sumber pakan (Gambar 1).

Ikan koan akan meramban eceng gondok. Bila perambanan efektif (laju perambanan lebih besar dari pada laju pertumbuhan eceng gondok), maka akan terjadi pertumbuhan ikan dan pembukaan luas tutupan eceng gondok di perairan, sehingga akan terjadi pembentukan sumber daya perairan. Terbukanya perairan akan mendorong terjadinya fotosintesis oleh algae, sehingga akan terjadi peningkatan produktifitas fitoplankton di perairan.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian bertujuan untuk mengkaji laju perambanan ikan koan dan laju pertumbuhan eceng gondok sebagai dasar pengendalian perkembangan eceng gondok dan dampaknya terhadap produktivitas perairan Danau Limboto.

(31)

4

1.4 Hipotesis

Apabila laju perambanan lebih besar dari pada laju pertumbuhan eceng gondok, maka luas permukaan terbuka akan bertambah dan luas permukaan air yang produktif bertambah, sehingga akan meningkatan produktivitas perairan.

1.5 Kebaharuan (Novelty)

(32)

IKAN KOAN

HIDRODINAMIK KUALITAS AIR

FITOPLANKTON

FECES BAHAN ORGANIK

Ikan herbivore lokal

ECENG

GONDOK PERAMBANAN

?

EFEKTIF

PERTUMBUHAN IKAN KOAN

LUAS TUTUPAN

EG LUAS BUKAAN EG

PRODUKSI ALGAE

PEMBENTUKAN SDP

?

SIGNIFIKAN PRODUKSI ALGAE

FOTOSINTESIS

Komunitas ikan Herbivore,

karnivore

PEMBENTUKAN SDI

Potensi SD ikan

Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah.

(33)
(34)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Umum Danau Limboto

Berdasarkan proses terbentuknya, Danau Limboto merupakan danau tipe genangan (Whitten et al., 1988). Secara fisiografi danau ini merupakan perairan dangkal yang mempunyai sumber air berasal dari 23 sungai, yang empat sungai diantaranya merupakan sungai besar, yaitu Sungai Bionga, Sungai Molalahu, Sungai Alo-pahu, dan Sungai Meluopo. Sungai Tapodu merupakan satu-satunya outlet Danau Limboto yang langsung menuju ke laut dengan jarak sekitar 10 km dari Danau Limboto (Ismail, 2006).

Menurut klasifikasi Schmidt Ferguson Danau Limboto bertipe iklim C dengan kisaran suhu air antara 22,2 - 33,3oC, Musim hujan terjadi antara bulan Desember – April dengan kisaran curah hujan berkisar antara 1320 – 1680 mm tahun-1 (Ismail, 2006). Tinggi muka

air danau tertinggi terjadi pada bulan April – Mei dan rendah pada bulan September –

Desember. Air masuk ke danau tinggi pada bulan September – Desember dan keluar tinggi

pada bulan Mei–Agustus. Danau Limboto termasuk danau besar yang berubah menjadi

kecil ( > 5000 ha menjadi < 5000 ha) menurut Lehner & Doll (2004). Kualitas air danau Limboto termasuk subur dengan kandungan ortofosfat (PO4-3) rata-rata 1.428 mgL-1 (Krismono et al., 2009).

2.2 Komunitas ikan di Danau Limboto

Komunitas ikan di Danau Limboto terdiri atas ikan asli dan ikan introduksi. Jenis-jenis ikan asli yang terdapat di Danau Limboto adalah betok (Anabas testudineus), ikan payangka (Ophieleotris aporos), manggabae (Glossogobius giuris), ikan sidat (Anguilla marmorata), dan ikan belanak (Mugil sp.), sedangkan ikan introduksi antara lain gabus (Channa striata), nila (Oreochromis niloticus), mujair (Oreochromis mossambicus), tawes (Barbonymus gonionotus), dan sepat (Trichogaster pectoralis). Menurut Haryono (2004), danau ini mempunyai keanekaragaman dan kekayaan jenis ikan yang paling tinggi dibanding danau Moat, Tondok, dan Tondano di Pulau Sulawesi dan ikan yang dominan adalah ikan payangka.

(35)

8

oleh jenis ikan omnivora sebesar 54,6%, selanjutnya karnivora 30,9%, planktivora 16,6% dan herbivora hanya 4,1%. Tingkat trofik ikan tertera pada Tabel 2. Ikan karnivora khususnya manggabae dan payangka walaupun produksi dalam biomassa sekitar 22,5 %, tetapi dalam jumlah individu dapat lebih dari 50% karena ukurannya kecil hanya sekitar 5– 50 g (1–20 cm). Manggabae mempunyai panjang maksimum 50 cm (Eccles, 1992).

Tabel 1. Produksi ikan di Danau Limboto tahun 2006 berdasarkan hasil tangkapan nelayan (Pengembangan dari Krismono et al., 2007)

No Nama Daerah Nama ilmiah Produksi

(Ton) (%)

Tabel 2. Tingkat trofik komunitas ikan di Danau Limboto tahun 2006

Tingkat trofik Ikan Pakan utama Pakan pelengkap Herbivora

2.3 Eceng gondok (Eichhornia crassipes)

Taksonomi Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) menurut USDA (2010) sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta

(36)

9

Sub Kelas : Liliidae

Bangsa : Liliales

Suku : Pontederiaceae

Marga : Eichhornia Kunth

Jenis : Eichhornia crassipes (Mart) Solms

Nama umum/dagang : Eceng gondok

English name : Water hyacinth

Eichhornia crassipes (Mart,) Solms adalah sinonim dengan Eichhornia spiciosa Kunth. Tumbuhan ini berasal dari Brazilia dan tersebar ke beberapa negara karena memiliki bunga yang indah (Soerjani, 1982). Eceng gondok termasuk salah satu dari 100 spesies invasif yang sangat berbahaya menurut IUCN dan menurut GEIB (Biological Invasion Specialist Group) masuk dalam TOP 20 (Tellez et al., 2008).

Lebih dari tiga abad yang lalu pada tahun 1894, eceng gondok didatangkan dan diperkenalkan di Indonesia oleh ’s Lands Plantentuin, yang sekarang menjadi Kebun Raya Indonesia. Selanjutnya tahun 1976 Eichhornia crassipes tercatat sebagai gulma air yang paling penting di dunia, Asia Tenggara dan khususnya di Indonesia (Soerjani et al.,1976, Holm et al., 1977, dan Pancho & Suryani, 1978 in Soerjani et al,,1982). Sampai saat ini enceng gondok masih merupakan gulma yang paling penting (Lancar & Krake, 2002).

Komposisi tumbuhan air berdasarkan letak akar di permukaan air Danau Limboto tertera pada Tabel 3. Komposisi tumbuhan air di Danau Limboto yang menginvasi permukaan air danau seluas 30–40 % didominansi oleh eceng gondok sebanyak 85%, sedangkan Hydrilla, kangkung air, rumput, tumbili masing-masing hanya 2,5%, dan teratai serta kiambang masing-masing 0,5% (Krismono et al., 2007). Tidak ada informasi pasti tentang kapan eceng gondok mulai ada di Danau Limboto, tetapi pengaruh eceng gondok terhadap kualitas air danau ini sudah diteliti sejak tahun 1990.

(37)

10

Tabel 3. Komposisi tumbuhan air berdasarkan letak akar di Danau Limboto tahun 2006

Nama Lokal Nama Ilmiah Penutupan luas permukaan air (%)

Akar tumbuhan Eceng gondok Eichhornia crassipes 85 Mengapung

Hidrilla Hydrilla verticillata 2,5 Tenggelam

Kangkung air Ipomea aquatica 2,5 Mengapung

Rumput Panicum repens 2,5 Mengapung

Tumbili Pistia stratiotes 2,5 Mengapung

- Alternanthera philoxiroides 2,5 Mengapung

Rumput Scirpus mucronatus 1,5 Mengapung

Teratai Nelumbium sp, 0,5 Mengapung

Kiambang Azolla pinata 0,5 Mengapung

Sumber: Krismono et al., 2007

Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang terdiri atas akar, petiole, dan daun (Gambar 2a). Petiole eceng gondok ada yang menggelembung dan ada yang tidak (Gambar 2b). Eceng gondok yang sudah dimakan ikan koan akan berbeda akarnya dibanding yang tidak dimakan ikan koan seperti pada Gambar 2c.

Makrofita di perairan selain berdampak negatif juga mempunyai fungsi positif bagi perikanan. Hasil penelitian Petr (2000), Pokorny & Kvet (2004), Pipalova (2006), dan Krismono et al., (2007) menyatakan bahwa makrofita merupakan komponen yang penting dalam ekosistem sebagai habitat pemijahan ikan, asuhan ikan, menempelnya pakan alami dan penyerap konsentrasi nutrien serta logam berat. Secara umum pengaruh makrofita pada ekosistem danau merupakan bagian dari rantai stabilitas perairan.

(38)

11 Sumber : Krismono et al, (2007)

Gambar 2. Struktur eceng gondok yang diambil dari Danau Limboto a) Eceng gondok dengan petiole yang menggelembung,

b) Eceng gondokdengan petiole yang tidak menggelembung,

c) Eceng gondok dengan akar yang masih utuh dan yang sudah dimakan ikan,

Akar merupakan bagian tumbuhan yang penting. Eceng gondok berakar serabut yang berdiameter kecil tetapi sangat panjang sampai 1 m lebih. Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan akar eceng gondok kadang bewarna putih bila di tanah dan gelap bila mengapung. Eceng gondok dapat berdiri dengan disokong oleh akar di tanah (Penfaund & Early, 1948). Akar eceng gondok berfungsi sebagai pengatur penyerapan unsur pembatas yaitu P dan N dari perairan (Xie & Yu, 2003). Menurut Wetzel (2001), bagian akar biasanya sekitar 20–50% total biomassa, sedangkan Penfaund & Early (1948) menyatakan bahwa bobot akar 52 %. Bobot kering eceng gondok hasil analisis laboratorium LRPSI, Jatiluhur bagian akar 41,4 %, petiole 50,6%, dan daun 8%. Akar eceng gondok merupakan tempat organisme makro-avertebrata menempel. Di danau Taabo pada akar eceng gondok menempel 34 famili macro-invertebrata (Kouame et al., 2010), dan di perairan Alvarado Lagoonal System, Veracruz, Mexico terdapat 96 kelas yang terdiri atas 44 % avertebrata tawar, 53 % estuari, dan 3 % laut (Ramirez et al., 2006).

Petiole yangtidak

menggelembung Daun

petiola

akar

a b

Akar

yang dimakan Akar yang utuh

(39)

12

Kandungan air eceng gondok adalah 90% dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu 105oC. Milne et al. (2006) menunjukkan adanya hubungan linier antara bobot kering daun dan bobot kering total eceng gondok dengan kedalaman, dengan bertambahnya kedalaman air bobot kering eceng gondok bertambah serta antara penurunan serasah bobot kering dengan kandungan fosfor di sedimen.

Hasil analisis proksimat eceng gondok dari Danau Limboto (Tabel 4) dan hasil analis tangkai eceng gondok mengandung: protein 0,16%, lemak 0,35%, abu 0,44%, serat kasar 2,09%, karbohidrat 0,17%, P2O5 0,52% dan K2O 0,42%. Menurut Brades & Tobing (2008), kandungan protein eceng gondok tua dan segar 11,5%, serta hasil analisis Laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor eceng gondok dari perairan Danau Limboto sebesar 11, 4%.

Tabel 4. Hasil analisis proksimat eceng gondok Danau Limboto

Contoh Protein(%) Lemak(%) Abu(%) Serat kasar(%) Karbohidrat (%)

Akar 17,76 3,46 26,38 16,74 35,66

Daun 19,83 1,2 6,28 9,89 62,8

Petiole 4,86 1,56 14,02 9,6 69,96

Sumber : Krismono, 2007.

Berdasarkan analisis jaringan eceng gondok mengandung N, P, K dan C organik berturut-turut; 2,32 %, 0,24 %, 1,95 %, dan 46,21 %, serta rasio CN-1 = 19,92 (Haryatun, 2008), sedangkan Hakim et al.,1986 in Haryatun (2008) menyatakan bahwa rasio C/N eceng gondok termasuk rendah, dekomposisi cepat, maka eceng gondok dapat berfungsi sebagai sumber hara dan bahan organik, Hasil penelitian Karki & Dixit (1984) in Haryati (2006) menunjukkan rasio CN-1 eceng gondok 25, yang berarti mempunyai kecepatan dekomposisi lebih cepat jika dibandingkan dengan jerami padi dan jagung yang mempunyai rasio CN-1 70 dan 60, tetapi lebih lambat bila dibandingkan CN-1 rasio kotoran ayam 10, kotoran kambing 12, dan kotoranmanusia serta bebek 8.

(40)

13 2.4 Ikan koan (Ctenopharyngodon idella)

Klasifikasi ikan koan menurut Nelson (2006) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Craniata Superkelas : Gnathostomata Kelas : Actinopterygii Subkelas : Neopterygii Divisi : Teleostei

Subdivisi : Ostarioclupeomorpha Super ordo : Ostariophysi

Seri : Otophysi

Ordo : Cypriniformes

Superfamili : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Subfamili : Squaliobarbinae Genus : Ctenopharyngodon

Spesies : Ctenopharyngodon idella Val.

Shireman & Smith (1983) menyatakan bahwa hanya sedikit variasi yang ditemukan pada morfologi ikan koan dan tidak ada subspesies yang pernah diketahui. Chilton & Muoneke (1922) dalam Cudmore & Mandrak (2004) mengemukakan bahwa secara umum bobot ikan koan dapat mencapai 30-50 kg, adapun panjang maksimalnya dapat mencapai lebih dari 1 m (Fraser, 1978 in Cudmore & Mandrak, 2004).

(41)

14

Sumber:Krismono et al., 2007.

Gambar 3. Morfologi ikan koan (Ctenopharyngodon idella)

Panjang usus ikan koan berkisar 1,6-2,0 kali panjang badan (Hoa, 1973 in Shireman & Smith, 1983), termasuk pendek dibanding herbivora yang lain dan lama waktu tinggal makanan didalam usus 8 jam (Masser, 2002). Lebih lanjut Cheng (1966) in Shireman & Smith (1983) mengemukakan bahwa panjang usus meningkat dari 0,5 pada saat ukuran larva dan mencapai 2,5 kali panjang badan pada ikan dewasa. Calon saluran pencernaan berdiferensiasi menjadi tekak pendek, klep pilorik, usus, dan rektum.

Pada saluran pencernaan ikan koan terjadi fermentasi mikroflora (bakteri, protozoa dan flagellata) karena pada saluran pencernaan herbivora termasuk ikan koan berkembang di dalamnya mikroflora yang mengekskresikan berbagai jenis enzim diantaranya adalah selulase. Selulase akan menghidrolisis selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana dan selanjutnya menjadi gula sederhana. Mikroflora juga sebagai penghasil vitamin terutama vitamin B dan bila mati di saluran pencernaan merupakan sumber protein bagi ikan, sehingga walaupun tumbuhan proteinnya rendah ikan koan tidak kekurangan protein (Opuszynski & Shireman 1995). Gonad terletak di rongga peritonium dan berdiferensiasi pada ikan dengan panjang total 58 mm (umur 50-60 hari) (Berry & Low, 1970 in Shireman & Smith, 1983).

(42)

15 biologis yang tidak mengakibatkan perubahan ekosistem secara drastis. Opuszynski & Shireman (1995) menyatakan bahwa ikan pemakan makrofita disebut herbivora, bila dari volume pakan yang ada di perut ikan 50 % terdiri atas komponen makrofita. Ikan koan merupakan salah satu jenis ikan herbivora di perairan tawar, ukuran finggerling adalah efisien untuk ditebar dalam rangka mengendalikan makrofita (Hosny et al., 2008).

Hasil penelitian Parker (2005) memperlihatkan interaksi antara herbivora dan tumbuhan/makrofita mempunyai dampak sebagai berikut :

- Terjadinya penyuburan atau pemiskinan di perairan karena perambanan makrofita oleh herbivora.

- Dinamika perkembangan/pertumbuhan makrofita dan herbivora karena adanya perambanan makrofita oleh herbivora.

- Terjadinya kompetisi herbivora karena preferensi terhadap makrofita.

Ikan koan yang makan eceng gondok ekskresinya akan memengaruhi kualitas air karena pada umumnya ikan herbivora mengekskresikan 43% dari sisa makanannya ke perairan, tetapi ikan koan ekskresinya mencapai 74% (Opuszynski & Shireman, 1995). Pernyataan tersebut dapat mendukung hasil penelitian Bettoli et al, (1993) in Opuszynski & Shireman (1995) yang mengemukakan bahwa setelah introduksi ikan koan, fitoplankton di perairan meningkat di danau Conroe 1980-1986 . Hasil penelitian Squires et al., (2002) menunjukkan bahwa perambanan makrofita meningkatkan transparansi air dan biomassa plankton. Flower & Robson (1978) in Pipalova (2006) mengutarakan bahwa padat tebar ikan koan 150 kg ha-1 dan 450 kg ha-1 dalam satu bulan dapat meningkatkan fosfat masing-masing 40% dan 57%. Pertumbuhan ikan koan juga akan cepat karena 54% fosfor dan 42% nitrat diikat dalam jaringan ikan menurut Lembi et al.,1978 in Pipalova (2006).

(43)

16

Gambar 4. Cara pengendalian makrofita dan dampaknya di perairan (de Nie, 1987)

PENGENDALIAN MAKROFITA DALAM PENGELOLAAN

(44)

17 Menurut Opuszynski & Shireman (1995) penebaran ikan koan dengan kepadatan tinggi pada perairan yang mempunyai kepadatan makrofita tinggi akan berdampak di perairan yaitu makrofita terkontrol dan semua unsur di perairan akan meningkat (nutrien, detritus, benthos, plankton, dan predator).

Danau Kerinci mempunyai luas 4200 ha, kedalaman maksimum 110 m dan berada 783 m dpl. Permukaan airnya yang tertutup oleh gulma air eceng gondok sebesar 80% dapat dihilangkan dengan tuntas oleh ikan koan berukuran 5–10 gram sebanyak 48,000 ekor dan ditebar selama empat tahun (1995-1998). Dampak pengurangan eceng gondok tersebut tidak merubah kualitas air Danau Kerinci khususnya kandungan oksigen terlarut, total N, amonia, dan total besi sebelum dan sesudah penebaran (Hartoto et al., 2001). Hal ini mungkin disebabkan sisa-sisa eceng gondok mengendap ke dasar perairan danau dalam proses bertahap.

Pengendalian eceng gondok secara biologis oleh ikan koan dengan biomassa 50-250 kg ha-1 dan ukuran ikan fingerling akan berdampak terhadap penambahan nutrien pada perairan secara perlahan-lahan. Penambahan nutrien pada tahap awal I didominansi oleh makrofita, selanjutnya pada tahap II peningkatan populasi organisme penempel dan peningkatan populasi fitoplankton dan akhirnya pada tahap III terjadi dominansi fitoplankton (de Nie, 1987). Ryding & Rast (1989) menyatakan dalam pengendalian makrofita harus memperhatikan dampaknya, yaitu pertumbuhan fitoplankton secara cepat akibat terbukanya perairan dan peningkatan proses fotosintesis. Peningkatan pertumbuhan fitoplankton dapat mencapai delapan kali lipat dari sebelumnya (Kirkagac & Demir, 2004). Berdasarkan evaluasi metode pengendalian eceng gondok secara biologis dengan ikan koan di Mesir, El Samman & El Ella (2006) menganjurkan penebaran ikan koan lebih besar dari 100 kg ha-1 dengan ukuran ikan paling kecil sekitar 10-20 g ekor-1.

Penebaran ikan koan untuk pengendalian populasi makrofita di perairan danau dengan biomassa berkisar antara 50, 100 dan 200 kg ha-1 (Badiane et al., 2008) dan 200, 400 dan 600 kg ha-1 (Kirkagac & Demir, 2004). Penebaran ikan koan di bendungan Aswan di Mesir, biomassa ikan lebih kecil dari 100 kg ha-1 dengan kisaran ukuran antara 10 – 20 g ekor-1 lebih efektif 70 % dibanding metode lain (Hosny et al., 2008).

(45)

18

(46)

19

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai dengan Februari 2010, yang berlangsung di dua lokasi, yakni:

(1) Adaptasi benih ikan koan dari Februari sampai dengan November 2009 dan penelitian di Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) selama 20 hari (bulan November – Desember 2009).

(2) Penelitian di perairan Danau Limboto wilayah Desa Iluta, Kabupaten dan Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo pada bulan Desember 2009 sampai dengan Februari 2010 (Gambar 5).

Keterangan : Lokasi penelitian

(47)

20

3.2 Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu :

(a) Penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan padat tebar ikan koan yang optimum dalam perambanan eceng gondok di laboratorium.

(b) Penelitian yang bertujuan untuk mengkaji laju perambanan ikan koan dan laju pertumbuhan eceng gondok dalam mengendalikan perkembangan eceng gondok di Danau Limboto dan dampaknya terhadap produktivitas perairan Danau Limboto dilakukan di perairan Danau Limboto, wilayah Desa Iluta.

3.2.1. Metode penelitian di laboratorium

Metode penelitian menggunakan percobaan semu. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan kondisi dibuat menyerupai di lapangan bertujuan untuk mendapatkan padat tebar ikan koan yang optimum dalam perambanan eceng gondok sebagai pakan. 3.2.1.1 Desain Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan berupa padat tebar ikan 2, 4, 8, dan 16 ekor per akuarium. Satuan penelitian adalah kompartemen yaitu pertama eceng gondok dan yang kedua adalah eceng gondok dengan ikan dalam kantong plastik berbentuk tabung dengan ukuran tinggi 40 cm dan diameter lingkaran 31,5 cm (volume 50 L) diberi aerasi dengan aerator AC/DC (Gambar 6a). Akuarium diletakkan pada bak porselin (Gambar 6b), kondisi laboratorium seperti pada Lampiran 12 .

A

B

Gambar 6. Desain akuarium (A) dan tata letak akuarium di laboratorium (B) FMIPA UNG

(48)

21 3.2.1.2 Desain Alat

Pemisahan kompartemen eceng gondok menggunakan kantong waring dengan ukuran (0,1 x 0,1 x 0,2) m3. Pemisahan pada kompartemen eceng gondok dan ikan menggunakan plastik untuk mengatur eceng gondok pada posisi di tengah dengan ukuran (0,2 x 0,2) m2..

Alat untuk mengukur pertumbuhan eceng gondok (panjang akar, panjang dan lebar daun) menggunakan meteran gulung dan ikan menggunakan kalifer.

Alat untuk mengambil contoh ikan menggunakan seser dengan diameter 0,2 m dan panjang tangkai 1 m.

Alat untuk mengambil contoh fitoplankton menggunakan kemerer water sampler dengan volume 3 L, kemudian disaring dengan net plankton dengan ukuran mata jaring 40 µm.

3.2.1.3 Variabel

Variabel yang diukur selama penelitian meliputi kualitas air, ikan, dan fitoplankton. Kualitas air

Kualitas air yang ditera adalah suhu (T), oksigen terlarut (OT), nitrat (NO3), amoniak (NH3), ortofosfat (PO4-3), dan bahan organik total (BOT), Data tersebut kemudian dihitung untuk menentukan variabel kerja yang meliputi kesuburan perairan, OT minimum adalah OT terendah pada pengamatan 24 jam, dan OTmaksimum (OTtertinggi). Eceng gondok yang ditera adalah bobot, Data tersebut kemudian digunakan untuk menentukan variabel kerja yaitu:

Laju pertumbuhan = Bt1+ k1t1, Penambahan biomassa eceng gondok = Bt1.e k1t1 Penurunan biomassa eceng gondok = Bt1.e -k2t

Laju perambanan k2

Bto = Biomassa eceng gondok pada hari ke – 0 (kg) Bt1 = Biomassa eceng gondok pada hari ke – 1 (kg) Bt2 = Biomassa eceng gondok pada hari ke – 2 (kg) t = Selang waktu pemeliharaan (hari)

k1 = Laju pertumbuhan eceng gondok (gt-1)

(49)

22 Ikan

Ikan koan yang ditera adalah ukuran bobot, panjang dan jumlah serta kematian ikan, Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung pertumbuhan ikan koan (Wt), sintasan (SR), mortalitas (MR).

Pertumbuhan berdasarkan ukuran berat ikan :

Pertumbuhan ikan koan Wt = W0 e -kt Bobot rata-rata ikan koan = Bt/Nt

Mortalitas ikan koan MR = N0– Nt Biomassa ikan koan B = SR x

W0 = Bobot individu ikan koan pada hari ke- 0 (gram ekor-1) Wt = Bobot individu ikan koan pada hari ke- t (gram ekor-1)

= Bobot rata-rata ikan koan (g) Nt = Jumlah ikan koan pada hari ke- t (ekor) N0 = Jumlah ikan koan pada hari ke- 0 (ekor) k = koefisien laju pertumbuhan

Laju pertumbuhan sesuai dengan rumus Effendi (2004) sebagai berikut :

% 100

1 x

Wo Wt

SGR t

  

 

 

SGR = Laju pertumbuhan ikan ( % BB hari-1)

Wt = Bobot individu ikan koan pada hari ke- t (gram ekor-1) W0 = Bobot individu ikan koan pada hari ke- 0 (gram ekor-1)

FCR (Faktor konversi pakan) dan FC (Pakan yang dikonsumsi) dihitung menggunakan rumus Okumus & Mazlum (2002) sebagai berikut :

FCR = Total pakan yang dikunsumsi/Berat produksi ikan ( % BB hari-1) FC = Laju pertumbuhan x FCR ( % BB hari-1)

(50)

23 Fitoplankton

Fitoplankton yang ditera adalah kelimpahan dan jenis plankton, serta biomassa klorofil-a, Data tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan variabel kerja meliputi kelimpahan fitoplankton:

n = jumlah rataan total sel per lapang pandang A = luas gelas penutup (mm2)

Produktivitas primer (fitoplankton) dihitung dengan botol gelap terang : GP =

Produktivitas biomassa khlorofil -a:

Ca x Volume Ekstrak Kandungan oksigen terlarut ((mg L-1)

Konstanta

Ca = Konsentrasi khlorofil-a dalam ekstrak (mg L-1) Volume ekstrak = Volume sampel setelah dilarutkan dalam aseton Volume sample = Volume air yang disaring (liter)

D = Diameter atau celah kuvet yang digunakan (cm)

(51)

24

3.2.1.4 Pelaksanaan Penelitian

Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan benih ikan koan dari Balai Besar Budidaya Ikan Air Tawar Sukabumi pada bulan Februari 2009. Benih yang diambil dari satu pemijahan induk dikirim ke Gorontalo dengan ukuran panjang 1-3 cm. Benih didederkan di kolam Balai Benih Sentral Provinsi Gorontalo dan kemudian di keramba jaring apung (KJA) di Danau Limboto.

Pemilihan lokasi penelitian di Danau Limboto berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Loka Riset Pemulihan Sumber daya Ikan, Jatiluhur dan penelitian di Laboratorium bekerjasama dengan FMIPA Universitas Negeri Gorontalo. Persiapan perlengkapan laboratorium FMIPA UNG pada bulan September sampai dengan Oktober 2009. Pelaksanaan penelitian di laboratorium dilaksanakan bulan November 2009.

3.2.1.5 Teknik Pengumpulan Data

Variabel diukur setiap empat hari adalah untuk ikan dan eceng gondok. Pengukuran dilakukan setiap pukul 10.00-12.00 (WITA). Pengukuran produktivitas primer (pemasangan botol gelap terang) dilakukan pukul 10.00 – 14.00 WITA pada hari ke-0, hari ke-12, dan hari ke-18 di dalam empat akuarium perlakuan, begitu juga untuk pengukuran fitoplankton dan kualitas air. Pada setiap pengambilan contoh air dilakukan penggantian dengan volume yang sama.

Pengukuran ikan diusahakan dalam waktu yang cepat untuk menghindari stres.

3.2.1.6 Analisis Data

1. Analisis perambanan menggunakan pengembangan formula Lotka-Volterra dalam Crawley(1983) :

dt dV

=

K K V K

aV(  )/

- bNV dan

dt dV

= cNV - dN

dv dt

(g hari-1) = Perubahan rata-rata biomassa tumbuhan eceng gondok

(52)

25 2. Hubungan antara laju perambanan dan laju pertumbuhan ikan koan serta padat tebar ikan koan dianalisis dengan metode regresi dan kovarian, analisis statistik menggunakan paket SAS.

3. Analisis untuk pendukung adalah kelimpahan dan produktivitas fitoplankton.

3.2.2 Metode penelitian di Danau Limboto

Penelitian dilakukan di perairan Danau Limboto wilayah Desa Iluta yang bertujuan untuk mengkaji laju perambanan ikan koan dan laju pertumbuhan eceng gondok dalam mengendalikan perkembangan eceng gondok di Danau Limboto dan dampaknya terhadap produktivitas perairan Danau Limboto.

3.2.2.1 Desain Penelitian

Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan adalah biomassa ikan koan 0,8 kg (100 ekor), 1,6 kg (200 ekor), 3,2 kg (400 ekor) per kantong, dan eceng gondok tanpa ikan sebagai pembanding. Satuan penelitian adalah kompartemen yaitu eceng gondok dengan ikan dalam kantong waring berukuran (4 x 4 x 2) m3 dan didalamnya eceng gondok dengan waring berukuran (0,5 x 0,5 x 2) m3 sebagai kontrol (Gambar 7a) dan tata letak (Gambar 7b).

K (g m-2) = Biomassa tumbuhan eceng gondok yang tersedia av (g hari-1) = Laju pertumbuhan individu eceng gondok bNV (g hari-1) = Laju perambanan eceng gondok

NV (g hari-1) = Laju pertumbuhan ikan koan (herbivora) N (ekor) = Jumlah ikan koan (herbivora)

(53)

26

A

100 TI 200 400 TI 200 100 TI 400 100 400 200

B

Gambar 7. Desain satuan penelitian (A) dan tata letak lokasi penelitian di Danau Limboto (B)

3.2.2.2 Desain Alat

Pemisahan kompartemen eceng gondok menggunakan waring berukuran (0,5 x 0,5 x1) m3 yang diletakkan di sudut kantong, Begitu juga untuk pemisahan pada kompartemen eceng gondok dan ikan menggunakan bambu untuk mengatur eceng gondok pada posisi di tengah dengan ukuran (2 x 2) m2. Alat untuk mengukur luas penutupan dan pertumbuhan eceng gondok menggunakan tambang plastik dan meteran gulung.

3.2.2.3 Variabel

Variabel yang diukur selama penelitian meliputi kualitas air, eceng gondok dan ikan. Kualitas air yang ditera adalah suhu (T), oksigen terlarut (OT), nitrat (NO3), amoniak (NH3), ortofosfat (PO4-3), dan bahan organik total (BOT). Data selanjutnya dihitung untuk menentukan variabel kerja yang meliputi kesuburan perairan, ratio N/P, Tminimum adalah T terendah pada pengamatan 24 jam, T maksimum (T tertinggi), dan kecerahan perairan untuk

Bambu pengatur eceng gondok

(54)

27 menentukan kedalaman zona eufotik (Zeu = 2,71 x tingkat kecerahan air) (Poole & Atkins, 1929 in LIPI (1991) ).

Eceng gondok yang ditera adalah bobot eceng gondok, luas tutupan dan luas bukaan, Data tersebut kemudian digunakan untuk menentukan variabel kerja yaitu :

Laju pertumbuhan Bt2 = Bt1+ k1t1, Bt2 = Bt1.e k

1 t

1

Penambahan biomassa eceng gondok pada kontrol k1 = Bt1 – Bto

Laju perambanan pada perlakuan k2

Ikan, fitoplankton, produktivitas perairan, yang ditera adalah sama dengan penelitian di laboratorium.

3.2.2.4.Bahan dan Metode Pengukuran 3.2.2.4.1 Bahan

- Eceng gondok diambil dari perairan Danau Limboto di wilayah Desa Iluta di lokasi yang digunakan untuk penelitian, Eceng gondok dipilih yang mempunyai bobot dan morfologi sama/seragam.

- Benih ikan berasal dari Balai Besar Benih Ikan Air Tawar Sukabumi yang telah diadaptasi 6 bulan di Danau Limboto, ukuran ikan 5 – 15 g ekor-1.

3.2.2.4.2 Peralatan

- Kurungan terbuat dari bahan waring warna hitam dengan ukuran (4 x 4 x 2,4) m3, sebanyak 12 buah.

- Kurungan dengan bahan waring warna hitam dengan ukuran (0,5x0,5x2) m3.

- Bambu berbentuk persegi dengan ukuran (2 x 2) m2 sebagai tempat eceng gondok sekaligus tempat untuk mengukur luas tutupan.

Bto = Biomassa eceng gondok pada hari ke – 0 (kg) pada kontrol

Bt1 = Biomassa eceng gondok pada hari ke – 1 (kg) pada kontrol

Btpo = Biomassa eceng gondok pada hari ke - 0 (kg) pada perlakuan

Btp1 = Biomassa eceng gondok pada hari ke – 1 (kg) pada perlakuan

t = selang waktu pemeliharaan (hari) k1 = Laju pertumbuhan eceng gondok (gt

-1

) k2 = Laju perambanan eceng gondok oleh ikan (gt

-1

(55)

28

- Seser berdiameter 40 cm dan panjang tangkai 1,5 m untuk menangkap ikan.

- Timbangan digital untuk menimbang ikan dengan ketelitian 0,1 g dan timbangan gantung untuk menimbang eceng gondok dengan ketelitian 0,1 kg.

- Digimatic Califer untuk pengukur panjang ikan dengan ketelitian 0,1 mm. - Kemerer water sampler dengan volume 3 L untuk mengambil contoh air.

3.2.2.4.3 Metode Pengukuran

Pengambilan contoh ikan, eceng gondok, fitoplankton, dan air dilakukan setiap 10 hari pada empat kurungan perlakuan dan untuk seluruh kurungan dilakukan setiap 20 hari.

3.2.2.4.4 Pelaksanaan Penelitian

Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan benih ikan koan dari Balai Besar Budidaya Ikan Air Tawar Sukabumi pada bulan Februari 2009, yang diambil dari satu pemijahan induk dikirim ke Gorontalo dengan ukuran 1–3 cm. Benih didederkan di KJA di Danau Limboto dan kolam Balai Benih Sentral Provinsi Gorontalo.

Penentuan lokasi penelitian di Danau Limboto berdasarkan hasil penelitian LRPSI pada tahun 2006-2008 dan pembuatan kantong jaring dilakukan mulai bulan Juni 2009.

Adaptasi benih ikan dengan lokasi perairan Danau Limboto dan pakan eceng gondok mulai bulan Agustus 2009, sedangkan pelaksanaan penelitian di Danau Limboto bulan Desember 2009 sampai dengan Februari 2010.

3.2.2.4.5 Teknik Pengumpulan Data

Variabel diukur setiap sepuluh hari. Pengukuran ikan dan eceng gondok dilakukan setiap pukul 10.00-12.00 WITA. Pengukuran produktivitas primer (pemasangan botol gelap terang) dilakukan pukul 10.00-14.00 WITA pada hari ke-0, hari ke-20, hari ke-40 dan hari ke-60 di dalam tiga kurungan perlakuan dan satu kurungan pembanding, begitu juga untuk pengukuran plankton dan kualitas air.

(56)

29 Sebagai data pendukung dilakukan analisis organisme yang menempel di akar eceng gondok di Laboratorium Biologi Makro Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan, Jatiluhur. Identifikasi dengan mikroskop strereozoom. menggunakan buku identifikasi Pennak (1953).

3.2.2.4.6 Analisis Data

1. Analisis perambanan menggunakan pengembangan formula Lotka-Volterra (Crawley,1983) seperti penelitian di laboratorium.

2. Hubungan antara laju perambanan dan laju pertumbuhan ikan koan serta luas bukaan eceng gondok dan tutupan permukaan air oleh eceng gondok dianalisis dengan metode regresi dan kovarian. Analisis Statistik menggunakan paket SAS. 3. Analisis untuk data pendukung adalah kelimpahan, produktivitas fitoplankton, dan

(57)
(58)

31 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian di laboratorium 4.1.1 Hasil

4.1.1.1 Laju perambanan ikan koan dan pertumbuhan eceng gondok

Hasil pengukuran laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok pada perlakuan padat tebar 2 ekor, 4 ekor, 8 ekor, dan 16 ekor berturut-turut adalah 1,30±0,14 g ekor-1hari-1 (2,6 g hari-1), 1,39±0,12 g ekor-1 hari-1(5,56 g hari-1), 0,43±0,2 g ekor-1 hari-1(3,44 g hari-1), dan 0,58±0,35 g ekor-1 hari-1(6,96 g hari-1). Laju pertumbuhan eceng gondok berturut-turut pada padat tebar 2, 4, 8, dan 16 ekor adalah 2,1 g hari-1, 2,3 g hari-1, 0,8 ghari-1, dan 2,1 g hari-1. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa laju perambanan eceng gondok pada semua perlakuan padat tebar lebih besar dari pada laju pertumbuhan eceng gondok, maka ikan koan dengan padat tebar 2, 4, 8, dan 16 ekor dapat mengendalikan eceng gondok di akuarium. Hasil perhitungan FCR, Laju pertumbuhan (α), dan FC tertera pada tabel.5.

Tabel. 5. Food Convertion Ratio(FCR), Laju pertumbuhan dan Food Consumtion (FC) ikan koan

2 ekor 4 ekor 8 ekor 16 ekor

FCR 11 24,4 66,75 34,8

Laju pertumbuhan (α) ( % BB hari-1

) 4,9 10 6,8 6

FC ( % BB hari-1) 53,9 244 453,9 208,8

4.1.1.2 Pertumbuhan ikan koan

(59)

32

4.1.1.3 Kualitas air

Hasil pengamatan suhu air pada saat pengambilan contoh air sekitar pukul 08.00-14.00 berkisar antara 24 – 28oC dan pH : 7,5 – 8, sedangkan pada pemantauan selama 24 jam dijumpai suhu air minimum mencapai 20oC dan suhu air maksimum mencapai 32oC

Hasil pengukuran oksigen terlarut selama 24 jam pada air akuarium penelitian di laboratorium menunjukkan adanya kondisi kritis kandungan oksigen pada pukul 02.30 – 05.30 karena kandungan oksigen terlarut kurang dari 2 mg L-1 untuk kepadatan dua ekor dan empat ekor, sedangkan kepadatan 8 dan 16 ekor kandungan oksigen selama penelitian dibawah 2 mg L-1.

4.1.1.4 Kelimpahan Fitoplankton

Hasil perhitungan kelimpahan fitoplankton selama penelitian dengan padat tebar yang berbeda dan waktu penelitian tertera pada Tabel 6.

Tabel. 6 Kelimpahan fitoplankton (sel L-1) selama penelitian di akuarium Kelas

Fitoplankton

Kepadatan

2 ekor 4 ekor 8 ekor 16 ekor Chlorophyceae 92.552 80.480 90.540 105.630 Cyanophyceae 38.228 61.366 29.174 28.168 Bacillariophyceae 133.798 156.936 115.690 86.516

Desmidiaceae 1.006 0 0 225.344

Dinophyceae 14.084 7.042 6.036 455.718

Jumlah 279.668 305.824 241.440 901.376

Kelas Fitoplankton

Waktu

0 hari 6 hari 12 hari 18 hari Chlorophyceae 293.752 26.156 24.144 25.150

Cyanophyceae 75.450 9.054 18.108 8.048

Bacillariophyceae 88.528 119.714 132.792 151.906

Desmidiaceae 5.030 1.006 0 0

Dinophyceae 30.180 4.024 1.006 2.012

(60)

33 4.1.1.5 Produktivitas perairan

Hasil pengukuran produktivitas primer (fitoplankton) selama penelitian tertera pada Table 7.

Tabel. 7 Produktivitas primer (fitoplankton) (mg C m-3 jam-1) di akuarium selama penelitian

Waktu

Padat tebar 3 hr 9 hr 12 hr 18 hr

2 ekor 215,820 191,381 238,865 219,632 4 ekor 166,400 66,666 236,381 192,786

8 ekor 190,960 141,666 44,292 85,423

16 ekor 166,400 166,400 13,121 272,835

4.1.2 Pembahasan

4.1.2.1 Laju perambanan ikan koan dan pertumbuhan eceng gondok

Berdasarkan analisis sidik ragam (p> 0,05) laju perambanan berbeda nyata (Lampiran 1.1), tetapi antar padat tebar 4 ekor dan 16 ekor tidak berbeda nyata. Kepadatan 4 ekor lebih efektif bila dilihat dari jumlah benih yang harus disediakan dan feses ikan sedikit. Pada kepadatan 16 ekor feses ikan koan jumlahnya lebih besar dibanding dengan 4 ekor dan feses akan menyebabkan penurunan kualitas air, seperti hasil penelitian Nurminem (2003).

Hasil pengukuran biomassa pakan pada perlakuan kepadatan 2 ekor menurun sampai pengamatan ke-3 (hari ke 6) kemudian naik lagi seiring dengan jumlah biomassa yang terjadi pada eceng gondok kontrol, tetapi biomassa kontrol menurun tajam pada pengamatan hari ke-6 dan ke 7 ini disebabkan nutrien yang ada di akuarium sudah terserap oleh eceng gondok (Gambar 8A).

Hasil pengukuran biomassa pakan pada perlakuan padat tebar ikan koan 4 ekor menurun mulai dari pengamatan ke-2 dan hari ke-3 stabil selanjutnya menurun terus sampai akhir penelitian, sedangkan biomassa kontrol naik pada pengamatan kedua dan relatif stabil sampai pengamatan ke-7 dan turun tajam pada akhir penelitian (Gambar 8B).

(61)

34

Hasil pengukuran biomassa pakan pada perlakuan kepadatan 16 ekor langsung menurun pada pengamatan ke-2 sampai akhir penelitian, Hal ini disebabkan oleh banyaknya ikan yang meramban eceng gondok (Gambar 8D).

Waktu penurunan biomassa eceng gondok sebanding dengan pertumbuhan ikan koan, sesuai dengan hasil penelitian Kilambi & Robison (1979) pertumbuhan dan konsumsi pakan dipengaruhi oleh padat tebar yaitu makin kecil padat tebar akan makin besar pertumbuhan dan konsumsi pakan sesuai dengan ketersediaan pakan.

Gambar 8. Biomassa eceng gondok pakan, kontrol, dan pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 2 ekor (A), 4 ekor (B), 8 ekor (C), dan 16 ekor D)

Ecang gondok pakan Eceng gondok kontrol Pertumbuhan ikan koan D

(62)

35 4.1.2.2 Pertumbuhan ikan koan

Pertumbuhan bobot ikan koan selama penelitian (Gambar 9) menunjukkan bahwa kepadatan 4 ekor lebih tinggi dibanding kepadatan 2, 8, dan 16 ekor berdasarkan analisis sidik ragam berbeda nyata (p> 0,05) (Lampiran 1.3). Kepadatan 4 ekor adalah kepadatan yang tepat untuk pakan yang tersedia. Pertumbuhan menurun sejajar dengan kenaikan padat tebar (Sharm & Charabarti, 1998), hal ini juga sesuai dengan pernyataan Pipalova (2006) bahwa pertumbuhan ikan koan dipengaruhi oleh padat tebar.

Hampir seluruh perlakuan padat tebar sintasannya 100 %, kecuali pada kepadatan 8 ekor terjadi mortalitas 4% pada satu akuarium pada hari ke-12 dan satu kantong kepadatan 16 ekor mati semua pada hari ke-12. Kematian semua itu disebabkan ekskresi ikan paling besar yang mengakibatkan kandungan bahan organik terlarut sangat tinggi, peningkatan ammonia sehingga memerlukan oksigen tinggi untuk dekomposisi bahan organik tersebut (Sharm & Charabarti (1998).

Gambar 9 Pertumbuhan ikan koan dengan kepadatan 2,4,8, dan 16 ekor selama penelitian di laboratorium

(63)

36

tajam seiring dengan pakan yang tinggal sedikit, tetapi naik lagi pertumbuhannya pada hari ke-4 sampai akhir seiring dengan tersedianya pakan karena tumbuh kembali (Gambar 10B).

Pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 8 ekor pada hari naik sampai ke-2 kemudian turun tajam pada hari ke-3 dan selanjutnya stabil, seiring dengan tersedianya pakan yang habis pada hari ke 4, pada hari ke-5 dan 6 pakan naik lagi serta turun pada hari ke-7 (Gambar 10C).

Pertumbuhan ikan koan dengan padat tebar 16 ekor naik sampai ke-3 kemudian turun seiring dengan tersedianya pakan yang habis pada hari ke-4 dan 5 dan stabil pada pengamatan ke-6 dan 7 (Gambar 10D).

Pertumbuhan dan konsumsi pakan dipengaruhi oleh padat tebar yaitu makin kecil padat tebar akan makin besar pertumbuhannya dan konsumsi pakan (Kilambi & Robison,1979). Majhi et al., (2006) telah membuktikan bahwa dengan jumlah pakan yang sesuai maka pakan lebih besar akan menghasilkan pertumbuhan ikan lebih besar.

Berdasarkan hubungan antara ketersediaan pakan eceng gondok, padat tebar ikan koan, dan pertumbuhan ikan koan, maka kepadatan ikan koan 4 ekor adalah kepadatan yang paling tepat dengan pakan eceng gondok 200 g.

(64)

37 Gambar 10 Hubungan antara pertumbuhan ikan dengan padat tebar 2 ekor (A), 4 ekor (B) 8 ekor (C), dan 16 ekor (D) dengan eceng gondok yang dimakan

Pertumbuhan ikan koan (g) Eceng gondok yang dimakan (g)

A

B

C

(65)

38

4.1.2.3 Kualitas air

Hasil pengukuran suhu air pada penelitian ini berkisar antara 24 – 28 oC lebih tinggi berada dalam kisaran toleransi kisaran yang sesuai dengan kehidupan ikan koan yaitu 20- 30oC, menurut Shireman & Smith (1983) dan untuk suhu optimum memijah 20 – 22oC (Cudmore et al., 2004), tetapi dalam penelitian ini tidak untuk pemijahan sehingga tidak diperlukan suhu sama dengan suhu optimum untuk pemijahan.

Kandungan oksigen pada air akuarium penelitian secara umum menunjukkan penurunan karena digunakan untuk respirasi oleh ikan dan pada hari ke-12 naik kerena terjadi proses fotosintesis (Gambar 11A). Seperti pernyataan Natarajan et al. (2009) bahwa kebutuhan oksigen sebanding dengan biomassa ikan dan padat tebar. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam

proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005).

(66)

Gambar

Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah.
Tabel 3.  Komposisi tumbuhan air berdasarkan letak akar di Danau Limboto tahun 2006
Gambar 2. Struktur eceng gondok yang diambil dari Danau Limboto  a) Eceng gondok dengan petiole yang menggelembung,  b) Eceng gondok dengan petiole yang tidak menggelembung,  c) Eceng gondok dengan akar yang masih utuh dan yang sudah dimakan ikan,
Gambar 4. Cara pengendalian makrofita dan dampaknya di perairan (de Nie, 1987)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kemandirian pada remaja adalah percaya diri, mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mampu

Peraturan Daerah tentang Retribusi Persampahan/ Kebersihan tersebut tidak semata-mata mengganti nomenklatur dari semula bernama RPLP, tetapi lebih jauh lagi memiliki

Team IbW telah mengadakan seminar laporan tahap I untuk kegiatan di Kecamatan Wonoasih yang dihadiri oleh Bapak Sekda beserta staf, Bapak Camat beserta staf, Bapak Lurah dari 3

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil pengolahan kuesioner bahwa faktor yang menyebabkan pelanggan memilih voucher wifi.id daripada

HUBUNGAN ANTARA MEDIA DENGAN TUJUAN PEMBELAJARAN Elvania

Dimana pada tiap sudut kemiringan diukur intensitas radiasi yang diterima, temperatur permukaan dan lingkungan, kecepatan angin lingkungan, serta daya keluarannya..

[r]