• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Kelas Berkenaan dengan Materi Pelajaaran

Dalam dokumen Penelitian PLB [Edisi 2] (Halaman 117-120)

BAB VI. PENELITIAN KELAS PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA

B. Membuat Rancangan Penelitian Kelas Pendidikan Anak Tunanetra

2. Penelitian Kelas Berkenaan dengan Materi Pelajaaran

Tidak dapat dipungkiri bahwa guru memiliki peranan penting dan strategis dalam proses pembelajaran. Keberhasilan pendidikan banyak tergantung kepada kualitas dan kesunguhan guru dalam melaksanakan tugas (Moegiadi, 1987).

Dalam banyak hal desain kurikulum menjadi tanggung jawab para pengembang kurikulum sebagi pemegang kebijakan dalam pendidikan. Sedangkan hal yang menyangkut pelaksanaan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, dan penyesuaian materi pelajaran dengan kemampuan siswa menjadi tanggung jawab guru (David Pratt, 1980).

Sebagai pelaksana proses pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra, guru harus menciptakan situasi, memimpin, merangsang, dan mengarahkan proses pembelajaran sesuai dengan rencana dimana guru bertindak sebagai sumber yang bijaksana dalam membantu siswa tunanetra mencapai tujuan. Sebagai contoh anak tunanetra kadang-kadang bertanya mengenai hal yang sangat sepele, seperti menanyakan perbedaan anatara bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Dalam menghadapi pertanyaan seperti itu guru guru harus menjelaskannya dengan hati-hati dan bijaksana dengan penuh kesabaran.

Dalam upaya membantu siswa tunanetra mencapai tujuan, guru harus memahami kondisi siswa yang akan belajar terutama berkaitan dengan hal-hal

seperti tingkat kebutaan setiap anak, kemampuan dalam orientasi dan mobilitas, dsb. Oleh karena itu ada keharusan bagi guru untuk selalu mengkaji ulang kesesuain materi pelajaran dengan kebutuhan dan kemampuan siswa tunanetra, agar pelajaran yang mereka terima punya makna dalam kehidupannya. Berkenaan dengan hal tersebut, penelitian kelas merupakan sesuatu hal yang penting untuk dilakukan oleh seorang guru.

Dalam melakukan penelitian kelas yang berkenaan dengan materi pelajaran, tiga hal perlu dilakukan yaitu menggambarkan kemampuan siswa, menentukan perangkat prasyarat, dan merancang pretes dan postes.

a. Menggambarkan kemampuan siswa tunanetra

Gambaran lengkap mengenai keadaan anak tunanetra yang akan belajar sangat penting karena berkaitan langsung dengan bobot materi pelajaran yang akan diajarkan, media yang sesuia, dan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Hal-hal yang harus diketahui antara lain mengenai derajat kebutaan anak yaitu berapa orang siswa di dalam kelas yang mengalami buta total dan berapa orang siswa yang masih memiliki sisa kemampuan penglihatan, kecerdasan dan kemampuan mengamati bayangan atau citra tubuh (body image).

Data hasil assessment tersebut digambarkan dalam bentuk profil kemampuan siswa seperti dapat dilihat pada contoh berikut (lihat Tabel 3.6).

TABEL 3.6

PROFIL KEMAMPUAN SISWA TUNANETRA KELAS 2 SD

Nama Siswa Dedrajat Kebutaan Kecerdasan Body image

Adi Buta total Rata-rata rendah

Budi Buta total Rata-rata sedang

Cici Low vision Rata-rata sedang

Dani Buta total Rata-rata rendah

Eddy Low vision Rata-rata rendah

Fajar Buta total Rata-rata rendah

Untuk melakukan assessment terhadap kemampuan dan kebutuhan siswa tuananetra seperti tersebut di atas, guru dapat melakukannya secara informal dengan mengembangkan instrumen sendiri sesuai keperluan.

b. Menentukan perangkat prasyarat

Sebagian mata pelajaran pada kurikulum sekolah luar biasa bagian A memerlukan adanya prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum mengikuti pelajaran. Misalnya pelajaran Orientasi dan Mobilitas, Membaca dan menulis Braille, pelajaran berhitung dsb. Oleh karena itu jika guru akan mengajarkan

pelajaran-pelajaran seperti itu terlebih dahulu guru harus mengetahui dan menetapkan perangkat prasyarat apa yang harus dimiliki oleh siswa yang akan mengambil pelajaran tersebut.

David Pratt (1980) mengemukakan ada tiga tipe prasyarat yaitu prasyarat kognitif (cognitive prerequisite), prasyarat biografis (biograpical prerequisite), dan prasyarat akademik (academic prerequisite).

Prasyarat kognitif mengacu kepada pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan-kemampuan lain yang harus dimiliki sebelum mengikuti pelajaran tertentu. Sebagai contoh prasyarat kognitif untuk pelajaran Orientasi dan Mobilitas ialah kemampuan mengamati citra tubuh, yaitu kemampuam yang harus dimiliki tunanetra mengenal bagianbagian badannya sendiri dikaitkan dengan ruang di mana ia berada.

Prasyarat biografis menyangkut hal-hal seperti umur, status gizi, tingkat kesegaran jasmani, kondisi kesehatan dan kecerdasan. Persyaratan biografis untuk pelajaran Olahraga adalah kondisi kesehatan.

Prasyarat akademik berkaitan dengan bidang pelajaran tertentu yang harus dikuasai sebetum mengilcutt pelalaran yang lain. Mlsalnya prasyarat untuk mengikuti pelajaran IPA II adalah keberhasilan belajar IPA I dengan nilai paling rendah 6. Dalam pendidikan di Sekolah Luar Biasa, prasyarat akademik itu tidak terlalu diperhatikan.

Penelitian kelas yang dapat dilakukan oleh guru berkaitan dengan materi pelajaran antara lain sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi siswa yang mengalami kekurangan dalam perangkat prasyarat

Apabila guru akan mengajarkan pelajaran tertentu misalnya keterampilan Orientasi dan Mobilitas, guru terlebih dahulu harus mengetahui dengan jelas. Apakah siswa tersebut telah memiliki perangkat prasyarat? Untuk mengetahui dengan pasti mengenai hah itu guru harus melakukan penilaian terhadap kemampuan anak saat ini. Dengan demikian guru dapat mengetahui apakah siswa telah memiliki perangkat prasyarat yang ditentukan atau belum. Misalnya prasyarat untuk pelajaran Orientasi dan Mobilitas adalah kemampuan mengamati citra tubuh. Oleh karena itu materi penilaian yang harus disusun antara lain untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami hubungan dirinya dengan ruang, seperti pengertian tentang kiri-kanan, atas-bawah, depan-belakang dsb. Apabila hasilnya menunjukkan bahwa para siswa tunanetra tsb. belum memiliki prasyarat seperti itu maka guru harus mengambil salah satu tindakan sebagai' berikut :

- Mengubah prasyarat menjadi tujuan pengajaran. Artinya tujuan pengajaran yang semula telah ditentukan diubah yaitu anak tunanetra harus belajar dahulu kemampuan mengamati citra tubuh dan konsep ruang. Yang semula sebagai prasyarat menjadi tujuan pengajaran.

- Menangguhkan program pengajaran, arahkan kegiatan siswa pada kegiatan penyiapan (readiness program).

2) Menetukan tahap kemampuan awal

Guru pada umumnya merasa puas jika siswa dapat mencapai prestasi antara 70-80 persen. Tetapi usaha untuk mengetahui tahap kemampuan awal siswa sebelum belajar jarang dilakukan. Oleh sebab itu tidak ada bukti adanya kemajuan belajar siswa. Tes awal (pretest) memberikan gambaran tentang tahap kemampuan awal sebagai dasar untuk mebandingkan kemampuan siswa sebelum dan sesudah belajar. Jika tes awal digunakan untuk mengetahui dasar perbandingan, butir- butir soal harus ekuivalen dengan postes.

3) Menunjukkan kemamapuan siswa saat ini

Tes awal sangat membantu seorang guru untuk mengetahui tahap pengetahuan dan keterampilan siswa sebelum belajar materi pelajaran tertetu. Sebuah tes awal dapat memberikan data yang jelas dan teliti mengenai kebutuhan siswa berkaitan dengan materi pelajaran. Jika pretes dapat dilakukan dengan baik guru dapat mengajarkan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa.

3. Penelitian Kelas Berkenaan dengan Proses Pembelajaran Anak Tunanetra

Dalam dokumen Penelitian PLB [Edisi 2] (Halaman 117-120)