BAB I PENDAHULUAN
1.6. Metode penelitian
1.6.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu yang bertujuan untuk menjelaskan secara terperinci bagaimana terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kedudukan anak perempuan dalam keluarga Batak Toba yang pada akhirnya berhasil memperoleh kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk maju. Anak perempuan telah banyak yang berhasil dalam pendidikan dan sudah mulai diberikan warisan oleh orang tuanya.
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data tentang terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen di desa Pollung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan. Data yang diperlukan dikumpulkan dari para informan dengan melakukan pendekatan terhadap para informan yang dianggap perlu dalam kelengkapan skripsi ini.
Supaya memperkuat data yang ada, penulis melakukan pencarian dan pencatatan data melalui dokumen-dokumen dari kantor kepala desa Pollung. Selain data dari kantor kepala desa Pollung, penulis juga melakukan pencatatan dari buku-buku, artikel dan internet yang berhubungan dengan budaya Batak Toba dan yang berkaitan dengan perubahan perlakuan terhadap anak perempuan.
Pengamatan dilakukan dengan cara melihat bagaimana sikap dan reaksi para informan pada saat penulis melakukan wawancara dengan informan. Penulis melihat para informan dalam memberikan informasi dengan beragam reaksi. Ada informan yang santai serta terbuka dalam memberikan informasi, ada yang gugup,
gelisah dan ada juga yang secara cetus dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penulis. Informan yang santai memberikan informasi adalah mereka yang mengerti dan paham akan keperluan penulis, sedangkan sebagian informan gugup dan gelisah adalah karena mereka merasa takut dan segan untuk memberikan informasi.
Penulis melihat adanya kesamaan pekerjaan antara laki-laki dengan perempuan saat di luar rumah. Sumber penghasilan masyarakat adalah pertanian. Sebagian besar masyarakat bekerja di sawah dan di ladang. Penulis melihat laki-laki dengan perempuan baik yang remaja sampai dewasa bahkan yang sudah tua sama-sama pergi ke ladang dan melakukan pekerjaan yang sama. Sementara di rumah yang berperan adalah perempuan secara umum dan laki-laki hanya membantu dengan keinginannya sendiri.
Pengamatan dilakukan terhadap hubungan antara suami dengan istri, anak laki-laki dengan anak laki-laki, anak laki-laki dengan saudara perempuan, anak perempuan dengan anak perempuan, ayah dengan anak laki-laki, ayah dengan anak perempuan serta ibu dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan. Penulis mengamati hubungan yang terjadi diantara sesama anggota keluarga guna memperkuat informasi dari para informan.
Wawancara dalam penelitian ini merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh informasi yang diperlukan guna kelengkapan data penelitian. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh sebanyak mungkin data tentang bagaimana cara memperlakukan anak perempuan dalam masyarakat yang mengarah pada terjadinya perubahan. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan alat tulis untuk mencatat hasil wawancara dalam hal menghindari terjadinya kelupaan data yang diperoleh dalam menulis hasil laporan.
Wawancara mendalam dilakukan dengan kepala desa Pollung. Penulis mengetahui siapa-siapa saja orang yang mengerti akan adat Batak Toba dari kepala desa. Penulis juga melakukan wawancara kepada para orang tua yang memiliki anak laki-laki dengan anak perempuan yang anak-anaknya sudah ada yang tamat dari SMU. Selain itu wawancara juga dilakukan kepada anak laki-laki dan anak perempuan yang sudah duduk di bangku SMU, Perguruan Tinggi bahkan yang sudah bekerja. Dari lembaga keagamaan penulis mengambil seorang informan yaitu Pendeta GKPI yang memberikan informasi tentang budaya Batak Toba secara tertulis dan pada prakteknya.
Wawancara dilakukan kepada informan pangkal. Informan pangkal yang penulis jadikan adalah kepala desa dan para penetua adat. Dari kepala desa diperoleh keterangan atau data-data yang berhubungan dengan penduduk, tingkat pendidikan masyarakat serta perbandingan antara anak laki-laki dengan anak perempuan berdasarkan tingkat pendidikan. Sedangkan dari para penetua adat diperoleh informasi yang berhubungan dengan nilai budaya Batak Toba serta pelaksanaannya.
Informan kunci yaitu anak perempuan mulai dari yang sudah duduk di bangku SMU sampai Perguruan tinggi. Selain itu yang dijadikan sebagai informan kunci yaitu orang tua yang menyekolahkan anak perempuannya sampai Perguruan Tinggi.
Wawancara dilakukan juga terhadap informan biasa. Informan biasa dipilih dari antara masyarakat Pollung. Wawancara dilakukan terhadap informan
biasa ini adalah untuk melengkapi data yang telah diperoleh guna memperkuat data yang sudah ada. Wawancara dilakukan beberapa kali sampai penulis merasa data yang diperlukan sudah diperoleh dari para informan. Wawancara dihentikan saat informasi yang didapat sudah berulang-ulang.
1.7. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisa kembali secara kualitatif. Proses analisis data pada penelitian ini dimulai dengan menelaah keseluruhan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara serta studi kepustakaan. Lalu disusun secara sistematis agar lebih mudah dipahami.
Data yang diperoleh dari kepala desa adalah merupakan data awal yang sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Data yang diperoleh itu adalah data-data yang berhubungan dengan penduduk, tingkat pendidikan masyarakat serta perbandingan antara anak laki-laki dengan anak perempuan berdasarkan tingkat pendidikan. Sedangkan data yang diperoleh dari para orang tua yang telah menyekolahkan anak-anaknya sampai ke Perguruan Tinggi adalah tentang bagaimana cara memperlakukan anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan data yang diperoleh dari masyarakat sekitar dipergunakan sebagai informasi tambahan.
Penulisan laporan dilakukan sesuai data yang diperoleh sampai akhir penelitian. Keseluruhan data yang diperoleh akan diklasifikasikan berdasarkan kategori-kategori tertentu yaitu mengenai proses terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba serta dampak dari perubahan tersebut.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Sejarah Singkat Desa Pollung
Desa Pollung merupakan desa yang telah lama berdiri yaitu pada tahun 1942 yang didirikan oleh marga Banjar Nahor. Nama Pollung dalam bahasa Batak Toba berarti berkumpul. Pollung disahkan menjadi nama desa ini karena desa ini sering digunakan oleh masyarakat untuk tempat pertemuan atau perkumpulan.
Masyarakat dari berbagai desa sering melakukan pertemuan di desa ini, jika ada sesuatu yang harus dibicarakan terutama mengenai masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Bukan hanya tempat berdiskusi dari berbagai desa saja, tetapi juga berbagai macam marga. Hal tersebutlah yang menjadikan masyarakat sepakat membuat nama desa ini Pollung. Sesuai dengan nama tersebut menurut pengertian masyarakat Batak Toba adalah berdiskusi dan bermusyawarah.
Pada masa penjajahan para penetua adat atau orang-orang yang dituakan, yang merupakan orang tua di desa Pollung sering mengadakan pertemuan. Biasanya para penetua tersebut berkumpul untuk mendiskusikan berbagai macam masalah yang terjadi di desa ini. Para penetua mencari jalan untuk mengatasi masalah itu. Misalnya: menyelesaikan sengketa dan perselisihan bila ada warga desa yang bermasalah dengan orang lain di luar wilayahnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar desa Pollung tetap aman dan terwujud suatu ketentraman dan kedamaian.
Setelah diadakannya pemekaran wilayah pada tanggal 28 Juli 2003, desa Pollung mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari dipindahkannya Ibukota Kecamatan Pollung ke desa Hutapaung. Desa ini juga dulunya mempunyai sebuah pasar untuk berbelanja yang dilaksanakan setiap sekali dalam satu minggu. Nama pasar ini disebut oleh masayarakat dengan sebutan Onan Pollung. Sekarang lokasi pasar tersebut telah pindah ke kota Dolok Sanggul. Perubahan dalam bentuk administrasi desa juga ada, dimana desa ini menjadi mandiri dan dapat mengatur sendiri kegiatan serta sistem administrasinya.
Desa Pollung dulunya memiliki 4 dusun. Atas keputusan bersama yaitu antara warga dengan kepala desa, maka desa ini menjadi 3 dusun. Pusat pemerintahannya berada di dusun 1 yaitu Lumban Siantar. Sementara satu dusun yang yang telah dipisahkan dari ketiga dusun ini telah menjadi sebuah desa baru yang dipimpin oleh seorang kepala desa baru.
2.2. Letak Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Pollung
Desa Pollung merupakan daerah yang berada di wilayah Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Propinsi Sumatera Utara. Desa Pollung adalah salah satu dari beberapa desa yang ada di Kecamatan Pollung.
Desa Pollung ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: -Sebelah Utara berbatasan dengan desa Ria-ria
-Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Sipituhuta -Sebelah Barat berbatasan dengan desa Hutapaung -Sebelah Timur berbatasan dengan desa Parsingguran I.
Secara administratif Desa Pollung dibagi atas 3 dusun. Dusun I terdiri dari: Lumban Siantar, Sosor Panambohan, Lumban Tonga, Huta Baringin, Sosor Nagugun, Pangkirapan, Tapian Nauli, Lumban Sinaga, Sitabo-tabo. Dusun II terdiri dari: Huta Godang, Huta Bolon, Sosor Dolok-dolok, Toga Dalan Nauli. Dusun III terdiri dari: Tornauli, Lumban Dolok, Sosor Sahala, Sosor mangulahi. Setiap Dusun dikepalai oleh seorang kepala dusun yang dipilih oleh kepala desa atas persetujuan warga desa.
Sebelum dilaksanakannya pemekaran wilayah pada tanggal 28 Juli 2003, kondisi jalan sangat buruk sekali. Pada musim panas jalan penuh dengan debu, yang membuat para pejalan kaki kotor karena debu. Sementara pada musim hujan, jalan itu berlumpur. Saat jalan berlumpur, maka sangat susah dilewati oleh angkot serta membuat para pejalan kaki kotor.
Setelah pemekaran, desa Pollung mengalami banyak perubahan. Perubahan yang terjadi juga termasuk salah satunya pada jalan. Jalan menuju desa Pollung sudah beraspal. Angkotpun sudah berjalan dengan lancar. Para pejalan kaki tidak pernah mengeluh lagi seperti waktu jalan dalam keadaan rusak.
Desa Pollung merupakan daerah dataran rendah. Desa Pollung juga masih banyak dijumpai rawa, sehingga sangat cocok dijadikan untuk tempat bercocok tanam seperti: tanaman padi, tanaman kopi dan sebagainya. Potensi sumber daya alam berdasarkan iklim yang dimiliki desa Pollung adalah iklim tropis, sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Wilayah Desa Pollung memiliki curah hujan rata-rata 2500 Mm, sehingga dalam setahun musim hujan terjadi selama 4 bulan. Suhu rata-rata harian yang dimiliki desa Pollung adalah ± 180C. Desa
Pollung ini terletak di atas tanah yang memiliki ketinggian ± 1450 m dari permukaan laut.
Areal desa Pollung adalah seluas ± 350.5 Ha. Areal ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh warga desa untuk kepentingan hidup mereka. Areal ini memberikan banyak manfaat, sesuai fungsi areal yang cocok untuk digunakan. Pemanfaatan areal ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1
Pemanfaatan Areal Tanah Desa Pollung
No. Pemanfaatan Tanah Luas (Ha) Persentase
01 Sawah 125 35,6 02 Perkebunan Rakyat 75 21,3 03 Perkuburan 1 0,3 04 Tanah Wakaf 3 0,8 05 Ladang 75 21,4 -6 Tegalan 10 2,9 07 Rawa 5 1,5 08 Jalan 1,5 0,5 09 Bangunan 5 1,5 10 Pemukiman 48 13,6 11 Lain-lain 2 0,6 Jumlah 350,5 100
Sumber: Kantor Kepala Desa Pollung Tahun 2006
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, menunjukkan bahwa wilayah Desa Pollung ini sebagian besar adalah terdiri dari persawahan yaitu: 125 Ha yakni 35,6 %. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian yang utama masyarakat Desa Pollung. Masyarakat Desa Pollung pada umumnya hidup dari hasil pertanian yaitu sawah, tanaman kopi serta palawija. Desa Pollung memiliki luas perkebunan 75
Ha yaitu 21,3 %, dimana areal tanah lebih luas digunakan untuk areal persawahan dan perkebunan rakyat.
Ada dua jalan untuk menuju Desa Pollung yaitu: lewat Berastagi dan lewat Siantar. Penulis hanya lewat jalan Berastagi, kalau pergi ke Desa Pollung, dengan alasan dapat ditempuh dengan waktu yang lebih singkat dari pada lewat Siantar. Menuju Desa Pollung dari kota Medan harus melewati: Berastagi, Kabanjahe dan Sumbul.
Jarak dari kota Medan ke Desa Pollung adalah sejauh 330 Km. Lama tempuh perjalanan dari kota Medan ke Desa Pollung ± 6 jam. Kondisi jalan menuju Desa Pollung sudah beraspal. Alat transportasi khusus menuju Desa Pollung dari Medan tidak tersedia yang ada hanya Sampri dan Sanggulmas serta BTN. Bus tersebut hanya sampai ke kota Dolok Sanggul. Besar ongkos dari Medan ke Dolok Sanggul adalah Rp. 35.000. Ongkos dari Dolok Sanggul ke Desa Pollung sebanyak Rp. 5.000. Desa Pollung memiliki jarak 2 Km dari pusat pemerintahan Kecamatan, sedangkan dari ibukota Kabupaten berjarak 12 Km.
2.3. Komposisi Penduduk Desa Pollung
Penduduk Desa Pollung berjumlah 1647 jiwa yang terdiri dari 347 KK (Kepala Keluarga). Penduduk laki-laki berjumlah 757 jiwa, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 890 jiwa. Secara keseluruhan penduduk Desa Pollung adalah beretnis Batak Toba. Penduduk Desa Pollung hanya terdiri dari dua agama yang dianut, yaitu agama Kristen Protestan dan agama Kristen Khatolik. Komposisi penduduk Desa pollung dapat dijelaskan berdasarkan kelompok jenis kelamin, umur, suku bangsa, agama, pendidikan serta mata pencaharian.
2.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Desa Pollung memiliki jumlah penduduk sebanyak 1647 jiwa, yang terdiri dari 347 KK (Kepala Keluarga). Komposisis penduduk Desa Pollung berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 757 46
2 Perempuan 890 54
Jumlah 1647 100
Sumber: Kantor Kepala Desa Pollung Tahun 2006
Berdasarkan tabel 2.2 di atas, terlihat bahwa penduduk Desa Pollung berjumlah 1647 jiwa. Dimana jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 757 jiwa yaitu 45,9 %, sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 890 jiwa yaitu 54,1 %.
2.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur
Desa Pollung memiliki jumlah penduduk sebanyak 1647 jiwa, yang terdiri dari 347 KK (Kepala Keluarga). Mayoritas penduduk Desa Pollung adalah bersuku bangsa Batak Toba. Komposisi penduduk dapat dilihat secara terperinci pada tabel berikut.
Tabel 2.3
Komposisi Penduduk berdasarkan Umur
No. Umur Jumlah Persentasi
1 0-4 70 4,3 2 5-9 127 7,7 3 10-15 352 21,4 4 16-20 181 11 5 21-24 162 9,8 6 25-45 640 38,9 7 46-54 75 4,5 8 55 keatas 40 2,4 Jumlah 1647 100
Sumber: Kantor Kepala Desa Pollung Tahun 2006
Berdasarkan tabel 2.3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk menurut umur yang terbesar adalah golongan umur 25 sampai 45 tahun yaitu dengan jumlah penduduk 640 jiwa yaitu 38,9 %. Penduduk pada usia ini adalah tergolong pada usia produktif dengan usia muda dan masih aktif untuk bekerja. Urutan yang kedua yaitu pada golongan umur 10 sampai 15 tahun dengan jumlah penduduk 352 jiwa yaitu: 21,4 %. Sedangkan urutan yang terkecil adalah penduduk golongan umur 55 tahun ke atas dengan jumlah penduduk 40 jiwa yaitu 2,4 %.
2.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa
Penduduk Desa Pollung adalah homogen dimana penduduknya adalah mayoritas suku bangsa Batak Toba. Mayoritas penduduk desa Pollung adalah bermarga Marbun Banjar Nahor dan Marbun Lumban Gaol. Adapun marga lain
yang tinggal di desa ini, pada umumnya adalah warga pendatang yang disebabkan oleh beberapa faktor.
Keberadaan marga lain disebabkan karena proses perkawinan dan pekerjaan. Misalnya: laki-laki marga lain yang memperistri anak perempuan desa ini, dimana mereka tinggal menetap di desa ini yang sering disebut dengan sonduk hela. Artinya: laki-laki dari kelompok kerabat lain menikahi anak perempuan dari Desa Pollung, kemudian si perempuan tidak tinggal di kelompok kerabat laki-laki melainkan si laki-lakilah yang tinggal di kelompok kerabat perempuan dan menetap di desa ini.
Selain karena faktor perkawinan ada juga karena faktor pekerjaan. Marga lain yang tinggal di desa Pollung karena faktor pekerjaan adalah karena dia seorang guru atau berprofesi dibagian kesehatan. Warga yang ditempatkan menjadi tenaga pengajar di desa ini, harus tinggal dan hidup di desa ini juga dan terhitung sebagai anggota masyarakat desa ini selama waktu yang telah ditentukan. Sebagai contoh: bapak W. Sinaga. Mereka tinggal di desa Pollung karena ditugaskan sebagai tenaga pengajar, tetapi setelah tiba waktu pekerjaannya selesai maka mereka akan pindah dari desa ini.
2.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Penduduk Desa Pollung secara keseluruhan adalah beragama Kristen yaitu: Kristen Protestan dan Kristen Khatolik. Di desa ini terdapat 1 buah bangunan gereja Khatolik dan 3 buah bangunan gereja Protestan yaitu: gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), gereja GKPI (Gereja Kristen Protestan Indonesia) dan gereja HKI (Huria Kristen Indonesia).
Komposisi penduduk Desa Pollung berdasarkan agama yang dianut secara terperinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No. Jenis Agama Jumlah Persentase 1 Agama Kristen Protestan 1351 82 2 Agama Kristen Khatolik 296 18
Jumlah 1647 100
Sumber: Kantor Kepala Desa Pollung Tahun 2006
Berdasarkan tabel 2.4 di atas, dapat dilihat bahwa penduduk Desa Pollung hanya menganut agama Kristen Protestan dan agama Kristen Khatolik. Dapat dilihat pada tabel, bahwa sebagian besar penduduk Desa Pollung menganut agama Kristen Protestan dengan jumlah 1351 jiwa yaitu 82 %, sedangkan penduduk yang menganut agama Kristen Khatolik adalah 296 jiwa yaitu 18 %.
2.3.5. komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
pendidikan merupakan hal yang paling penting pada masa sekarang ini. Pendidikan dijadikan faktor yang sangat penting bagi kehidupan dimasa depan. Berdasarkan pendidikan seseorang dapat menjadi sukses. Dulunya masyarakat desa Pollung tidak begitu mementingkan pendidikan. Pendidikan hanya ditujukan pada anak laki-laki saja. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya tingkat penghasilan masyarakat Pollung. Sekarang terlihat adanya perubahan cara memperlakukan anak perempuan dalam pendidikan. Anak perempuan dengan anak laki-laki mendapat perlakuan yang sama dalam pendidikan.
Adapun komposisi penduduk Desa Pollung berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah Persentase
1 Tidak Sekolah 46 3,1
2 Tidak Tamat SD 147 9,9
3 Tamat SD 268 18
4 Tidak Tamat SLTP 143 9,6
5 Tamat SLTP 255 17,1
6 Tidak Tamat SLTA 105 7,1
7 Tamat SLTA 256 17,2
8 D1-D3 215 14,4
9 Sarjana 54 3,6
Jumlah 1489 100
Sumber: Kantor Kepala Desa Pollung Tahun 2006
Berdasarkan tabel 2.5 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Desa Pollung terbesar adalah tamat Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah 268 jiwa yaitu sebesar 18 %. Mereka yang masuk dalam jumlah ini adalah kebanyakan para orang tua yang berumur 46 tahun ke atas. Pnyebab hal ini adalah karena pada saat itu biaya tidak memungkinkan untuk mendapat pendidikan. Pada masa ini hanya anak laki-laki yang diusahakan untuk sekolah, sedangkan anak perempuan kebanyakan tidak tamat SD dan membantu orang tua bahkan tidak sekolah sama sekali. Berdasarkan tabel diatas juga dapat dilihat jumlah penduduk Desa Pollung terkecil mengecap pendidikan adalah pada jenjang pendidikan sarjana dimana, hanya terdapat 54 jiwa yaitu sebesar 3,6 %.
Pendidikan di desa ini sudah cukup baik pada saat ini. Di tingkat Sekolah Dasar tiap kelas diajar oleh satu orang guru, namun khusus untuk Bahasa Inggris belum ada. Katanya sudah sempat diterapkan pelajaran Bahasa Inggris lama kelamaan tidak diterapkan lagi. Sedangkan untuk anak sekolah SLTP sudah memiliki satu orang guru dalam setiap bidang studi, bahkan ada yang dua orang dalam satu bidang studi.
Berdasarkan tabel diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat Desa Pollung sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan masa depan. Penduduk Desa Pollung telah banyak yang menduduki bangku perkuliahan walaupun masyarakatnya masih hidup sederhana. Penduduk Desa Pollung telah menunjukkan ungkapan orang Batak yaitu: anakkonki do hamoraon di au (anakku merupakan kekayaan bagi hidupku). Orang tua akan berjuang untuk pendidikan anak-anaknya walaupun keadaan orang tua adalah sederhana.
2.3.6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Penduduk desa Pollung mempunyai mata pencaharian yang beragam. Sebagian besar sumber mata pencaharian penduduk Desa Pollung adalah dari hasil pertanian. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian yang utama di Desa Pollung. Penduduk desa tersebut ada juga yang bekerja sebagai pegawai negari, pedagang dan lain-lain. Sumber mata pencaharian penduduk Desa Pollung akan dijelaskan secara terperinci pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
1 Petani 650 90,5
2 PNS 39 5,4
3 Pedagang 12 1,7
4 Swasta 17 2,4
Jumlah 718 100
Sumber: Kantor Kepala Desa Pollung Tahun 2006
Berdasarkan tabel 2.6 di atas, dapat dilihat bahwa sumber mata pencaharian penduduk yang paling besar adalah hidup sebagai petani dengan jumlah 650 jiwa yaitu 90,5 %. Hal ini disebabkan karena Desa Pollung merupakan daerah pertanian. Masyarakat Desa Pollung hidup dari hasil pertanian yaitu: persawahan, tanaman kopi dan palawija. Pada urutan kedua, sumber mata pencaharian penduduk desa ini adalah sebagai pegawai negeri. Di desa ini juga terdapat masyarakat pembuat meja, kursi dan jendela yang dijadikan sebagai sumber mata pencahariannya. Urutan terakhir yaitu pada masyarakat yang bersumber mata pencaharian sebagai pedagang.
Setiap hari para pedagang ini menjajakan dagangannya di depan rumahnya sendiri. Setiap orang yang ingin berbelanja harus datang ke rumah pedangang. Sekali seminggu yaitu pada hari Jumat para pedagang ini pergi ke kota Dolok Sanggul untuk berjualan. Sekaligus untuk berbelanja supaya ada bahan persediaan dagangannya seminggu kemudian di rumahnya.
2.4. Pola Pemukiman
Pemukiman penduduk di Desa Pollung tidak terlalu rapat atau padat. Pola pemikiman penduduk di desa ini merupakan suatu kesatuan yang pada umumnya berada dalam kompleks desa secara mengelompok. Letak rumah penduduk didalam desa perkampungan saling berdekatan. Sebagian dari rumah-rumah tersebut berjejer secara teratur dan menghadap jalan. Sebagian lagi bangunan rumah itu secara berkelompok yang terdiri dari dua baris yang saling