• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III NILAI BUDAYA MASYARAKAT YANG

3.3. Wujud Nilai Budaya Masyarakat Batak Toba

Nilai budaya merupakan aturan-aturan yang dijadikan sebagai pendorong apa yang pantas kita lakukan dan yang tidak pantas kita lakukan. Setiap nilai budaya terkandung didalamnya tujuan hidup masyarakatnya. Setiap manusia yang hidup pasti akan mempunyai sebuah tujuan dalam dirinya yang berasal dari alam pikirannya. Masyarakat yang hidup dalam satu budaya tertentu juga demikian.

Sebuah masyarakat yang hidup berkelompok, pastinya mempunyai tujuan hidup yang merupakan nilai budaya yang harus diwujudkan. Seseorang harus selalu berusaha untuk mewujudkan tujuan hidupnya walaupun dengan cara yang sangat sulit dan dengan pengorbanan.

Tujuan hidup merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat. Masyarakat Batak Toba juga mempunyai tujuan hidup yang sudah menjadi bagian dari budayanya. Berdasarkan nilai budaya, masyarakat Batak Toba harus mewujudkan tiga tujuan hidup yaitu: Hagabeon, Hamoraon dan Hasangapon. Setiap masyarakat Batak Toba selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup ini dan telah terwarisi terhadap setiap generasi berikutnya (Irianto, 2003: 12).

Ketiga tujuan hidup masyarakat Batak Toba ini akan dijelaskan selanjutnya. Tujuan hidup ini dijadikan sebagai sumber aspirasi setiap orang dalam jalannya sebuah keluarga. Tujuan hidup ini mempengaruhi hak dan kewajiban setiap orang dalam sebuah keluarga. Hak dan kewajiban ini nantinya juga akan mempengaruhi tingkah laku setiap anggota keluarga, yang juga akan menentukan sikap yang pantas bagi setiap anggota keluarga sesuai dengan posisi dalam keluarga tersebut.

3.3.1. Hagabeon

Hagabeon bagi masyarakat Batak Toba diartikan diberkati karena keturunan. Masyarakat Batak Toba sangat mengharapkan bahwa keturunan harus terus berlanjut. Supaya keturunan dapat terus berlanjut, maka harus dikaitkan dengan prinsip patrilineal yang merupakan prinsip keturunan masyarakat Batak Toba. Silsilah marga hanya dapat diturunkan atau dilanjutkan oleh anak laki-laki

saja. Supaya tujuan hidup hagabeon terwujud, maka masyarakat Batak Toba harus mempunyai keturunan anak laki-laki yang menjadi penerus keturunan. Semakin banyak anak laki-laki, maka semakin baik bagi keluarga Batak Toba.

Anak merupakan hal yang terpenting bagi masyarakat Batak Toba. Anak laki-lakilah yang dapat dijadikan sebagai ukuran kebahagiaan bagi sebuah keluarga. Sebuah keluarga akan merasa kesunyian dan selalu resah tanpa kehadiran seorang anak. Bukan hanya karena tidak mendapatkan sumber kebahagiaan, tetapi juga karena mereka merasa malu pada anggota masyarakat yang lain. Keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki akan dianggap kurang sempurna. Keluarga tersebut juga akan merasa takut kalau silsilahnya akan terputus dan tidak mempunyai generasi lagi. Keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki berarti belum menjadi keluarga sempurna (tidak gabe). Keluarga yang telah dilengkapi dengan kehadiran anak laki-laki berarti keluarga tersebut sudah mencapai hagabeon.

3.3.2. Hamoraon

Hamoraon dalam arti yang sebenarnya adalah kekayaan yang dihubungkan hanya dengan harta benda milik seseorang yang dijadikan sebagai pengukur kemakmuran. Secara tradisional bagi masyarakat Batak Toba pngertian hamoraon tersebut berbeda sesuai budaya mereka. Masyarakat Batak Toba mengartikan hamoraon adalah bukan hanya kekayaan material saja tetapi dihubungkan dengan anak yang mereka miliki.

Hamoraon bagi masyarakat Batak Toba adalah mengacu pada anak laki-laki yang mereka miliki. Masyarakat yang mempunyai anak laki-laki-laki-laki sudah

merasa dirinya kaya dan tidak akan merasa malu lagi bergaul sama anggota masyarakat yang lain. Mereka akan disenangi oleh anggota masyarakat. Hal ini dapat digambarkan dengan ungkapan ” anakkonki do hamoraon di au”. Artinya adalah masyarakat Batak Toba menganggap anak laki-laki itu adalah kekayaan dalam dirinya. Tidak ada kekayaan yang melebihi kehadiran anak laki-laki. Selain ungkapan tersebut ada juga ungkapan ” banyak anak banyak rejeki”. Artinya, semakin banyak anak laki-laki yang dimiliki, maka keluarga tersebut akan merasa dirinya semakin kaya dan bahagia. Kehadiran anak laki-laki dalam sebuah keluarga akan menjadi awal kebahagiaan bagi mereka.

3.3.3. Hasangapon

Hasangapon sama artinya dengan kehormatan. Pada masyarakat Batak Toba sumber kehormatan bukan hanya karena kekayaan yang dimiliki. Keluarga masyarakat Batak Toba akan dihormati dan akan terpandang ditengah-tengan masyarakat, jika mempunyai harta sekaligus anak laki-laki. Anak laki-laki dapat mengangkat nama baik keluarganya.

Seseorang akan lebih dihormati dalam masyarakat, apabila orang tersebut sudah kaya serta mempunyai keturunan laki-laki. Seseorang juga akan lebih dihormati lagi apabila anaknya telah berhasil dalam pendidikan. Anak yang telah berhasil dalam pendidikan akan menjadi kebanggaan orang tua. Orang tua yang mempunyai anak yang berhasil terutama dalam pendidikan akan disegani dalam masyarakat. Penilaian ini bukan dari dalam diri orang yang dihormati, tetapi berasal dari orang lain. Semakin tinggi seorang anak dalam pendidikan, akan

semakin baik budi bahasa si anak dan semakin disenangi oleh anggota masyarakat.

Menurut Zulkarnaen (1995: 23) anak adalah: semua yang lahir dari seorang ibu sebagai hasil konsepsi antara suami istri, biasanya melalui perkawinan yang sah atau hukum yang berlaku. Ketiga pandangan hidup di atas bukan mengacu pada baik anak laki-laki maupun anak perempuan melainkan hanya mengacu pada anak laki-laki saja. Hal ini disebabkan oleh budaya patrilineal masyarakat Batak Toba. Adanya pandangan anak laki-laki yang selalu terpenting bagi masyarakat Batak Toba, telah terwarisi dari generasi ke generasi berikutnya dan sulit untuk berobah.

Tujuan hidup ini dipandang oleh orang Batak sebagai sesuatu yang sangat berharga yang harus diwujudkan. Ketiga tujuan hidup itu sangat dihubungkan terhadap pendidikan. Bagi masyarakat Batak Toba, pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kemakmuran. Berdasarkan hal itulah masyarakat Batak Toba selalu mengusahakan anak laki-laki yang harus menginjakkan kaki di bangku pendidikan.

3.4. Kedudukan Anak Laki-laki dan Anak Perempuan pada Adat Budaya

Dokumen terkait