• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Tema 1: Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi 73

pencegahan infeksi, pendataan kejadian infeksi dan mencegah terjadinya infeksi.

a. Monitoring evaluasi pencegahan infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 (tiga) informan menyatakan bahwa tugas selaku tim PPI adalah terkait dengan surveilans di ruang-ruang perawatan atau langsung observasi kepada pasien. Studi dokumen didapatkan adanya jadwal monitoring yang dilakukan oleh IPCN dan pembagian ruangan

74 monitoring. Pernyataan informan diantaranya diungkapkan sebagai berikut :

“Kalau fungsi peran PPI itu, dalam buku pedoman manajer ada 17, setiap hari mengawasi keadaan di RS tentang PPI, penerapan SOP, banyak sih banyak sekali kalau peran PPI, surveilans, audit, monitoring, paling banyak tentang audit, cuci tangan, monev APD, semua tentang penerapan kewaspadaan isolasi” (CN03/H).

“… mendata kasus-kasus phlebitis, inoks, sampah medis non medis sama masalah-masalah PPI seperti kebersihan itukan masuk dalam PPI”

(CLN02/As)

b. Pendataan kejadian infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan 9 (Sembilan) informan menyatakan bahwa tugas sebagai PPI yang dikerjakan selama ini adalah melakukan pencatatan kejadian infeksi di ruangan, setiap hari melakukan pencatatan tindakan-tindakan invasive yang dilakukan kepada pasien, dengan observasi langsung kepada pasien atau dengan melihat data pada buku status pasien yang dicatat oleh perawat jaga pada saat itu. Informan juga menyatakan bahwa beberapa kasus yang sering mereka catat adalah misalnya kasus-kasus plebhitis, memantau pemasangan dan pelepasan infus pada pasien, pemasangan kateter. Selain itu sebagian besar atau 12 informan menyatakan mereka juga bertugas memantau pemilahan sampah infeksius dan non infeksius, dengan memberikan pemahaman kepada perawat di ruangan atau

75 mahasiswa praktek. Studi dokumen didapatkan adanya formulir pendataan kejadian phlebitis, pemasangan kateter, dan infeksin nosocomial lainnya. Formulir tersebut digunakan oleh IPCLN untuk melakukan pendataan setiap hari. Penyataan informan diantaranya diungkapkan sebagai berikut :

“IPCLN itu PPI, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Terkait lagi bagaimana kita melayani pasien tidak terjadi infeksi nosokomial, terkait dengan pertama APD, kemudian pemilahan sampah infeksius dan non infeksius. Kebersihan ruangan, tentang alat-alat. Kalau misalnya sudal dipakai, rendam alat dengan cairan klorin dan masuk di tempat yang steril atau non steril” (CLN06/B).

“Setiap hari dilakukan, ada memang dalam status pasien ada itemnya. Misalnya bagaimana keadaan infusnya pasien sekarang, masih bagus toh, fiksasi masih aman cek. Atau ada plebhitis merah sekali atau tidak atau mau dilepas dicentang di itemnya, dicatat karena apa kalau lepas sendiri, catat juga. Itu dilakukan setiap hari jalan atau liat status pasien”

(CLN05/H)

“Mengawasi semua eee apa tentang infeksi apa, pencegahan infeksi mulai dari infus pemasangan infus yang plebhit atau tidak, kateter yang mungkin biasanya kan ada bermasalah, penanganan sampah.

Saya kumpulkan data tiap hari, cek pasien yang terpasang infus, terpasang kateter, saya mendata kapan pemasangannya, lihat tanda-tandanya dan ad plebhit atau tidak. Kalau kateter penempatannya sesuai atau tidak, jumlah urin keluaran dengan masuknya cairan. (CLN04/Bi)

c. Mencegah terjadinya infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan 2 (dua) informan menyatakan bahwa tugas yang mereka lakukan selaku tim PPI adalah memastikan tidak terjadinya infeksi di ruangan, dengan beberapa

76 cara yang dilakukan misalnya memastikan penggunaan APD (alat pelindung diri) perawat saat melakukan tindakan dan selalu memberikan edukasi tentang infeksi kepada perawat yang bertugas.

Pernyataan informan diantaranya diungkapkan sebagai berikut :

“IPCLN itu PPI, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Terkait lagi bagaimana kita melayani pasien tidak terjadi infeksi nosokomial, terkait dengan pertama APD, kemudian pemilahan sampah infeksius dan non infeksius. Kebersihan ruangan, tentang alat-alat. Kalau misalnya sudal dipakai, rendam alat dengan cairan klorin dan masuk di tempat yang steril atau non steril” (CLN06/B).

“itu tidak mesti bilang harus saya, misalnya memberi HE ke teman-teman” (CLN02/As)

2. Tema 2 : Peningkatan pengetahuan tentang infeksi

Tema ini dibentuk dari satu sub tema yaitu peningkatan pengetahuan tentang infeksi.

a. Peningkatan pengetahuan tentang infeksi

Hasil penelitian ini menunjukkan 7 (Tujuh) informan menyatakan bahwa mereka jadi lebih mengetahui tentang infeksi setelah terlibat dalam tim PPI, karena untuk menjadi anggota tim PPI atau sebagai IPCLN informan menyatakan mereka mengikuti pelatihan-pelatihan tentang PPI. Selain menambah pengetahuan tentang cara pencegahan dan pengendalian infeksi kepada pasien, informan juga bisa lebih waspada terhadap infeksi diri sendiri. Pertukaran informasi juga terjadi antara informan dengan perawat lainnya, pengetahuan yang

77 dimiliki informan dibagikan kepada perawat yang ada di ruangan. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“banyak, itu kalau misalnya yang terkena jarum. Pernah ada mahasiswa terkena, ada bagusnya kita bisa protek diri, kita juga bisa memberi HE pada teman-teman, mahasiswa.

Protek dirilah namanya dan memberi HE sama teman-teman” (CLN02/As)

“Pengetahuan pasti ada bertambah, dari tidak tahu menjadi tahu tentang bagaimana keselamatan pasien untuk pencegahan infeksi.

Seperti itu.” (CLN01/V)

“banyak, banyak sekali. Banyak dukanya, dukanya itulah bagaimana saat kita memberikan saat sharing teman-teman di belakang, bagaimana pencegahan infeksinya.

Iya ada yang menerima dengan baik, ada juga yang mungkin belum paham, yah begitulah.

Step by step by. (CN01/N) 3. Tema 3 : Manfaat pelaksanaan PPI

Tema ini dibentuk dari dua sub tema yaitu bermanfaat untuk petugas kesehatan dan bermanfaat untuk pelayanan

a. Bermanfaat untuk petugas kesehatan

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan menyatakan bahwa manfaat pelaksanaan PPI dapat menambah pengetahuan terkait dengan infeksi, sehingga dalam pelaksanaan dalam kegiatan bisa lebih efektif. Pengetahuan yang dimiliki berasal dari pelatihan yang dilakukan dan ataupun hasil berbagi pengetahuan bersama dengan petugas PPI lainnya.

Dari hasil penelitian ini 2 (dua) informan menyatakan bahwa

78 pengetahuan yang mereka miliki tentang infeksi bermanfaat bagi diri sendiri bukan hanya pada pelaksanaan kegiatan PPI, tapi juga membuat proteksi diri meningkat sehingga bisa lebih terhindar dari infeksi yang bisa tertular kepada diri sendiri.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“Karena IPCN itu mengurusi semua ruangan, semua instalasi, jadi saya lebih banyak tahu tentang penanganan infeksi di tiap ruangan, pengetahuan saya bertambah” (CN03/H)

“…Protek dirilah namanya dan memberi HE kepada teman-teman” (CLN02/As)

“Mungkin kita lebih waspada diri terhadap infeksi, lebih hati-hati” (CLN05/H)

“Pengetahuan pasti ada bertambahlah dari tidak tahu menajadi tahu tentang bagaimana pencegahan infeksi”

(CLN01/V)

b. Bermanfaat untuk pelayanan kesehatan

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa 4 (empat) informan menyatakan bahwa adanya PPI membuat pemilahan sampah lebih teratur, 3 informan menyatakan pelaporan kejadian infeksi lebih rapi sedangkan 2 informan menyatakan adanya tim PPI mampu menekan angka infeksi nosokomial. Manfaat-manfaatnya yang disebutkan informan sangat berpengaruh pada pelayan kesehatan, adanya tim PPI membuat resiko terjadinya infeksi berkurang sesuai yang dijelaskan ataupun dijalankan di ruangan-ruangan. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

79

“manfaatnya banyak karena semua bisa terkoordinir, yang sampah dulunya misalnya tidak terkoordinir yang dipilah-pilah sekarang bisa. Infus yang dulunya dibiarkan saja tidak ada pencatatan pelaporan untuk bikin BOR, maksudnya bikin pelaporan pasien”

(CLN01/V)

“Manfaatnya sih banyak, bagi kami juga infeksi nosokomial bisa sedikit ditekan, masalah keselamatan pasien juga kami bisa mengerti” (CLN03/M)

“sangat bermanfaat sebenarnya yang tadinya kan tujuan utamanya kan tadi itu untuk mencegah infeksi nosokomial dan teman bisa menjalankan kegiatan SOP”(CLN06/B)

Manfaatnya itu besar, karena dengan adanya PPI itu ada yang bisa mengontrol keselamatan pasien, kayak sekarang kita sudah tahu jalurnya kemana kalau tertusuk jarum, lebih bagus. Dulu-dulu kan diam-diam saja, sekarang kita harus bicara” (CLN02/As)

4. Tema 4 : Kendala dalam penerapan PPI

Tema ini dibentuk dari tiga sub tema kurang tersedianya sarana dan prasarana, kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang, dan pencacatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan.

a. Kurang tersedianya sarana dan prasarana

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan menyatakan kendala dalam pelaksanaan kegiatan adalah sarana yang disiapkan tidak berkesinambungan, terutama pada kantong sampah yang digunakan pada pemilihan sampah infeksius dan non infeksius. Kantong sampah yang harusnya ada memiliki warna sesuai dengan kategori sampah misalnya warna merah untuk sampah infeksius dan warna hitam untuk sampah non

80 infeksius, namun distribusi kantong sampah tersebut tidak lancer sehingga pemilahan sampah di ruangan tidak maksimal.

3 (tiga) informan juga menyatakan bahwa safety box untuk membuang jarum bekas suntik sangat kurang, sehingga kadang sampah jarum tidak masukkan dalam safety box, hal ini beresiko pada petugas, pasien, keluarga pasien maupun mahasiswa praktek untuk terkena infeksi karena adanya sampah jarum yang tidak disimpan dalam safety box. 2 (dua) informan juga menyatakan alat pelindung diri misal masker dan sarung tangan terbatas sehingga penggunaan pada tempat seharusnya tidak maksimal. Studi dokumen pada panduan pelaksanaan pencegahan infeksi di rumah sakit ditemukan bahwa salah satu faktor yang mendukung pelaksanaan adalah dukungan manajemen terkait dengan pengadaan fasilitas penunjang.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut:

“kadang itu kendalanya kadang itu tersedianya sarana dan prasarana, kita kadang ke ruangan karena keterbatasan seperti contoh kecil kantong sampah plastic, itu contoh kecil. Kalau masu disebutkan semua ada banyak, penggunaan APD biasanya kadang, sudah bagus tapi tidak seperti yang diharapkan. Pemilahan sampah sudah bagus tapi belum seperti yang diaharapkan, biasanya ada yang tercampur-campur. (CN01/N)

“… itu masih kurang karena alat APD juga masih terbatas. Jangankan APD yang biasa saja kantong sampah yang kuning hitam itukan biasa disediakan dan biasa kosong-kosong. Safety box

81 yang biasanya ada, biasa diganti dengan jerigen karena habis” (CLN01/V)

“kendalanya kalau sampah ituji biasa yang plastiknya bisa nda ada, kan biasa ada yang infeksius dan non infeksius warnanya apa, kurang anu mungkin alat sarana, kurang pengadaan, tidak tercover. (CLN04/Bi)

b. Kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5 (lima) informan menyatakan petugas kesehatan kurang paham tentang pekerjaan yang dilakukan tim PPI sehingga dukungan pekerjaan pun kurang, seperti pada pemilahan sampah banyak petugas kesehatan yang tidak memperhatikan tanda yang sudah diberikan pada tempat sampah untuk pemilahan sampah infeksius dan non infeksius. Sehingga sampah masih tercampur.

2 (dua) informan menyatakan bahwa hal ini terjadi karena persepsi petugas kesehatan tentang PPI yang berbeda-beda.

Beberapa informan juga mengatakan tidak semua petugas ingin menerima pengetahuan baru yang diberikan, sehingga sulit untuk menyampaikan tugas-tugas PPI. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“banyak teman tidak sadar tentang terutama sampah, sampah masih sering digabung-gabung, jadi kalau pagi digabung sampah infeksius, botol minuman, saya jadi bingung, diatur kembali lagi, dikasi pindah lagi”

(CLN05H)

“tidak semua orang mau menerima kita kan? Jadi kalau misalnya kita masuk di instalasinya orang, kita harus siap-siap juga, mungkin ada yang menolak, tidak

82 semua orang bisa menerima tapi karena basic yah

harus tetap melakukan pekerjaan mau menerima mau tidak mau kita edukasi” (CN03/H)

“eee yah, kembali lagi ke diri masing-masing.

Meskipun kita sudah mengingatkan seperti itu tapi itu kadang mungkin saya tidak tahu alasannya apa?

Apakah karena mungkin karena hilang, lupa, biarmi begini deh. Jadi kembali ke individu masing-masing”

(CLN06/B)

“biasa kalau kendalanya paling itu kalau mahasiswa sudah diberi tahu kadang-kadang salah lagi, sama dengan teman-teman juga biasanya dikasi Tanya biasa dia lupa lagi. Itu (ji) paling kendalanya.

(CLN02/As)

c. Pencatatan kasus infeksi tidak berkelanjutan

Dari hasil penelitian ini didapatkan 6 (enam) informan menyatakan bahwa pencatatan kejadian-kejadian infeksi kadang tidak terekam dalam form yang disiapkan oleh tim PPI, sehingga kajdian tersebut tidak terekam dalam form. Hal ini mengakibatkan data infeksi kurang lengkap dari ruangan, 3 (tiga) informan juga menyatakan bahwa hal ini terjadi karena masih kurangnya kerjasama petugas kesehatan untuk melaksanakan kegiatan PPI. Studi dokumen ditemukan pencatatan laporan yang belum lengkap. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“.. disini kan kerja shift-shift, biasanya ada yang tidak terisi, jadi musti saya buka lagi semua, kapan anunya kejadiannya. Kalau pasien sudah pulang dan kebetulan saya libur dan itu biasa tidak terisi datanya, kapan aff pasien “atau mungkin pernah plebhit, ter aff atau tidak sedangkan status sudah disetor, saya tidak lagi bisa lihat datanya” (CL04/Bi)

83

“Biasanya kalau dari segi pemahaman kan disini apalagi kalau yang bangsal, masih ada maksudnya kalau dari pasien biasa belum mengerti bagaimana sebenarnya. Kalau dari rekan-rekan teman biasa masih ada yang kurang peduli misalnya untuk membantu kita melihat. Kan tidak selamanya kita 24 jam. Biasa ada yang terlewatkan. Untuk infusnya misalnya, apakah karena sudah terlalu sibuk ataukah dilupami yang mana pasien kemarin ini” (CLN01/V)

“Laporan biasanya kendalanya ini kan tugasnya IPCLN kadang karena mungkin nda semua juga, nda setiap hari juga, lupa kasi masuk ini, jadi lupa juga kontrolnya, biasanya karena banyak pasien. Itulah gunanya saling mengingatkan” (CLN06/B)

“Kendalanya juga kayak pencatatannya yang susah, kan kalau penggantian infus tidak selamanya saya ada di tempat dan kadang saya juga lupa. (CLN03/M)

“kalau surveilans yang dibutuhkan itu persepsi dari IPCLN di ruangan masing-masing. Kan karena antara satu IPCLN dan IPCLN lainnya itu tidak sama persepsinya, misalnya plebhitis kadang beda-beda pemahamannya makanya biasa ada yang tinggi angka plebhitnya ada yang tidak, karena pemahamanya”

(CN03/H)

5. Tema 5 : Alternatif pemecahan masalah

Tema ini dibentuk dari dua sub tema yang didapatkan dari hasil wawancara yaitu improvisasi alat, memberikan bimbingan ualng kepada petugas, memberikan teguran langsung.

a. Improvisasi alat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) informan yang menyatakan bahwa kurangnya sarana dalam pekerjaan sebagai PPI membuat mereka mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, seperti pada tidak tersedianya

84 kantung sampah plastik berwarna untuk pemilahan sampah infeksius dan non infeksius, petugas di ruangan menyiasati dengan memberi label warna kuning pada kantung hitam sebagai penanda kantong infeksius.4 (empat) informan juga menyatakan bahwa kurangnya sarana untuk safety box di ruangan untuk membaung sampah jarum suntik membuat petugas mengambil langkah atau menggunakan alat sebagai pengganti safety box seperti jerigen yang dibuat sedemikian rupa untuk tempat membuag sampah jarum suntik. Untuk pencatatan agar petugas jaga tidak lupa form observasi dilampirkan dalam status pasien.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut:

“seperti tempat bekas suntik biasanya dimasukkan dalam safety box jadi untuk selama ini untuk mengantisipasi itu kalau safety box kan agak mahal, tapi dari tim PPI itu sudah diinstruksikan boleh pake jerigen” (CN01/N)

“..safety box yang biasanya ada, biasa diganti dengan jerigen karena habis” (CLN01/V)

”Kantong kemarin ada(ji) datang cuman kan kita punya tempat sampah besar yang kuning itu tapi itu(mi) yang biasa kurang jadi kalau anu kita pakai yang hitam saja baru nanti diikat dengan lakban kuning jadi kentara kalau itu sampah medis, jadi disiasati (mami)”

(CLN02/As)

“biasanya lembaran dilampirkan di status pasien jadi kalau teman-teman menulis pasti dia buat juga, kami lihat di buku laporan kembali” (CLN03/M).

b. Memberikan bimbingan ulang kepada petugas

Sebanyak 5 (lima) informan menyatakan bahwa untuk menangani kendala yang didapatkan saat pelaksanaan tugas

85 PPI mereka melakukan pendekatan interpersonal kepada petugas kesehatan agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan, seperti pada penulisan kejadian infeksi plebhitis yang kadang tidak tercatat pada form kejadian, PPI mengingatkan kembali kepada petugas tersebut pentingnya pencatatan. 6 (enam) informan menyatakan bahwa beberapa petugas kadang diberi edukasi dan motivasi berulang agar para petugas paham tentang pelaksanaan kegiatan PPI. Studi dokumen pada pedoman pelaksanaan PPI didapatkan bahwa salah satu tugas IPCLN adalah memberikan motivasi tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing.

Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“ya kita edukasi lagi mereka, misalnya ada yang belum paham kita berikan lagi pemahaman sesuai kemampuan kita, ada yang belum melaksanakan kita bimbing lagi supaya dilaksanakan tugas masing-masing” (CLN03/H)

“biasanya koordinasi lagi dengan teman-teman, untuk mengarahkan biasa kan disini kana da mahasiswa, koordinasi dengan semua, dikasi tahu semua kembali, kala ada mahasiswa saya jelaskan lagi mana infeksius mana non infeksius, disini buang sampah, kembali diulang-diulang” (CLN04/Bi)

“jadi sebenarnya menjadi IPCN itu dibutuhkan pengalaman dan power, minimal pernah menjadi karu jadi ada pengalaman manajerial bisa mengedukasi dan memotivasi” (CN03/H)

86 c. Memberikan teguran langsung

2 (dua) informan menyatakan bahwa untuk mengatasi kendala yang didapatkan selama pelaksanaan tugas PPI adalah melakukan teguran langsung kepada petugas ataupun mahasiswa. Studi dokumen pada pedoman pelaksanaan PPI didapatkan bahwa salah satu tugas IPCLN adalah memberikan motivasi tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing. Pernyataan informan diantaranya sebagai berikut :

“mendekati teman-teman dengan cara mengingatkan, kita dokumentasikan (di’), isi(ki) ini buku pulang supaya bisa kita telusuri” (CLN01/V)

“kasih punishment, kalau mahasiswa misalnya salah buang sampah medis biasanya saya kasih hukuman bawa tissue atau bawa handrub, kan kalau dikasi hukuman begitu dia biasa anu, sama juga kalau teman paling ditegur langsung begitu” (CLN02/As)

6. Tema 6 : Harapan untuk pelaksanaan kegiatan PPI yang lebih efektif

Tema ini dibentuk dari dua sub tema yaitu harapan untuk sesama petugas dan harapan untuk pihak rumah sakit.

a. Harapan untuk sesama petugas

Pada penelitian ini menunjukkan harapan semua informan untuk sesama petugas kesehatan khususnya tim PPI untuk lebih meningkatkan evaluasi dengan cara lebih sering melakukan

87 observasi ke tiap ruang perawatan dan mengadakan pelatihan untuk semua petugas kesehatan dan tim PPI berharap agar kegiatan yang mereka lakukan mendapatkan dukungan dari semua petugas kesehatan. Pernyataan informan diantaranya diungkapkan sebagai berikut:

“Harapanku supaya kedepannya jauh lebih bagus dan bisa pelatihan-pelatihan. Bukan cuman tim PPInya tapi semua yang terlibat untuk menyukseskan PPI, karena kalau cuman PPI nya saja tidak dilatih juga yang lain, tidak bisa juga.

Supaya dia menganggap itu betul-betul penting, bukan hanya sekedar ini ditulis ini sebagai pelaporan”

(CN03/H).

“PPI itu lebih sering turun terus sarana prasarana disiapkan terus kayaknya pelatihan masih mau ditingkatkan karena masih banyak teman-teman yang belum pelatihan tentang PPI. Kalau kayak kitaji mau diskusi mungkin nda anu tapi kalau kita pelatihan ada prakteknya, dikasih Tanya bagaimana cara mencampur ini, klorin apa. Itukan ada. Beda efeknya. Siapa tau kamu mau melaksanakan pelatihan, anu toh in house training sekali-kali maksudnya” (CLN 03/M)

“Evaluasinya lebih ditingkatkan, misalnya di ruangan ini terjadi peningkatan inoks sekian persen mungkin kita di evaluasi apa alasannya, langsung terjun ke lapangan dan bisa juga dibservasi dari IPCN misalnya ada tindakan nda perlu mengatakan bahwa saya mau evaluasi begitu, tapi dating liat apakah memang dijkerjakan sesuai SPO. Terkaitnya lagi fasilitasnya lah, harusnya contohnya pengadaan kantong plastic harus berkesinambungan misalnya”

(CLN 05/H).

b. Harapan untuk pihak rumah sakit

9 (Sembilan) informan pada penelitian ini berharap kepada pihak rumah sakit agar memberikan dukungan kepada tim PPI

88 dengan cara menjamin ketersediaan sarana dan prasarana seperti menyediakan fasilitas khusus untuk pemilahan sampah dan mendanai pelatihan lanjutan. Pernyataan informan diantaranya diungkapkan sebagai berikut:

“Dukungan pihak manajemen sangat diperlukan terutana dukungan dana untuk pelatihan lanjutan”

(CN01/N)

“Mungkin perlu pelatihan lagi supaya refresh ingatan, itu juga kantong sampah supaya lebih total manajemen siapkan itu agar sampah tidak berserakan lagi atau campur” (CLN08/I).

B. PEMBAHASAN

1. Tujuan 1: Eksplorasi pengalaman tim PPI dalam pelaksananaan pencegahan infeksi.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tim PPI meliputi IPCN dan IPCLN memperoleh pengalaman positif berupa pemahaman yang lebih mendalam tentang infeksi, bisa berbagi ilmu kepada teman sejawat dan meningkatnya proteksi diri terhadap infeksi.

Semua pengalaman tersebut berefek pada peningkatan pengetahuan tim PPI tentang infeksi sehingga memberikan kontribusi dalam pelaksanaan pencegahan infeksi. Seperti yang didapatkan oleh Puspasari (2015) bahwa semakin meningkat pengetahuan perawat maka praktik dalam pencegahan infeksi nosokomial akan semakin baik. Namun hasil penelitian Iliyasu G, Dayyab FM, Habib ZG, et al. (2016) menemukan lemahnya

89 hubungan antara pengetahuan yang baik tentang infeksi dengan praktik penecegahan infeksi sehingga menunjukkan bahwa pengetahuan tidak selalu diterjemahkan ke dalam praktik yang baik.

PPI yang dijalankan oleh IPCN dan IPCLN di RSUD Labuang Baji kota Makassar adalah dengan melakukan monitoring evaluasi pencegahan infeksi melalui beberapa cara. Bagi IPCN, monitoring dilakukan dengan cara surveilans ke berbagai ruang perawatan yang terdapat di RS dan bagi IPCLN, monitoring dilakukan dengan mengunjungi dan mengobservasi satu per satu pasien rawat inap di ruangan tempatnya bertugas. Proses monitoring dilakukan secara berkala untuk memastikan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi berjalan sebagaimana mestinya sehingga dapat menekan angka kejadian infeksi di RSUD Labuang Baji.

Berbeda dengan yang didapatkan oleh Nelwan, Madagi dan Boky (2017) bahwa pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan tim PPI di RSUP Ratatotok Buyat masih rendah terbukti dengan jarangnya diadakan pertemuan rapat komite PPI, serta belum rampungnya pengolahan data dan dokumen pelaporan komite untuk tahun 2016 dan 2017.

Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa tim PPI khususnya IPCLN melakukan pendataan kejadian infeksi meliputi pendataan kejadian phlebitis, kejadian decubitus dan kejadian infeksi nosokomial. Data yang terkumpul dari IPCLN digunakan oleh

90 IPCN untuk menilai tingkat infeksi di RSUD Labuang Baji. Selain itu, peran dari IPCN dalam pengumpulan data hanyalah membantu dan melengkapi kekurangan agar data yang dikumpulkan lebih berkualitas (Zuhrotul & Satyabakti, 2013). Mekanisme pelaksanaan pendataan infeksi rumah sakit menurut Depkes RI (2010) diawali dengan pengisian dan pengumpulan formulir surveilans setiap pasien berisiko di unit rawat inap masing-masing setiap hari.

Kemudian pada awal bulan berikutnya paling lambat tanggal 5, formulir surveilans diserahkan kepada tim PPI dengan diketahui dan ditandatangani kepala ruangan.

Pelaksanaan PPI yang bertujuan untuk mencegah infeksi dilakukan pula dengan cara kepala ruangan yang sebagian besar adalah IPCLN memastikan penggunaan APD oleh petugas kesehatan saat kontak dengan pasien maupun saat berada di lingkungan rumah sakit dan memberikan edukasi tentang infeksi kepada perawat. Seperti yang didapatkan oleh Zuhrotul & Satyabakti (2013) bahwa dengan rutin memberikan sosialisasi yang berkelanjutan kepada para perawat khususnya perawat baru mengenai pentingnya pencegahan infeksi dapat meningkatkan kompetensi perawat.

Hasil penelitian ini menunjukkan proses pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Labuang Baji saat ini dirasakan semakin baik dari sebelumnya dan memberikan banyak

Dokumen terkait