• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI MAKASSAR"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

i TESIS

PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI MAKASSAR

IMPLEMENTATION OF INFECTION PREVENTION AND CONTROL IN IMPROVING QUALITY OF SERVICE AT

LABUANG BAJI REGIONAL GENERAL HOSPITAL MAKASSAR

ARDIAN ADHIWIJAYA P4200214407

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

ii

Pelaksanaan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Di Rumah Sakit Umum

Daerah Labuang Baji Makassar

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Sidudun dan diajukan oleh

ARDIAN ADHIWIJAYA P4200214407

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-NYA.

Salam dan shalawat tak lupa kita kirimkan kapada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada ternilai manakala penulisan tesis yang berjudul

“Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk Peningkatan Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar”

dapat terselesaikan dengan baik yang sekaligus menjadi syarat untuk menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Sembah sujud dan kupersembahkan tesis ini khusus sebagai wujud bakti dan terima kasihku yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Maddini Mu’min dan Ibunda Hj. Nurmia Lammi.

Terima kasih atas segala pengorbanan, kesabaran, doa, dukungan, dan semangat yang tak ternilai hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarja Universitas Hasanuddin. Terima kasih juga penulis berikan kepada istri tercinta Dewi Yuliani Hanaruddin telah banyak memberikan dukungan selama proses pengerjaan tesis ini hingga akhir.

Tak lupa kepada adik-adik penulis Chandra Arysandi, Yenni Angraini dan Eghi Algi Fari yang telah memanjatkan doa agar penulis bisa menyelesaikan pendidikan.

(6)

vi Tidak lupa penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada Dr.

Elly L. Sjattar, Skp., M.Kes dan Prof. dr. Rosdiana Natsir., PhD selaku pembimbing yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan, dan motivasi yang membangun sehingga tesis ini dapat tersusun.

Terima kasih pula penulis haturkan kepada tim Rini Rachmawaty, S.Kep., Ns., MN., Ph.D, dr. Cahyono Kaelan, Ph.D., Sp.PA(K), Sp.s, Dr. dr.

Burhanuddin Bahar, MS yang telah banyak memberikan masukan serta arahan guna penyempurnaan penulisan tesis ini. Melalui kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi- tingginya kepada mereka yang namanya tidak dapat dicantumkan satu persatu tetapi telah berkontribusi besar dalam membantu penulis menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis mengharapkan penyusunan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan juga semoga Allah SWT membalas semua pihak yang telah berjasa kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan dengan pahala yang berlipat ganda.

Makassar, 8 November 2017

Ardian Adhiwijaya

(7)

vii ABSTRAK

ARDIAN ADHIWIJAYA. Pelaksanaan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar (dibimbing oleh Elly L. Sjattar dan Rosdiana Natsir).

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar meliputi pengalaman, kendala dan strategi serta harapan tim PPI.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah 12 informan terdiri dari tiga orang IPCN dan sembilan orang IPCLN yang dipilih secara purposive.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan enam tema, yaitu 1) pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi yang dibentuk dari sub tema monitoring evaluasi pencegahan infeksi, pendataan kejadian infeksi dan mencegah terjadinya infeksi; 2) peningkatan pengetahuan tentang infeksi yang dibentuk dari peningkatan pengetahuan tentang infeksi; 3) manfaat pelaksanaan PPI yang dibentuk dari sub tema manfaat untuk petugas kesehatan dan manfaat untuk pelayanan kesehatan; 4) kendala dalam penerapan PPI yang dibentuk dari sub tema kurang tersedianya sarana dan prasarana, kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang dan pencatatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan; 5) alternatif pemecahan masalah yang dibentuk dari improvisasi alat, memberikan bimbingan ulang kepada petugas dan memberikan teguran langsung; 6) harapan untuk pelaksanaan kegiatan PPI yang lebih efektif yang dibentuk dari sub tema harapan untuk sesama petugas kesehatan dan harapan untuk pihak rumah sakit.

Kata kunci: Pencegahan dan Pengendalian infeksi, quality of care

(8)

viii ABSTRACT

ARDIAN ADHIWIJAYA. Implementation of Infection Prevention and Control in Improving Quality of Service at Labuang Baji Regional General Hospital Makassar (Supervised by: Elly L. Sjattar and Rosdiana Natsir).

This study aims to explore in-depth implementation of infection prevention and control to improve the quality of service in RSUD Labuang Baji Makassar encompasses experience, constraints and strategies and expectations of the PPI team

The research design used is qualitative with phenomenology approach. The subjects of this study were 12 informants consisting of three IPCN persons and nine IPCLN people were purposively selected. The data were collected with in-depth interview and documentation study.

The results indicated six themes, namely: 1) the implementation of prevention and infection control formed from the sub theme of monitoring evaluation of infection and prevention, data collection of infection occurrence and infection prevention; 2) the knowledge increasing of infection; 3) the benefits of PPI implementation formed by sub themes of benefits for health workers and benefits for health services; 4) constraints implementing PPI formed by sub theme of insufficient infrastructure, the inadequate awareness of health workers and the discontinuous recording of infections cases ; 5) the alternative solving problems formed by equipment improvisation, repeatedly giving guidance to workers and direct warning; 6) expectation to implementation of PPI activity is more effective formed from sub theme of expectations for the fellow team health workers and expectations for hospitals party.

Keywords: Prevention and infection control, quality of care

(9)

ix DAFTAR ISI

PRAKATA ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Teori dan Konsep ... 7

1. Tinjauan Umum Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ... 7

a. Konsep dasar pencegahan pengendalian infeksi (PPI) ... 7

b. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ... 7

c. Ruang lingkup PPI ... 8

d. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya ... 10

e. Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ... 12

f. Monitoring, evaluasi dan Pelaporan ... 24

3. Faktor Yang Dibutuhkan Agar Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dapat Berhasil Dan Efektif Manajemen ... 25

a. Manajemen ... 25

b. Organisasi (Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) ... 33

(10)

x c. Pendekatan manajemen dalam organisasi/komite pencegahan dan

pengendalian Infeksi di rumah sakit ... 35

4. Teori dan Konsep Desain Penelitian Kualitatif Pendekatan Fenomenologi ... 46

B. Kerangka Teori... 48

1. Reasons’s model... 48

2. Health-care Associated Infections (HAIs) ... 50

3. Pendekatan Model Donabedian (1969) ... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 59

B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti ... 59

C. Lokasi Penelitian ... 60

D. Sumber Data ... 60

E. Tekhnik Pengumpulan Data ... 63

F. Tekhnik Analisa Data ... 63

G. Etik Penelitian ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 69

A. HASIL PENELITIAN ... 69

1. Tema 1: Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi 73 2. Tema 2: Peningkatan pengetahuan tentang infeksi 76 3. Tema 3: Manfaat pelaksanaan PPI 77 4. Tema 4: Kendala dalam penerapan PPI 79 5. Tema 5: Alternatif pemecahan masalah 83 6. Tema 6: Harapan untuk pelaksanaan kegiatan PPI yang lebih efektif 86 B. PEMBAHASAN ... 88

1. Tujuan 1: Eksplorasi pengalaman tim PPI dalam

pelaksananaan pencegahan infeksi. 88

2. Tujuan 2: Eksplorasi kendala yang dihadapi dalam pelaksanakan PPI serta strategi yang digunakan dalam

menghadapi kendala tersebut. 91

(11)

xi 3. Tujuan 3: Eksplorasi harapan untuk pelaksanaan PPI 97

C. KETERBATASAN PENELITIAN ... 99

BAB V PENUTUP ... 101

A. KESIMPULAN ... 101

B. SARAN ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

LAMPIRAN ... 1048

(12)

xii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 2.1

Tabel 2.2

Faktor yang berkontribusi dalam praktik klinis untuk keselamatan di rumah sakit

Matriks risiko

48

55

(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 2.1

Gambar 2.2 Gambar 2.3

Proses Manajemen Risiko pada HAIs (Lardo, dkk., 2016)

Evaluasi pendekatan Donabedian (1969) Kerangka konsep

53

57 58

(14)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10

Surat izin penelitian dari Komite Etik Universitas Hasanuddin

Surat keterangan izin pengambilan data Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar

Surat keterangan selesai penelitian Lembar penjelasan untuk responden Lembar persetujuan menjadi responden Pedoman wawancara

Transkrip wawancara Matriks wawancara

Rangkuman tema beserta subtema hasil wawancara Curiculum Vitae

108

109

110 111 112 113 114 139 143 144

(15)

xv DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama

Pemakaian Pertama Kali pada halaman

CDC Depkes Dr DKI dkk HAIs IADP ILO ISK

Kemenkes Perdalin RI WHO RS RSUD Permenkes KPPIRS

Et al PPI IPCN IPCLN PEP HIV IPCO SMF CSSD

Centers of Disease Control and Prevention Departemen Kesehatan

Doktor

Daerah Khusus Ibukota dan kawan-kawan

Healthcare Associated infection Infeksi Aliran Darah Primer Infeksi Luka Operasi

Infeksi Saluran Kemih Kementerian Kesehatan

Perhimpunan pengendalian infeksi indonesia Republik Indonesia

World Health Organization Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Daerah Peraturan Menteri Kesehatan

Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

Et Alyy

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Prevention and Control Nurse

Infection Prevention and Control Link Nurse Post Exposure Prophylaxis

Human Immunodeficiency Virus

Infection Prevention and Control Officer Staf Medis Fungsional

Central Sterilization Suplay Departemen

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2

3 3 3 3 3 8 8 12 13 13

(16)

xvi

K3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja 13

SPO Standar Prosedur Operasional 15

KLB SDM D3 APD VAP POAC AS/NZS ISO KKP-RS UCLA

Kejadian Luar Biasa Sumber Daya Manusia Diploma tiga

Alat Pelindung Diri

Ventilator Associated Pneumonia

Planning, Organizing, Actuating, Controlling Australian Standard/New Zealand Standard International Organization for Standarization Komite Keselamatan Pasien - Rumah Sakit University California Los Angeles

15 15 18 21 22 25 52 52 55 63

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai dari berbagai indikator, salah satunya melalui penilaian terhadap infeksi. Infeksi silang yang berasal dari rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain disebut healthcare associated infection/HAIs atau infeksi nosokomial (Kemenkes, 2011).

Infeksi ini bisa datangnya dari tubuh pasien sendiri, kontak dengan petugas kesehatan, peralatan medis yang terkontaminasi dan lingkungan (Saifuddin dkk, 2004).

Prevalensi di 55 rumah sakit dari 14 negara menunjukkan bahwa rata-rata 8,7% pasien dari rumah sakit tersebut mengalami HAIs (World Health Organization/WHO, 2002). Centers of Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2011 memperkirakan setidaknya terdapat 722.000 pasien menderita infeksi nosokomial di Amerika Serikat. Sekitar 75.000 pasien di antaranya meninggal dunia selama perawatan di rumah sakit.

Menurut Depkes RI & PERDALIN (2008) berdasarkan hasil survey point prevalensi dari 11 rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta didapatkan angka infeksi nosokomial untuk Infeksi Luka Operasi (ILO) sebesar 18,9%, Infeksi Saluan Kemih (ISK) 15,1%, Infeksi Aliran

(18)

2 Darah Primer (IADP) 26,4%, pneumonia 24,5% dan infeksi saluran nafas lain 15,1% serta infeksi lain 32,1%. Sebesar 9,8% pasien rawat inap menderita infeksi nosocomial (Anshar, 2013). Data dari Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD Labuang Baji pada dari bulan Januari - Desember 2016 terjadi 150 kasus infeksi karena jarum infus dari 2.839 pemasangan infus, yaitu sekitar 5% angka kejadian phlebitis.

Infeksi yang sering terjadi di rumah sakit adalah infeksi plebitis, ILO dan decubitus (Nugraheni, 2011). Sementara standar indikator infeksi nosokomial pada pasien rawat inap adalah 1,5% (Depkes RI, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian infeksi dirumah sakit masih di atas standar yang telah ditetapkan.

Tingginya angka kejadian HAIs ini menandakan penurunan mutu pelayanan medis, memperpanjang lama rawat inap pasien dan bertambahnya biaya pelayanan kesehatan serta menjadi penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian (Darmadi, 2009;

Saifuddin dkk, 2004). Wigglesworth (2014) menyebutkan bahwa langkah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dasar (PPI dasar), diperlukan untuk mengurangi resiko penularan mikroorganisme dari yang diketahui atau tidak diketahui sumber infeksinya sehingga Komite PPI merupakan salah satu unsur penting yang wajib ada di Rumah Sakit, berdasarkan Permenkes Nomor 8 Tahun 2015 tentang program pengendalian resistensi anti mikroba di RS (Permenkes, 2015).

(19)

3 Hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI bersama WHO ke beberapa rumah sakit di Propinsi / Kabupaten/Kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal sebagaimana yang diharapkan, terbukti dengan adanya anggota komite yang belum memahami tugas, kewenangan, dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (Depkes RI & PERDALIN, 2008; Pristiwani dan Arruum, 2013; TM et al, 2015).

RSUD Labuang Baji Makassar adalah salah satu rumah sakit milik pemerintah kelas B yang telah memiliki Komite PPI sejak tahun 2015 dengan keanggotaan 33 orang yang terdiri dari 3 orang Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) dan 31 orang Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN). Namun, diduga pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi belum optimal ditunjang oleh hasil penelitian Suarnianti, Martiana dan Damayanti (2016) yang menunjukkan bahwa di RSUD Labuang Baji masih terdapat 20% perawat tidak mencuci tangan setelah kontak dengan pasien, masih terdapat 23,3%

perawat tidak menggunakan sabun pada saat mencuci tangan, masih terdapat 26,7% perawat menggunakan peralatan yang sudah terkontaminasi. Berbagai hal tersebut dapat meningkatkan potensi infeksi nosokomial di RSUD Labuang Baji Makassar. Ritchie & McIntyre (2015) menyebutkan bahwa beberapa alasan dari ketidakpatuhan

(20)

4 petugas kesehatan dalam melakukan PPI yaitu karena tekanan waktu, dan adanya kegagalan dalam mematuhi aturan pencegahan dan pengendalian infeksi yang paling dasar.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam terkait pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi dalam meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar.

B. Rumusan Masalah

Melindungi pasien dari cedera atau menjaga keselamatan pasien merupakan salah satu tujuan pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di Rumah, Sehingga anggota tim PPI diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal pencegahan dan pengendalian infeksi.

Berdasarkan data awal yang telah dipaparkan di latar belakang, masih terdapat beberapa kejadian infeksi yang terjadi di RSUD Labuang Baji Makassar, hal in perlu menjadi perhatian oleh pihak rumah sakit agar tidak terulang lagi. Di samping hal tersebut kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan juga masih kurang, hal ini bertolak belakang dengan tujuan yang ingin dicapai oleh TIM PPI yaitu mencegah terjadinya infeksi.

Komite PPI yang mulai berjalan tahun 2015 di RSUD Labuang Baji Makassar masih tergolong baru, hal ini bisa saja menjadi penyebab masih adanya kejadian infeksi dan atau masih banyaknya perawat yang kurang melakukan tindakan pencegahan infeksi. Pelatihan PPI dasar

(21)

5 telah dilaksanakan oleh Komite PPI, namun pengalaman anggota PPI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan PPI masih kurang jika dilihat dari waktu mulai terbentuknya Komite PPI di RSUD Labuang Baji Makassar

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi dalam meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi secara mendalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi dalam meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Mengeksplorasi pengalaman tim PPI dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar.

b. Mengeksplorasi kendala yang dihadapi dan strategi yang dilakukan tim PPI dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar.

(22)

6 c. Mengeksplorasi harapan tim PPI dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Labuang Baji Makassar

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat aplikatif

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan kepada pihak RS peningkatan kinerja tim PPI dalam penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi.

2. Manfaat keilmuan

Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan di bidang manajemen keperawatan serta sebagai pengembangan ilmu dalam bidang pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya untuk tim PPI.

(23)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori dan Konsep

1. Tinjauan Umum Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi a. Konsep dasar pencegahan pengendalian infeksi (PPI)

Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi di rumah sakit. Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi nosokomial/HAIs, baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

b. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1) Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat ditingkatkan dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B) atau pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin).

Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2) Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan

(24)

8 memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi peralatan dan lingkungan, serta penggunaan antibiotika

3) Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”

(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu

“Standard Precaution” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).

4) Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/ PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.

Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, hepatits C, dan HIV.

c. Ruang lingkup PPI

Ruang lingkup kegiatan yang dilaksanakan oleh komite pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi:

1. Kewaspadaan Isolasi meliputi kewaspadaan dan kewaspadaan transmisi sebagai berikut:

(25)

9 a) Kewaspadaan Standard

1) Cuci tangan

2) Penggunaan alat pelindung diri

3) Pengendalian lingkungan rumah sakit 4) Penanganan limbah RS dan benda tajam 5) Penanganan linen dan laundry

6) Pemrosesan peralatan perawatan pasien (pembersihan, desinfeksi, sterilisasi)

7) Penempatan

8) Kesehatan karyawan 9) Etika batuk

10) Penyuntikan yang aman 11) Praktek lumbal punksi

b) Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi 1) Airbone

2) Droplet 3) contact

2. Penggunaan anti biotika yang rasional 3. Surveilans

4. Pendidikan dan pelatihan infeksi nosokomial 5. Pencegahan infeksi nosokomial

(26)

10 d. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah

Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya 1) Falsafah dan Tujuan

Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost effectiveness.

Kriteria Pendukung :

a) Ada pedoman tentang PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi tujuan, sasaran, program, kebijakan, struktur organisasi, uraian tugas Komite dan Tim PPI.

b) Terdapat cakupan kegiatan tertulis mengenai program PPI memuat pengaturan tentang pencegahan, kewaspadaan isolasi, surveilans, pendidikan dan latihan, kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional dan kesehatan karyawan.

(27)

11 c) Pelaksanaan program PPI dilakukan evaluasi dan tindak

lanjut secara berkala

d) Kebijakan dan prosedur dievaluasi setiap 3 (tiga) tahun untuk disempurnakan.

2) Administrasi dan Pengelolaan

Pelaksanaan PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional semua departemen/instalasi/divisi/unit di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan falsafah dan tujuan PPI.

Kriteria pendukung :

a) Ada kebijakan pimpinan rumah sakit untuk membentuk pengelola kegiatan PPI yang terdiri dari komite dan Tim PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

b) Komite PPI bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama/Direktur.

c) Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.

d) Pengelola PPI melibatkan departemen/ instalasi/ divisi/ unit yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

e) Ada kebijakan tentang tugas, tanggung jawab dan kewenangan pengelola PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

(28)

12 e. Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) disusun agar dapat mencapai visi, misi, dan tujuan dari penyelenggaraan PPI. PPI dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin struktur namun kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal.

1) Pimpinan dan Staf

Pimpinan dan petugas kesehatan dalam komite dan Tim PPI diberi kewenangan dalam menjalankan program dan menetukan sikap pencegahan dan pengendalian infeksi.

Kriteria :

a) Komite PPI disusun minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota

Ketua sebaiknya dokter (Infection Prevention and Control Officer/IPCO). Mempunyai minat, kepedulian dan pengetahuan, pengalaman, mendalami masalah infeksi, mikrobiologi klinik, atau epidemiologi klinik.

Sekretaris sebaiknya perawat senior (Infection Prevention and Control Nurse/IPCN), yang disegani, berminat, mampu memimpin dan aktif.

Anggota yang dapat terdiri dari :

(29)

13 1) Dokter wakil dari tiap SMF (Staf Medis Fungsional)

2) Dokter ahli Epidemiologi

3) Dokter Mikrobiologi/Patologi Klinik 4) Laboratorium

5) Farmasi

6) Perawat PPI/IPCN 7) CSSD

8) Laundry

9) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit 10) Sanitasi

11) House keeping

12) K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) 13) Petugas kamar jenazah

b) Tim PPI terdiri dari perawat PPI/IPCN dan 1 (satu) dokter PPI setiap 5 Perawat PPI

c) Rumah sakit harus memiliki IPCN yang bekerja purna waktu, dengan ratio 1 (satu) IPCN/ untuk tiap 100-150 tempat tidur di rumah sakit.

d) Setiap 1000 tempat tidur sebaiknya memiliki 1 (satu) ahli epidemiologi Klinik

e) Dalam bekerja IPCN dapat dibantu beberapa Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) dari setiap unit, terutama yang beresiko terjadinya infeksi.

(30)

14 Ket : Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya dapat mengacu pada struktur organisasi di rumah sakit yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan institusi masing-masing.

Sumber : Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes RI, 2007

A.1 DIREKTUR Tugas Direktur

1. Membentuk Komite dan Tim PPIRS dengan Surat Keputusan 2. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap

penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial

3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan

4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial

DIREKTUR UTAMA / DIREKTUR

KOMITE PPI

DIREKTORAT

DIREKTORAT DIREKTORAT

KOMITE

TIM PPI

(31)

15 5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian

infeksi nosokomial berdasarkan saran dari komite PPIRS

6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan disinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari komite PPIRS

7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan saran dari Komite PPIRS

8. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk PPIRS.

A.2 KOMITE PPI

Kriteria Anggota Komite PPI

1. Mempunyai minat dalam PPI

2. Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI

1. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI 2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat

dipahami dan dilakasanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.

3. Membuat SPO PPI.

4. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.

5. Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau KLB infeksi nosokomial.

(32)

16 6. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara

pencegahan dan pengendalian infeksi.

7. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI.

8. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan.

9. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI.

10. Melakukan pertemuan berjala, termasuk evaluasi kebijakan.

11. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur.

12. Berkoordinasi dengan unit terkait lain.

13. Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional di rumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika.

14. Menyusun kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

15. Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety 16. Mengembangkan, mengimplemetasikan dan secara periodik

mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebiajkan manajemen rumah sakit.

(33)

17 17. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.

18. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi

19. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar prosedur/monitoring surveilans proses.

20. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan infeksi bila ada KLB di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

A.3 IPCO/Infection Prevention and Control Officer Kriteria IPCO :

1. Ahli atau dokter yang mempunyai minat dalam PPI 2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI 3. Memiliki kemampuan leadership

Tugas IPCO :

1. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar

2. Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens 3. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman pathogen dan pola

resistensi antibiotika

4. Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB

(34)

18 5. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang

berhubungan dengan prosedur terapi

6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien 7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami

pencegahan dan pengendalian infeksi.

A4. Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) Kriteria IPCN :

1. Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertfikasi PPI 2. Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi 3. Memiliki pengalaman sebagai Kepala Ruangan atau setara

4. Memiliki kemampuan leadership dan confident 5. Bekerja purna waktu

Tugas dan tanggung jawab IPCN

1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

2. Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi 3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite

PPI

4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya 5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama komite PPI

memperbaiki kesalahaan yang terjadi

(35)

19 6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaiknya 7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan member

konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit

8. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap limbah, laundry, gizi dan lain-lain dengan menggunakan daftar tilik.

9. Memonitor kesehatan lingkungan

10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika uang rasional

11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilens infeksi yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

12. Membuat laporan surveilans dan melaporkan pelaksanaan kepatuhan PPI

13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI

14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI

15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS

(36)

20 16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi

17. Sebagai koordinator antara departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit.

A.5 Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) Kriteria IPCLN :

1. Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI 2. Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi 3. Memiliki kemampuan leadership

Tugas IPCLN :

IPCLN sebagai perawat pelaksana harian/ penghubung bertugas :

1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing kemudian menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang

2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit rawatnya masing-masing

3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada pasien

4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham.

(37)

21 5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam

menjalankan standar isolasi.

Sarana dan Fasilitas Pelayanan Penunjang (Supporting System) B.1 Sarana Kesekretariatan

1. Ruangan Sekretariat dan tenaga sekretaris yang full time.

2. Komputer, printer dan internet 3. Telepon dan Faksimili

4. Alat tulis kantor

B.2 Dukungan Manajemen

Dukungan yang diberikan oleh manajemen berupa:

a. Penerbitan Surat Keputusan untuk Komite dan Tim PPIRS.

b. Anggaran atau dana untuk kegiatan : 1) Pendidikan dan pelatihan (Diklat)

2) Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang

3) Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan dan raoat rutin

4) Insentif/Tunjangan/Reward untuk Komite PPIRS

B.3 Kebijakan dan Standar Prosedur Operasional yang perlu dipersiapkan oleh rumah sakit adalah:

1. Kebijakan Manajemen

a. Ada kebijakan kewaspadaan Isolasi (Isolation precaution):

1) Kebersihan tangan

2) Penggunaan alat pelindung diri (APD)

(38)

22 3) Peralatan perawatan pasien

4) Pengendalian lingkungan

5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen 6) Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan 7) Penempatan pasien

8) Hygiene respirasi/etika batuk 9) Praktek menyuntik yang aman 10) Ptaktek untuk lumbal punksi

b. Ada kebijakan tentang pengembangan SDM dalam PPI

c. Ada kebijakan tentang pengadaan bahan dan alat yang melibatkan tim PPI

d. Ada kebijakan tentang penggunaan antibiotic yang rasional e. Ada kebijakan tentang pelaksanaan surveilans

f. Ada kebijakan tentang pemeliharaan fisik dan saran yang melibatkan tim PPI

g. Ada kebijakan tentang kesehatan karyawan h. Ada kebijakan penanganan KLB.

i. Ada kebijakan penempatan pasien

j. Ada kebijakan upaya pencegahan infeksi ILO, IADP, ISK, Pneumonia, VAP

2. Kebijakan Tekhnis

Ada SPO tentang kewaspadaan isolasi (isolation precaution) a. Ada SPO kebersihan tangan

(39)

23 b. Ada SPO penggunaan alat pelindung diri (APD)

c. Ada SPO penggunaan peralatan perawatan pasien d. Ada SPO pengendalian Lingkungan

e. Ada SPO pemrosesan peralatan pasien dan penalaksanaan linen f. Ada SPO kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan g. Ada SPO penempatan pasien

h. Ada SPO hygiene respirasi/etika batuk i. Ada SPO praktek menyuntik yang aman j. Ada SPO praktek untuk lumbal punksi

k. Upaya-upaya pencegahan infeksi dan rekomendasinya.

B.4 Pengembangan dan Pendidikan 1) Tim PPI

a. Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjut PPI b. Memiliki sertifikat PPI

c. Mengembangakan diri mengikuti seminar, lokakarya dan sejenisnya

d. Bimbingan tekhnis secara berkesinambungan 2) Staf Rumah Sakit

a. Semua staf rumah sakit harus mengetahui prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi

b. Semua staf rumah sakit yang berhubungan dengan pelayanan pasien harus mengikuti pelatihan PPI

c. Rumah sakit secara berkala melakukan sosialisasi/simulasi PPI

(40)

24 d. Semua karyawan baru, mahasiswa, PPDS harus mendapatkan

orientasi PPI.

f. Monitoring, evaluasi dan Pelaporan 1) Monitoring

a. Monitorning pelaksanaan PPI dilakukan oleh IPCN, IPCLN b. Melakukan surveilens aktif dengan metode target surveilens.

Dilakukan setiuap hari dalam hal pengumpulan data mempergunakan check list, dan melakukan perhitungan insiden rate infeksi setiap bulan

c. Ada formulir kertas kerja/bantu surveilans.

2) Evaluasi

a. Dilakukan oleh Tim PPI dengan frekuensi setiap bulan b. Evaluasi oleh Komite PPI setiap 3 bulan

3) Laporan

a. Membuat laporan tertulis kepada Direktur/wadir pelayanan medic setiap bulan.

b. Membuat laporan rutin : bulanan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, maupun insidensil atau KLB.

(41)

25 3. Faktor Yang Dibutuhkan Agar Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dapat Berhasil Dan Efektif Manajemen

a. Manajemen

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi.Manajemen mencakup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari Nursalam, 2008).

Muninjaya (2004) menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Swansburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling).

Pendekatan manajemen dapat digunakan dalam menilai keberhasilan pelaksanaan program pengendalian infeksi mengingat sistematikanya sesuai dengan langkah-langkah kegiatan pengendalian infeksi di Rumah Sakit.

(42)

26 1) Proses Manajemen

Proses manajemen adalah rangkaian pelaksanaan kegiatan yang saling berhubungan, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap sistemterdiri atas lima unsur yaitu : input, proses, output, control dan mekanisme umpan balik (feedback) (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari Nursalam, 2008).

a) Input dalam proses manajemen berupa informasi, sumber daya :manusia, pendanaan, metode, peralatan dan fasilitas.

b) Proses pada umumnya melibatkan kelompok pimpinan hingga pelaksana. Tahap proses merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu sistem sehingga dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan oleh suatu organisasi.

c) Output merupakan hasil atau kualitas pelayanan kesehatan, pengembangan staf, serta kegiatan penelitian untuk menindaklanjuti hasil atau keluaran.

d) Control dalam proses manajemen bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil. Kontrol dapat dilakukan melalui penyusunan anggaran, evaluasi kinerja, pembuatan prosedur yang sesuai standar dan akreditasi.

e) Mekanisme umpan balik (feedback) diperlukan untuk menyelaraskan hasil dan perbaikan kegiatan yang akan datang.

Mekanisme umpan balik dapat dilakukan melalui laporan keuangan, audit dan survei kendali mutu (Gillies,1994)

(43)

27 2) Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.

a) Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen.

Tanpa perencanaan yang mantap maka proses manajemen selanjutnya akan mengalami kegagalan. Perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang diawali dengan merumuskan tujuan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan, menentukan personal, merancang proses dan hasilnya, memberikan umpan balik pada personal dan memodifikasi rencana yang diperlukan (Swansburg, 1999).

Perencanaan adalah suatu bentuk pembuatan keputusan manajemen yang meliputi penelitian lingkungan penggambaran sistem organisasi secara keseluruhan, memperjelas visi, misi dan filosofi organisasi, memperkirakan sumber daya organisasi, mengidentifikasi langkah-langkah tindakan, memperkirakan efektifitas tindakan serta menyiapkan karyawan dalam melaksanakan perencanaan tersebut (Gillies, 1994). Tujuan utama dari perencanaan adalah membuat kemungkinan yang

(44)

28 paling baik dalam penggunaan personel, bahan, dan alat (Swansburg, 1996).

Dari pengertian perencanaan tersebut diatas dapat dirumuskan pengertian tentang perencanaan dalam lingkup manajemen yaitu pengambilan keputusan manajer tentang upaya pencapaian tujuan melalui analisa situasi, perkiraan sumber daya alternatif, tindakan dan pelaksana tindakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan memusatkan perhatian pada masa yang akan datang. Manajemen harus mempersiapkan situasi dan kondisi dalam menghadapi tantangan yang akan datang, baik yang dapat diramalkan maupun yang tidak terduga. Perencanaan menspesifikasikan pada apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang, serta bagaimana hal itu dilakukan dan apa yang kita butuhkan untuk mencapai tujuan.

b) Pengorganisasian(Organizing)

Pengorganisasian adalah suatu proses mengelompokkan berbagai tanggungjawab dan kegiatan dalam kelompok, proses menentukan garis otoritas dan komunikasi serta proses pengembangan pola koordinasi antar kelompok-kelompok tersebut (Djojosugito, 2001).

Pengorganisasian identik dengan kegiatan mengkoordinasikan berbagai aktifitas untuk organisasi sehingga semua berkontribusi untuk mencapai tujuan.Prisnsip

(45)

29 yang penting adalah adanya rantai komando, kesatuan komando, rentang kendali dan spesialisasi. Aktifitasnya meliputi mengembangkan deskripsi tugas dan prosedur, menetapkan gambaran kinerja dan mengkordinasikan aktifitas (Swansburg

& Swansburg, 1999)

Kendala yang dihadapi dalam mengorganisir pelaksanaan kegiatan pengendalian infeksi nosokomial seperti komitmen pimpinan rumah sakit yang lemah dan kurangnya profesionalisme dalam pengendalian infeksi dimodifikasi dengan menggunakan organisasi perawatan sebagai tulang punggung pengendalian infeksi (Djojosugito, 1999).

c) Pengarahan (actuating)

Pengarahan adalah elemen tindakan dari manajemen.Pengarahan sering disebut sebagai fungsi memimpin dari manajemen. Ini meliputi proses pendelegasian, pengawasan, koordinasi dan pengendalian implementasi rencana organisasi (Swansburg, 2000).

Fase ini disebut juga sebagai mengkoordinasikan atau mengaktifkan (Marquis, 2000). Fokus pada tahap ini adalah membimbing dan meningkatkan motivasi. Upaya yang dilakukan dapat meliputi membuat sistem penghargaan, memberikan umpan balik positif, mengintegerasikan tujuan organisasi dengan individu, mengurangi ketidakpuasan kerja,

(46)

30 mendukung lingkungan yang memotivasi staf, mendukung sumber daya : sumber daya manusia, persediaan dan perlengkapan, mendukung program diklat untuk mempertahankan kompetensi, konseling dan bimbingan, menghilangkan konflik, mengkomunikasikan segala hal dengan jelas dan lain-lain.

d) Pengendalian(controlling)

Pengendalian menurut Robert J. Mockler (1972) dalam Handoko (1999) adalah usaha yang sistematis untuk menetapkan standar pelaksanaan sesuai dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi.

3. Peran manajer dalam melaksanakan fungsi manajemen

Peran adalah susunan perilaku khusus yang menyertai posisi tertentu (Longest, 1996).Perilaku yang ditunjukkan manajer menghasilkan sikap manajer dalam menanggapi berbagai masalah.Seperti yang dikemukakan ahli perilaku bahwa sikap seseorang merupakan hasil dari perilaku (Cohen, 2000).Foshbein

(47)

31 dan Ajzen (1975) dalam Cohen, 2000 meyakini bahwa sikap terbentuk dari hubungan dengan keyakinan-keyakinan yang dikembangkannya.Keyakinan ini tentunya bersumber dari pemahaman yang baik dari berbagai informasi yang dimilikinya.

Mintzberg (1975, 1973) dalam Longest, 1996 melihat pekerjaan manajer sebagai rangkaian dari tiga kategori peran yaitu :interpersonal, informasional, dan decisional. Setiap kategori berisi peran yang terpisah dan berbeda.

a) Peran interpersonal : dalam pandangan Mintzberg dalam Longest, 1996 adalah semua manajer diberikan otoritas resmi dalam organisasi yang mereka pimpin, dan otoritas ini mendasari peran interpersonal mereka sebagai

1) Peran figurhead dilakukan manajer khususnya manajer senior, ketika mereka berada dalam aktifitas seremonial dan simbolik seperti mengetuai pembukaan tambahan organisasi fisik (Longest, 1996).

2) Peran sebagi leader, ketika mereka mencoba untuk memotivasi, memberikan inspirasi dan memberikan contoh melalui peran mereka sendiri.

3) Peran liasion manajer menyertai mereka pada peratemuan formal dan informal dalam organisasi dan stakeholder. Proses interpersonal memperantarai stres dan mempengaruhi penerimaan perilaku sehat baru (Cohen, 2000). Hubungan

(48)

32 interpersonal yang baik akan dapat menurunkan stres karena adanya perubahan sehingga akan segera menerima perubahan tersebut sebagai perilaku barunya. Longest juga mengatakan bahwa peran interpersonal memberikan kesempatan bagi manajer untu memperoleh informasi untuk menjalankan peran kedua.

b) Peran informasional meliputi monitoring, diseminator dan peran spokeperson. Dalam melakukan monitoring, manajer mendapat informasi dari jaringan informasinya, menyaring informasi tersebut dan mengevaluasi untuk bertindak atau tidak bertindak dalam menanggapi informasi tersebut. Manajer memiliki banyak pilihan untuk melakukan disiminasi kepada siapa informasi diberikan baik di dalam maupun di luar organisasi. Peran sebagai spokeperson dilakukan dengan mengkomunikasikan posisi organisasinya di kelompok lain seperti legislatif dan orang-orang yang menjadi bagian dari organisasi sebagai bentuk pertanggungjawabannya (Longest, 1996).

c) Peran decisional meliputi interprenership, penatalaksanaan terhadap gangguan, resource allocator dan peran negosiator. Dalam peran interprenership, manajer berperan sebagai inisiator dan mendesain perubahan untuk meningkatkan kinerja dalam organisasi. Saat menjalankan peran ini, manajer berperan sebagai change agent (Longest, 1996).

(49)

33 b. Organisasi (Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi)

Organisasi/Komite Pengendalian Infeksi sudah ada di setiap rumah sakit di Amerika Serikat, keputusan yang dibuat badan ini bersifat independen dan mengikat seluruh komponen di rumah sakit tetapi mungkin membutuhkan pertimbangan dan penetapan dari otoritas yang lebih tinggi misalnya pejabat administrasi rumah sakit.(Haley, 1998).

Program pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari berbagai disiplin ilmu sehingga bentuk organisasi yang cocok berupa organisasi cross functional dan untuk menjalankan organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial ini membutuhkan interaksi, koordinasi, kesadaran dan minat antar disiplin ilmu dan didukung oleh manajemen yang handal.Semuanya yang terlibat harus sadar dan mau mengubah perilaku demi mencegah terjadinya infeksi nosokomial.Komitmen dan dukungan baik dari pihak pimpinan rumah sakit dan seluruh karyawan menjadi penting (Depkes RI, 2007;

Widodo, 1997). Dukungan yang terpenting adalah dukungan yang berasal dari orang-orang yang berpengaruh di rumah sakit misalnya pimpinan rumah sakit yang dengan mudah dapat menggerakan bawahannya untuk melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial ini.

Agar organisasi/komite dapat berjalan dengan baik, menurut Koontz, 1988 perlu memperhatikan berbagai faktor berikut: 1)

(50)

34 wewenang: tiap anggota harus mengetahui batas kewenangan serta tugas dan fungsinya dalam organisasi/komite, 2) penentuan ketua komite: penentuan ketua sangat penting karena anggotanya terdiri dari berbagai disiplin ilmu sehingga sebagai ketua mampu sebagai motor penggerak bagi anggotanya dalam organisasi/komite tersebut. 3) Keanggotaan: anggota yang dipilih merupakan orang-orang yang berminat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi serta representatif di bidangnya masing-masing. 4) komunikasi: komunikasi yang efektif sangat penting dengan cara melaksanakan pertemuan berkala dengan rutin, sering melakukan sosialisasi.

Subandrio (1994) dikutip Nugraha (1996) menyatakan, sistem pencegahan infeksi merupakan bagian dari manajemen mutu rumah sakit.Tahap awal yang dapat dilakukan adalah dengan memasukkan program pengendalian infeksi nosokomial sebagai salah satu program prioritas rumah sakit.Demi kelancaran pelaksanaan program ini dibutuhkan dukungan sumber daya manusia dan sarana-sarana yang dibutuhkan. Tanpa adanya dukungan sumber daya, maka program apapun di rumah sakit tidak akan berjalan dengan lancar.

Organisasi/Komite pencegahan dan pengendalian infeksi dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien.Efektif dimaksud agar sumber daya

(51)

35 yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal (Depkes RI, 2007).

c. Pendekatan manajemen dalam organisasi/komite pencegahan dan pengendalian Infeksi di rumah sakit

Pendekatan manajemen dapat digunakan dalam menilai keberhasilan pelaksanaan program pengendalian infeksi mengingat sistematikanya sesuai dengan langkah-langkah kegiatan pengendalian infeksi di Rumah Sakit. Proses manajemen adalah rangkaian pelaksanaan kegiatan yang saling berhubungan, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap sistem terdiri atas lima unsur yaitu : input, proses, output, control dan mekanisme umpan balik (feedback).

Setiap sistem terdiri atas lima unsur yaitu : input, proses, output, controll dan mekanisme umpan balik (feedback).

1) Input

Input dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi jika ditinjau dari manajemen dan organisasi antara lain : komitmen pimpinan, kepemimpinan, komunikasi dan kerjasama, uraian sebagai berikut :

a) Komitmen Pimpinan

Komitmen bagi pemimpin yang efektif menurut Maxwell (2001) yaitu pemimpin yang mampu menunjukkan keyakinannya.

Komitmen memiliki tiga sifat : komitmen dimulai dari dalam hati, komitmen diuji oleh perbuatan dan komitmen membuka pintu

(52)

36 menuju prestasi. Komitmen dapat diartikan sebagai janji atau tanggung jawab (Maxwell, 2001). Dalam melaksanakan kepemimpinannya, pemimpin yang baik harus memiliki tanggung jawab dimana tanggung jawab merupakan salah satu bentuk manifestasi dari kewenangan yang diberikan anggota sistem sosialnya kepada pemimpinnya.Beberapa pedoman untuk mendefinisikan tanggung jawab tugas seorang pemimpin yang diuraikan oleh Siagian (2008): 1) Bersama bawahan mendefinisikan pekerjaan, pertemuan dilakukan untuk mengembangkan deskripsi tugas bagi para bawahannya. 2) Menetapkan prioritas bagi berbagai tanggung jawab, prioritas mencerminkan pentingnya sebuah kegiatan bagi unit kerja organisasi. Pemimpin harus menyatakan dengan jelas apa yang diharapkan agar bawahan atau anggota dapat mengerti.

Menjelaskan jangkauan kewenangan bawahan, tanggung jawab dan tugas yang dibebankan kepada bawahan.

Petunjuk cara pemimpin menyelesaikan banyak hal yang luar biasa dalam organisasi yang diuraikan oleh Rivai (2004) dalam Sitepu (2010) menjadi sepuluh komitmen yaitu :

1) Mencari kesempatan yang menantang untuk mengubah, mengembangkan dan melahirkan inovasi, komitmen ini dapat dilakukan dengan memperbaharui tim atau anggota dan mempelajari keahlian baru dan mengikuti pelajaran tambahan.

(53)

37 2) Melakukan eksperimen, mengambil resiko, dan belajar dari kesalahan yang menyertai:Melakukan evaluasi tentang setiap kegagalan dan Memberikan teladan.

3) Membayangkan masa depan untuk meningkatkan semangat, hal ini ditempuh dengan: menetapkan tujuan yang diinginkan dan menulis pernyataan wawasan secara singkat.

4) Mengajak orang lain dalam wawasan bersama dengan menghimbau nilai-nilai perhatian, harapan dan impian mereka, dengan cara-cara berikut: menemukan suatu landasan bersama, bicara secara positif, membuat apa yang tidak nyata menjadi nyata dan Menghembuskan nafas kehidupan ke dalam wawasan pemimpin.

5) Memberikan teladan dengan berperilaku secara konsisten dengan wawasan bersama, hal ini dapat dilakukan dengan:

introspeksi diri dan memeriksa tindakan.

6) Mencapai kemenangan kecil yang dapat meningkatkan kemajuan secara konsisten dan membina komitmen : membuat rencana, menciptakan model dan menggunakan papan pengumuman.

7) Menganjurkan kerja sama dengan mengemukakan tujuan dengan penuh kerjasama dan membina kepercayaan : Selalu mengatakan kita bukan “aku” atau “kami”, meningkatkan interaksi, berfokus pada perolehan, bukan kehilangan,

(54)

38 8) Memperkuat orang dengan memberikan kekuasaan, menyediakan pilihan, mengembangkan kecakapan, memberikan tugas penting, dan menawarkan dukungan yang kelihatan dengan cara: memperbesar lingkup pengaruh orang lain, memastikan bahwa tugas yang didelegasikan relevan, mendidik dan mendidik, melangsungkan pertemuan dan membuat dan menjalin hubungan-hubungan dengan pihak lain serta menjadikan orang lain sebagai pahlawan.

9) Menghargai sumbangan individu kepada keberhasilan setiap proyek (kegiatan) : Memberikan penghargaan di muka umum, Memberikan umpan balik dan melatih anak buah

10) Merayakan keberhasilan tim secara teratur dengan cara:

memberi pujian, menjadwalkan perayaan dan menjadi bagian orang yang memberi penghargaan.

b) Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah keterampilan dan kemampuan seseorang dalam mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya lebih tinggi, setingkat maupun yang lebih rendah darinya, dalam berpikir dan bertindak agar perilaku yang semula mungkin individualistik dan egosentrik berubah menjadi perilaku organisasional (Siagian, 1989). Kepemimpinan berarti kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau grup dalam rangka mencapai

(55)

39 tujuan organisasi tersebut (Stoner, 1995; Wiroatmojo, 1994;

Philpot, 1994).

Jiwa kepemimpinan diperlukan untuk menjadi penggerak dalam suatu organisasi.Tidak semua orang mempunyai jiwa kepemimpinan. Banyak factor yang mempengaruhi jiwa kepemimpinan menurut Wiroatmojo (1994) antara lain :

1) Karakteristik pribadi : Intelegensia: intelegensia pemimpin umumnya lebih tinggi dari yang dipimpinnya, mempunyai kedewasaan sosial dan wawasan yang luas, mempunyai motivasi yang tinggi sehingga mendorongnya untuk tetap berusaha, pengertian dan sikap yang positif mengenai orang lain, menghargai hubungan antar manusia

2) Kelompok yang dipimpin : anggota program pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan kelompok yang kompleks karena terdiri dari berbagai disiplin ilmu dan profesi. Oleh sebab itu seorang pemimpin yang baik harus dapat menginterpretasikan tujuan yang ingin dicapai oleh kelompoknya.

3) Situasi : program pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan program yang dinamis. Oleh sebab itu diperlukan pemimpin yang dapat membaca situasi yang terjadi, bersifat fleksibel dan mempunyai kemampuan yang besar untuk mengadaptasi diri.

(56)

40 Sebagai pemimpin kelompok seseorang berperan mendorong anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai. Peranan yang perlu ditampilkan pemimpin menurut Rivai (2004) adalah: mencetuskan ide, memberi informasi, sebagai seorang perencana, memberi sugesti, mengaktifkan anggota, mengawasi kegiatan, memberi semangat untuk mencapai tujuan, sebagai katalisator, mewakili kelompok, memberi tanggung jawab, menciptakan rasa aman dan Sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya.

c) Kerjasama

Kerjasama merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan. Kerjasama tim yang solid akan memudahkan manajemen dalam mendelegasikan tugas- tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk sebuah team yang solid dibutuhkan komitmen tinggi dari manajemen (Helmi, 2006).

Hal terpenting adalah bahwa kerjasama tim harus dilihat sebagai suatu sumber daya yang harus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber daya lain yang ada dalam rumah sakit.

Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan kerjasama tim harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari tim tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu

(57)

41 aktivitas sebuah kerjasama tim, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat melakukan intervensi.

Keuntungan apabila ada masalah diputuskan oleh tim adalah : pertama keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan meningkatkan motivasi tim dalam pelaksanaanya. Kedua, keputusan bersama akan lebih mudah dipahami oleh tim dibandingkan jika hanya mengandalkan keputusan dari satu orang saja.

Menurut Helmi (2006) sebuah tim umumnya memiliki beberapa unsur, yaitu : sekelompok orang, memiliki tujuan yang sama, dan ada kerjasama. Berdasarkan unsur-unsur diatas, maka tim adalah sekelompok orang yang enerjik dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan umum dengan membangun dan membentuk kerjasama guna memperoleh hasil dengan kualitas tertinggi. Tim beranggotakan orang-orang yang dikoordinasikan untuk kerjasama, yang antara lain memiliki tujuan dan pencapaian target yang sama.

d) Komunikasi

Program pencegahan dan pengendalian infeksi memerlukan komunikasi yang efektif. Komunikasi merupakan proses transfer dan mengerti akan arti dari materi yang ditransferkan (Wiroatmojo, 1994). Komunikasi yang tepat dan efektif sangatlah penting dalam proses manajemen yaitu : proses perencanaan, pengorganisasian,

(58)

42 pengarahan dan pengawasan sehingga mampu menggerakan segenap petugas rumah sakit menuju sasaran dan tujuan yang telah disepakati bersama (Stoner, 1995; Philpot, 1994; Wiroatmojo, 1994). Komunikasi yang efektif dan regular pada seluruh level merupakan kunci untuk mengembangkan dukungan yang dibutuhkan atas sebuah program yang berhasil.

Empat fungsi komunikasi yang sama pentingnya (Stoner, 1995) selain hal-hal tersebut diatas adalah fungsi:

1) Pengawasan

Komunikasi bertindak sebagai alat pengawasan dengan adanya peraturan, prosedur dan kebijakan yang harus dilaksanakan oleh seluruh petugas rumah sakit

2) Motivasi

Komunikasi menjadi alat memotivasi seseorang dalam pelaksanaan kegiatan program pencegahan dan pengendalian infeksi

3) Ekspresi emosi

Banyak petugas menganggap bahwa berada dalam tim atau organisasi merupakan suatu interaksi sosial dimana mereka dapat mengeluarkan isi hatinya dan memenuhi kebutuhan social

(59)

43 4) Informasi

Komunikasi diperlukan untuk mengambil keputusan yang bersifat informasi.

Arah komunikasi menurut Rakish et al, (1992) dalam Gondodiputro (1996) dan Hadi (2006) ada bermacam-macam yaitu:

1) Komunikasi atas ke bawah merupakan kegiatan-kegiatan, contoh pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, informasi, penjelasan, perintah, pengumuman, rapat tentang tujuan dan sasaran program pengendalian infeksi nosokomial, prosedur- prosedur yang harus dilakukan, pemecahan masalah serta melakukan feedback.

2) Komunikasi bawah ke atas, contoh staf memberikan laporan hasil kegiatan, masalah yang dihadapi, saran-saran pengembangan, pengaduan, kritikan kepada pimpinan

3) Komunikasi horizontal yaitu komunikasi mendatar, antara anggota staf dengan anggota staf dan berlangsung tidak formal.

4) Komunikasi diagonal merupakan suatu komunikasi antara pimpinan seksi/bagian dengan pegawai seksi/bagian lain atau koordinasi untuk memecahkan masalah interdepartemental, penggerakkan antar staf dan interdepartemental.

Sosialisasi, pertemuan rutin dan berkala yang telah disepakati bersama,tatap muka langsung antara pimpinan dengan bawahan

(60)

44 dan bisa melalui laporan, buletin intern yang memuat kegiatan- kegiatan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan kegiatan komunikasi yang dapat dilakukan.

2) Proses

Proses pada umumnya melibatkan kelompok pimpinan hingga pelaksana. Tahap proses merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu sistem sehingga dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan oleh suatu organisasi.

Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien, masyarakat). Setiap tindakan medik/keperawatan harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien. Keluhan pasien merupakan indikasi adanya ketidaksesuaian antara harapannya dengan pelayanan yang diberikan.Dengan mengacu pada keluhan pasien, setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien.

Indikator proses memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.

3) Output

Output merupakan hasil atau kualitas pelayanan kesehatan, pengembangan staf, serta kegiatan penelitian untuk menindaklanjuti hasil atau keluaran. Tanpa mengukur hasil kinerja

(61)

45 rumah sakit tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator outcomes merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu input dan proses.

Output dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi adalah Laporan pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian Infeksi.

4) Control

Control dalam proses manajemen bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil. Control dapat dilakukan melalui penyusunan anggaran, evaluasi kinerja, pembuatan prosedur yang sesuai standar dan akreditasi. Control dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap kepatuhan petugas tentang pelaksanaan kebijakan dan standar operasional prosedur tentang pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, evaluasi pelaksanaan program kerja, evaluasi laporan surveilans, survei kepuasan pelanggan dan lain sebagainya.

5) Feedback

Mekanisme umpan balik (feedback) diperlukan untuk menyelaraskan hasil dan perbaikan kegiatan yang akan datang.

Mekanisme umpan balik dapat dilakukan melalui laporan keuangan, audit dan survei kendali mutu (Gillies,1994)

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dan Tujuan : berdasarkan hasil observasi awal peneliti di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar saat pembagian tugas anggota tim yang tidak sesuai dengan kompetensinya

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Labuang Baji Makassar menunjukkan ada hubungan antara pelayanan keparawatan dengan kepuasan pasien, dimana responden

Dalam penelitian ini diperoleh berbagai data mengenai Hubungan Pemasangan Kateter dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD Labuang Baji

Populasi sampel adalah penderita penyakit hipertensi yang rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar.. Sampel adalah semua populasi terjangkau

Hasil kuesioner gambaran tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan informasi obat di apotek rawat jalan RSUD Labuang Baji Makassar. No

Infeksi yang sering terjadi di rumah sakit adalah phlebitis, ILO dan decubitus bahkan 9,8% pasien rawat inap menderita infeksi nosocomial sementara standar indikator infeksi

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terkait pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) Rumah Sakit Umum Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah untuk dapat diterapkan

Penulis melakukan Kerja Praktek Lapangan dalam bidang peningkatan mutu khususnya mutu pelayanan rumah sakit, judul Kerja Praktek ini adalah Pengendalian Mutu Pelayananan Rumah Sakit