• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini menjelaskan uraian hasil penelitian mengenai hubungan pengawasan kepala ruangan terhadap tindakan cuci tangan di rumah sakit Mitra Sejati Medan.

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 07 Januari 2016 sampai tanggal 25 Januari 2016 di rumah sakit Mitra Sejati Medan dengan jumlah responden 33 orang terdiri dari perawat ruangan Bougenvile, Amarilis, Tulip, Flamboyan, Sakura dan RB. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi dan mengisi kuisoner, dimana pemberian kuisoner setelah melakukan pengamatan observasi tindakan cuci tangan perawat. Maka diperoleh lah hasil seperti yang telah dijabarkan dalam tabel-tabel berikut:

a. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari aspek pengawasan kepala ruangan terhadap tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan.

1. Karakteristik perawat

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase perawat berdasarkan data demografi

Karakteristik Frekuensi Persentase% Jenis Kelamin Laki- laki 2 6,1 Perempuan 31 93,9 Umur 20-28 tahun 18 54,5 29-36 tahun 12 36,4 37-45 tahun 3 9,1 Tingkat Pendidikan D3 Keperawatan 28 84,8 S1 Keperawatan 5 15,2 Lama Bekerja <1 tahun 5 15,2 1-5 tahun 14 42,4 6-10 tahun 12 36,4 11-15 tahun 2 6,1

Hasil penelitian pada tabel 5.1 didapatkan perawat yang berjenis kelamin mayoritas perawat yang berjenis kelamin perempuan sebesar 93,9% dengan usia paling banyak 20-28 tahun sebesar 54,5% dengan pendidikan mayoritas pendidikan D3 Keperawatan sebesar 84,8% dengan lama bekerja pada rentang 1-5 tahun sebesar 42,4%.

2. Karakteristik Pengawasan kepala ruangan mengenai tindakan cuci tangan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pengawasan Kepala

Ruangan Mengenai Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

Pengawasan Frekuensi Persentase%

Dilakukan 28 75,8

Tidak Dilakukan 5 24,2

Total 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.2 didapatkan hasil pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat mayoritas dilakukan pengawasan sebesar 75,8%.

3. Karakteristik pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

Tindakan Cuci Tangan Frekuensi Persentase (%)

Dilakukan Dengan Baik 22 66,7

Tidak Dilakukan Dengan Baik 11 33,3

Total 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.3 didapatkan hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan mayoritas dilakukan dengan baik

4. Karakteristik pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat Sebelum Dan Sesudah Tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

Tindakan Cuci Tangan Sebelum Sesudah

Persentase (%) Persentase (%)

Dilakukan Dengan Baik 20 60,6 17 51,5

Tidak Dilakukan Dengan Baik 13 36,4 16 48,5

Total 33 100 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan hasil tindakan cuci tangan perawat sebelum melakukan tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan di dapat mayoritas dilakukan dengan baik sebesar 60,6%, sedangkan hasil tindakan cuci tangan perawat sesudah melakukan tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan di dapat mayoritas dilakukan dengan baik sebesar 51,5%.

5. Karekteristik pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat Sebelum Dan Sesudah Melakukan Tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

No Tindakan Cuci Tangan Sebelum Sesudah Dilakukan Dengan Baik Tidak Dilakukan Dengan Baik Dilakukan Dengan Baik Tidak Dilakukan Dengan Baik Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) 1 Mengosok tangan dengan mempertemukan telapak tangan 26 78,8 7 21,2 33 100 0 0 2 Menggosok telapak tangan ke punggung tangan 25 75,7 8 24,3 28 84,9 5 15,1 3 Kedua telapak tangan mengatup dan jari terjalin

25 75,7 8 24,3 26 78,8 7 21,2 4 Letakkan bagian belakang jari ke telapak tangan dengan jari terkunci 22 66,7 11 33,3 26 78,8 7 21,2

5 Gosok dan putar ibu jari tangan kanan dan sebaliknya

25 75,7 8 24,3 28 84,9 5 15,1

6 Letakkan kelima jari tangan kiri di atas telapak tangan kanan putar maju dan mundur, dan lakukan sebaliknya

Hasil penelitian pada tabel 5.5 di dapatkan hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sebelum melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan baik pada langka tindakan cuci tangan yang pertama sebesar 78,8%, hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan baik pada langka tindakan cuci tangan yang pertama sebesar 100%.

Sedangkan hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sebelum melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan tidak baik pada langka tindakan cuci tangan yang ke empat sebesar 33,3%, hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan tidak baik pada langka tindakan cuci tangan yang ke tiga dan ke empat sebesar 21,2%.

b. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara pengawasan kepala ruangan dengan tindakan pelaksanaan cuci tangan perawat di RS Mitra Sejati Medan. Pengujian analisi bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square, disebabkan variabel dependennya juga termasuk kategori. Analisis ini dikatakan bermakna (signifikan) bila hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secarta statistik antara variabel independen dengan dependen, yaitu dengan nilai p<0,05 pada tingkat kepercayaan 95%.

1. Hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan perawat

Tabel 5.6 Hasil Uji Chi Square Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Terhadap Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

No Pengawasan Tindakan Cuci

Tangan

Total Persentase p-Value

Dilakukan Dengan Baik Persentase Tidak Dilakukan Dengan Baik Persentase 1 Dilakukan 17 65,3 9 34,7 26 78,8 0,763 2 Tidak Dilakukan 5 71,4 2 28,6 7 21,2 Total 22 66,7 11 33,3 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.6 didapatkan hasil mayoritas pengawasan yang tidak dilakukan dalam tindakan cuci tangan dengan dilakukan dengan baik sebesar 71,4%

Hasil analisis Chi Square (Person Chi Square) diperoleh nilai Asimp.Sig = 0,763. Karena nilai Asimp.Sig 0,763 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Hal ini menunjukkan secara statistik bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan perawat.

2. Pembahasan

1. Pengawasan Kepala Ruangan Tentang Tindakan Cuci tangan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil dilakukan pengawasan kepala ruangan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan tentang tindakan cuci tangan perawat yang dilakukan dengan baik sebesar 65,3%. Hal ini disebabkan karena kepala ruangan sering melakukan pengawasan kepada setiap bawahan dengan melakukan brifing pada pagi hari saat pergantian shift dinas pagi, serta melakukan sosialisasi dan mencari kendala atau permasalahan yang di alami oleh perawat, gunanya untuk memecahkan masalah dan kendala yang dialami oleh perawat dalam melakukan tindakan infansip seperti: memasang infus, memasang NGT, pemasangan kateter, menganti balutan luka, injeksi (penyuntikan), pembebasan jalan napas dengan suction, pengantian balutan infus.

Kepala ruangan sering mengingatkan dan melakukan observasi langsung pentingnya tindakan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan serta sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien dan lingkungannya demi mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan, kebijakan, tujuan, dan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya. Fungsi pengawasan adalah kegiatan mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan dan ketidak sesuaian yang dapat mengakibatkan tujuan atau sasaran organisasi tidak

tercapai dengan baik, karena pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan tidak efisien dan efektif (Suarli, 2009).

Pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat yang tidak dilakukan sebesar 34,7%. Hal ini disebabkan karena kepala ruangan tidak bisa selamanya melakukan langsung pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan, dimana pengawasan kepala ruangan hanya dilakukan pada shift dinas pagi, sementara pada shift dinas sore dan malam, kepala ruangan tidak melakukan langsung pengawasan tindakan cuci tangan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Alvionia, 2015) mengatakan fungsi pengawasan kepala ruangan efektif atau dilakukan terhadap kepatuhan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial melalui tindakan cuci tangan di Rumah Sakit Santoso Yusuf Bandung di dapat data sebesar 53,5% tetapi tidak patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomi al.

2. Tindakan Cuci Tangan Perawat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan di dapatkan hasil dilakukan dengan baik sebesar 66,7%. Angka kejadian ini didapatkan karena perawat memiliki kesadaran atas pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Mitra Sejati Medan tentang five moment for hand hygiene (5 momen mencuci tangan). Maka dari itu diperlukannya pengawasan yang efektif terhadap perawat yang melaksanakan tindkan cuci tangan. Angka kejadian ini

juga dipengaruhi oleh usia perawat yang mayoritas berumur 20-28 tahun sebesar 54,5% yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit.

Menurut Robbin (2002) faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pada pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Tetapi di lain pihak ada kualitas positif pada pekerja yang berusia tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Namun hasil ini tidak sesuai dengan Melcher (1995), bahwa usia 30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan atau prestasi. Sama halnya dengan hasil penelitian ini perawat dengan kategori umur 29-36 tahun 36,4% dan lama bekerja 6-10 tahun 36,4% melaksanakan cuci tangan. Ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyanto, 2014 menyatakan bahwa tindakan cuci tangan (hand hygine) perawat yang dilakukan di ruangan rawat inap Rumah Sakit Aisyiyah Malang masih rendah didapat sebesar 35%.

Tindakan cuci tangan perawat yang tidak dilakukan dengan baik sebesar 33,3%. Angka ini didapatkan karena perawat kurang peduli dan sadar tentang bahaya infeksi nosokomial yang akan terjadi, serta kurang patuhnya terhadap peraturan yang berlaku di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan Tentang five moment for hand hygiene (5 momen mencuci tangan). Angka kejadian ini juga di pengaruhi oleh tingkat pendidikan perawat mayoritas berpendidikan D3

Keperawatan sebesar 84,8% dan lama bekerja perawat mayoritas 1-5 tahun sebesar 42,4%. Hal ini berarti usia, pendidikan dan lama kerja tidak dapat mendukung pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat.

Menurut Handoko (2001), pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang. Sementara Hasibuan (2007), pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Dengan latar belakang pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan. Selain itu pendidikan juga merupakan suatu pembinaan dalam proses berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan cerminan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan berdasarkan kemampuan dasar yang ada padanya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Werna, 2010) menyatakan bahwa tindakan cuci tangan (hand hygine) perawat yang dilakukan di ruangan rawat inap Rumah Sakit Gunung Malia Tomohon masih rendah didapat sebesar 31%.

3. Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan dengan Tindakan Cuci Tangan Perawat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa dilakukan pengawasan kepala ruangan dalam tindakan cuci tangan perawat dilakukan dengan baik sebesar 65,3%, ini disebabkan karena kepala ruangan sering melakukan pengawasan kepada setiap bawahan dengan melakukan brifing pada

pagi hari saat pergantian shift dinas pagi, dan karena perawat memiliki kesadaran atas pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Mitra Sejati Medan.

Sedangkan tidak dilakukan pengawasan kepala ruangan dalam tindakan cuci tangan perawat dilakukan dengan baik sebesar 71,4% dimana bahwa perawat tersebut walaupun tidak dilakukan pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan, perawat Rumah Sakit Mitra Sejati Medan tetap melakukan tindakan cuci tangan dengan baik. Angka kejadian ini dipengaruhi karena perawat memiliki kesadaran atas pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Mitra Sejati Medan tentang five moment for hand hygiene (5 momen mencuci tangan).

Hasil pengawasan kepala ruangan yang dilakukan dalam tindakan cuci tangan perawat dengan tidak dilakukan dengan baik sebesar 34,7% dimana bahwa perawat tersebut walaupun sudah dilakukan pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat tetap saja tidak melakuan tindakan cuci tangan dengan baik, hal ini disebabkan karena tidak kepedulian dan kepatuhan perawat terhadap prosedur tindakan cuci tangan di rumah sakit Mitra Sejati Medan. Maka dari itu pihak Rumah Sakit Mitra Sejati Medan memberikan teguran bagi perawat yang tidak melakukan tindakan cuci tangan dengan benar dan sebaliknya apabila perawat melakukan tindakan cuci tangan dengan benar akan diberikan pujian serta menjadi contoh bagi perawat lain.

Sedangkan hasil pengawasan kepala ruangan yang tidak dilakukan dalam melaksanakan tindakan cuci tangan perawat, dilakukan dengan tidak baik sebesar 33,3%. Dimana, tidak adanya pengawasan kepala ruangan terhadap tindakan cuci tangan menyebabkan perawat tidak melaksanakan tindakan cuci tangan dengan baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi pengawasan kepala ruangan dapat merubah tindakan cuci tangan perawat ke arah lebih baik. Walupun, tidak ada ditemukan hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan dalam penelitian ini, disebabkan penelitian ini mengabaikan aspek-aspek dalam ketentuan pengawasan.

Penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan (Hanifah, 2015) yang mengatakan ada hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan cuci tangan di RSUD Wonosari didapatkan nilai p-Value 0,00 karena nilai p <0,05, sehinga dapat disimpulkan ada hubungan.

Hasil analisis Chi Square (Person Chi Square) diperoleh P Value = 0,763 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan secara statistik bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan perawat.

BAB VI

Dokumen terkait