• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Terhadap Tindakan Mencuci Tangan Di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Terhadap Tindakan Mencuci Tangan Di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR KUISONER

Pengawasan Kepala Ruangan Di RSU Malahayati Medan Hari/Tanggal :

Nama Tindakan : Pengawasan Tindakan Mencuci Tangan Nama Peneliti :

No Uraian Tindakan Dilakukan Tidak

dilakukan

1 Kepala ruangan mensosialisasikan kembali 6 langkah tindakan cuci tangan, jika tindakan cuci tangan yang saya lakukan salah

2

Kepala ruangan mensosialisasikan kembali 5 momen mencuci tangan (five moments), jika tindakan 5 momen mencuci tangan (five moments) yang saya lakukan salah

3

Kepala ruangan mensosialisasikan kembali tindakan mencuci tangan dengan teknik hand rubs, jika tindakan mencuci tangan dengan teknik hand rubs yang saya lakukan salah

4

Kepala ruangan mensosialisasikan kembali tindakan mencuci tangan dengan teknik hand washing (air mengalir), jika tindakan mencuci tangan dengan teknik hand washing (air mengalir) yang saya lakukan salah

5

Kepala ruangan membimbing saya kembali dalam mencuci tangan, jika saya melakukan kesalahan sebelum melakukan tindakan asuhan keperawatan

6

Kepala ruangan membimbing saya kembali dalam mencuci tangan, jika saya melakukan kesalahan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan

(2)

melakukan cuci tangan, jika saya melakukan kesalahan sebelum kontak dengan pasien

8

Kepala ruangan membimbing saya kembali untuk melakukan cuci tangan jika saya melakukan kesalahan pada saat akan kontak lansung dengan pasien ke pasien berikutnya

9

Kepala ruangan mengajak saya kembali untuk mencuci tangan dengan hand washing (air mengalir) setelah beberapa kali mencuci tangan dengan hand rubs

10

Kepala ruangan mengajak saya kembali untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan sarung tangan, jika saya tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan sarung tangan

11

Kepala ruangan mengajak saya kembali untuk cuci tangan setelah menyentu peralatan rumah sakit, jika saya tidak cuci tangan setelah menyentu peralatan rumah sakit

12

Kepala ruangan mengajak saya kembali untuk mencuci tangan setelah menyentuh benda di sekitar ruangan pasien, jika saya tidak melakukan cuci tangan setelah menyentuh benda di sekitar ruangan pasien

13

Kepala ruangan membimbing saya kembali untuk melakukan teknik mengeringkan tangan dengan benar setelah cuci tangan, jika saya melakukan kesalahan melakukan teknik mengeringkan tangan dengan benar setelah cuci tangan

14 Kepala ruangan menegur saya apabila tidak melakukan cuci tangan sebelum tindakan asuhan keperawatan

(3)

sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan

16

Kepala ruangan memberikan motivasi kembali kepada saya agar selalu melakukan tindakan cuci tangan sebelum melakukan kegiatan asuhan keperawatan

17

Kepala ruangan memberikan motivasi kembali kepada saya agar selalu melakukan tindakan cuci tangan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan

18

Kepala ruangan memberikan sanksi kepada saya apabila tidak melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan

19

Kepala ruangan memberikan pujian kepada saya apabila melakukan tindakan cuci tangan sebelum melakukan tindakan asuhan keperawatan

20

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

Arwani. (2006). Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.

Balaguris. (2009). Jurnal Kejadian infeksi Nosokomial. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/123456789/225/2/%252 I.docx di akses pada tanggal 5 Mei 2015.

Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI. (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta.

E.S.Walyani. (2015). Pemeriksaan Fisik Dasar Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayat. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Hugo. (2002). Jurnal Kejadian infeksi Nosokomial. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/123456789/225/2/%252 I.docx di akses pada tanggal 5 Mei 2015.

Kemenkes. (2013). Tindakan Pencucian Tangan. http://www.kompas.com/doc/12345665/kemenkes,Thn.2013. di akses pada

tanggal 10 Juni 2015.

Kepmenkes. (2008). Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPMRS).

http://www.scribd.com/doc/38737711/Kepmenkes-129-Thn-2008-Spm-Rs di akses pada tanggal 13 April 2015.

Lilian. (2011). Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit WoodWard Palu. Tesis Program Pasca Sarjana FIK-UI Jakarta. Tidak dipublikasikan

Marwoto. (2007). Jurnal Kejadian infeksi Nosokomial. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/123456789/225/2/BAB%252 I.docx di akses pada tanggal 5 Mei 2015.

(19)

Masoumi. (2009). Jurnal Kejadian infeksi Nosokomial. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/123456789/225/2/%252 I.docx di akses pada tanggal 5 Mei 2015.

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam, (2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik

Keperawatan Propesional. Edisi III. Jakarta : Sagung Seto.

Pasaribu. (2006). Infusion Nursing Standards of practice. available online at http://www.ins1.org/i4a/pages/index.cfm?pageid:3619 di akses pada tanggal 10 Juni 2015.

Perdalin. (2010). Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial. available online at http://www.ins1.org/i4a/pages/index.cfm?pageid:4519 di akses pada tanggal 10 Juni 2015.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. EGC. Jakarta

Schaffer. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman. Jakarta : EGC Septiari, B. B. (2012). Infeksi Nosokomial. Yogyakarta: Nuha Medika

Setiadi.(2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sitorus & Panjaitan. (2011). Manajemen Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta:

Sagung Seto

Smeltzer & Brenda, BG. ( 2002 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. EGC. Jakarta

Suarli. (2009). Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktik. Jakarta: Erlangga.

Sukartik. (2009). Kejadian Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Sumatera Utara. http://www.hukor,go.id/?dokumen=global&type=5&th=2009. di akses pada tanggal 10 Juni 2015

Susiati. (2008). Keterampilan Keperawatan Dasar Paket 1. Jakarta : Erlangga Sutoyo. (2012). Jurnal Pengawasan Kepala Ruangan Dalam Pencegahan Infeksi

Di Rumah Sakit.

(20)

Tietjen. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya terbatas. Jakarta: Tridasa Printer

WHO. (2013). Angka Kejadian Infeksi Nosokomial.

http://booksreadr.org/pdf/angka-kejadian-infeksi-nosokomial menurut-who di akses pada tanggal 2 Juni 2015

WHO.(2013). Healthcare Associated Infection (HAI). http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WHO_EIP_SPO_QPS_05.2.pdf di akses pada tanggal 11 April 2015.

Winston. (2011). Jurnal Prosedur Pengawasan Kepala Ruangan Dalam

Mempengaruhi Ketaatan Perawat. http://repository.ui.ac.id/bitstream/134500789/285/2/%252 I.docx di akses

(21)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan (Notoatmojo, 2010). Kerangka penelitian ini tujuannya untuk mengetahui hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan. Kegiatan pengawasan kepala ruangan terdiri dari: sosialisasi, mengarahkan, menegur, motivasi, sanksi dan pujian (Suarli, 2009). Tindakan perawat dalam cuci tangan (WHO, 2013).

Berdasarkan teori dan tujuan yang diteliti dalam penelitian ini maka kerangka konsepnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Dengan Tindakan Cuci Tangan

Pengawasan Kepala Ruangan

- Sosialisasi 

- Mengarahkan 

- Menegur  

- Motivasi 

- Sanksi  Pujian

Tindakan Cuci Tangan - Mengosok tangan dengan 

mempertemukan  telapak tangan  

- Menggosok telapak tangan ke  punggung tangan 

- Kedua telapak tangan mengatup dan  jari terjalin 

- Letakkan bagian belakang jari ke  telapak tangan dengan jari terkunci 

- Gosok dan putar ibu jari tangan kanan  dan sebaliknya 

(22)

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Definisi lain mengatakan variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya: umur, jenis kelamin, pendidikan pengetahuan, penyakit dan sebagainya.

Agar variabel dapat diukur dengan menggunakan instrumen atau alat ukur, maka variabel harus diberi batasan atau definisi yang operasional. Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoadmojo, 2010).

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Independen No

Variabel Definisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Independen 1 Pengawasan kepala ruangan Suatu pengamatan, bimbingan tentang cuci tangan yang dilakukan kepala ruangan kepada perawat pelaksana di RSU Mitra Sejati Medan

Menggunakan kuisoner yang terdiri dari 20 poin pertanyaan dengan menggunakan skala Dikotomi dengan pilihan jawaban: 1. Di lakukan 2. Tidak dilakukan

- Dilakukan, apabila

mendapakatkan nilai >15 poin - Tidak dilakukan,

apabila mendapatkan nilai <15 poin

(23)

No

Variabel Definisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

Independen

2 Mencuci Tangan Suatu tindakan perawat pelaksanana dalam membersihkan tangan dengan cara 6 langkah benar untuk mencegah terjadinya masuknya mikroorganisme yang sesuai dengan standar operasional di RSU Mitra Sejati Medan

Menggunakan lembar

(24)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah Analitik kolerasi. Desain penelitian cross sectional, yaitu metode yang merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada saat bersamaan. Penelian Analitik kolerasi adalah penelitian yang melakukan analisis dinamika kolerasi antara fenomena atau antara faktor risiko dengan faktor efek objek yang bertujuan untuk mengetahui hubungan keadaan yang terjadi pada saat sekarang (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan pengawasan kepala ruangan dalam tindakan cuci tangan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan tahun 2015.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan dengan jumlah 129 orang. 4.2.2 Sampel

Pada penelitian ini yang menjadi tehnik sampel adalah Purposive

Sampling dengan pengambilan didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang

(25)

Kriteria inklusi:

1. Perawat yang bersedia menjadi responden

2. Perawat yang melakukan tindakan invansif seperti: pemasangan infus, pemasangan NGT, pemasangan kateter, penyuntikan (injeksi), pengantian balutan infus, sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.

Rumus yang digunakan dalam penentuan besar sampel adalah sebagai berikut : N

n =

1 + N (d2) Keterangan N : Besar Populasi n : Besar Sampel

d : Nilai Kesenjangan/nilai ketidak percayaan (Notoatmodjo, 2010).

N n =

1 + N (d2) 129 n =

1 + 129 (0,152) 129

n =

1 + 129 (0,02225) 129

n =

1 + (2,87025) 129

n =

3,87025 n = 33,33

(26)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian karena mudah bagi peneliti untuk menjangkau serta belum pernah dilakukan dengan judul penelitian yang sama. Penelitian akan dilaksanakan mulai dari awal bulan Desember 2015 sampai dengan Januari 2016.

4.4 Etika Penelitian

Saat melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada bagian Pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan ini dari pihak rumah sakit Mitra Sejati Medan. Dan telah lulus uji etik dari komisi etik Fakultas Keperawatan, dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian.

(27)

Peneliti menjamin kerahasiaan (Confidentiality) responden dan data-data responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan hanya data-data tertentu saja yang akan di sajikan sebagai hasil penelitian.

Prinsip-prinsip etik yang perlu diperhatikan pada saat melakukan penelitian ini adalah menghormati harkat dan martabat manusia, menghormati privasi dan kerahasian subjek penelitian, keadilan dan keterbukaan serta menghitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Notoadmodjo, 2010).

4.5 Instrumen Penelitian 4.5.1 Instrumen Penelitian

(28)

4.6 Pengukuran Validitas dan Reliabilitas

4.6.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur, dengan melakukan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuisoner tersebut (Notoatmodjo, 2010). Pengujian validitas yang dilakukan yaitu pengujian validitas konstruksi (constract validity) yaitu instrument dibuat berdasarkan aspek yang diukur, yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pakar yang ahli pada bidang Manajemen Keperawatan Fakultas Sumatera Utara. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen itu mampu mengukur apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi tertentu. Hasil instrumen validitas yang didapat 0,81. Instrumen penelitian dianggap valid apabila nilai instrumen lebih kecil dari 1. Berdasarkan hasil uji 0,81<1 yang berarti instrumen penelitian valid.

4.6.2 Uji Reliabilitas

(29)

4.7 Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data tersebut dilaksanakan dengan mengunakan lembar observasi dan kuisoner kepada perawat. Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setelah mendapatkan surat pengantar dari fakultas, maka peneliti mengirim surat ke Rumah Sakit Mitra Sejati Medan, setelah mendapat izin penelitian dari Rumah Sakit Mitra Sejati Medan peneliti mulai melakukan penelitian dengan mendatangi perawat.

Pada saat pengumpulan data, peneliti melakukan satu kali observasi kepada perawat tentang 6 langkah cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, yang di observasi meliputi tindakan invansif seperti: pemasangan infus, pemasangan NGT, pemasangan kateter, penyuntikan, pembebasan jalan napas dengan sution, pengantian balutan infus, sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.

(30)

Setelah perawat selesai mengisi kuisoner, peneliti memeriksa kembali kelengkapan jawaban lembar kuisoner dan menyesuaikan dengan jumlah kuisoner dan observasi yang terkumpul. Setelah terkumpul lembar kuisoner dan observasi, peneliti menganalisis data.

4.8 Pengolahan Data dan Analisis Data 4.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu proses yang digunakan untuk memperoleh ringkasan data dengan menggunakan tahap-tahap berikut ini (Wahyuni, 2011):

a. Editing

Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali satu persatu semua kuesioner yang telah terkumpul untuk melihat apakah setiap kuesioner telah diisi dengan lengkap sesuai petunjuk.

b. Coding

Setelah semua data diperiksa kelengkapannya, kemudian peneliti memberikan kode pada masing-masing jawaban sebelum data diolah. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pada waktu pengolahan data.

c. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan data-data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.

(31)

Pada tahap ini peneliti melakukan pembersihan data untuk melihat apakah semua data yang telah dientri sudah benar

e. Saving

Penyimpanan data untuk di analisis.

4.8.2 Analisis Data 4.8.2.1 Analisis Univariat

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskipsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini analisis data dengan metode statistik univariat akan digunakan untuk menganalisis variabel independen (Pengawasan Kepala Ruangan) dan variabel dependen (Tindakan Mencuci Tangan) data ini disajikan dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data katagorik yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Setiadi, 2007).

4.8.2.2Analisis Bivariat

(32)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini menjelaskan uraian hasil penelitian mengenai hubungan pengawasan kepala ruangan terhadap tindakan cuci tangan di rumah sakit Mitra Sejati Medan.

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 07 Januari 2016 sampai tanggal 25 Januari 2016 di rumah sakit Mitra Sejati Medan dengan jumlah responden 33 orang terdiri dari perawat ruangan Bougenvile, Amarilis, Tulip, Flamboyan, Sakura dan RB. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi dan mengisi kuisoner, dimana pemberian kuisoner setelah melakukan pengamatan observasi tindakan cuci tangan perawat. Maka diperoleh lah hasil seperti yang telah dijabarkan dalam tabel-tabel berikut:

a. Analisa Univariat

(33)
[image:33.595.148.514.223.482.2]

1. Karakteristik perawat

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase perawat berdasarkan data demografi

Karakteristik Frekuensi Persentase% Jenis Kelamin

Laki- laki 2 6,1

Perempuan 31 93,9

Umur

20-28 tahun 18 54,5

29-36 tahun 12 36,4

37-45 tahun 3 9,1

Tingkat Pendidikan

D3 Keperawatan 28 84,8

S1 Keperawatan 5 15,2

Lama Bekerja

<1 tahun 5 15,2

1-5 tahun 14 42,4

6-10 tahun 12 36,4

11-15 tahun 2 6,1

(34)
[image:34.595.145.490.278.344.2]

2. Karakteristik Pengawasan kepala ruangan mengenai tindakan cuci tangan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pengawasan Kepala

Ruangan Mengenai Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

Pengawasan Frekuensi Persentase%

Dilakukan 28 75,8

Tidak Dilakukan 5 24,2

Total 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.2 didapatkan hasil pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat mayoritas dilakukan pengawasan sebesar 75,8%.

3. Karakteristik pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

Tindakan Cuci Tangan Frekuensi Persentase (%)

Dilakukan Dengan Baik 22 66,7

Tidak Dilakukan Dengan Baik 11 33,3

Total 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.3 didapatkan hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan mayoritas dilakukan dengan baik

[image:34.595.111.516.565.623.2]
(35)
[image:35.595.102.509.280.350.2]

4. Karakteristik pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat Sebelum Dan Sesudah Tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

Tindakan Cuci Tangan Sebelum Sesudah

Persentase (%) Persentase (%)

Dilakukan Dengan Baik 20 60,6 17 51,5

Tidak Dilakukan Dengan Baik 13 36,4 16 48,5

Total 33 100 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan hasil tindakan cuci tangan perawat sebelum melakukan tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan di dapat mayoritas dilakukan dengan baik sebesar 60,6%, sedangkan hasil tindakan cuci tangan perawat sesudah melakukan tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan di dapat mayoritas dilakukan dengan baik sebesar 51,5%.

(36)
[image:36.595.115.512.257.725.2]

5. Karekteristik pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat Sebelum Dan Sesudah Melakukan Tindakan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

No Tindakan Cuci Tangan Sebelum Sesudah Dilakukan Dengan Baik Tidak Dilakukan Dengan Baik Dilakukan Dengan Baik Tidak Dilakukan Dengan Baik Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) 1 Mengosok tangan dengan mempertemukan telapak tangan

26 78,8 7 21,2 33 100 0 0

2 Menggosok telapak tangan ke punggung tangan

25 75,7 8 24,3 28 84,9 5 15,1

3 Kedua telapak tangan mengatup dan jari terjalin

25 75,7 8 24,3 26 78,8 7 21,2

4 Letakkan bagian belakang jari ke telapak tangan dengan jari terkunci

22 66,7 11 33,3 26 78,8 7 21,2

5 Gosok dan putar ibu jari tangan kanan dan sebaliknya

25 75,7 8 24,3 28 84,9 5 15,1

6 Letakkan kelima jari tangan kiri di atas telapak tangan kanan putar maju dan mundur, dan lakukan sebaliknya

(37)

Hasil penelitian pada tabel 5.5 di dapatkan hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sebelum melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan baik pada langka tindakan cuci tangan yang pertama sebesar 78,8%, hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan baik pada langka tindakan cuci tangan yang pertama sebesar 100%.

Sedangkan hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sebelum melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan tidak baik pada langka tindakan cuci tangan yang ke empat sebesar 33,3%, hasil tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan mayoritas dilakukan dengan tidak baik pada langka tindakan cuci tangan yang ke tiga dan ke empat sebesar 21,2%.

b. Analisa Bivariat

(38)
[image:38.595.56.571.252.393.2]

1. Hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan perawat

Tabel 5.6 Hasil Uji Chi Square Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Terhadap Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

No Pengawasan Tindakan Cuci

Tangan

Total Persentase p-Value

Dilakukan Dengan Baik Persentase Tidak Dilakukan Dengan Baik Persentase

1 Dilakukan 17 65,3 9 34,7 26 78,8 0,763

2 Tidak Dilakukan

5 71,4 2 28,6 7 21,2

Total 22 66,7 11 33,3 33 100

Hasil penelitian pada tabel 5.6 didapatkan hasil mayoritas pengawasan yang tidak dilakukan dalam tindakan cuci tangan dengan dilakukan dengan baik sebesar 71,4%

(39)

2. Pembahasan

1. Pengawasan Kepala Ruangan Tentang Tindakan Cuci tangan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil dilakukan pengawasan kepala ruangan di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan tentang tindakan cuci tangan perawat yang dilakukan dengan baik sebesar 65,3%. Hal ini disebabkan karena kepala ruangan sering melakukan pengawasan kepada setiap bawahan dengan melakukan brifing pada pagi hari saat pergantian shift dinas pagi, serta melakukan sosialisasi dan mencari kendala atau permasalahan yang di alami oleh perawat, gunanya untuk memecahkan masalah dan kendala yang dialami oleh perawat dalam melakukan tindakan infansip seperti: memasang infus, memasang NGT, pemasangan kateter, menganti balutan luka, injeksi (penyuntikan), pembebasan jalan napas dengan suction, pengantian balutan infus.

Kepala ruangan sering mengingatkan dan melakukan observasi langsung pentingnya tindakan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan asuhan keperawatan serta sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien dan lingkungannya demi mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

(40)

tercapai dengan baik, karena pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan tidak efisien dan efektif (Suarli, 2009).

Pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat yang tidak dilakukan sebesar 34,7%. Hal ini disebabkan karena kepala ruangan tidak bisa selamanya melakukan langsung pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan, dimana pengawasan kepala ruangan hanya dilakukan pada shift dinas pagi, sementara pada shift dinas sore dan malam, kepala ruangan tidak melakukan langsung pengawasan tindakan cuci tangan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Alvionia, 2015) mengatakan fungsi pengawasan kepala ruangan efektif atau dilakukan terhadap kepatuhan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial melalui tindakan cuci tangan di Rumah Sakit Santoso Yusuf Bandung di dapat data sebesar 53,5% tetapi tidak patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomi al.

2. Tindakan Cuci Tangan Perawat

(41)

juga dipengaruhi oleh usia perawat yang mayoritas berumur 20-28 tahun sebesar 54,5% yang berarti usia tersebut masih dapat menerima suatu bentuk aturan-aturan dari Rumah Sakit.

Menurut Robbin (2002) faktor usia pada pelaksanaan kinerja sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa pelaksanaan kinerja menurun akibat bertambahnya usia. Pada pekerja yang berusia tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Tetapi di lain pihak ada kualitas positif pada pekerja yang berusia tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Namun hasil ini tidak sesuai dengan Melcher (1995), bahwa usia 30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan atau prestasi. Sama halnya dengan hasil penelitian ini perawat dengan kategori umur 29-36 tahun 36,4% dan lama bekerja 6-10 tahun 36,4% melaksanakan cuci tangan. Ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiyanto, 2014 menyatakan bahwa tindakan cuci tangan (hand hygine) perawat yang dilakukan di ruangan rawat inap Rumah Sakit Aisyiyah Malang masih rendah didapat sebesar 35%.

(42)

Keperawatan sebesar 84,8% dan lama bekerja perawat mayoritas 1-5 tahun sebesar 42,4%. Hal ini berarti usia, pendidikan dan lama kerja tidak dapat mendukung pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat.

Menurut Handoko (2001), pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja seseorang. Oleh karena pendidikan adalah langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang. Sementara Hasibuan (2007), pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan pekerjaan. Dengan latar belakang pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan. Selain itu pendidikan juga merupakan suatu pembinaan dalam proses berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan cerminan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan berdasarkan kemampuan dasar yang ada padanya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Werna, 2010) menyatakan bahwa tindakan cuci tangan (hand hygine) perawat yang dilakukan di ruangan rawat inap Rumah Sakit Gunung Malia Tomohon masih rendah didapat sebesar 31%.

3. Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan dengan Tindakan Cuci Tangan Perawat

(43)

pagi hari saat pergantian shift dinas pagi, dan karena perawat memiliki kesadaran atas pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Mitra Sejati Medan.

Sedangkan tidak dilakukan pengawasan kepala ruangan dalam tindakan cuci tangan perawat dilakukan dengan baik sebesar 71,4% dimana bahwa perawat tersebut walaupun tidak dilakukan pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan, perawat Rumah Sakit Mitra Sejati Medan tetap melakukan tindakan cuci tangan dengan baik. Angka kejadian ini dipengaruhi karena perawat memiliki kesadaran atas pentingnya pencegahan infeksi nosokomial serta salah satu cara untuk melindungi diri dari penyakit menular dan menaati peraturan yang berlaku di rumah sakit Mitra Sejati Medan tentang five moment for hand hygiene (5 momen mencuci tangan).

(44)

Sedangkan hasil pengawasan kepala ruangan yang tidak dilakukan dalam melaksanakan tindakan cuci tangan perawat, dilakukan dengan tidak baik sebesar 33,3%. Dimana, tidak adanya pengawasan kepala ruangan terhadap tindakan cuci tangan menyebabkan perawat tidak melaksanakan tindakan cuci tangan dengan baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi pengawasan kepala ruangan dapat merubah tindakan cuci tangan perawat ke arah lebih baik. Walupun, tidak ada ditemukan hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan dalam penelitian ini, disebabkan penelitian ini mengabaikan aspek-aspek dalam ketentuan pengawasan.

Penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan (Hanifah, 2015) yang mengatakan ada hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan tindakan cuci tangan di RSUD Wonosari didapatkan nilai p-Value 0,00 karena nilai p <0,05, sehinga dapat disimpulkan ada hubungan.

(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian yang dilakukan mengenai pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat di rumah sakit Mitra Sejati Medan menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

6.1KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti tentang hubungan pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat di rumah sakit Mitra Sejati Medan tahun 2015 dengan jumlah 33 responden, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

(46)

6.2SARAN

1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk pengembangan ilmu keperawatan bagi instansi pendidikan keperawatan tentang pengawasan kepala ruangan dalam tindakan mencuci tangan.

2. Rumah Sakit

Diharapkan dapat meruba perilaku perawat untuk menjadi lebih baik, khususnya pada perawat yang dinilai tidak baik dalam melakukan tindakan cuci tangan. Perlu dilakukan sosialisasi secara berkala pada seluruh perawat, agar dapat mencegah infeksi nosokomial.

3. Penelitian Selanjutnya

(47)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Kepala Ruangan

1.2.1 Pengertian Kepala Ruangan

Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi

tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

keperawatan di satu ruang rawat (Suarli, 2009). Kepala ruangan bertugas untuk

membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan pihak dalam perngawasan

agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara

efisien dan efektif (Nursalam, 2011).

Menurut Arief (1987) dalam Nursalam (2011) merumuskan kepala

ruangan sebagai suatu proses kegiatan dalam upaya meningkatkan kemampuan

dan keterampilan tenaga pelaksana program, sehingga program itu dapat

terlaksana sesuai dengan proses dan hasil yang diharapkan. Kepala ruangan

melakukan kegiatan pengawasaan dan pembinaan yang dilakukan secara

berkesinambungan mencangkup masalah pelayanan keperawatan, masalah

ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap

saat.

1.2.2 Peran Kepala Ruangan

Kepala ruangan diberi tanggung jawab untuk memperkerjakan,

mengembangkan dan mengevaluasi stafnya. Mereka di berikan tanggung jawab

(48)

kewewenangan untuk mengatur unit sesuai tugas dan tanggung jawabnya,

memantau kualitas perawatan, menghadapi masalah tenaga kerjaan, dan

melakukan hal-hal tersebut dengan biaya yang efektif (Potter & Perry, 2005).

Menurut Arwani (2006) kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan,

perlu melakukan kegiatan koordinasi, kegiatan unit yang terjadi tanggung

jawabnya dan melakukan kegiatan evaluasi, kegiatan penampilan kerja staff

dalam upaya mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan

keperawatan dapat dipilih diseuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan

kategori pendidikan serta pengalaman staf di unit yang bersangkutan.

2.2.2 Tujuan Kepala Ruangan

Tujuan kepala ruangan adalah memberiakan bantuan kepada bawahan

secara langsung, sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat

melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Menurut WHO

(1999), tujuan dari pengawasaan yaitu:

1. Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan dalam tempo yang diberikan dengan menggunakan sumber daya

yang tersedia

2. Memungkinkan pengawasan menyadari kekurangan-kekurangan para petugas

kesehatan dalam hal kemampuan, pengetahuan dan pemahaman serta

(49)

3. Memungkinkan para pengawas mengenali dan memberi penghargaan atas

pekerjaan yang baik dan mengenali staf yang layak diberikan kenaikan

jabatan dan pelatihan lebih lanjut

4. Memungkinkan manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi petugas

telah cukup dan dipergunakan dengan baik

5. Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekuranga pada kinerja

tersebut (Nursalam, 2011).

2.2.3 Pelaksanaan Kepala Ruangan 1. Kepala ruangan

a. Bertanggung jawab dalam pelayanan keperawatan pada klien di ruang

perawatan

b. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan

kesehatan di rumah sakit

c. Mengawasi perawat pelaksana dalam melakukan praktik keperawatan di

ruang perawatan sesuai yang didelegasikan

2. Pengawas keperawatan

Bertangung jawab dalam mensupervisi pelayanan kepada kepala ruangan

yang ada di instalasinya

3. Kepala seksi keperawatan

Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan

(50)

2.2.4 Prinsip Kepala Ruangan

1. Kepala ruangan dilakukan sesuai dengan struktur organisasi

2. Kepala ruangan memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan

hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen

dan kepemimpinan

3. Fungsi kepala ruangan diuraiakan dengan jelas, terorganisasi, dinyatakan

melalui petunjuk dan peraturan, uraian tugas, serta standar

4. Kepala ruangan merupakan proses kerja sama yang demokratis antara

kepala ruangan dan perawat pelaksana

5. Kepala ruangan menciptakan lingkungan yang konduksif, komunikasi

efektif, kreativitas dan motivasi

7. Kepala ruangan mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam

pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat, dan

manajer (Nursalam, 2011).

2.2.5 Teknik Kepala Ruangan

Menurut Azwar (1996) dalam Nursalam (2011) dalam mengatasi masalah,

tindakan yang dapat dilakukan oleh kepala ruanagan, ada dua hal yang perlu

diperhatikan:

1. Pengamatan langsung.

Pengamatan yang langsung dilaksanakan kepala ruangan dan harus

(51)

a. Sasaran pengamatan.

Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya, dapat menimbulkan

kebingungan. Untuk mencegah keadaan ini maka pengamatan

langsung ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja.

b. Objektifitas pengamatan.

Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu

objektif. Untuk mencegah keadaan seperti ini maka diperlukan suatu

daftar isian atau check list yang telah dipersiapkan. c. Pendekatan pengamatan

Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan

negatif, misalnya; rasa takut, tidak senang atau kesan mengganggu

pekerjaan. Dianjurkan pendekatan pengamatan dilakukan secara

edukatif dan suportif, bukan kekuasaan atau otoriter.

2. Kerja sama.

Keberhasilan pemberian bantuan dalam upaya meningkatkan penampilan

bawahan, perlu terjalin kerjasama antara kepala rungan dengan perawat

pelaksana. Kerja sama tersebut akan terwujud bila ada komunikasi yang

baik, sehingga mereka merasakan masalah yang dihadapi adalah juga

(52)

1.2.6 Fungsi Kepala Ruangan

Tanggung jawab kepala ruangan terbagi menjadi empat, yaitu

perencanaan, pegorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.

1) Perencanaan

Perencanaan seharusnya menjadi tanggung jawab kepala ruangan pada

tahap perencanaan, tugas bagian perencanaan ialah: 1) Menunjuk ketua tim

untuk bertugas di ruangan masing-masing, 2) Mengikuti serah terima pasien di

shift sebelumnya, 3) Mengindentifikasi tingkat ketergantungan pasien, 4)

Mengindentifikasi jumlah perawat yanga dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan

kebutuhan klien bersama ketua tim, serta mengatur penugasan/penjadwalan, 5)

Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan, 6) Mengikuti visite dokter

untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan,

program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang

akan dilakukan terhadap pasien, 7) Membantu mengembangkan niat untuk

mengikuti pendidikan dan pelatihan diri, 8) Membantu membimbing peserta

didik keperawatan, 9) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan

rumah sakit.

2) Pengorganisasian

Tahap pengorganisasian dalam melaksanakan tugas meliputi: 1)

Merumuskan metode penugasan yang digunakan, 2) Merumuskan tujuan metode

penugasan, 3) Membuat rentang kendali kepala ruangan yang membawahi dua

ketua tim dan ketua tim yang membawahi 2-3 perawat, 4) Membuat rincian

(53)

logistik ruangan, 6) Mengatur dan megendalikan situasi tempat praktik, 7)

Mendelegasikan tugas saat tidak berada di tempat kepada ketua tim, 8) Memberi

wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien, 9)

Mengidentifikasi masalah dan cara penanganan.

3) Pengarahan

Tahap Pengarahan meliputi: 1) Memberi pengarahan, melatih, dan

membimbing tentang penugasan kepada ketua tim, 2) Memberi pujian kepada

anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik, 3) Memberi motivasi dalam

peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, 4) menginformasikan hal-hal

yuang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien, 5)

meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

4) Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui apakah pelaksanaan

kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan, kebijakan,

tujuan, dan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya. Fungsi pengawasan

adalah kegiatan mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan dan

ketidaksesuaian yang dapat mengakibatkan tujuan atau sasaran organisasi tidak

tercapai dengan baik, karena pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan tidak efisien

dan efektif (Suarli, 2009).

Pengawasan terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) Melalui komunikasi

Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun

(54)

b) Melalui supervisi

Supervisi dapat dilakukan dengan cara:

1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui

laporan lansung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi

kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga,

2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,

membaca, dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat

selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan

(didokumentasikan), selain itu mendengar laporan ketua tim tentang

pelaksanaan tugas,

3) Evaluasi, yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan

dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim,

4) Audit keperawatan (Suarli, 2009).

2. Cuci Tangan

2.1Defenisi Cuci Tangan

Menurut Depkes (2007) mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis

melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun

biasa dan air. Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara

mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air

(Tietjen, et al., 2004). Sementara itu menurut Larson seperti yang dikutip dalam

(55)

dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan

ringkas yang kemudian dibilas di bawah air.

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk

menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar

hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan

menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berada pada kuku, tangan dan

lengan (Schaffer, et al, 2000).

Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan

penularan infeksi adalah mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Mencuci tangan

adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang dapat dilakukan oleh semua

orang untuk mencegah penyebaran kuman. Mencuci tangan adalah tindakan aktif

dan singkat menggosok tangan dengan sabun dibawah air hangat yang mengalir

(Depkes, 2013).

Cuci tangan adalah tindakan membersihkan kedua tangan dari

mikoorganisme, debu, dan kotoran dengan cara menggosok kedua tangan dengan

menggunakan air dan sabun secara bersamaan kemudian dibilas dengan air

mengalir.

2.2 Tujuan Cuci Tangan

Menurut Tietjen (2004) tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran

dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme

sementara. Tujuan dari cuci tangan adalah untuk membersihkan mikroorganisme

(56)

sewaktu perawat berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain atau memegang

bagian yang berbeda pada satu pasien (Gould & Brooker, 2003).

Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme

yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat

itu. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan infeksi

(Potter & Perry, 2005).

Tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu mengangkat mikroorganisme yang

ada di tangan, mencegah infeksi silang (cross infection), menjaga kondisi steril,

melindungi diri dan pasien dari infeksi, dan memberikan perasaan segar dan bersih

(Susiati, 2008).

2.3 Indikasi Cuci Tangan

Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum (Tietjien, et al., 2004):

a. Memeriksa (kontak langsung) dengan pasien; dan

b. Memakai sarung tangan bedah steril atau sebelum pembedahan atau sarung

tangan pemerikasaan untuk tindakan rutin .

Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah :

a. Situasi tertentu dimana kedua tangan dapat terkontaminasi, seperti:

memegang instrument yang kotor dan alat-alat lainnya; menyentuh selaput

lendir, darah, atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau eksresi); kontak yang

lama dan intensif dengan pasien.

(57)

WHO (2009) mengindikasikan cuci tangan sebagai berikut :

a. Cuci tangan dengan air dan sabun ketika terlihat kotor atau terpapar

dengan darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menggunakan toilet.

b. Sebelum dan sesudah menyentuh pasien.

c. Sebelum melakukan prosedur invasif dengan atau tanpa menggunakan

sarung tangan.

d. Setelah bersentuhan dengan kulit yang tidak intact , membrane mukosa, atau

balutan luka.

e. Bila berpindah dari satu bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang

lainnya dalam satu perawatan pada pasien yang sama.

f. Setelah kontak dengan peralatan medis.

g. Setelah melepaskan sarung tangan steril dan non steril.

h. Sebelum pemberian medikasi atau mempersiapakan makanan cuci tangan

menggunakan alcohol handrub atau cuci tangan dengan sabun anti

bacterial dengan air mengalir.

2.4 Prinsip Cuci Tangan

Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan

rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang.

Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat,

dokter dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien. Salah satu

(58)

adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan

mengimplementasikan secara efektif.

Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk membersihkan tangan dari mikroorganisme dengan cara menggosok kedua tangan menggunakan air dan

sabun antiseptic ataupun menggunakan alcohol handrub. WHO (2009) mencetuskan promosi global patient safety challenge dengan clean care is safecare, yang artinya adalah perawatan yang bersih maupun higienis adalah perawatan yang aman untuk keselamatan pasien (patient safety) dengan merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene atau kebersihan tangan untuk petugas kesehatan dengan five moments for hand hygiene atau 5 momen mencuci tangan, yaitu mencuci tangan di 5 momen krusial.

5 momen mencuci tangan adalah sebagai berikut:

a. Sebelum kontak dengan pasien

Mencuci tangan sebelum menyentuh pasien ketika mendekati pasien dalam

situasi seperti berjabat tangan, membantu pasien bergeser ataupun berpindah

posisi, dan pemeriksaan klinis.

b. Sebelum melakukan tindakan aseptic

Mencuci tangan segera sebelum tindakan aseptik dalam situasi seperti

perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pembalutan dan perawatan

luka, insersi kateter, mempersiapkan makanan, dan pemberian obat.

c. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi

Mencuci tangan segera setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien yang

(59)

perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pengambilan dan memeriksa darah,

membersihkan urin, feses, dan penanganan limbah.

d. Setelah kontak dengan pasien

Mencuci tangan setelah menyentuh pasien dan lingkungan sekitarnya dan

ketika meninggalkan pasien dalam situasi seperti berjabat tangan, membantu

pasien merubah posisi dan pemeriksaan klinik.

e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien

Mencuci tangan setelah menyentuh benda atau peralatan pasien di

lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan ruangan pasien bahkan bila

tidak menyentuh pasien dalam situasi mengganti linen tempat tidur pasien

dan penyetelan kecepatan perfus.

2.5 Prosedur Cuci Tangan

Prosedur mencuci tangan adalah sebagai berikut (Susiati, 2008) :

a. Lepaskan benda-benda atau perhiasan yang ada ditangan.

b. Atur posisi berdiri terhadap kran air agar diperoleh posisi yang nyaman.

c. Buka kran, atur temperatur air.

d. Tuangkan sabun cair ke telapak tangan.

e. Lakukan gerakan tangan, mulai meratakan sabun dengan kedua telapak tangan.

f. Kedua punggung tangan saling menumpuk, bergantian, untuk membersihkan

sela-sela jari.

g. Bersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak tangan.

(60)

i. Bersihkan ibu jari bergantian.

j. Bersihkan lengan bergantian.

k. Bilas tangan sampai bersih sehingga tidak ada cairan sabun dengan ujung

tangan menghadap ke bawah.

l. Tutup kran air. Gunakan siku untuk menutup kran, bukan dengan jari.

m. Keringkan tangan dengan handuk.

Tietjen (2004) mengklasifikasikan prosedur atau langkah-langkah

mencuci tangan berdasarkan jenis cuci tangan, yaitu:

a. Cuci tangan rutin

Cuci tangan rutin adalah membersihkan tangan dari kotoran dan

mikroorganisme dengan cara menggosok menggunakan air dan sabun biasa.

Hal ini dilakukan pada kondisi pasien yang tidak terlalu rentan.

Langkah-langkah untuk cuci tangan rutin adalah:

1) Basahi kedua belah tangan.

2) Gunakan sabun biasa (bahan antiseptic tidak perlu).

3) Gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari-jari

bersama sekurang-kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan

memperhatikan bidang di bawah kuku tangan dan diantara jari.

4) Bilas kedua tangan selurunya dengan air bersih.

5) Keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap

untuk mematikan kran.

b. Penggosok Cuci tangan bedah

(61)

organisme sementara mekanikal dan mengurangi flora tetap selama

pembedahan yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi luka oleh

mikroorganisme dari kedua tangan dan lengan dokter bedah dan asistennya.

Langkah-langkah untuk cuci tangan bedah adalah sebagai berikut:

1) Lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang.

2) Basahi kedua belah tangan dan lengan bawah hingga sikut dengan

sabun dan air bersih.

3) Bersihkan kuku dengan pembersih kuku dengan pembersih kuku.

4) Bilaslah tangan dan lengan bawah dengan air.

5) Gunakan bahan antiseptic pada seluruh tangan dan lengan sampai

bawah siku dan gosok tangan dan lengan bawah dengan kuat

sekurang-kurangnya 2 menit.

6) Angkat tangan lebih tinggi dari siku, bilas tangan dan lengan bawah

seluruhnya dengan air bersih.

7) Tegakkan kedua tangan ke atas dan jauhkan dari badan, jangan sentuh

permukaaan atau benda apapun dan keringkan kedua tangan dengan lap

bersih dan kering atau keringkan dengan diangin-anginkan.

8) Pakailah sarung tangan bedah yang steril.

6 (enam) Langkah Mencuci Tangan (Protap Rumah Sakit Mitra Sejati Medan)

Rumah Sakit Mitra Sejati Medan, menerapkan Standar Operasional Prosedur tetap

6 (enam) langkah mencuci tangan menurut WHO (2011) yang berlaku bagi

seluruh petugas kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan. 6

(62)

1) Langkah pertama, menggosok tangan dengan mempertemukan telapak

tangan dengan telapak tangan.

2) Langkah kedua, menggosok telapak tangan ke punggung tangan.

3) Langkah ketiga, kedua telapak tangan mengatup dan jari terjalin.

4) Langkah keempat, letakkan bagian belakang jari ke telapak tangan dengan

jari terkunci.

5) Langkah kelima, gosok dan putar ibu jari tangan kanan dan sebaliknya.

6) Langkah keenam, letakkan kelima jari tangan kiri di atas telapak tangan

(63)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi kesehatan yang menyediakan pelayanan

kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

suatu pemenuhan kebutuhan dan tuntutan pasien yang mengharapkan

penyelesaian masalah kesehatannya pada rumah sakit karena dianggap rumah

sakit mampu memberikan pelayanan medis sebagai upaya penyembuhan dan

pemulihan rasa sakitnya dan pasien mengharapkan pelayanan yang siap, cepat,

tanggap dan nyaman terhadap keluhan penyakitnya (Darmadi, 2008). Rumah sakit

harus memiliki akomodasi yang adekuat dan berkualifikasi pada tenaga kesehatan

yang berpengalaman untuk menyediakan pelayanan dengan kualitas yang baik.

Rumah sakit bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit, tetapi rumah sakit juga

dapat menjadi sumber infeksi. Saat ini infeksi yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan merupakan penyebab utama kematian di beberapa bagian dunia (WHO,

2013).

Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut infeksi nosokomial. Infeksi

nosokomial dapat berasal dari proses penyebaran di pelayanan kesehatan, baik

pasien, petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya (Septiari, 2012).

Kejadian infeksi nosokomial sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan

pasien, lamanya masa perawatan dan masa penyembuhan yang panjang

(64)

Saat ini angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak

ukur mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan Kepmenkes no. 129 tahun 2008,

standar kejadian infeksi nososkomial di rumah sakit sebesar ≤1,5%. Izin

operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian

infeksi nosokomial. Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar

minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi

nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian

terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di

setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna

meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).

Presentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi

3–21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia

mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO

menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal

dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya

infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2013).

Infeksi ini menempati posisi pembunuh keempat di Amerika Serikat dan terdapat

20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosokomial ini. Kejadian infeksi

nosokomial di Amerika Serikat sebesar 12,7% (Marwoto, 2007).

RS. Rasul Akram di Iran melaporkan sebesar 14, 2% pasiennya menderita

infeksi nosokomial di bagian pediatrik dengan usia di bawah 2 tahun berisiko

(65)

rumah sakit di Swiss menyebutkan bahwa prevalensi infeksi nosokomial sebesar

10,1% dengan kejadian terbanyak pada ruang ICU sebesar 29,7% (Hugo, 2002).

Data infeksi nosokomial di Indonesia sendiri dapat dilihat dari data

surveilans yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013 di 10

RSU Pendidikan, diperoleh angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu sebesar

6-16% dengan rata-rata 9,8%. Penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit

di DKI Jakarta pada 2013 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat

infeksi yang baru selama dirawat (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan hasil survey penelitian yang dilakukan Sukartik (2009) di

Rumah Sakit Sumatera Utara tentang kejadian infeksi nosokomial. Data di Rumah

Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Kota Medan Tahun 2009 terhadap infeksi

nosokomial di ruang rawat inap sebesar 2,63% yang terdiri dari infeksi yang

disebabkan oleh penggunaan jarum infus sebesar 1,8%, angka infeksi luka operasi

sebesar 0,8%, dan transfusi darah sebesar 0,03%. Dan data yang diperoleh dari

Rumah Sakit Putri Hijau melalui data rekam medik angka infeksi nosokomial

tahun 2009 pada ruangan rawat inap sekitar 20%. Jadi dapat disimpulkan bahwa

kejadian infeksi di ruangan rawat inap semakin meningkat, ini disebabkan

kurangnya tindakan pengawasan pencegahan infeksi yang di lakukan oleh perawat

dalam pelaksanaan tindakan pencucian tangan sesuai dengan standar pencegahan

infeksi Rumah Sakit (WHO, 2013).

Perawat memiliki peranan penting dalam pengendalian infeksi di rumah

sakit, melalui tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

(66)

rumah sakit. Cuci tangan merupakan salah satu penerapan perawat dalam

pencegahan infeksi nosokomial, dimana kebersihan tangan adalah suatu prosedur

tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun/antiseptik dibawah

air mengalir atau dengan menggunakan handdrub yang bertujuan untuk

menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah

mikroorgansme sementara (Perdalin, 2010).

Menurut Sumurti (2008), cuci tangan dilakukan untuk mengangkat

mikroorganisme yang ada ditangan, mencegah infeksi silang, menjaga kondisi

steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, dan memberikan perasaan segar dan

bersih. Prosedur cuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan

pasien. Pencegahan infeksi yang di lakukan perawat pelaksana dengan melakukan

tindakan pencucian tangan mampu menghilangkan 92% organisme penyebab

infeksi di tanggan dan 70% kasus infeksi bisa di cegah (Kemenkes, 2013).

Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan sebagai salah satu

tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit, untuk itu tindakan pencegahan infeksi

nosokomial ini sangat penting diperhatikan oleh setiap pemberi layanan kesehatan

di rumah sakit (Septiari, 2012).

Mutu pelayanan rumah sakit harus dilakukan oleh semua jajaran

manajemen rumah sakit, Salah satu organisasi dengan sentralisasi yang tinggi

adalah kepala ruangan, dimana kepala ruangan merupakan bagian fungsi

pengawasan yang mempunyai peran untuk mempertahankan agar segala kegiatan

yang telah terprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Kepala ruangan

(67)

kondisi-kondisi personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya

suatu tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien (Marquis & Huston,

2010). Dengan demikian setiap pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan

harus dapat mencegah terjadinya infeksi pada pasien. Pelaksanaan pengawasan

setiap prosedur yang dilakukan oleh kepala ruangan dengan tepat, akan

mencerminkan sikap pengarahan ke pada perawat dalam pencegahan infeksi.

Pelaksanaan pengawasan setiap prosedur yang dilakukan oleh kepala

ruangan dengan tepat, akan mencerminkan sikap ketaatan perawat dalam

pencegahan infeksi dalam pelaksanaan tindakan pencucian tangan. Pernyataan di

atas sejalan dengan hasil penelitian Sutoyo (2012) menyatakan bahwa

pengawasan kepala ruangan dalam pelaksanaan prosedur tindakan mencuci tangan

dalam pencegahan infeksi ke pada perawat diperoleh sebesar 6,64%. Dalam

pengarahan pelaksanaan prosedur pengawasan yang dilakukan kepala ruangan

dalam mencegah terjadinya infeksi sangat mempengaruhi ketaatan perawatan

yang mana di jelaskan dalam hasil penelitian Winston (2011) menyatakan bahwa

pelaksanaan prosedur pengawasan kepala ruangan dalam pencegahan infeksi ke

pada ketaatan perawat dalam tindakat mencuci tangan sebesar 94,62%.

Secara umum kepala ruangan merupakan pengamatan yang dilakukan oleh

atasan, terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk memberikan bantuan

jika ditemukan masalah pada pekerjaan yang dilakukan (Suarli, 2009). Kepala

ruangan perlu terus-menerus membina perawat agar program kerja yang telah di

sepakati dapat tercapai semaksimal mungkin, selain itu juga didalam pencapaian

(68)

terdapat program kerja pengendalian infeksi melalui tindakan mencuci tangan.

Namun, tampaknya belum semua kepala ruangan memahami upaya tersebut

secara tepat. Ini tercermin dari belum optimalnya upaya kepala ruangan dalam

meningkatkan pengawasan pengendalian infeksi di ruangan rawat inap, khususnya

dalam menjalankan peran dan fungsi kepala ruangan sebagai bagian dari tim

PPIRS (Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit). Oleh kartena itu di perlukan

adanya dorongan yang lebih lanjut terhadap kepala ruangan dalam pengawasan

pengendalian infeksi khususnya tindakan mencuci tangan.

Tindakan mencuci tangan dapat mencegah terjadinya penularan infeksi

nosokomial di Rumah Sakit. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan

peneliti pada tanggal 28 Juli 2015 di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan.

Didapatkan data infeksi tindakan mencuci tangan 15%. Maka berdasarkan uraian

diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan

Pengawasan Kepala Ruangan Dengan Tindakan Cuci Tangan Perawat di Rumah

Sakit Mitra Sejati Medan Tahun 2015”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas

maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini adalah Adakah hubungan

pengawasan kepala ruangan dalam tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit

(69)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

1. Mengetahui hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci

tangan perawat di RSU Mitra Sejati Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengawasan kepala ruangan di RSU Mitra Sejati Medan.

2. Mengidentifikasi tindakan cuci tangan perawat di RSU Mitra Sejati Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi

pihak-pihak yang bersangkutan, yaitu:

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan

untuk pengembangan ilmu keperawatan bagi instansi pendidikan

keperawatan tentang pengawasan kepala ruangan dalam tindakan mencuci

tangan.

1.4.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala ruangan dalam

melakukan pengawasan dalam tindakan mencuci tangan di rumah sakit.

1.4.3 Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan bagi peneliti

selanjutnya tentang pengawasan kepala ruangan dalam melakukan tindakan

(70)

Judul : Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Tentang Tindakan Cuci Tangan Perawat Di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan

Nama : Randy Ramadhan Sitohang

Nim : 141121107

Program Studi : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2016

ABSTRAK

Pengawasan merupakan suatu pengamatan, bimbingan tentang cuci tangan yang dilakukan kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengawasan kepala ruangan tentang tindakan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Mitra Sejati Medan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Analitik Kolerasi dengan pendekatan Cross Sectional, menggunakan analisa data uji Chi-Square. Instrumen penelitian ini menggunakan kuisoner dan lembar observasi. Sampel dalam penelitian ini 33 perawat dengan tehnik Purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan pengawasan kepala ruangan yang dilakukan dengan baik sebesar 75,8%, dan tindakan cuci tangan perawat yang dilakukan dengan baik sebesar 66,7%. Hasil penelitian pengawasan kepala ruangan dilakukan dengan tindakan cuci tangan perawat dilakukan dengan baik. Didapatkan bahwa tidak ada hubungan pengawasan kepala ruangan dengan tindakan cuci tangan perawat dengan (p-Value 0,763). Saran kepada pihak Rumah Sakit Mitra Sejati Medan diharapkan dapat merubah perilaku perawat untuk menjadi lebih baik, khususnya pada perawat yang dinilai tidak melakukan tindakan cuci tangan, dan perlu dilakukan sosialisasi secara berkala pada seluruh perawat, agar dapat mencegah infeksi nosokomial.

(71)

Title of Thesis : The Correlation between Ward Heads’ Supervision and Nurses’ Hand Washing at Mitra Sejati Hospital Medan Name of Student : Randy Ramadhan Sitohang

Student ID Number : 141121107

Department : S1 (Undergraduate) of Nursing (S.Kep)

Academic Year : 2016

ABSTRACT

Supervision is an observation and counseling on hand washing ordered by ward heads to nurse practitioners. The objective of the research was to identify the ward heads’ supervision on nurses’ hand washing at Mitra Sejati Hospital Medan. The research applied Correlation Analytical design with Cross Sectional approach and Chi Square test for data analysis. It used questionnaires and observation sheets as the research instruments. The research samples were 33 nurses, taken by using purposive sampling technique. The results showed that 75.8% of the supervision performed by the ward heads was good and 66.7% of the nurses performed good hand washing. It was concluded that there was no correlation between the ward heads’ supervision and nurses’ hand washing (p-value=0.763). It is recommended that the hospital management improve nurses’ behavior to be better, particularly the nurses who are assessed not well in performing hand washing, and provide socialization periodically to prevent from nosocomial infection.

(72)

HUBUNGAN PENGAWASAN KEPALA RUANGAN DENGAN TINDAKAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUMAH SAKIT MITRA

SEJATI MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Randy Ramadhan Sitohang 141121107

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(73)
(74)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Randy Ramadhan Sitohang

Nim : 141121107

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini yang berjudul ‘Hubungan

Pengawasan Kepala Ruangan Tentang Tindakan Cuci Tangan Perawat Di Rumah

Sakit Mitra Sejati Medan’ adalah benar hasil karya sendiri, kecuali dalam

pengutipan subtansi disebutkan sumbernya dan belum pernah dianjurkan kepada

institusi manapun serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas

keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus

dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan

atau paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika

ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Medan, Februari 2016

(75)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa

karena dengan Rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini

yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

dengan judul: “HUBUNGAN PENGAWASAN KEPALA RUANGAN

TERHADAP TINDAKAN MENCUCI TANGAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEJATI MEDAN.”

Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan pada penulis, terutama

kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III

5. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan nasehat, masukan dan saran-saran perbaikan Skripsi ini.

6. Ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns, M.Biomed selaku Dosen Penguji I yang

(76)

7. Bapak Roymond H. Simamora, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Dosen Penguji II

yang memberikan masukan dan saran-saran perbaikan

8. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan

selama ini.

9. Seluruh keluarga terutama Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan

motivasi dan dukungan selama menjalani pendidikan terutama dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

10.Teman-teman mahasiswa yang memberikan dukungan kepada penulis dalam

penyusunan Skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan pada penulis.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan yang

harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun

dari berbagai pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas segala do’a, perhatian dan

bantuan yang telah diberikan selama ini. Harapan penulis semoga Skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2016

Hormat penulis,

(77)

DAFTAR ISI

Halaman

Prakata ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iii

Daftar Lampiran ... v

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 7

4. Manfaat Penelitian ... 7

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Kepala Ruangan ... 9

2. Peran Kepala Ruangan ... 9

3. Tujuan Kepala Ruangan ... 10

4. Pelaksana Kepala Ruangan ... 11

5. Perinsip Kepala Ruangan ... 12

6. Teknik Kepala Ruangan ... 12

7. Tanggung Jawab Kepala Ruangan ... 14

8. Cuci Tangan ... 16

9. Tujuan Cuci Tangan ... 17

Gambar

Gambar 3.1.  Kerangka Penelitian Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Independen
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase perawat berdasarkan data
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Pengawasan Kepala
+4

Referensi

Dokumen terkait

A B Variabel Dependen Pelaksanaan five moments hand hygiene perawat Variabel Independen Supervisi Kepala Ruangan Tindakan perawat pelaksana membersihkan tangan dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau

Gambaran Pelaksanaan Cuci Tangan oleh Perawat Sebelum dan Sesudah Melakukan Tindakan Keperawatan Pasien Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.. Universitas

Tindakan cuci tangan yang dilakukan perawat pelaksana sebelum melakukan tindakan keperawatan sebanyak 7 perawat dengan prosentase sebesar 22,58 %. Tindakan cuci tangan yang

Judul Tesis Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan.. Nama Mahasiswa

Terdapat banyak faktor terkait dengan fungsi supervisi kepala ruangan yang dapat menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan perawat dalam bekerja.Tujuan penelitian

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau, peneliti mengobservasi 77 perawat dalam melakukan cuci tangan, ditemukan 24,7% perawat yang melaksakan cuci