43
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain deskriptif korelasi dengan pendekatan pengamatan sewaktu (cross
sectional). Desain korelasi bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu
variabel dengan variabel lainnya (Polit & Beck, 2012). Penelitian deskriptif
korelasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara supervisi kepala
ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda
Medan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015.
3.3. Populasi Dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di
ruang rawat Inap Rumah Sakit Imelda Medan sebanyak 68 orang perawat.
Jumlah ruangan rawat inap sebanyak 8 ruangan dan 8 kepla ruangan.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu semua perawat
pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan.
Penyebaran sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini dengan rincian:
NO Nama Ruangan Jumlah perawat
1 Dahlia 7
2 Katalia 6
3 Angrek 5
4 VIP 3
5 Mawar 6
6 Matahari 6
7 Tulip 5
8 Teraatai 4
Jumlah 42
Tabel 3.1 Jumlah sampel di ruangan rawat inap
Kriteria sampel dalam penelitian ini untuk kriteria inklusi: 1) Perawat
pelaksana yang sedang bertugas di unit rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan,
2) Bersedia menjadi responden, 3) Lama kerja > 1 tahun. Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah: 1) Perawat yang sedang cuti saat penelitian, 2) Perawat
yang sedang sakit saat penelitian, 3) Perawat yang sedang tugas belajar saat
penelitian, 4) Perawat yang bertugas sebagai kepala ruangan/penanggung jaawab
ruangan 5) Perawat yang menjabat struktural.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data primer
Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada sampel
yaitu perawat pelaksana dan memberikan angket yang diisi sendiri oleh mereka
45
Kuesioner mengacu pada variabel yang akan diteliti yaitu berisi
pertanyaan tentang variabel terikat yaitu kepuasan perawat dan pertanyaan
tentang variabel bebas meliputi supervisi kepala ruangan
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari data pada bagian administrasi Rumah Sakit
Imelda Medan meliputi data-data yang relevan dengan tujuan penelitian seperti
jumlah perawat, lama kerja, pendidikan dan nama-nama ruangan.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel penelitian
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya
atau berubahnya variable dependen atau yang mempengaruhi stimulus, input
(Sugiyono, 2005). Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, dan variabel ini sering
disebut respon, output (Sugiyono, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini
yaitu supervisi kepala ruangan, dengan sub variabel edukatif, suportif dan
manajerial sedangkan variabel dependen adalah kepuasan kerja perawat
3.5.2. Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Range Skala
47
Alat pengumpul data yang dipakai pada penelitian ini menggunakan
formulir pengumpulan data dan kuesioner. Kuesioner merupakan serangkaian
atau daftar pertanyaan yang disusun sistematis, kuesioner diisi oleh responden,
setelah diisi, kuesioner dikembalikan kepada peneliti (Bungin, 2006).
Instrumen terdiri atas: karakteristik responden/demografi, supervisi
Alasan peneliti memilih instrumen penelitian dengan menggunakan
kuesioner karena mendapat keuntungan, antara lain: 1) Tidak memerlukan
hadirnya peneliti, 2) Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden,
3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing, dan
menurut waktu senggang responden, 4) Dapat dibuat anonym sehingga
responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab, 5) Dapat dibuat
terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yang
benar-benar sama.
3.6.2 Pengukuran variabel bebas dan variabel terikat
3.6.2.1 Supervisi kepala ruangan
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti sebanyak 34 item pertanyaan dengan
mengacu pada kerangka konsep berdasarkan situasi dan kondisi rumah sakit.
Kuesioner ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan supervisi yang
diberikan oleh kepala ruangan. Kuesioner ini berkaitan dengan peran kepala
ruangan dalam meningkatkan supervisi (meningkatkan pengetahuan dan percaya
diri perawat pelaksana, meningkatkan kemampuan perawat mengatasi konflik
dengan rekan kerja maupun dengan pasien dan meningkatkan rasa tanggung
jawab perawat). Kuesioner ini berisi pernyataan supervisi secara edukatif,suportif
dan manajerial terdiri dari 34 pernyataan dan diukur menggunakan skala likert
dengan skor: Rentang skor nilai 136-34 puas, 69-102 cukup puas dan 34-68 tidak
49
3.6.2.2 Kepuasan kerja
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka berdasarkan situasi dan kondisi rumah sakit dalam melihat kepuasan kerja perawat. Kuesioner ini bertujuan untuk menunjukkan pada respon empat poin skala sejauh mana mereka puas atau tidak puas terhadap pekerjaanya.
Pengukuran variabel kepuasan kerja terdiri atas 22 butir pertanyaan dengan menggunakan pilihan jawaban sangat tidak puas (STP), tidak puas (TP), puas (P) dan sangat puas (SP). Pernyatan kepuasan kerja terdiri dari 22 item, dan responden diminta untuk menunjukkan pada respon empat poin skala sejauh mana mereka puas atau tidak puas. Kuesioner berisi pernyataan kepuasan kerja perawat terdiri dari 22 pernyataan. Setiap variabel diukur menggunakan skala likert dengan rumus yaitu nilai tertingi dikurang nilai terendah dibagi banyak kelassehinga didapat rentang skor 22-44 tidak puas, 45-66 cukup puas, 67-88 puas.
3.6.3 Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrument. Uji validitas dilakukan sebelum penelitian
dilaksanakan untuk mengevaluasi kejelasan ringkasan dari setiap item kuisioner
dengan persentasi skor item pada ranting 3 dan 4. Tujuan dari Conten Validity
Indeks(CVI) ini adalah untuk menilai relevansi dari masing-masing item terhadap
apa yang akan di ukur oleh peneliti. Para ahli diberikan pertanyaan dan diminta
pendapatnya tentang data demografi, kuisoner supervisi kepala ruangan, dan
Untuk mendapatkan total CVI dengan cara menjumlahkan persentase
skor item pada ranting 3 dan 4 yang disetujui oleh para expert. CVI diterima
minimal 0.80 (Lynn, 1986; Polit & Beck, 2004). Bila validitas telah dicapai sesuai
dengan kriteria maka data tersebut bebas dari kesalahan sistematis.
Hasil CVI dari 36 item pertanyaan supervisi kepala ruangan dinyatakan
relevan namun perlu dilakukan revisi pada item pertanyaan 1, 5, 10, dan 32.
Dan ada 2 pernyataan yang di hilangkan ( 19, 35) karna pernyatan hamper sama
dengan item yang lain. nilai CVI untuk supervisi kepala ruangan adalah 0.86.
Hasil CVI instrumen kepuasan kerja perawat dari 22 dinyatakan semua valid
tetapi perlu di revisi pada item 6, 11 dan 21 dan dinyatakan valid setelah dilkukan
perbaikan nilai total CVI dari 3 expert 0,92.
3.6.4. Peserta
Para ahli terdiri dari 3 orang magister keperawatan dengan rincian 1 orang
bekerja sebagai supervisior Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam MalikMedan,
dan 2 orang bekerja sebagai dosen di STIKes Sumatra utara Medan. Para expert
menganalisa dan menilai kuisioner penelitian tentang supervisi kepala ruangan
dan kepuasan kerja perawat. Masing-masing terdiri dari 4 kategorimenggunakan
skala 1–4. Skala 1 menyatakan tidak pernah, skala 2 menyatakan jarang, skala 3
sering, skala 4 sangat sering. Instrumen penilaian kepuasan kerja perawat di
rumah sakit menggunakan skala Likert dengan 4 skala yaitu : 1 menyatakan
sangat tidak puas, skala 2 tidak puas, skala 3 puas, skala 4 sangat puas. pertanyaan
valid dengan nilai CVI 0.92 dan selanjutnya peneliti dapat melakukan uji
51
3.6.5. Reliabilitas
Reliabilitas instrument dalam penelitian kuantitatif adalah untuk menilai
kualitas konsisten dalam mengukur atribut target. Reliabilitas instrumen dapat
disamakan dengan stabilitas, konsistensi dan dependebilitas. Keandalan juga
menyangkut akurasi instrumen yang mencerminkan nilai-nilai yang benar sampai
kesalahan pengukuran tidak diperoleh. Pengukuran yang reliabel dapat
memaksimalkan komponen nilai yang benar dan meminimalkan kesalahan. Uji
reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi dan akurasi alat ukur, apakah
alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika
pengukuran tersebut diulang (Polit & Beck, 2012). Kuesioner dapat dikatakan
reliabilitas tinggi jika nilai alpha cronbach melebihi angka kritis. Uji reliabilitas
supervisi kepala ruangan dan kepuasan kerja minimal 0,70 dan di atas 0,80 adalah
baik (Polit & Beck, 2012). Uji instrumen ini dilakukan di Rumah Sakit Haji
Medan menguji coba instrument pada 30 responden (perawat pelaksana di
ruangan rawat inap).
Dari 30 kuisioner yang peneliti bagikan kepada responden (perawat
pelaksana) semuanya kembali dengan lengkap dan telah terisi sesuai dengan yang
peneliti harapkan. Hasil data demografi yang diperoleh 30 responden pada
rumah sakit tersebut adalah 6 orang laki-laki (20%), 24 orang wanita (80%),
usia antara 20-30 tahun sebanyak 14 orang (46,7%) usia antara 31-40 tahun 14
orang (46,7%), usia 41-60 tahun 2 orang (6,7%). Berdasarkan lama kerja
diperoleh hasil pilotstudy 2-5 tahun 7 orang (23,3%), 6-10 tahun 15 orang
Pilot study yang dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan tersebut untuk
supervisi kepala ruangan di dapatkan nilai cronbach’s alpha 0.84. Nilai item
korelasi total terendah 0.10 dan yang tertinggi 0.74. Item kelompok supervisi
secara edukatif (12 item) diperoleh hasil nilai alpha cronbach coefficient 0.88,
kelompok supervisi secara suportif (11 item) = 0.85, item kelompok supervisi
manejerial (11 item) = 0.81, item, item kelompok kerja yang menantang (6 item)
= 0,76, kelompok kepuasan kerja dari item ganjaran (7) = 0,74, kelompok aitem
kondisi kerja ( 5 item) =0,91.
3.7 Metode Analisis Data
Proses analisis data terhadap variabel penelitian didahului oleh proses
editing, coding, processing, cleaning (Hastono, 2007). Editing merupakan
proses pengecekan kelengkapan, kejelasan jawaban responden. Responden
diminta untuk melengkapi jawaban atau memperjelas jawaban jika terdapat
ketidakjelasan jawaban responden.
Proses coding yaitu merubah data dalam bentuk huruf menjadi data yang
berbentuk bilangan atau angka untuk mempermudah memasukkan data ke
komputer. Tahap selanjutnya processing yaitu memproses data untuk melakukan
analisis data. Selanjutnya cleaning yaitu pengecekan kembali terhadap
kemungkinan kesalahan pada saat memasukkan data- data kedalam computer.
Teknik analisis data yang dilakukan untuk mengetahui hubungan supervisi
kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap
53
1. Analisis univariat
Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, sehingga kumpulan
data tersebut dapat disederhanakan dan diringkas menjadi informasi yang
berguna. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase (Hastono, 2007). Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi yang berkaitan dengan karakteristik
responden dan seluruh variabel penelitian supervisi kepala ruangan dan
kepuasan kerja perawat pelaksana.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing
variabel independen dengan dependen menggunakan uji Pearson r
Correlation. Angka korelasi berkisar antara -1 s/d +1. Semakin mendekati
1 maka korelasi semakin mendekati sempurna. Sementara nilai negatif dan
positif mengindikasikan arah hubungan.
Arah hubungan yang positif menandakan bahwa pola hubungan searah
atau semakin tinggi supervisi yang dilakukan kepala ruangan
menyebabkan semakin puas perawat dalam bekerja. Interprestasi angka
korelasi menurut Sugiyono, (2007). Mengelompokan nilai kekuatan
hubungan sebagai berikut: 0 – 0,199= Sangat lemah, 0,20 – 0,399 =
Lemah, 0,40 – 0,599 = Sedang, 0,60 – 0,799 = Kuat, 0,80 – 1,0 =Sangat
3.8 Pertimbangan Etik
Peneliti memperhatikan prinsip-prinsip dasar etik penelitian yang meliputi
beneficience, respect for human dignity dan justice (Polit & Beck, 2012).
Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan melalui perizinan dari komite
etik rumah sakit dan komite etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. Asas manfaat (beneficience) adalah salah satu prinsip etik yang paling
mendasar, dalam hal ini peneliti harus meminimalkan kerugian dan
memaksimalkan manfaat untuk responden penelitian (Polit & Beck, 2012).
Asas manfaat disini meliputi: Bebas dari kerugian dan ketidaknyamanan,
peneliti memiliki kewajiban untuk mencegah atau tidak menimbulkan kerugian
dan ketidaknyamanan baik fisik maupun psikis pasien (Polit & Beck, 2012).
Seluruh responden diberikan lembar persetujuan, yang ditanda tangani sebagai
bukti kesediaannya menjadi responden (informed consent) merupakan salah satu
cara peneliti untuk mencegah kerugian dan ketidaknyamanan responden.
Bebas dari eksploitasi, keterlibatan responden dalam penelitian ini harus
mendapat jaminan bahwa data atau informasi yang diberikan tidak akan
menimbulkan kerugian bagi responden di masa yang akan datang (Polit & Beck,
2012). Peneliti disini menjelaskan tujuan penelitian, manfaat dan prosedur
penelitian serta hak dan kewajiban responden, sehingga responden merasa dirinya
tidak dieksploitasi. Selain itu, peneliti juga menjelaskan hak dan kewajiban
peneliti untuk melindungi responden dan menggunakan data atau informasi yang
diberikan responden hanya untuk penelitian, sehingga responden merasa aman
55
Asas menghargai hak asasi manusia (Respect for human dignity).Asas ini
meliputi: Hak untuk membuat keputusan (The right to self determination),
responden merupakan individu yang memiliki otonomi untuk menentukan
aktivitas yang akan dilakukannya, dalam hal ini responden memiliki hak untuk
menentukan apakah dirinya akan berpartisipasi dalam penelitian atau tidak tanpa
khawatir akan mendapatkan sanksi atau tuntutan hukum (Polit & Beck, 2012).
Selama penelitian berlangsung, peneliti menghargai dan menerima semua
keputusan responden yang diberikan sehingga responden terlibat dalam penelitian
secara sukarela dan tanpa paksaan. Hak untuk memperoleh informasi (The right to
full disclosure), hak untuk membuat keputusan dan hak untuk mendapatkan
informasi merupakan dua faktor utama yang menjadi landasan dalam membuat
informed concent (Polit & Beck, 2012).
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti menjelaskan segala hal yang
berkaitan dengan penelitian, setelah mendapatkan penjelasan, responden diberikan
kesempatan untuk bertanya dan memutuskan apakah bersedia atau tidak bersedia
untuk terlibat dalam penelitian.
Asas keadilan (Justice), yang meliputi: Hak untuk mendapatkan tindakan
yang adil (The right to fair treatment), prinsip memperlakukan secara adil
berkaitan dalam memilih responden berdasarkan kriteria sampel bukan
berdasarkan maksud atau posisi tertentu (Polit & Beck, 2012). Selain itu peneliti
harus memperlakukan semua responden tanpa adanya diskriminasi sehingga
peneliti harus menghargai perbedaan baik dalam hal keyakinan, budaya, dan
Saat penelitian berlangsung, peneliti berupaya memahami perbedaan latar
belakang setiap responden, sehingga peneliti dapat menghargai perbedaan
tersebut, namun tetap berlaku adil dalam memperlakukan setiap responden sesuai
dengan tujuan dan prosedur penelitian.
Hak untuk mendapatkan privasi (The right to privacy), responden memiliki
hak untuk mengajukan permintaan mengenai data atau informasi yang berkaitan
dengan dirinya untuk dijaga kerahasiaannya (Polit & Beck, 2012). Oleh karena itu
untuk menjaga kerahasiaan responden maka responden tidak perlu mencantumkan
namanya dalam lembar pengumpulan data (anonimity). Semua data dan informasi
yang diberikan disimpan dan dijaga kerahasiaannya serta hanya untuk
58
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan di rumah sakit swasta di kota Medan pada
bulan juli 2015. Hasil penelitian menjelaskan: 1) Deskripsi lokasi penelitian, dan
2) Hasil penelitian.
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di salah satu rumah sakit swasta yang ada di kota Medan
yaitu Rumah Sakit Imelda Medan. Rumah Sakit Umum Imelda Medan merupakan
rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1983. Rumah Sakit Imelda Medan
berada di Jalan Bilal No. 24 Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan
Timur. Rumah sakit yang terletak di lokasi strategis di kota Medan telah memiliki
fasilitas penunjang pelayanan kesehatan yang lengkap dan didukung oleh Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sebanyak 380 orang dengan berbagai latar
belakang pendidikan dan propesi.
4.2. Karakteristik Individu
Penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil tentang karakteristik
responden yaitu mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dengan
persentase (69%), jenis kelamin laki-laki (31%) kategori usia terbanyak antara
21-35 tahun (97,6%), 35-45 thun (2,4%) kategori lama bekerja mayoritas 2-5
tahun (92,9%), 6-11 tahun (7,1%) dan kategori pendidikan mayoritas
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden di Ruang Rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)
Karakteristik Frekuensi %
medan dapat dilihat rata rata pada katagori umur dewasa muda yaitu umur 21-35
tahaun, jenis kelamin 75% perempuan, lama bekerja berada pada katagori mahair
yaitu 2-5 tahun, dan pendidikan sudah sebgian besar berpendidikan S1 sebnayk
62,5%. Sebaran data bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik kepala ruangan Ruang Rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=8)
60
Untuk selanjutnya tingkat pendidikan dan lama bekerja kepala ruangan
dilkukan crosstab sehinga didiapatkan hasil dari 5 orang kepla ruangan yang
bekerja anatara 3-5 tahun, 2 orang diantaranya adalah sarjana keperwatan dan 3
oarangg merupakan akademi keperawatan, sedangkan 3 oarang perawat yang
bekerja anatara 6-11 tahun ke 3 nya berpendidikan sarjana keperawatan.
Tabel 4.3. Crosstabulation tingkat pendidikan dengan lama bekerja kepala ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=8)
Pendidikan
Total
Lama Kerja sarjana keperawatan akademi keperawatan
3-5 tahun 2 3 5
6-11 tahun 3 0 3
5 3 8
4.3. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan
data demografi responden, data kepala ruangan, data supervisi kepala ruangan,
dan data kepuasan kerja perawat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan
persentase. Berikut ini adalah uraian gambaran hasil penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Imelda Medan.
4.3.1. Supervisi Kepalaruangan
Hasil penelitian terhadap supervisi kepala ruangan di dapatkan respon
perawat dengan hasil mayoritas puas sebanyak 31 (73,8 %), respon perawat yang
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi dan persentasi Kegiatan supervisi kepala ruangan di ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)
No Kategori Supervisi n %
1 Puas 31 73,8
2 Cukup puas 11 26,2
3 Tidak Puas 0 0
Hasil penelitian kepuasan perawat terhadap supervisi 73,8% menyatakan
puas, dan 26,2% mengatakan cukup puas. Berdasarkan hasil diatas dapat
diasumsikan bahwa semakin baik supervisi yang dilakukan kepala ruangan, maka
kepuasan kerja perawat pelaksana akan semakin baik pula, begitu juga sebaliknya.
Supervisi kepala ruangan dilakukan dengan tiga kegiatan supervisi yaitu
supervisi edukatif didapatkan hasil mayoritas respon perawat puas (95,2%),
supervisi suportif didapatkan hasil mayoritas respon perawat puas (59,5%), dan
supervisi manajerial didapatkan hasil mayoritas respon perawat cukup puas
(52,4%).
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi dan persentasi Kegiatan supervisi Edukatif, Suportif, dan Manejerial di Ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)
Kategori Supervisi Edukatif Supervisi Suportif Supervisi Manejerial
n % N % n %
Puas 40 95,2 25 59,5 20 47,6
Cukup Puas 2 4,8 17 40,5 22 52,4
Tidak Puas 0 0 0 0 0 0
4.3.2. Kepuasan Kerja Perawat
Hasil persentase kepuasan kerja perawat didapatkan 73,8% menyatakan puas
dan 26,2% cukup puas. Kepuasan kerja perawat pelaksana dapat mempengaruhi
62
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi dan persentasi kepuasan kerja perawat pelaksana di ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)
No Kategori Kepuasan Kerja n %
1 Puas 31 73,8
2 Cukup puas 11 26,2
3 Tidak Puas 0 0
Kepuasan kerja perawat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kepuasan kerja yang dilihat dari Kerja yang menantang, Ganjaran dan Kondisi kerja.
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dan persentasi kepuasan kerja perawat di Ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)
Kategori Kerja Yang Menantang Ganjarn Kondisi Kerja
N % N % n %
Puas 25 59,5 20 47,6 29 69
Cukup Puas 17 40,5 22 52,4 13 31
Tidak Puas 0 0 0 0 0 0
Hasil persentase dan distribusi frekunsi sub variabel kepuasan kerjayaitu:
Kerja yang menantang didapatkan hasil mayoritas puas 59,5%, Kepuasan kerja
berdasarkan Ganjaran didapatkan hasil mayoritas cukup puas 52,4%, dan
kepuasan kerja yang dilihat dari kondisi kerja didapatkan hasil mayoritas puas
69%, cukup puas 31%.
Hasil Crosstabulation supervisi dengan kepuasan kerja diperoleh, dari 11
orang perawat yang memiliki persespsi cukup terhadap supervisi, ditemukan
sebanyak 6 orang yang memiliki kepuasan kerja pada katagori cukup puas dan 5
orang pada katagori puas, sedangkan dari 31 orang perawat yang memiliki
persepsi puas terhadap supervisi yang dilakukan kepala ruangan, sebanyak 5
orang berada pada katagori cukup puas terhadap pekerjaanya, dan 29 orang
berada pada katagori puas
4.4 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel bebas
terhadap variabel terkait dengan menggunakan uji pearson Correlations.
Berdasarkan analisis korelasi maka terdapat hubungan antara supervisi kepala
ruangan dan kepuasan kerja perawat pelaksana dengan nilai p = 0,01, signifikan
nilai r = 0,38 dengan kategori kekuatan hubungan lemah.
Tabel 4.9. Hasil Uji korelasi bivariat antara supervisi kepalaruangan dan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda Meda
No Variabel N P R
1 Supervisi* Kepuasan Kerja 42 0,01 0,38
Hasil uji corelasi pearson diperoleh bahwa ada hubungan yang positif
antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di
ruangan rawat inap Rumah sakit Imelda Medan dengankategori kekuatan
64
BAB 5
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini peneliti membahas tentang: 1) supervisi kepala
ruangan, 2) Kepuasan kerja perawat pelaksana, 3) kekuatan dan keterbatasan
penelitian.
5.1.Supervisi Kepala Ruangan
Berdasarkan hasil penelitiann didapatkan hasil kepuasan perawat terhadap
kegiatan supervisi yang dilakukan kepala ruangan di ruangan rawat ianap Rumah
Sakit Imelda Medan yaitu diperoleh hasil 73,8% puas dengan kegiatan supervisi
yang dilakukan oleh kepala ruangan.
Hasil penelitian ini juga di dukung oleh jawaban responden terhadap item
pernyataan kepala ruangan memfasilitasi saya untuk memahami materi supervisi
yang akan disampaikan serta item pernyatan kepala ruangan menjadwalkan
program supervisi secara teratur, dan di perkuat dengan jawapan responden
mengatakan kepala ruanagan selalu memriksa pekerjaan perawat sesuai standar.
selain pernyataan tesebut memlalui wawan cara yang dilkukn peneliti perawat
juga menyatakan mereka merasa senag dengan adanya supervisi yang dilakukan
oleh kepala ruangan dengan adanya supervisi yang berkelanjutan mereka merasa
ada penembahan ilmu baru setiap hari dan selalu mendapat bimbingan dalam
bekerja serta dukungan yang postif dari kepala ruangan sehinga mereka mulai
mencintai pekerjaanya dan puas dengan pekerjaanya sekarang.
Disamping itu kepuasan perawat terhadap kegiatan supervisi yang
dilakukan oleh kepala ruangan di rumah sakit Imelda medan dikarnakan supervisi
ini merupakan kegiatan yang baru diprogramkan dan selalu diberikan pelatihan
Kemampuan kepala ruang dalam mengelola ruang rawat inap dengan mengunakan
supervisi yang benar harus di pertahankan bahkan perlu di tingkatkan lagi dengan
cara pelatihan supervisi serta pelatihan manajemen keperawatan yang lainya,
karena kepala ruang harus memiliki ketrampilan dalam komunikasi, kemampuan
memberi motivasi kepada staf, ketrampilan kepemimpinan, ketrampilan mengatur
waktu serta mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Disamping
itu seorang kepala ruangan diharapkan dapat bertanggung jawab dan mampu
melaksanakan manajemen keperawatan sehingga dapat menghasilkan pelayanan
keperawatan yang berkualitas.
Supervisi kepala ruangan yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit
Imelda Medan prinsipnya adalah proses pembelajaran dari kepala ruangan kepada
perawat pelaksana. Kepala ruangan melakukan supervisi yang disesuaikan dengan
panduan supervisi yang telah dibuat dan di sesuikan dengan tingkat kemampuan
perawat pelaksana dan kondisi rumah sakit serta kebutuhan di ruangan.
Bentuk supervisi didesain dalam bentuk kegiatan educative, supportive,
dan managerial yang memungkinkan semua perawat berperan aktif dalam
kegiatan supervisi. Penerapan supervisi memacu kepala ruangan dan perawat
pelaksana untuk terus mengembangkan kemampuan dalam praktik keperawatan.
Melihat data demografi kepala ruangan yang sebagian besar sudah
memiliki pengalaman sebagi kepala ruangan lebih dari dua tahun dan memiliki
latar belakang pendidikan 62,5% S1 keperawatan, dan didiukung dengan umur
kepala ruangan 100% berada pada usia dewasa muda, sehinga dapat diasumsikan
66
supervisi, sehinga pelaksanaan supervisi bisa berjalan dengan biak dan diterima
oleh perawat pelaksana kegiatan supervisi tersebut.
Usia responden termasuk pada usia dewasa muda hal ini menunjukan
bahwa responden telah bepengalaman dalam hidupnya, dimana perawat pelaksana
berada pada tingkat usia produktif yang dapat menunjang untuk berkinerja lebih
baik. Secara teori umur ini tergolong umur produktif dengan kemampuan
psikososial yang dapat dipertanggung jawabkan. Kondisi ini dapat digunakan
untuk memperbaiki pelayanan dengan kinerja yang lebih baik yang berdampak
terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan lama kerja, lama kerja terkait
dengan pengalaman dan kemampuan responden didalam pekerjaan, dimana masa
kerja ini tergolong lama sehingga memungkinkan perawat pelaksana melakukan
kinerja lebih baik, dengan adanya penambahan supervisi yang berkala yang
dilakukan oleh kepala ruangan
Untuk dapat menerapkan manajemen keperawatan di ruang rawat inap
diperlukan seorang kepala ruang yang memenuhi standar sebagai manajerial.
Menurut Hubber (2000) seorang manajer diharapkan mampu mengelola
pelayanan keperawatan di ruang rawat inap dengan menggunakan pendekatan
manajemen.
Perawat pelaksana sebagai bagian dari tim organisasi pelayanan
keperawatan, dan sebagai sumber daya manusia terbesar dirumah sakit adalah hal
yang penting untuk diperhatikan. Selain itu kegiatan pelayanan kesehatan di
rumah sakit didominasi oleh kegiatan pelayanan keperawatan. Hasil wawancara
dengan 7 orang perawat pelaksana, mengatakan bahwa supervisi dilakukan oleh
wawancara dengan seorang staf keperawatan menyatakan, perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan harus dapat memperlakukan pasien sebagai
keluarganya sendiri, mereka harus bisa memberikan yang terbaik bagi pasien.
Oleh karena itu mereka harus dilakukan supervisi sehinga dapat mengembangkan
diri, dan rumah sakit memberikan kesempatan untuk pelatihan, seminar, workshop
baik didalam atau diluar rumah sakit, agar mereka lebih terampil lagi. Pernyataan
tersebut didukung oleh 5 reponden (100%) bahwa mereka mengikuti seminar,
workshop, pelatihan secara bergiliran baik didalam atau diluar rumah sakit.
5.1.1. Supervisi Educative
Hasil penelitian yang didapat untuk kegiatan supervisi educative di
dapatkan hasil 92% puas dengan kegiatan educative yang dilakukan oleh kepala
ruaangan. Kepala ruangan menerapkan kegiatan edukatif secara tutorial, yaitu
kepala ruangan memberikan bimbingan dan arahan kepada setiap perawat
pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan
balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan
pelayanan keperawatan yang aman dan profesional.
Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan
educative yang dilakukan secara terus menerus mengakibatkan perawat selalu
mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan
kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa
percaya diri.
Pada kegiatan educative kepala ruangan mengatasi kebosanan dengan
mengubah metode pemberian asuhan keperawatan dari metode fungsional
68
melaksanakan asuhan keperawatan terhadap satu atau beberapa pasien sesuai
dengan kompetensi. Dengan cara ini perawat lebih tertantang untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilannya melalui arahan, bimbingan, dan umpan balik
yang dilakukan oleh kepala ruangan selama kegiatan educative. Purani & Sahadev
(2007) dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan yang dirasakan dengan
memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak rutinitas akan membantu
perawat untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh
dalam organisasi.
Selain itu adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan tumbuhnya
otonomi dalam bekerja. Otonomi adalah pemupukan rasa tanggung jawab atas
pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Perawat pelaksana yang diberikan tanggung
jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan akan menumbuhkan rasa percaya
diri dan meningkatkan kepuasan. Sebaliknya dengan pengendalian terus menerus
oleh kepala ruangan dan dibarengi dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada
sikap apatis dan prestasi kerja yang rendah.
Kepuasan kerja merupakan perasaan yang dialami oleh perawat terhadap
profesi yang dijalaninya yang didukung dengan sikap kepala ruangan yang
memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai kewenangan dan
tanggung jawab serta kompetensi yang dimilikinya. Purani & Sahadev (2007)
dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan akan dirasakan karyawan
dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
Supervisi kepala ruangan yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit
perawat pelaksana. Kepala ruangan melakukan supervisi yang disesuaikan dengan
panduan supervisi yang telah dibuat dan disesuikan dengan tingkat kemampuan
perawat pelaksana dan kondisi rumah sakit serta kebutuhan di ruangan.
Proses kognitif utama dari supervisi model akademik adalah refleksi, yaitu
berpikir kritis pada pengalaman untuk memahami, dan mengidentifikasi area yang
masih memerlukan perbaikan yang selanjutnya dijadikan acuan dalam
menentukan langkah perbaikan lebih lanjut. Refleksi sangat relevan dengan
pertumbuhan profesional praktik keperawatan. Artinya, pengetahuan keperawatan
yang didasarkan pada pengalaman klinis sangat penting untuk perkembangan
praktik keperawatan profesional. Supervisi model akademik memungkinkan
perawat untuk mendiskusikan perawatan pasien dalam suasana yang aman dan
mendukung.
Partisipasi perawat pelaksana dalam supervisi kepala ruangan
memungkinkan adanya umpan balik dan masukan bagi perawat lain dalam upaya
meningkatkan pemahaman tentang isu-isu klinis.
Supervisi model akademik dalam penerapannya di rumah sakit Imelda
Medan dilakukan secara terprogram, terjadwal, dan perhatian kepala ruangan
bukan hanya pada pelaksanaan praktik keperawatan tetapi juga pada sikap dan
tanggung jawab perawat pelaksana dalam praktik profesional. Hal ini sesuai
dengan pendapat Marquis & Huston (2010) yang mengemukakan bahwa supervisi
adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga
keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Marquis & Huston (2010) menyatakan supervisi merupakan bagian yang
70
ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan keperawatan di
rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk mengelola
asuhan keperawatan. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer
keperawatan menemukan berbagai hambatan/permasalahan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan di ruangan dengan memandang secara menyeluruh
faktor-faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari
jalan pemecahannya. Bittel (1987) mengemukakan pelaksanaan supervisi kepala
ruangan harus terjadwal dan terprogram dan bila dilakukan secara terus menerus
dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai standar praktik
keperawatan (Depkes, 2010). Oleh karena itu, Swansburg (2000) menyatakan
seorang manajer keperawatan harus mempunyai kemampuan manajerial yang
handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat menjalankan peran sebagai
perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987).
Pemahaman dan kemampuan kepala ruangan melakukan supervisi dapat
dilakukan melalui pelatihan. Mangkunegara (2005) mendefinisikan pelatihan
adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan dan
keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.
Kepala ruangan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan
produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan produktivitas organisasi
5.1.2. Supportive
Hasil penelitian terhadap kegiatan supervisi supportive yang dilakukan
oleh kepala ruangan di dapatkan hasil 59,5% perawat pelaksana menyatakan puas
dengan kegiatan supportive yang dilakkan oleh kepala ruangan terhdap
pekerjaanya.
Penerapan kegiatan supportive dilakukan dengan memberikan kesempatan
kepada perawat untuk mempresentasikan kasus pada saat operan menggunakan
standar komunikasi yang efektif. Kegiatan supportive bertujuan untuk
mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian
asuhan keperawatan dan dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat
agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung diantara perawat sebagi rekan
kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi.
Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan supportive
yang dilakukan secara terus menerus dapat meningkatan rasa percaya diri perawat,
mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi ketidakdisplinan
kerja.
Kegiatan supervisi supportive dilakukan kepala ruangan dengan member
kesempatan kepada perawat untuk mempresentasikan secara singkat kasus pada
saat operan merupakan bentuk dukungan positif yang diberikan oleh kepala
ruangan dan rekan kerja. Perawat merasa bangga dapat menunjukkan secara
kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat penghargaan
akan menurunkan kepuasan kerja. Meskipun dalam pemberian asuhan
72
harus dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut memberikan kontribusi
kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang diberikan.
Kepala ruangan harus mampu mendorong perkembangan pribadi perawat
baik perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping kebutuhan akan tata
hubungan yang serasi baik dengan pasien maupun rekan kerja. Perawat akan
merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional yang besar, memiliki
motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang besar jika ia
mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu dianggap penting oleh orang lain.
Supervisor keperawatan perlu menanamkan kepada setiap perawat bahwa
sesederhana apapun pekerjaan yang mereka lakukan sangat berarti bagi
pemenuhan kebutuhan pasien dan keberlangsungan pelayanan keperawatan di
rumah sakit.
Kegiatan supportive dapat memberikan pengalaman belajar yang
bermakna dan kesempatan berharga bagi perawat untuk menjembatani
kesenjangan antara teori dan praktik keperawatan.
Melalui kegiatan supportive, perawat dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam
menjalankan tugasnya (Wink,1995 dalam Billings & Judith, 1999). Pada kegiatan
ini perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling
bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang rencana
kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings & Judith, 1999). Dalam
kegiatan ini juga perawat dapat mengidentifikasi masalah, perencanaan, dan
evaluasi hasil untuk mencari solusi (Reilly & Obermann, 1999). Setiap perawat
dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis. Perawat pelaksana harus
senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan pula. Penerapan supervisi
melalui kegiatan supportive memampukan kepala ruangan untuk memberi
dukungan positif pada setiap prestasi yang dicapai perawat pelaksana.
5.1.3. Supervisi Manegerial
Hasil penelitian menunjukan kepuasan perawat terhadap supervisi
Manejerial yang dilakukan kepala ruangan didapatkan hasil cukup puas 52,4.
Kepala ruangan menerapkan kegiatan managerial dengan melibatkan perawat
dalam perbaikan dan peningkatan standar, seperti mengkaji SOP yang ada atau
membahas standar pendokumentasian asuhan keperawatan. Kegiatan managerial
dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk
meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga
standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu.
Kegiatan supervisi managerial yang dilakukan dengan melibatkan perawat
pelaksana dalam pembahasan SOP/SAK telah menumbuhkan pemahaman tentang
pentingnya bekerja berdasarkan standar. Pemahaman ini sangat penting untuk
memacu perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien
dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety,
dan peningkatan mutu.
Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan
managerial yang dilakukan memacu adanya perubahan tindakan, pemecahan
masalah, peningkatan praktik, peningkatan isu-isu profesional, kepuasan kerja,
74
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rosidah (2009) yang
mengemukakan supervisi penting dilakukan karena merupakan cara yang
digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara, dan
sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat
meningkatkan produktivitasnya. Sejalan pendapat Siagian (2009) yang
menyatakan efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi. Bagi
organisasi pelatihan dapat dipandang sebagai bentuk investasi, sehingga setiap
instansi yang ingin berkembang hendaknya memiliki program pendidikan dan
pelatihan bagi karyawan secara kontinu.
Hal ini diharapkan kepada kepala ruangan harus mempunyai kemampuan
manajerial yang handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat menjalankan
peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai agar supervisi berjalan
dengan baik.
Adanya supervisi yang optimal dapat meningkatkan kemampuan perawat
pelaksana pada satu keterampilan tertentu. Perawat pelaksana yang mampu
mengerjakan pekerjaannya dengan sempurna akan memperoleh pengakuan dari
lingkungannya. Pengakuan yang diberikan lingkungan akan prestasi perawat yang
dicapai dapat meningkatkan harga diri dan aktualisasi diri perawat. Seseorang
yang berhasil memperoleh aktualisasi diri di lingkungan pekerjaan akan memberi
peluang bagi orang tersebut untuk memiliki kepuasan yang tinggi terhadap
pekerjaannya. Dengan adanya kepuasan perawat terhadap kegiatan supervisi menimbulkan rasa nyaman dalam bekerja dan membuat perawat percaya diri hal
ini akan berdampak kepada kualiatas pelayanan. Bila dikaitkan dengan teori di
yaitu: dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja, dapat lebih meningkatkan
efesiensi kerja, dan kenyamanan kerja dalam hal ini bardampak kepada kepuasan
kerja perawat pelaksana.
Selain itu supervisi akan mencapai tingkat kegunaan yang tinggi apabila
kegiatannya dilakukan melalui tiga prinsip hubungan kemanusiaan, yaitu;
pengakuan dan penghargaan, obyektifitas, dan kesejawatan. Pengakuan dan
penghargaan berkaitan dengan sikap kepala ruangan untuk mengakui potensi dan
penampilan pihak yang disupervisi dan menghargai bahwa pihak yang disupervisi
dapat dan harus mengembangkan diri.
Obyektifitas berkaitan dengan informasi dan permasalahan yang telah
ditemukan dan bagaimana upaya pemecahan permasalahan yang akan dilakukan
secara rasional. Kesejawatan memberi corak bahwa kegiatan pelayanan
dilangsungkan dalam suasana akrab dan kekerabatan.
Hubungan kemanusian mendasari pelayanan professional titik berat
hubungan kemanusiaan ialah sikap dan ekspresi yang menunjukkan pengakuan,
pujian, dan penghargaan; bukan sebaliknya yaitu mencerminkan pengabaian,
penentangan, dan makian terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak yang
disupervisi.
5.2.Kepuasan kerja
Hasil penelitian yang didapatkan untuk kepuasan kerja perawat pelaksana di
rumah sakit Imelda medan yaitu berada pada katagori puas sebnayak 31 orang
dengan persentase 73,8%. Analisis selanjutnya disimpulkan bahwa persepsi
perawat yang cukup puas terhadap pelaksanaan supervisi kepala ruangan
76
pekerjaannya dibandingkan dengan perawat yang mempersepsikan baik. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin baik persepsi perawat pelaksana terhadap
pelaksanaan fungsi supervisi kepala ruangan maka akan semakin besar
kemungkinan perawat pelaksana memiliki perasaan puas terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya,
situasi kerja dan rekan sekerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan
sesuatu yang lebih penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka
dapat berinteraksi dengan lingkungan kerjanya.
Untuk selanjutnya mereka akan bekerja sebaik mungkin sehingga tujuan
perusahaan akan tercapai. Pengertian kepuasan kerja tidak saja bermanfaat bagi
perusahaan dalam usaha meningkatkan produktivitas kerja, tetapi juga dirasakan
manfaatnya oleh karyawan sebagai salah satu upaya dari perusahaan untuk
meningkatkan kehidupannya. Kemudian dari upaya yang dilakukan karyawan dan
perusahaan terhadap perbaikan setiap karyawan terhadap pekerjaan maka
masyarakat dapat menikmati hasil yang maksimal
Kepuasan kerja perawat adalah tingkat kesenangannya terhadap pekerjaannya
hal ini di tunjukan dengan pernyataan responden puas dengan waktu yang
diberikan oleh kepala ruangan untuk menyelesaikan pekerjaanya,
diberikesempatan untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuan indipidu,
diberikesempatan untuk melakukan hal hal yang berbeda dan baru, dan perawat
juga puas dengan kesempatan yang diberikan oleh kepala ruangan kepada perawat
untuk mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan, seminar, dan pendidikan
Proporsi jawaban perawat dengan kategori puas dan sangat puas yang paling
besar adalah terkait dengan promosi selalu diberikan oleh atasan kepada semua
perawat (93%). Sementara itu terdapat beberapa item pernyataan dimana sebaran
jawaban perawat berkisar antara 17% untuk kategori tidak puas. Pernyataan yang
dimaksud terkait perbandingan gaji dengan beban kerja yang saya lakukan (17%),
kesempatan untuk mengembangkan diri dengan kegiatan pelatihan atau seminar
(17%), dan kesempatan saya untuk mengunakan metode sendiri dalam bekerja
(17%).
Memang secara angka statistik jumlah proporsi jawaban perawat ini tidak
terlalu besar, namun tetap dapat dijadikan dasar bagi kepala ruangan sebagai
pencegahan terhadap perkembangan kondisi yang tidak baik. Oleh karena itu
mulai sekarang kepala ruangan dapat melakukan berbagai upaya untuk lebih
berhati-hati dalam pembagian kerja kepada perawat pelaksana, dan memberi
masukan secara intens kepada rumah sakit untuk memperhatikan kesejahteran
perawat dan kesempatan untuk mengembangkan diri atau promosi.
5.2.1. Kerja Yang Menantang
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kepuasan kerja perawat yang dilihat dari
Kerja yang menantang didapatkan hasil dikategori puas 59,5% menyatakan puas
dengan pekerjaan yang menantang. Pekerjaan yang menantang adalah
pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan
kemampuan dan menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik
tentang seberapa baiknya melakukan pekerjaan itu, yang secara mental
menantang. Lebih lanjut dikatakan, bahwa perawat akan lebih memilih pekerjaan-
78
meningkatkan kepuasan dan menyebabkan angka ketidakhadiran menjadi lebih
rendah. Herzberg dalam Hasibuan (2005:203) berpendapat bahwa suatu pekerjaan
yang disenangi dan menantang dapat menimbulkan kegairahan seorang karyawan
untuk melakukan pekerjaannya tersebut dengan baik.
Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya
keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan, maka seseorang seseorang akan
merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan
yang sama, sederhana, dan berulang-ulang, maka akan menyebabkan rasa
kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam
menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang perawat mampu menunjukkan
inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan.
5.2.2. Ganjaran
Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka. Promosi merupakan perpindahan
dari suatu jabatan ke jabatan yang lain dimana jabatan tersebut memiliki status
dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi
karyawan, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah
dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial (Robbins,
2003). Oleh karena itu salah satu kepuasan terhadap pekerjaan dapat dirasakan
Ganjaran merupakan pemberian kepada pegawai atau sesuatu yang diterima
pegawai sebagai balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan dalam
melaksanakan pekerjaan.
Ganjaran ekonomi biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan,
bonus, insentif, dan lain-lain. Para ahli umumnya membagi ganjaran menjadi 2
kelompok yaitu ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik. Ganjaran intrinsik
adalah ganjaran yang bersumber dari diri para pegawai sendiri seperti
penyelesaian tugas, prestasi, otonomi, perkembangan pribadi. Sedangkan ganjaran
ekstrinsik adalah ganjaran yang berasal dariluar pegawai seperti gaji dan
tunjangan, interpersonal (status dan pengakuan), serta promosi (Brown
et.al.,2005; Avolio and Gardner, 2005). Untuk lebihmemfokuskan pembahasan
dalam penelitian ini penulis hanya membahas ganjaran yang bersumber dari luar
atau disebut juga dengan ganjaran ekstrinsik terutama ganjaran yang berbentuk
uang seperti gaji, tunjangan dan lain-lain. Penelitian yang menghubungkanantara
ganjaran terutama gaji dengan kepuasan kerja dilakukan oleh Parry and Proctor
(2003). Hasil penelitiannya menyimpulkan terdapat hubungan positif antara gaji
dengan prestasi kerja. Toor and Ogunlana (2008) melaporkan terdapat hubungan
yang signifikan antara gaji dengan kepuasan kerja. Salah satu bentuk indikator
kondisi kerja adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah suasana psikologis
tentang perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan
mereka (Avolio and Gardner, 2005). Sementara itu Porter dan Lawler dalam
Bavendam, J. (2000) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan
unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan
80
Sikap yang positif terhadap pekerjaan secara konsepsi dapat dinyatakan
sebagai kepuasan kerja dan sikap negatif terhadap pekerjaan sama dengan
ketidakpuasan. Definisi ini telah mendapat dukungan dari Boal and Schultz (2007)
yang menjelaskan bahwakepuasan kerja sebagai perasaan seseorang pegawai
mengenai pekerjaannya. Secara sederhana, job satisfaction dapat diartikan sebagai
apa yang membuat orang-orang menginginkan dan menyenangi pekerjaan. Apa
yang membuat mereka bahagia dalam pekerjaannya atau keluar dari pekerjaanya.
Menurut Robin dalam Siahaan, E.E. Edison (2002) menyebutkan sumber
kepuasan kerja terdiri atas pekerjaan yang menantang, ganjaran yang sesuai,
kondisi/lingkungan kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung.
Indra, Hary (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara signifikan adalah faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan, dengan kondisi kerja, dengan teman sekerja,
dengan pengawasan, dengan promosi jabatan dan dengan gaji. Dari keenam faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi
kerja, yaitu dengan korelasi 0,6997 atau sebesar 69,97%. Boal and Schultz (2007)
mengungkapkan bahwa kepuasan kerja bersifat multidimensi dimana seseorang
merasa lebih atau kurang puas dengan pekerjaannya, supervisornya, tempat
kerjanya dan sebagainya. Porter dan Lawler seperti juga dikutip oleh Bavendam,
J. (2000) telah membuat diagram kepuasan kerja yang menggambarkan kepuasan
kerja sebagai respon emosional orang.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil kepuasan kerja yang dilihat
berdasarkan ganjaran berda pada kategori cukup puas 52,4%. Gaji merupakan
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya (As‟ad, 2008). Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen
memandang kontribusi mereka terhadap organisasi. Penelitian yang dilakukan
oleh Chimanikrie, et al (2007) membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara gaji dengan kepuasan kerja perawat (p=0,065 dengan =0,01). Oleh karena
itu, penting sekali memperhatikan faktor gaji ini dalam kaitannya dengan
kepuasan kerja perawat.
5.2.3. Kondisi Kerja
Hasil penelitian menujukan kondisi kerja juga mempengaruhi kepuasan kerja
perawat pelaksana yang mana di dapatkan hasil 69% puas dengan pekerjaanya. Keadaan
di tempat kerja merupakan salah satu faktor yang menjadikan seseorang itu merasakan
tidak berpuashati dengan pekerjaan mereka. Keadaan di tempat bertugas merangkumi
aspek-aspek seperti peralatan, ruang kerja,suhu, cahaya yang mencukupi dan sebagainya.
Herzberg (1966) meletakkan keadaan di tempat kerja sebagai faktor „hygiene‟ yang
mendorong pekerja berpuas hati atau tidak terhadap pekerjaan mereka. Ini bererti bahawa
keadaan yang menyeronokkan dan tempat kerja yang selesa akan mempengaruhi tahap
kepuasan kerja.
Pengembangan diri adalah kesempatan untuk mengembangkan karir dan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian melalui pendidikan dan
pelatihan. Penambahan ilmu maupun pengembangan kepribadian bagi perawat
82
Kegiatan pengembangan staf dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan
induksi, prosedur orientasi, pendidikan penyuluhan, dan program pendidikan
khusus seperti pelatihan yang berkenaan dengan jabatan supervisor, pelatihan
manajemen dan pengembangan organisasi (Gillies, 1996).
Hal ini sesuai dengan teoriy Robbins, 2003 yang menyatakan
komponen-komponen yang menentukan kepuasan kerja di antaranya yaitu: Kesempatan
promosi yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi
perawat, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah
dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial 3) Kondisi
kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan lingkungan
kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan dalam
melakukan pekerjaan yang baik, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada
hakikatnya karyawan dengan tipe kepribadian kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya akan menemukan bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka.
Teori dua faktor menjelaskan, seorang supervisor keperawatan dalam
berbagai peran, kegiatan dan kompetensi yang dimilikinya harus dapat
memberikan kepuasan kerja kepada perawat pelaksana dengan cara
memperhatikan aspek pekerjaan perawat. Aspek yang diperhatikan meliputi:
memberikan otonomi dalam bekerja, memberikan tugas yang bervariasi, membuat
staf merasa penting dalam pekerjaan, dan memberikan umpan balik terhadap
Sebaliknya supervisor juga harus menghilangkan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan ketidakpuasan, seperti kondisi kerja yang tidak mendukung,
hubungan dengan rekan kerja yang kurang baik, dan pengawasan yang terlalu
ketat. Teori ini sangat tepat digunakan dalam proses supervisi untuk mencari
aspek-aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja perawat dan
ketidakpuasan di rumah sakit.
Pemahaman terhadap kepuasan kerja perawat juga dapat mengacu pada
teori keadilan. Menurut teori ini, seorang skepala ruangan harus selalu waspada
jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul dikalangan para perawat. Apabila
sampai terjadi dapat timbul dampak negatif seperti ketidakpuasan. Demikian juga
implikasi dari teori harapan, yaitu seorang kepala ruangan harus menaruh
perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu dirubah untuk mendapatkan kepuasan
kerja pada perawat pelaksana. Kepala ruangan dalam peran, kegiatan, dan
kompetensi yang dimilikinya dapat membantu perawat pelaksana dalam
menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling
tepat untuk mewujudkannya. Penekanan ini penting karena para perawat tidak
selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Robert John Wood Foundation
(2007) yang menyatakan perawat yang merasa mendapat dukungan dari
supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya lebih
84
Sejalan pendapat Brunero & Parbury (2005) yang menyatakan kepuasan
kerja perawat lebih banyak tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan
hubungan baik antara supervisor dengan supervisi. Dengan demikian sistem
supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat.
Menurut asumsi peneliti, kepuasan kerja perawat di ruangan rawat inap
rumah sakit Imelda Medan disebabkan adanya penerapan supervisi kepala
ruangan melalui kegiatan educative, supportive, dan managerial. Penerapan
supervisi kepala ruangan telah memberikan kemampuan kepada perawat untuk
menjalankan perannya sebagai pembri asuhan keperawatan terhadap pasien dan
melaksanakan semua tugas-tugas yang diberikan dan perawat juga merasa
pekerjaanya sangat penting atau di butuhkan. Ini juga sesuai dengan pandangan
Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu pekerjaan yang dilakukan dapat membantu orang lain dalam meringankan pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya
manusia adalah yang berguna bagi orang lain”.
Penerapan supervisi model akademik memacu kepala ruangan untuk
merancang pekerjaan perawat pelaksana dengan memperhatikan aspek-aspek
kepuasan kerja, yang meliputi: pekerjaan yang menantang, ganjaran dan Kondisi
kerja. Hal ini sejalan dengan teori dua faktor, teori harapan, dan Siagian (2009)
yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja perlu
memperhatikan rancangan pekerjaan yang diberikan kepada perawat. Kegiatan
educative dilakukan oleh kepala ruangan diawali dengan pembagian tugas yang
jelas dan bervariasi sesuai dengan kompetensi perawat.
Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat mengarah kepada tingkat
pekerjaan mempunyai dampak negatif yang sering menampakkan diri dalam
keletihan, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan.
Kepuasan kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini didukung juga oleh
beberapa faktor antara lain pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang baik
saat melakukan supervisi di ruangan. Demikian pula hasil evaluasi penerapan
supervisi kepala rruangan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan semua
kepala ruangan berhasil menerapkan supervisi secara optimal Hal ini sesuai juga
dengan penyataan perawat pelaksana yang menyatakan bahwa supervisi yang di
lakukan kepala ruangan sudah terjadwal dan di sosialisaikan.
5.3.Hubungan supervisi dengan kepuasan kerja
Setelah dilakukan uji pearson antara supervisi yang dilakukan oleh kepala
ruangan terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana maka didapatkan hasil, ada
hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat
pelaksana dengan kekuatan hubungan lemah p = 0.12 dan r = 0.01.
Berdasarkan hasil tersebuat peneliti mengasumsikan bahwa supervisi
mengpengaruhi atau berhubungan dengan kepuasan kerja. Namun mengingat nilai
hubungan yang lemah yang di dapat dalam penelitian ini, maka peneliti
mengasumsikan kepuasan kerja tidak hanya semata mata didapat dengan
kegiatan supervisi, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan.
Kepuasan kerja dapat diperoleh seseorang jika didukung faktor eksternal.
Faktor eksternal yang mendukung antara lain memiliki produktivitas pekerjaan
yang tinggi, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan atasan,
86
kerja yang mendukung diantaranya perawat perlu adanya cuti tahunan,
pengahargaan lembur promosi jabatan dan kenaikan gaji setiap tahun. Bagi
perawat, apabila faktor eksternal tersebut terkondisi dengan baik, maka kepuasan
kerja yang tinggi dapat tercapai. Penelitian membuktikan banyak faktor eksternal
yang dapat mewujudkan kondisi perawat akan puas dengan pekerjaannya.
Sejalan dengan teori Hezberg dalam Siagian (1999), bahwa kepuasan
personel (perawat) dapat dipengaruhi oleh supervisi. Lebih jauh Bitel (1995),
mengatakan bahwa kompetensi supervisi kepala ruangan (entrepreneurial,
intelektual, emosi dan interpersonal). Dapat mempengaruhi kepuasan kerja
perawat. Hasil penelitian Refilita (2001), didapatkan hubungan yang signifikan
antara supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat. Sari (1998), juga
menemukan ada perbedaan kinerja perawat secara signifikan antara perawat yang
disupervisi dengan baik dengan perawat yang disupervisi kurang baik. Teori dan
hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa supervisi yang dilakukan oleh
kepala ruangan berhubungan dengan kepuasan kerja perawat yang selanjutnya
mempengaruhi kepuasan kerja perawat.
Kepuasan kerja perawat pelaksana terhadap supervisi kepala ruangan
dapat meningkatkan motivasi untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik
sehingga tercapai kualitas pelayanan keperawatan (Hasibuan, 1996).
Bitel (1995), mengemukakan bahwa kualitas supervisi dapat dipengaruhi
oleh kompetensi kepala ruangan dalam melakukan supervisi. Berdasarkan uraian
di atas maka kompetensi supervisi kepala ruangan mempunyai peran strategis
Berdasarkan hasil analisis lanjut tentang hubungan supervisi kepala
ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksan menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan. Dengan demikian hasil penelitian ini menyatakan bahwa
supervisi kepala ruangan secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja perawat
pelaksana di ruang rawat inap rumah Imelda Medan sehinga supervervisi harus
dipertahankan guna mempertahankan kepuasan kerja perawat dan sekaligus
meningkatkan keterampilan dan member rasa nyaman bagi perawat untuk bekerja
dan memberi dampak yang positif juga bagi pelayanan keperawatan di Rumah
88
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dari laporan penelitian dengan menyajikan
kesimpulan yang merupakan upaya menjawab tujuan dan hipotesis penelitian,
serta rekomendasi atau saran berkaitan dengan hasil penelitian ini. Adapun
simpulan dan saran sebagai berikut:
6.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan supervisi kepala ruangan dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Imelda Medan, kesimpulan
penelitian adalah sebagai berikut.
1. Kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Imelda Medan mayoritas
berada pada kategori puas pada yaitu sebesar 73,8%, dengan rincian
sebagai berikut: Kerja yang menantang mayoritas puas 59,5%, Ganjaran
mayoritas cukup puas 52,4%, dan Kondisi kerja didapatkan hasil
mayoritas puas 69%.
2. Perawat pelaksana di ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan
secara umum puas dengan supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan
73,8% dengan rincian sebagai berikut: Supervisi Edukatif mayoritas puas
(95,2%), supervisi suportif mayoritas puas (59,5%), dan supervisi
manajerial didapatkan hasil mayoritas cukup puas (52,4%).
3. Terdapat hubungan supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja
perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan dengan nilai p = 0.1
6.2.Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan kepada beberapa hal,
yaitu:
6.2.1. Saran Praktis
a. Bagi manajemen rumah sakit Imelda medan agar dapat meningkatkan
supervisi kepala ruangan yang lebih baik lagi.
b. Bagi manajemen rumah sakit juga harus memperhatikan tingkat
pendidkan kepala ruangan, untuk mendukung kegiatan manajemen
supervisi kepala ruangan dan membuat program pelatihan yang
berkelanjutan untuk manajemen keperawatan.
c. Bagi pihak rumah sakit sebaiknya memberi perhatian lebih terhadap
kepuasan kerja perawat pelaksana terutama pada kepuasan yang dilihat
dari ganjaran yang harus diterima perawat sebagi pemberi pelayanan
keperawatan terdepan di rumah sakit, mengingat dampak dari
kepuasan kerja adalah peningkatan kerja yang optimal.
6.2.2. Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya perlu adanya penelitian lanjutan tentang supervisi