• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan Chapter III VI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

43

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

desain deskriptif korelasi dengan pendekatan pengamatan sewaktu (cross

sectional). Desain korelasi bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu

variabel dengan variabel lainnya (Polit & Beck, 2012). Penelitian deskriptif

korelasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara supervisi kepala

ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda

Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan.

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015.

3.3. Populasi Dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di

ruang rawat Inap Rumah Sakit Imelda Medan sebanyak 68 orang perawat.

Jumlah ruangan rawat inap sebanyak 8 ruangan dan 8 kepla ruangan.

(2)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu semua perawat

pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan.

Penyebaran sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini dengan rincian:

NO Nama Ruangan Jumlah perawat

1 Dahlia 7

2 Katalia 6

3 Angrek 5

4 VIP 3

5 Mawar 6

6 Matahari 6

7 Tulip 5

8 Teraatai 4

Jumlah 42

Tabel 3.1 Jumlah sampel di ruangan rawat inap

Kriteria sampel dalam penelitian ini untuk kriteria inklusi: 1) Perawat

pelaksana yang sedang bertugas di unit rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan,

2) Bersedia menjadi responden, 3) Lama kerja > 1 tahun. Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah: 1) Perawat yang sedang cuti saat penelitian, 2) Perawat

yang sedang sakit saat penelitian, 3) Perawat yang sedang tugas belajar saat

penelitian, 4) Perawat yang bertugas sebagai kepala ruangan/penanggung jaawab

ruangan 5) Perawat yang menjabat struktural.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data primer

Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada sampel

yaitu perawat pelaksana dan memberikan angket yang diisi sendiri oleh mereka

(3)

45

Kuesioner mengacu pada variabel yang akan diteliti yaitu berisi

pertanyaan tentang variabel terikat yaitu kepuasan perawat dan pertanyaan

tentang variabel bebas meliputi supervisi kepala ruangan

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari data pada bagian administrasi Rumah Sakit

Imelda Medan meliputi data-data yang relevan dengan tujuan penelitian seperti

jumlah perawat, lama kerja, pendidikan dan nama-nama ruangan.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel penelitian

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya

atau berubahnya variable dependen atau yang mempengaruhi stimulus, input

(Sugiyono, 2005). Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, dan variabel ini sering

disebut respon, output (Sugiyono, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini

yaitu supervisi kepala ruangan, dengan sub variabel edukatif, suportif dan

manajerial sedangkan variabel dependen adalah kepuasan kerja perawat

(4)

3.5.2. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Range Skala

(5)

47

Alat pengumpul data yang dipakai pada penelitian ini menggunakan

formulir pengumpulan data dan kuesioner. Kuesioner merupakan serangkaian

atau daftar pertanyaan yang disusun sistematis, kuesioner diisi oleh responden,

setelah diisi, kuesioner dikembalikan kepada peneliti (Bungin, 2006).

Instrumen terdiri atas: karakteristik responden/demografi, supervisi

(6)

Alasan peneliti memilih instrumen penelitian dengan menggunakan

kuesioner karena mendapat keuntungan, antara lain: 1) Tidak memerlukan

hadirnya peneliti, 2) Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden,

3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing, dan

menurut waktu senggang responden, 4) Dapat dibuat anonym sehingga

responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab, 5) Dapat dibuat

terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yang

benar-benar sama.

3.6.2 Pengukuran variabel bebas dan variabel terikat

3.6.2.1 Supervisi kepala ruangan

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti sebanyak 34 item pertanyaan dengan

mengacu pada kerangka konsep berdasarkan situasi dan kondisi rumah sakit.

Kuesioner ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan supervisi yang

diberikan oleh kepala ruangan. Kuesioner ini berkaitan dengan peran kepala

ruangan dalam meningkatkan supervisi (meningkatkan pengetahuan dan percaya

diri perawat pelaksana, meningkatkan kemampuan perawat mengatasi konflik

dengan rekan kerja maupun dengan pasien dan meningkatkan rasa tanggung

jawab perawat). Kuesioner ini berisi pernyataan supervisi secara edukatif,suportif

dan manajerial terdiri dari 34 pernyataan dan diukur menggunakan skala likert

dengan skor: Rentang skor nilai 136-34 puas, 69-102 cukup puas dan 34-68 tidak

(7)

49

3.6.2.2 Kepuasan kerja

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka berdasarkan situasi dan kondisi rumah sakit dalam melihat kepuasan kerja perawat. Kuesioner ini bertujuan untuk menunjukkan pada respon empat poin skala sejauh mana mereka puas atau tidak puas terhadap pekerjaanya.

Pengukuran variabel kepuasan kerja terdiri atas 22 butir pertanyaan dengan menggunakan pilihan jawaban sangat tidak puas (STP), tidak puas (TP), puas (P) dan sangat puas (SP). Pernyatan kepuasan kerja terdiri dari 22 item, dan responden diminta untuk menunjukkan pada respon empat poin skala sejauh mana mereka puas atau tidak puas. Kuesioner berisi pernyataan kepuasan kerja perawat terdiri dari 22 pernyataan. Setiap variabel diukur menggunakan skala likert dengan rumus yaitu nilai tertingi dikurang nilai terendah dibagi banyak kelassehinga didapat rentang skor 22-44 tidak puas, 45-66 cukup puas, 67-88 puas.

3.6.3 Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrument. Uji validitas dilakukan sebelum penelitian

dilaksanakan untuk mengevaluasi kejelasan ringkasan dari setiap item kuisioner

dengan persentasi skor item pada ranting 3 dan 4. Tujuan dari Conten Validity

Indeks(CVI) ini adalah untuk menilai relevansi dari masing-masing item terhadap

apa yang akan di ukur oleh peneliti. Para ahli diberikan pertanyaan dan diminta

pendapatnya tentang data demografi, kuisoner supervisi kepala ruangan, dan

(8)

Untuk mendapatkan total CVI dengan cara menjumlahkan persentase

skor item pada ranting 3 dan 4 yang disetujui oleh para expert. CVI diterima

minimal 0.80 (Lynn, 1986; Polit & Beck, 2004). Bila validitas telah dicapai sesuai

dengan kriteria maka data tersebut bebas dari kesalahan sistematis.

Hasil CVI dari 36 item pertanyaan supervisi kepala ruangan dinyatakan

relevan namun perlu dilakukan revisi pada item pertanyaan 1, 5, 10, dan 32.

Dan ada 2 pernyataan yang di hilangkan ( 19, 35) karna pernyatan hamper sama

dengan item yang lain. nilai CVI untuk supervisi kepala ruangan adalah 0.86.

Hasil CVI instrumen kepuasan kerja perawat dari 22 dinyatakan semua valid

tetapi perlu di revisi pada item 6, 11 dan 21 dan dinyatakan valid setelah dilkukan

perbaikan nilai total CVI dari 3 expert 0,92.

3.6.4. Peserta

Para ahli terdiri dari 3 orang magister keperawatan dengan rincian 1 orang

bekerja sebagai supervisior Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam MalikMedan,

dan 2 orang bekerja sebagai dosen di STIKes Sumatra utara Medan. Para expert

menganalisa dan menilai kuisioner penelitian tentang supervisi kepala ruangan

dan kepuasan kerja perawat. Masing-masing terdiri dari 4 kategorimenggunakan

skala 1–4. Skala 1 menyatakan tidak pernah, skala 2 menyatakan jarang, skala 3

sering, skala 4 sangat sering. Instrumen penilaian kepuasan kerja perawat di

rumah sakit menggunakan skala Likert dengan 4 skala yaitu : 1 menyatakan

sangat tidak puas, skala 2 tidak puas, skala 3 puas, skala 4 sangat puas. pertanyaan

valid dengan nilai CVI 0.92 dan selanjutnya peneliti dapat melakukan uji

(9)

51

3.6.5. Reliabilitas

Reliabilitas instrument dalam penelitian kuantitatif adalah untuk menilai

kualitas konsisten dalam mengukur atribut target. Reliabilitas instrumen dapat

disamakan dengan stabilitas, konsistensi dan dependebilitas. Keandalan juga

menyangkut akurasi instrumen yang mencerminkan nilai-nilai yang benar sampai

kesalahan pengukuran tidak diperoleh. Pengukuran yang reliabel dapat

memaksimalkan komponen nilai yang benar dan meminimalkan kesalahan. Uji

reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi dan akurasi alat ukur, apakah

alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika

pengukuran tersebut diulang (Polit & Beck, 2012). Kuesioner dapat dikatakan

reliabilitas tinggi jika nilai alpha cronbach melebihi angka kritis. Uji reliabilitas

supervisi kepala ruangan dan kepuasan kerja minimal 0,70 dan di atas 0,80 adalah

baik (Polit & Beck, 2012). Uji instrumen ini dilakukan di Rumah Sakit Haji

Medan menguji coba instrument pada 30 responden (perawat pelaksana di

ruangan rawat inap).

Dari 30 kuisioner yang peneliti bagikan kepada responden (perawat

pelaksana) semuanya kembali dengan lengkap dan telah terisi sesuai dengan yang

peneliti harapkan. Hasil data demografi yang diperoleh 30 responden pada

rumah sakit tersebut adalah 6 orang laki-laki (20%), 24 orang wanita (80%),

usia antara 20-30 tahun sebanyak 14 orang (46,7%) usia antara 31-40 tahun 14

orang (46,7%), usia 41-60 tahun 2 orang (6,7%). Berdasarkan lama kerja

diperoleh hasil pilotstudy 2-5 tahun 7 orang (23,3%), 6-10 tahun 15 orang

(10)

Pilot study yang dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan tersebut untuk

supervisi kepala ruangan di dapatkan nilai cronbach’s alpha 0.84. Nilai item

korelasi total terendah 0.10 dan yang tertinggi 0.74. Item kelompok supervisi

secara edukatif (12 item) diperoleh hasil nilai alpha cronbach coefficient 0.88,

kelompok supervisi secara suportif (11 item) = 0.85, item kelompok supervisi

manejerial (11 item) = 0.81, item, item kelompok kerja yang menantang (6 item)

= 0,76, kelompok kepuasan kerja dari item ganjaran (7) = 0,74, kelompok aitem

kondisi kerja ( 5 item) =0,91.

3.7 Metode Analisis Data

Proses analisis data terhadap variabel penelitian didahului oleh proses

editing, coding, processing, cleaning (Hastono, 2007). Editing merupakan

proses pengecekan kelengkapan, kejelasan jawaban responden. Responden

diminta untuk melengkapi jawaban atau memperjelas jawaban jika terdapat

ketidakjelasan jawaban responden.

Proses coding yaitu merubah data dalam bentuk huruf menjadi data yang

berbentuk bilangan atau angka untuk mempermudah memasukkan data ke

komputer. Tahap selanjutnya processing yaitu memproses data untuk melakukan

analisis data. Selanjutnya cleaning yaitu pengecekan kembali terhadap

kemungkinan kesalahan pada saat memasukkan data- data kedalam computer.

Teknik analisis data yang dilakukan untuk mengetahui hubungan supervisi

kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap

(11)

53

1. Analisis univariat

Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, sehingga kumpulan

data tersebut dapat disederhanakan dan diringkas menjadi informasi yang

berguna. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase (Hastono, 2007). Analisis univariat dilakukan untuk

mengetahui distribusi frekuensi yang berkaitan dengan karakteristik

responden dan seluruh variabel penelitian supervisi kepala ruangan dan

kepuasan kerja perawat pelaksana.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing

variabel independen dengan dependen menggunakan uji Pearson r

Correlation. Angka korelasi berkisar antara -1 s/d +1. Semakin mendekati

1 maka korelasi semakin mendekati sempurna. Sementara nilai negatif dan

positif mengindikasikan arah hubungan.

Arah hubungan yang positif menandakan bahwa pola hubungan searah

atau semakin tinggi supervisi yang dilakukan kepala ruangan

menyebabkan semakin puas perawat dalam bekerja. Interprestasi angka

korelasi menurut Sugiyono, (2007). Mengelompokan nilai kekuatan

hubungan sebagai berikut: 0 – 0,199= Sangat lemah, 0,20 – 0,399 =

Lemah, 0,40 – 0,599 = Sedang, 0,60 – 0,799 = Kuat, 0,80 – 1,0 =Sangat

(12)

3.8 Pertimbangan Etik

Peneliti memperhatikan prinsip-prinsip dasar etik penelitian yang meliputi

beneficience, respect for human dignity dan justice (Polit & Beck, 2012).

Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan melalui perizinan dari komite

etik rumah sakit dan komite etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara. Asas manfaat (beneficience) adalah salah satu prinsip etik yang paling

mendasar, dalam hal ini peneliti harus meminimalkan kerugian dan

memaksimalkan manfaat untuk responden penelitian (Polit & Beck, 2012).

Asas manfaat disini meliputi: Bebas dari kerugian dan ketidaknyamanan,

peneliti memiliki kewajiban untuk mencegah atau tidak menimbulkan kerugian

dan ketidaknyamanan baik fisik maupun psikis pasien (Polit & Beck, 2012).

Seluruh responden diberikan lembar persetujuan, yang ditanda tangani sebagai

bukti kesediaannya menjadi responden (informed consent) merupakan salah satu

cara peneliti untuk mencegah kerugian dan ketidaknyamanan responden.

Bebas dari eksploitasi, keterlibatan responden dalam penelitian ini harus

mendapat jaminan bahwa data atau informasi yang diberikan tidak akan

menimbulkan kerugian bagi responden di masa yang akan datang (Polit & Beck,

2012). Peneliti disini menjelaskan tujuan penelitian, manfaat dan prosedur

penelitian serta hak dan kewajiban responden, sehingga responden merasa dirinya

tidak dieksploitasi. Selain itu, peneliti juga menjelaskan hak dan kewajiban

peneliti untuk melindungi responden dan menggunakan data atau informasi yang

diberikan responden hanya untuk penelitian, sehingga responden merasa aman

(13)

55

Asas menghargai hak asasi manusia (Respect for human dignity).Asas ini

meliputi: Hak untuk membuat keputusan (The right to self determination),

responden merupakan individu yang memiliki otonomi untuk menentukan

aktivitas yang akan dilakukannya, dalam hal ini responden memiliki hak untuk

menentukan apakah dirinya akan berpartisipasi dalam penelitian atau tidak tanpa

khawatir akan mendapatkan sanksi atau tuntutan hukum (Polit & Beck, 2012).

Selama penelitian berlangsung, peneliti menghargai dan menerima semua

keputusan responden yang diberikan sehingga responden terlibat dalam penelitian

secara sukarela dan tanpa paksaan. Hak untuk memperoleh informasi (The right to

full disclosure), hak untuk membuat keputusan dan hak untuk mendapatkan

informasi merupakan dua faktor utama yang menjadi landasan dalam membuat

informed concent (Polit & Beck, 2012).

Sebelum dilakukan penelitian, peneliti menjelaskan segala hal yang

berkaitan dengan penelitian, setelah mendapatkan penjelasan, responden diberikan

kesempatan untuk bertanya dan memutuskan apakah bersedia atau tidak bersedia

untuk terlibat dalam penelitian.

Asas keadilan (Justice), yang meliputi: Hak untuk mendapatkan tindakan

yang adil (The right to fair treatment), prinsip memperlakukan secara adil

berkaitan dalam memilih responden berdasarkan kriteria sampel bukan

berdasarkan maksud atau posisi tertentu (Polit & Beck, 2012). Selain itu peneliti

harus memperlakukan semua responden tanpa adanya diskriminasi sehingga

peneliti harus menghargai perbedaan baik dalam hal keyakinan, budaya, dan

(14)

Saat penelitian berlangsung, peneliti berupaya memahami perbedaan latar

belakang setiap responden, sehingga peneliti dapat menghargai perbedaan

tersebut, namun tetap berlaku adil dalam memperlakukan setiap responden sesuai

dengan tujuan dan prosedur penelitian.

Hak untuk mendapatkan privasi (The right to privacy), responden memiliki

hak untuk mengajukan permintaan mengenai data atau informasi yang berkaitan

dengan dirinya untuk dijaga kerahasiaannya (Polit & Beck, 2012). Oleh karena itu

untuk menjaga kerahasiaan responden maka responden tidak perlu mencantumkan

namanya dalam lembar pengumpulan data (anonimity). Semua data dan informasi

yang diberikan disimpan dan dijaga kerahasiaannya serta hanya untuk

(15)

58

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data dilakukan di rumah sakit swasta di kota Medan pada

bulan juli 2015. Hasil penelitian menjelaskan: 1) Deskripsi lokasi penelitian, dan

2) Hasil penelitian.

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di salah satu rumah sakit swasta yang ada di kota Medan

yaitu Rumah Sakit Imelda Medan. Rumah Sakit Umum Imelda Medan merupakan

rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1983. Rumah Sakit Imelda Medan

berada di Jalan Bilal No. 24 Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan

Timur. Rumah sakit yang terletak di lokasi strategis di kota Medan telah memiliki

fasilitas penunjang pelayanan kesehatan yang lengkap dan didukung oleh Sumber

Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sebanyak 380 orang dengan berbagai latar

belakang pendidikan dan propesi.

4.2. Karakteristik Individu

Penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil tentang karakteristik

responden yaitu mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dengan

persentase (69%), jenis kelamin laki-laki (31%) kategori usia terbanyak antara

21-35 tahun (97,6%), 35-45 thun (2,4%) kategori lama bekerja mayoritas 2-5

tahun (92,9%), 6-11 tahun (7,1%) dan kategori pendidikan mayoritas

(16)

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden di Ruang Rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)

Karakteristik Frekuensi %

medan dapat dilihat rata rata pada katagori umur dewasa muda yaitu umur 21-35

tahaun, jenis kelamin 75% perempuan, lama bekerja berada pada katagori mahair

yaitu 2-5 tahun, dan pendidikan sudah sebgian besar berpendidikan S1 sebnayk

62,5%. Sebaran data bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik kepala ruangan Ruang Rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=8)

(17)

60

Untuk selanjutnya tingkat pendidikan dan lama bekerja kepala ruangan

dilkukan crosstab sehinga didiapatkan hasil dari 5 orang kepla ruangan yang

bekerja anatara 3-5 tahun, 2 orang diantaranya adalah sarjana keperwatan dan 3

oarangg merupakan akademi keperawatan, sedangkan 3 oarang perawat yang

bekerja anatara 6-11 tahun ke 3 nya berpendidikan sarjana keperawatan.

Tabel 4.3. Crosstabulation tingkat pendidikan dengan lama bekerja kepala ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=8)

Pendidikan

Total

Lama Kerja sarjana keperawatan akademi keperawatan

3-5 tahun 2 3 5

6-11 tahun 3 0 3

5 3 8

4.3. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan

data demografi responden, data kepala ruangan, data supervisi kepala ruangan,

dan data kepuasan kerja perawat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan

persentase. Berikut ini adalah uraian gambaran hasil penelitian yang dilakukan di

Rumah Sakit Imelda Medan.

4.3.1. Supervisi Kepalaruangan

Hasil penelitian terhadap supervisi kepala ruangan di dapatkan respon

perawat dengan hasil mayoritas puas sebanyak 31 (73,8 %), respon perawat yang

(18)

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi dan persentasi Kegiatan supervisi kepala ruangan di ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)

No Kategori Supervisi n %

1 Puas 31 73,8

2 Cukup puas 11 26,2

3 Tidak Puas 0 0

Hasil penelitian kepuasan perawat terhadap supervisi 73,8% menyatakan

puas, dan 26,2% mengatakan cukup puas. Berdasarkan hasil diatas dapat

diasumsikan bahwa semakin baik supervisi yang dilakukan kepala ruangan, maka

kepuasan kerja perawat pelaksana akan semakin baik pula, begitu juga sebaliknya.

Supervisi kepala ruangan dilakukan dengan tiga kegiatan supervisi yaitu

supervisi edukatif didapatkan hasil mayoritas respon perawat puas (95,2%),

supervisi suportif didapatkan hasil mayoritas respon perawat puas (59,5%), dan

supervisi manajerial didapatkan hasil mayoritas respon perawat cukup puas

(52,4%).

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi dan persentasi Kegiatan supervisi Edukatif, Suportif, dan Manejerial di Ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)

Kategori Supervisi Edukatif Supervisi Suportif Supervisi Manejerial

n % N % n %

Puas 40 95,2 25 59,5 20 47,6

Cukup Puas 2 4,8 17 40,5 22 52,4

Tidak Puas 0 0 0 0 0 0

4.3.2. Kepuasan Kerja Perawat

Hasil persentase kepuasan kerja perawat didapatkan 73,8% menyatakan puas

dan 26,2% cukup puas. Kepuasan kerja perawat pelaksana dapat mempengaruhi

(19)

62

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi dan persentasi kepuasan kerja perawat pelaksana di ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)

No Kategori Kepuasan Kerja n %

1 Puas 31 73,8

2 Cukup puas 11 26,2

3 Tidak Puas 0 0

Kepuasan kerja perawat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kepuasan kerja yang dilihat dari Kerja yang menantang, Ganjaran dan Kondisi kerja.

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dan persentasi kepuasan kerja perawat di Ruang rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan (n=42)

Kategori Kerja Yang Menantang Ganjarn Kondisi Kerja

N % N % n %

Puas 25 59,5 20 47,6 29 69

Cukup Puas 17 40,5 22 52,4 13 31

Tidak Puas 0 0 0 0 0 0

Hasil persentase dan distribusi frekunsi sub variabel kepuasan kerjayaitu:

Kerja yang menantang didapatkan hasil mayoritas puas 59,5%, Kepuasan kerja

berdasarkan Ganjaran didapatkan hasil mayoritas cukup puas 52,4%, dan

kepuasan kerja yang dilihat dari kondisi kerja didapatkan hasil mayoritas puas

69%, cukup puas 31%.

(20)

Hasil Crosstabulation supervisi dengan kepuasan kerja diperoleh, dari 11

orang perawat yang memiliki persespsi cukup terhadap supervisi, ditemukan

sebanyak 6 orang yang memiliki kepuasan kerja pada katagori cukup puas dan 5

orang pada katagori puas, sedangkan dari 31 orang perawat yang memiliki

persepsi puas terhadap supervisi yang dilakukan kepala ruangan, sebanyak 5

orang berada pada katagori cukup puas terhadap pekerjaanya, dan 29 orang

berada pada katagori puas

4.4 Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel bebas

terhadap variabel terkait dengan menggunakan uji pearson Correlations.

Berdasarkan analisis korelasi maka terdapat hubungan antara supervisi kepala

ruangan dan kepuasan kerja perawat pelaksana dengan nilai p = 0,01, signifikan

nilai r = 0,38 dengan kategori kekuatan hubungan lemah.

Tabel 4.9. Hasil Uji korelasi bivariat antara supervisi kepalaruangan dan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda Meda

No Variabel N P R

1 Supervisi* Kepuasan Kerja 42 0,01 0,38

Hasil uji corelasi pearson diperoleh bahwa ada hubungan yang positif

antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di

ruangan rawat inap Rumah sakit Imelda Medan dengankategori kekuatan

(21)

64

BAB 5

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini peneliti membahas tentang: 1) supervisi kepala

ruangan, 2) Kepuasan kerja perawat pelaksana, 3) kekuatan dan keterbatasan

penelitian.

5.1.Supervisi Kepala Ruangan

Berdasarkan hasil penelitiann didapatkan hasil kepuasan perawat terhadap

kegiatan supervisi yang dilakukan kepala ruangan di ruangan rawat ianap Rumah

Sakit Imelda Medan yaitu diperoleh hasil 73,8% puas dengan kegiatan supervisi

yang dilakukan oleh kepala ruangan.

Hasil penelitian ini juga di dukung oleh jawaban responden terhadap item

pernyataan kepala ruangan memfasilitasi saya untuk memahami materi supervisi

yang akan disampaikan serta item pernyatan kepala ruangan menjadwalkan

program supervisi secara teratur, dan di perkuat dengan jawapan responden

mengatakan kepala ruanagan selalu memriksa pekerjaan perawat sesuai standar.

selain pernyataan tesebut memlalui wawan cara yang dilkukn peneliti perawat

juga menyatakan mereka merasa senag dengan adanya supervisi yang dilakukan

oleh kepala ruangan dengan adanya supervisi yang berkelanjutan mereka merasa

ada penembahan ilmu baru setiap hari dan selalu mendapat bimbingan dalam

bekerja serta dukungan yang postif dari kepala ruangan sehinga mereka mulai

mencintai pekerjaanya dan puas dengan pekerjaanya sekarang.

Disamping itu kepuasan perawat terhadap kegiatan supervisi yang

dilakukan oleh kepala ruangan di rumah sakit Imelda medan dikarnakan supervisi

ini merupakan kegiatan yang baru diprogramkan dan selalu diberikan pelatihan

(22)

Kemampuan kepala ruang dalam mengelola ruang rawat inap dengan mengunakan

supervisi yang benar harus di pertahankan bahkan perlu di tingkatkan lagi dengan

cara pelatihan supervisi serta pelatihan manajemen keperawatan yang lainya,

karena kepala ruang harus memiliki ketrampilan dalam komunikasi, kemampuan

memberi motivasi kepada staf, ketrampilan kepemimpinan, ketrampilan mengatur

waktu serta mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Disamping

itu seorang kepala ruangan diharapkan dapat bertanggung jawab dan mampu

melaksanakan manajemen keperawatan sehingga dapat menghasilkan pelayanan

keperawatan yang berkualitas.

Supervisi kepala ruangan yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit

Imelda Medan prinsipnya adalah proses pembelajaran dari kepala ruangan kepada

perawat pelaksana. Kepala ruangan melakukan supervisi yang disesuaikan dengan

panduan supervisi yang telah dibuat dan di sesuikan dengan tingkat kemampuan

perawat pelaksana dan kondisi rumah sakit serta kebutuhan di ruangan.

Bentuk supervisi didesain dalam bentuk kegiatan educative, supportive,

dan managerial yang memungkinkan semua perawat berperan aktif dalam

kegiatan supervisi. Penerapan supervisi memacu kepala ruangan dan perawat

pelaksana untuk terus mengembangkan kemampuan dalam praktik keperawatan.

Melihat data demografi kepala ruangan yang sebagian besar sudah

memiliki pengalaman sebagi kepala ruangan lebih dari dua tahun dan memiliki

latar belakang pendidikan 62,5% S1 keperawatan, dan didiukung dengan umur

kepala ruangan 100% berada pada usia dewasa muda, sehinga dapat diasumsikan

(23)

66

supervisi, sehinga pelaksanaan supervisi bisa berjalan dengan biak dan diterima

oleh perawat pelaksana kegiatan supervisi tersebut.

Usia responden termasuk pada usia dewasa muda hal ini menunjukan

bahwa responden telah bepengalaman dalam hidupnya, dimana perawat pelaksana

berada pada tingkat usia produktif yang dapat menunjang untuk berkinerja lebih

baik. Secara teori umur ini tergolong umur produktif dengan kemampuan

psikososial yang dapat dipertanggung jawabkan. Kondisi ini dapat digunakan

untuk memperbaiki pelayanan dengan kinerja yang lebih baik yang berdampak

terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan lama kerja, lama kerja terkait

dengan pengalaman dan kemampuan responden didalam pekerjaan, dimana masa

kerja ini tergolong lama sehingga memungkinkan perawat pelaksana melakukan

kinerja lebih baik, dengan adanya penambahan supervisi yang berkala yang

dilakukan oleh kepala ruangan

Untuk dapat menerapkan manajemen keperawatan di ruang rawat inap

diperlukan seorang kepala ruang yang memenuhi standar sebagai manajerial.

Menurut Hubber (2000) seorang manajer diharapkan mampu mengelola

pelayanan keperawatan di ruang rawat inap dengan menggunakan pendekatan

manajemen.

Perawat pelaksana sebagai bagian dari tim organisasi pelayanan

keperawatan, dan sebagai sumber daya manusia terbesar dirumah sakit adalah hal

yang penting untuk diperhatikan. Selain itu kegiatan pelayanan kesehatan di

rumah sakit didominasi oleh kegiatan pelayanan keperawatan. Hasil wawancara

dengan 7 orang perawat pelaksana, mengatakan bahwa supervisi dilakukan oleh

(24)

wawancara dengan seorang staf keperawatan menyatakan, perawat dalam

melakukan asuhan keperawatan harus dapat memperlakukan pasien sebagai

keluarganya sendiri, mereka harus bisa memberikan yang terbaik bagi pasien.

Oleh karena itu mereka harus dilakukan supervisi sehinga dapat mengembangkan

diri, dan rumah sakit memberikan kesempatan untuk pelatihan, seminar, workshop

baik didalam atau diluar rumah sakit, agar mereka lebih terampil lagi. Pernyataan

tersebut didukung oleh 5 reponden (100%) bahwa mereka mengikuti seminar,

workshop, pelatihan secara bergiliran baik didalam atau diluar rumah sakit.

5.1.1. Supervisi Educative

Hasil penelitian yang didapat untuk kegiatan supervisi educative di

dapatkan hasil 92% puas dengan kegiatan educative yang dilakukan oleh kepala

ruaangan. Kepala ruangan menerapkan kegiatan edukatif secara tutorial, yaitu

kepala ruangan memberikan bimbingan dan arahan kepada setiap perawat

pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan

balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan

pelayanan keperawatan yang aman dan profesional.

Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan

educative yang dilakukan secara terus menerus mengakibatkan perawat selalu

mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan

kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa

percaya diri.

Pada kegiatan educative kepala ruangan mengatasi kebosanan dengan

mengubah metode pemberian asuhan keperawatan dari metode fungsional

(25)

68

melaksanakan asuhan keperawatan terhadap satu atau beberapa pasien sesuai

dengan kompetensi. Dengan cara ini perawat lebih tertantang untuk meningkatkan

kemampuan dan ketrampilannya melalui arahan, bimbingan, dan umpan balik

yang dilakukan oleh kepala ruangan selama kegiatan educative. Purani & Sahadev

(2007) dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan yang dirasakan dengan

memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak rutinitas akan membantu

perawat untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh

dalam organisasi.

Selain itu adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan tumbuhnya

otonomi dalam bekerja. Otonomi adalah pemupukan rasa tanggung jawab atas

pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Perawat pelaksana yang diberikan tanggung

jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan akan menumbuhkan rasa percaya

diri dan meningkatkan kepuasan. Sebaliknya dengan pengendalian terus menerus

oleh kepala ruangan dan dibarengi dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada

sikap apatis dan prestasi kerja yang rendah.

Kepuasan kerja merupakan perasaan yang dialami oleh perawat terhadap

profesi yang dijalaninya yang didukung dengan sikap kepala ruangan yang

memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai kewenangan dan

tanggung jawab serta kompetensi yang dimilikinya. Purani & Sahadev (2007)

dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan akan dirasakan karyawan

dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan

kepadanya.

Supervisi kepala ruangan yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit

(26)

perawat pelaksana. Kepala ruangan melakukan supervisi yang disesuaikan dengan

panduan supervisi yang telah dibuat dan disesuikan dengan tingkat kemampuan

perawat pelaksana dan kondisi rumah sakit serta kebutuhan di ruangan.

Proses kognitif utama dari supervisi model akademik adalah refleksi, yaitu

berpikir kritis pada pengalaman untuk memahami, dan mengidentifikasi area yang

masih memerlukan perbaikan yang selanjutnya dijadikan acuan dalam

menentukan langkah perbaikan lebih lanjut. Refleksi sangat relevan dengan

pertumbuhan profesional praktik keperawatan. Artinya, pengetahuan keperawatan

yang didasarkan pada pengalaman klinis sangat penting untuk perkembangan

praktik keperawatan profesional. Supervisi model akademik memungkinkan

perawat untuk mendiskusikan perawatan pasien dalam suasana yang aman dan

mendukung.

Partisipasi perawat pelaksana dalam supervisi kepala ruangan

memungkinkan adanya umpan balik dan masukan bagi perawat lain dalam upaya

meningkatkan pemahaman tentang isu-isu klinis.

Supervisi model akademik dalam penerapannya di rumah sakit Imelda

Medan dilakukan secara terprogram, terjadwal, dan perhatian kepala ruangan

bukan hanya pada pelaksanaan praktik keperawatan tetapi juga pada sikap dan

tanggung jawab perawat pelaksana dalam praktik profesional. Hal ini sesuai

dengan pendapat Marquis & Huston (2010) yang mengemukakan bahwa supervisi

adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga

keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.

Marquis & Huston (2010) menyatakan supervisi merupakan bagian yang

(27)

70

ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan keperawatan di

rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk mengelola

asuhan keperawatan. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer

keperawatan menemukan berbagai hambatan/permasalahan dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan di ruangan dengan memandang secara menyeluruh

faktor-faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari

jalan pemecahannya. Bittel (1987) mengemukakan pelaksanaan supervisi kepala

ruangan harus terjadwal dan terprogram dan bila dilakukan secara terus menerus

dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai standar praktik

keperawatan (Depkes, 2010). Oleh karena itu, Swansburg (2000) menyatakan

seorang manajer keperawatan harus mempunyai kemampuan manajerial yang

handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat menjalankan peran sebagai

perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987).

Pemahaman dan kemampuan kepala ruangan melakukan supervisi dapat

dilakukan melalui pelatihan. Mangkunegara (2005) mendefinisikan pelatihan

adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur

sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan dan

keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

Kepala ruangan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan

kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan

produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan produktivitas organisasi

(28)

5.1.2. Supportive

Hasil penelitian terhadap kegiatan supervisi supportive yang dilakukan

oleh kepala ruangan di dapatkan hasil 59,5% perawat pelaksana menyatakan puas

dengan kegiatan supportive yang dilakkan oleh kepala ruangan terhdap

pekerjaanya.

Penerapan kegiatan supportive dilakukan dengan memberikan kesempatan

kepada perawat untuk mempresentasikan kasus pada saat operan menggunakan

standar komunikasi yang efektif. Kegiatan supportive bertujuan untuk

mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian

asuhan keperawatan dan dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat

agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung diantara perawat sebagi rekan

kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi.

Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan supportive

yang dilakukan secara terus menerus dapat meningkatan rasa percaya diri perawat,

mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi ketidakdisplinan

kerja.

Kegiatan supervisi supportive dilakukan kepala ruangan dengan member

kesempatan kepada perawat untuk mempresentasikan secara singkat kasus pada

saat operan merupakan bentuk dukungan positif yang diberikan oleh kepala

ruangan dan rekan kerja. Perawat merasa bangga dapat menunjukkan secara

kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat penghargaan

akan menurunkan kepuasan kerja. Meskipun dalam pemberian asuhan

(29)

72

harus dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut memberikan kontribusi

kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang diberikan.

Kepala ruangan harus mampu mendorong perkembangan pribadi perawat

baik perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping kebutuhan akan tata

hubungan yang serasi baik dengan pasien maupun rekan kerja. Perawat akan

merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional yang besar, memiliki

motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang besar jika ia

mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu dianggap penting oleh orang lain.

Supervisor keperawatan perlu menanamkan kepada setiap perawat bahwa

sesederhana apapun pekerjaan yang mereka lakukan sangat berarti bagi

pemenuhan kebutuhan pasien dan keberlangsungan pelayanan keperawatan di

rumah sakit.

Kegiatan supportive dapat memberikan pengalaman belajar yang

bermakna dan kesempatan berharga bagi perawat untuk menjembatani

kesenjangan antara teori dan praktik keperawatan.

Melalui kegiatan supportive, perawat dapat mengembangkan kemampuan

berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam

menjalankan tugasnya (Wink,1995 dalam Billings & Judith, 1999). Pada kegiatan

ini perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling

bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang rencana

kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings & Judith, 1999). Dalam

kegiatan ini juga perawat dapat mengidentifikasi masalah, perencanaan, dan

evaluasi hasil untuk mencari solusi (Reilly & Obermann, 1999). Setiap perawat

(30)

dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis. Perawat pelaksana harus

senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan pula. Penerapan supervisi

melalui kegiatan supportive memampukan kepala ruangan untuk memberi

dukungan positif pada setiap prestasi yang dicapai perawat pelaksana.

5.1.3. Supervisi Manegerial

Hasil penelitian menunjukan kepuasan perawat terhadap supervisi

Manejerial yang dilakukan kepala ruangan didapatkan hasil cukup puas 52,4.

Kepala ruangan menerapkan kegiatan managerial dengan melibatkan perawat

dalam perbaikan dan peningkatan standar, seperti mengkaji SOP yang ada atau

membahas standar pendokumentasian asuhan keperawatan. Kegiatan managerial

dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk

meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga

standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu.

Kegiatan supervisi managerial yang dilakukan dengan melibatkan perawat

pelaksana dalam pembahasan SOP/SAK telah menumbuhkan pemahaman tentang

pentingnya bekerja berdasarkan standar. Pemahaman ini sangat penting untuk

memacu perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien

dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety,

dan peningkatan mutu.

Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan

managerial yang dilakukan memacu adanya perubahan tindakan, pemecahan

masalah, peningkatan praktik, peningkatan isu-isu profesional, kepuasan kerja,

(31)

74

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rosidah (2009) yang

mengemukakan supervisi penting dilakukan karena merupakan cara yang

digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara, dan

sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat

meningkatkan produktivitasnya. Sejalan pendapat Siagian (2009) yang

menyatakan efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi. Bagi

organisasi pelatihan dapat dipandang sebagai bentuk investasi, sehingga setiap

instansi yang ingin berkembang hendaknya memiliki program pendidikan dan

pelatihan bagi karyawan secara kontinu.

Hal ini diharapkan kepada kepala ruangan harus mempunyai kemampuan

manajerial yang handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat menjalankan

peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai agar supervisi berjalan

dengan baik.

Adanya supervisi yang optimal dapat meningkatkan kemampuan perawat

pelaksana pada satu keterampilan tertentu. Perawat pelaksana yang mampu

mengerjakan pekerjaannya dengan sempurna akan memperoleh pengakuan dari

lingkungannya. Pengakuan yang diberikan lingkungan akan prestasi perawat yang

dicapai dapat meningkatkan harga diri dan aktualisasi diri perawat. Seseorang

yang berhasil memperoleh aktualisasi diri di lingkungan pekerjaan akan memberi

peluang bagi orang tersebut untuk memiliki kepuasan yang tinggi terhadap

pekerjaannya. Dengan adanya kepuasan perawat terhadap kegiatan supervisi menimbulkan rasa nyaman dalam bekerja dan membuat perawat percaya diri hal

ini akan berdampak kepada kualiatas pelayanan. Bila dikaitkan dengan teori di

(32)

yaitu: dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja, dapat lebih meningkatkan

efesiensi kerja, dan kenyamanan kerja dalam hal ini bardampak kepada kepuasan

kerja perawat pelaksana.

Selain itu supervisi akan mencapai tingkat kegunaan yang tinggi apabila

kegiatannya dilakukan melalui tiga prinsip hubungan kemanusiaan, yaitu;

pengakuan dan penghargaan, obyektifitas, dan kesejawatan. Pengakuan dan

penghargaan berkaitan dengan sikap kepala ruangan untuk mengakui potensi dan

penampilan pihak yang disupervisi dan menghargai bahwa pihak yang disupervisi

dapat dan harus mengembangkan diri.

Obyektifitas berkaitan dengan informasi dan permasalahan yang telah

ditemukan dan bagaimana upaya pemecahan permasalahan yang akan dilakukan

secara rasional. Kesejawatan memberi corak bahwa kegiatan pelayanan

dilangsungkan dalam suasana akrab dan kekerabatan.

Hubungan kemanusian mendasari pelayanan professional titik berat

hubungan kemanusiaan ialah sikap dan ekspresi yang menunjukkan pengakuan,

pujian, dan penghargaan; bukan sebaliknya yaitu mencerminkan pengabaian,

penentangan, dan makian terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak yang

disupervisi.

5.2.Kepuasan kerja

Hasil penelitian yang didapatkan untuk kepuasan kerja perawat pelaksana di

rumah sakit Imelda medan yaitu berada pada katagori puas sebnayak 31 orang

dengan persentase 73,8%. Analisis selanjutnya disimpulkan bahwa persepsi

perawat yang cukup puas terhadap pelaksanaan supervisi kepala ruangan

(33)

76

pekerjaannya dibandingkan dengan perawat yang mempersepsikan baik. Hal ini

mengindikasikan bahwa semakin baik persepsi perawat pelaksana terhadap

pelaksanaan fungsi supervisi kepala ruangan maka akan semakin besar

kemungkinan perawat pelaksana memiliki perasaan puas terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya,

situasi kerja dan rekan sekerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan

sesuatu yang lebih penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka

dapat berinteraksi dengan lingkungan kerjanya.

Untuk selanjutnya mereka akan bekerja sebaik mungkin sehingga tujuan

perusahaan akan tercapai. Pengertian kepuasan kerja tidak saja bermanfaat bagi

perusahaan dalam usaha meningkatkan produktivitas kerja, tetapi juga dirasakan

manfaatnya oleh karyawan sebagai salah satu upaya dari perusahaan untuk

meningkatkan kehidupannya. Kemudian dari upaya yang dilakukan karyawan dan

perusahaan terhadap perbaikan setiap karyawan terhadap pekerjaan maka

masyarakat dapat menikmati hasil yang maksimal

Kepuasan kerja perawat adalah tingkat kesenangannya terhadap pekerjaannya

hal ini di tunjukan dengan pernyataan responden puas dengan waktu yang

diberikan oleh kepala ruangan untuk menyelesaikan pekerjaanya,

diberikesempatan untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuan indipidu,

diberikesempatan untuk melakukan hal hal yang berbeda dan baru, dan perawat

juga puas dengan kesempatan yang diberikan oleh kepala ruangan kepada perawat

untuk mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan, seminar, dan pendidikan

(34)

Proporsi jawaban perawat dengan kategori puas dan sangat puas yang paling

besar adalah terkait dengan promosi selalu diberikan oleh atasan kepada semua

perawat (93%). Sementara itu terdapat beberapa item pernyataan dimana sebaran

jawaban perawat berkisar antara 17% untuk kategori tidak puas. Pernyataan yang

dimaksud terkait perbandingan gaji dengan beban kerja yang saya lakukan (17%),

kesempatan untuk mengembangkan diri dengan kegiatan pelatihan atau seminar

(17%), dan kesempatan saya untuk mengunakan metode sendiri dalam bekerja

(17%).

Memang secara angka statistik jumlah proporsi jawaban perawat ini tidak

terlalu besar, namun tetap dapat dijadikan dasar bagi kepala ruangan sebagai

pencegahan terhadap perkembangan kondisi yang tidak baik. Oleh karena itu

mulai sekarang kepala ruangan dapat melakukan berbagai upaya untuk lebih

berhati-hati dalam pembagian kerja kepada perawat pelaksana, dan memberi

masukan secara intens kepada rumah sakit untuk memperhatikan kesejahteran

perawat dan kesempatan untuk mengembangkan diri atau promosi.

5.2.1. Kerja Yang Menantang

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kepuasan kerja perawat yang dilihat dari

Kerja yang menantang didapatkan hasil dikategori puas 59,5% menyatakan puas

dengan pekerjaan yang menantang. Pekerjaan yang menantang adalah

pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan

kemampuan dan menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik

tentang seberapa baiknya melakukan pekerjaan itu, yang secara mental

menantang. Lebih lanjut dikatakan, bahwa perawat akan lebih memilih pekerjaan-

(35)

78

meningkatkan kepuasan dan menyebabkan angka ketidakhadiran menjadi lebih

rendah. Herzberg dalam Hasibuan (2005:203) berpendapat bahwa suatu pekerjaan

yang disenangi dan menantang dapat menimbulkan kegairahan seorang karyawan

untuk melakukan pekerjaannya tersebut dengan baik.

Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan

yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya

keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan, maka seseorang seseorang akan

merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan

yang sama, sederhana, dan berulang-ulang, maka akan menyebabkan rasa

kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam

menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang perawat mampu menunjukkan

inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan.

5.2.2. Ganjaran

Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan

menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan

sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka. Promosi merupakan perpindahan

dari suatu jabatan ke jabatan yang lain dimana jabatan tersebut memiliki status

dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi

karyawan, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah

dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan

pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial (Robbins,

2003). Oleh karena itu salah satu kepuasan terhadap pekerjaan dapat dirasakan

(36)

Ganjaran merupakan pemberian kepada pegawai atau sesuatu yang diterima

pegawai sebagai balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan dalam

melaksanakan pekerjaan.

Ganjaran ekonomi biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan,

bonus, insentif, dan lain-lain. Para ahli umumnya membagi ganjaran menjadi 2

kelompok yaitu ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik. Ganjaran intrinsik

adalah ganjaran yang bersumber dari diri para pegawai sendiri seperti

penyelesaian tugas, prestasi, otonomi, perkembangan pribadi. Sedangkan ganjaran

ekstrinsik adalah ganjaran yang berasal dariluar pegawai seperti gaji dan

tunjangan, interpersonal (status dan pengakuan), serta promosi (Brown

et.al.,2005; Avolio and Gardner, 2005). Untuk lebihmemfokuskan pembahasan

dalam penelitian ini penulis hanya membahas ganjaran yang bersumber dari luar

atau disebut juga dengan ganjaran ekstrinsik terutama ganjaran yang berbentuk

uang seperti gaji, tunjangan dan lain-lain. Penelitian yang menghubungkanantara

ganjaran terutama gaji dengan kepuasan kerja dilakukan oleh Parry and Proctor

(2003). Hasil penelitiannya menyimpulkan terdapat hubungan positif antara gaji

dengan prestasi kerja. Toor and Ogunlana (2008) melaporkan terdapat hubungan

yang signifikan antara gaji dengan kepuasan kerja. Salah satu bentuk indikator

kondisi kerja adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah suasana psikologis

tentang perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan

mereka (Avolio and Gardner, 2005). Sementara itu Porter dan Lawler dalam

Bavendam, J. (2000) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan

unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan

(37)

80

Sikap yang positif terhadap pekerjaan secara konsepsi dapat dinyatakan

sebagai kepuasan kerja dan sikap negatif terhadap pekerjaan sama dengan

ketidakpuasan. Definisi ini telah mendapat dukungan dari Boal and Schultz (2007)

yang menjelaskan bahwakepuasan kerja sebagai perasaan seseorang pegawai

mengenai pekerjaannya. Secara sederhana, job satisfaction dapat diartikan sebagai

apa yang membuat orang-orang menginginkan dan menyenangi pekerjaan. Apa

yang membuat mereka bahagia dalam pekerjaannya atau keluar dari pekerjaanya.

Menurut Robin dalam Siahaan, E.E. Edison (2002) menyebutkan sumber

kepuasan kerja terdiri atas pekerjaan yang menantang, ganjaran yang sesuai,

kondisi/lingkungan kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung.

Indra, Hary (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara signifikan adalah faktor yang

berhubungan dengan pekerjaan, dengan kondisi kerja, dengan teman sekerja,

dengan pengawasan, dengan promosi jabatan dan dengan gaji. Dari keenam faktor

tersebut yang paling dominan adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi

kerja, yaitu dengan korelasi 0,6997 atau sebesar 69,97%. Boal and Schultz (2007)

mengungkapkan bahwa kepuasan kerja bersifat multidimensi dimana seseorang

merasa lebih atau kurang puas dengan pekerjaannya, supervisornya, tempat

kerjanya dan sebagainya. Porter dan Lawler seperti juga dikutip oleh Bavendam,

J. (2000) telah membuat diagram kepuasan kerja yang menggambarkan kepuasan

kerja sebagai respon emosional orang.

Dalam penelitian ini didapatkan hasil kepuasan kerja yang dilihat

berdasarkan ganjaran berda pada kategori cukup puas 52,4%. Gaji merupakan

(38)

Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang

mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya (As‟ad, 2008). Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen

memandang kontribusi mereka terhadap organisasi. Penelitian yang dilakukan

oleh Chimanikrie, et al (2007) membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara gaji dengan kepuasan kerja perawat (p=0,065 dengan ฀=0,01). Oleh karena

itu, penting sekali memperhatikan faktor gaji ini dalam kaitannya dengan

kepuasan kerja perawat.

5.2.3. Kondisi Kerja

Hasil penelitian menujukan kondisi kerja juga mempengaruhi kepuasan kerja

perawat pelaksana yang mana di dapatkan hasil 69% puas dengan pekerjaanya. Keadaan

di tempat kerja merupakan salah satu faktor yang menjadikan seseorang itu merasakan

tidak berpuashati dengan pekerjaan mereka. Keadaan di tempat bertugas merangkumi

aspek-aspek seperti peralatan, ruang kerja,suhu, cahaya yang mencukupi dan sebagainya.

Herzberg (1966) meletakkan keadaan di tempat kerja sebagai faktor „hygiene‟ yang

mendorong pekerja berpuas hati atau tidak terhadap pekerjaan mereka. Ini bererti bahawa

keadaan yang menyeronokkan dan tempat kerja yang selesa akan mempengaruhi tahap

kepuasan kerja.

Pengembangan diri adalah kesempatan untuk mengembangkan karir dan

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian melalui pendidikan dan

pelatihan. Penambahan ilmu maupun pengembangan kepribadian bagi perawat

(39)

82

Kegiatan pengembangan staf dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan

induksi, prosedur orientasi, pendidikan penyuluhan, dan program pendidikan

khusus seperti pelatihan yang berkenaan dengan jabatan supervisor, pelatihan

manajemen dan pengembangan organisasi (Gillies, 1996).

Hal ini sesuai dengan teoriy Robbins, 2003 yang menyatakan

komponen-komponen yang menentukan kepuasan kerja di antaranya yaitu: Kesempatan

promosi yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi

perawat, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah

dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan

pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial 3) Kondisi

kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan lingkungan

kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan dalam

melakukan pekerjaan yang baik, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada

hakikatnya karyawan dengan tipe kepribadian kongruen (sama dan sebangun)

dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya akan menemukan bakat dan

kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka.

Teori dua faktor menjelaskan, seorang supervisor keperawatan dalam

berbagai peran, kegiatan dan kompetensi yang dimilikinya harus dapat

memberikan kepuasan kerja kepada perawat pelaksana dengan cara

memperhatikan aspek pekerjaan perawat. Aspek yang diperhatikan meliputi:

memberikan otonomi dalam bekerja, memberikan tugas yang bervariasi, membuat

staf merasa penting dalam pekerjaan, dan memberikan umpan balik terhadap

(40)

Sebaliknya supervisor juga harus menghilangkan faktor-faktor yang dapat

menyebabkan ketidakpuasan, seperti kondisi kerja yang tidak mendukung,

hubungan dengan rekan kerja yang kurang baik, dan pengawasan yang terlalu

ketat. Teori ini sangat tepat digunakan dalam proses supervisi untuk mencari

aspek-aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja perawat dan

ketidakpuasan di rumah sakit.

Pemahaman terhadap kepuasan kerja perawat juga dapat mengacu pada

teori keadilan. Menurut teori ini, seorang skepala ruangan harus selalu waspada

jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul dikalangan para perawat. Apabila

sampai terjadi dapat timbul dampak negatif seperti ketidakpuasan. Demikian juga

implikasi dari teori harapan, yaitu seorang kepala ruangan harus menaruh

perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu dirubah untuk mendapatkan kepuasan

kerja pada perawat pelaksana. Kepala ruangan dalam peran, kegiatan, dan

kompetensi yang dimilikinya dapat membantu perawat pelaksana dalam

menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling

tepat untuk mewujudkannya. Penekanan ini penting karena para perawat tidak

selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk

memperolehnya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Robert John Wood Foundation

(2007) yang menyatakan perawat yang merasa mendapat dukungan dari

supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya lebih

(41)

84

Sejalan pendapat Brunero & Parbury (2005) yang menyatakan kepuasan

kerja perawat lebih banyak tercapai dengan sistem supervisi yang menciptakan

hubungan baik antara supervisor dengan supervisi. Dengan demikian sistem

supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat.

Menurut asumsi peneliti, kepuasan kerja perawat di ruangan rawat inap

rumah sakit Imelda Medan disebabkan adanya penerapan supervisi kepala

ruangan melalui kegiatan educative, supportive, dan managerial. Penerapan

supervisi kepala ruangan telah memberikan kemampuan kepada perawat untuk

menjalankan perannya sebagai pembri asuhan keperawatan terhadap pasien dan

melaksanakan semua tugas-tugas yang diberikan dan perawat juga merasa

pekerjaanya sangat penting atau di butuhkan. Ini juga sesuai dengan pandangan

Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu pekerjaan yang dilakukan dapat membantu orang lain dalam meringankan pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya

manusia adalah yang berguna bagi orang lain”.

Penerapan supervisi model akademik memacu kepala ruangan untuk

merancang pekerjaan perawat pelaksana dengan memperhatikan aspek-aspek

kepuasan kerja, yang meliputi: pekerjaan yang menantang, ganjaran dan Kondisi

kerja. Hal ini sejalan dengan teori dua faktor, teori harapan, dan Siagian (2009)

yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja perlu

memperhatikan rancangan pekerjaan yang diberikan kepada perawat. Kegiatan

educative dilakukan oleh kepala ruangan diawali dengan pembagian tugas yang

jelas dan bervariasi sesuai dengan kompetensi perawat.

Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat mengarah kepada tingkat

(42)

pekerjaan mempunyai dampak negatif yang sering menampakkan diri dalam

keletihan, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan.

Kepuasan kerja perawat pelaksana dalam penelitian ini didukung juga oleh

beberapa faktor antara lain pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang baik

saat melakukan supervisi di ruangan. Demikian pula hasil evaluasi penerapan

supervisi kepala rruangan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan semua

kepala ruangan berhasil menerapkan supervisi secara optimal Hal ini sesuai juga

dengan penyataan perawat pelaksana yang menyatakan bahwa supervisi yang di

lakukan kepala ruangan sudah terjadwal dan di sosialisaikan.

5.3.Hubungan supervisi dengan kepuasan kerja

Setelah dilakukan uji pearson antara supervisi yang dilakukan oleh kepala

ruangan terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana maka didapatkan hasil, ada

hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat

pelaksana dengan kekuatan hubungan lemah p = 0.12 dan r = 0.01.

Berdasarkan hasil tersebuat peneliti mengasumsikan bahwa supervisi

mengpengaruhi atau berhubungan dengan kepuasan kerja. Namun mengingat nilai

hubungan yang lemah yang di dapat dalam penelitian ini, maka peneliti

mengasumsikan kepuasan kerja tidak hanya semata mata didapat dengan

kegiatan supervisi, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan

kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan.

Kepuasan kerja dapat diperoleh seseorang jika didukung faktor eksternal.

Faktor eksternal yang mendukung antara lain memiliki produktivitas pekerjaan

yang tinggi, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan atasan,

(43)

86

kerja yang mendukung diantaranya perawat perlu adanya cuti tahunan,

pengahargaan lembur promosi jabatan dan kenaikan gaji setiap tahun. Bagi

perawat, apabila faktor eksternal tersebut terkondisi dengan baik, maka kepuasan

kerja yang tinggi dapat tercapai. Penelitian membuktikan banyak faktor eksternal

yang dapat mewujudkan kondisi perawat akan puas dengan pekerjaannya.

Sejalan dengan teori Hezberg dalam Siagian (1999), bahwa kepuasan

personel (perawat) dapat dipengaruhi oleh supervisi. Lebih jauh Bitel (1995),

mengatakan bahwa kompetensi supervisi kepala ruangan (entrepreneurial,

intelektual, emosi dan interpersonal). Dapat mempengaruhi kepuasan kerja

perawat. Hasil penelitian Refilita (2001), didapatkan hubungan yang signifikan

antara supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat. Sari (1998), juga

menemukan ada perbedaan kinerja perawat secara signifikan antara perawat yang

disupervisi dengan baik dengan perawat yang disupervisi kurang baik. Teori dan

hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa supervisi yang dilakukan oleh

kepala ruangan berhubungan dengan kepuasan kerja perawat yang selanjutnya

mempengaruhi kepuasan kerja perawat.

Kepuasan kerja perawat pelaksana terhadap supervisi kepala ruangan

dapat meningkatkan motivasi untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik

sehingga tercapai kualitas pelayanan keperawatan (Hasibuan, 1996).

Bitel (1995), mengemukakan bahwa kualitas supervisi dapat dipengaruhi

oleh kompetensi kepala ruangan dalam melakukan supervisi. Berdasarkan uraian

di atas maka kompetensi supervisi kepala ruangan mempunyai peran strategis

(44)

Berdasarkan hasil analisis lanjut tentang hubungan supervisi kepala

ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksan menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan. Dengan demikian hasil penelitian ini menyatakan bahwa

supervisi kepala ruangan secara signifikan meningkatkan kepuasan kerja perawat

pelaksana di ruang rawat inap rumah Imelda Medan sehinga supervervisi harus

dipertahankan guna mempertahankan kepuasan kerja perawat dan sekaligus

meningkatkan keterampilan dan member rasa nyaman bagi perawat untuk bekerja

dan memberi dampak yang positif juga bagi pelayanan keperawatan di Rumah

(45)

88

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dari laporan penelitian dengan menyajikan

kesimpulan yang merupakan upaya menjawab tujuan dan hipotesis penelitian,

serta rekomendasi atau saran berkaitan dengan hasil penelitian ini. Adapun

simpulan dan saran sebagai berikut:

6.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian hubungan supervisi kepala ruangan dengan

kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Imelda Medan, kesimpulan

penelitian adalah sebagai berikut.

1. Kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Imelda Medan mayoritas

berada pada kategori puas pada yaitu sebesar 73,8%, dengan rincian

sebagai berikut: Kerja yang menantang mayoritas puas 59,5%, Ganjaran

mayoritas cukup puas 52,4%, dan Kondisi kerja didapatkan hasil

mayoritas puas 69%.

2. Perawat pelaksana di ruangan rawat inap Rumah Sakit Imelda Medan

secara umum puas dengan supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan

73,8% dengan rincian sebagai berikut: Supervisi Edukatif mayoritas puas

(95,2%), supervisi suportif mayoritas puas (59,5%), dan supervisi

manajerial didapatkan hasil mayoritas cukup puas (52,4%).

3. Terdapat hubungan supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja

perawat pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan dengan nilai p = 0.1

(46)

6.2.Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan kepada beberapa hal,

yaitu:

6.2.1. Saran Praktis

a. Bagi manajemen rumah sakit Imelda medan agar dapat meningkatkan

supervisi kepala ruangan yang lebih baik lagi.

b. Bagi manajemen rumah sakit juga harus memperhatikan tingkat

pendidkan kepala ruangan, untuk mendukung kegiatan manajemen

supervisi kepala ruangan dan membuat program pelatihan yang

berkelanjutan untuk manajemen keperawatan.

c. Bagi pihak rumah sakit sebaiknya memberi perhatian lebih terhadap

kepuasan kerja perawat pelaksana terutama pada kepuasan yang dilihat

dari ganjaran yang harus diterima perawat sebagi pemberi pelayanan

keperawatan terdepan di rumah sakit, mengingat dampak dari

kepuasan kerja adalah peningkatan kerja yang optimal.

6.2.2. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya perlu adanya penelitian lanjutan tentang supervisi

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah sampel di  ruangan rawat inap
Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden di Ruang           Rawat inap Rumah Sakit  Imelda Medan (n=42)
Tabel 4.3. Crosstabulation tingkat pendidikan dengan lama bekerja  kepala ruangan rawat inap Rumah Sakit  Imelda Medan (n=8)
+4

Referensi

Dokumen terkait

fisika kimia di perairan Desa Tanjung Tiram masih belum diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian di lokasi tersebut.. Tujuan dari penelitian ini adalah

Berdasarkan hasil penelitian, masalah penting yang dikritik dalam novel Merajut Harkat Karya Putu Oka Sukanta adalah agama, budaya, kemanusiaan, politik

Desain interior dalam rumah sakit merupakan lingkungan binaan yang keberadaannya berhubungan langsung dengan pasien.. Melalui elemen-elemen desain seperti warna, dapat

Tantangan untuk menghadapi masa depan dalam pendidikan desain terletak pada persiapan para mahasiswa desain untuk hidup berkarir profesional dalam dunia yang penuh dengan

In Chaer and Agustina (2010:70) Language based on level of formality, Martin Joos (1967) in his book The Five Clock distinguish language variety based on five style, those are

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh citra merek yang terdiri dari atribut, manfaat, nilai, dan kepribadian produk Sophie Martin

Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengukur besarnya intensitas cahaya yang ada di tempat kerja, mengukur intensitas suara yang ada di tempat kerja, mengetahui

Menurut Istanti (2006), salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk melakukan perawatan diri adalah adanya dukungan dari lingkugan.. Keluarga merupakan