• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil ekstraksi propolis

Hasil maserasi sarang lebah Trigona spp adalah filtrat berwarna merah tua (merah kecoklatan). Pada hari-hari pertama maserasi, etanol dari semula bening berubah menjadi merah tua. Intensitas warna larutan semakin menurun dengan semakin bertambahnya waktu maserasi dan penggantian etanol. Pada hari ketujuh, pelarut etanol yang ditambahkan untuk proses maserasi, tetap bening setelah 24 jam. Banyaknya rendemen ekstrak propolis yang diperoleh dari 150 gr sampel sarang lebah madu Trigona spp yang digunakan adalah 25,8417 gr (17,23%). Fisik rendemen berbentuk pasta yang lengket dan berwarna merah kecoklatan (Lampiran 3), serta tidak larut dalam air. Pasta rendemen hanya dapat larut dalam propilen glikol dan beberapa jenis pelarut organik yang lain.

Kondisi fisik rendemen serta banyaknya rendemen yang diperoleh dalam penelitian ini relatif sama dengan yang telah diekstrak oleh Angraini (2006) dan Lasmayanti (2007), dari sarang lebah sejenis yang dikoleksi dari daerah yang sama. Keduanya memperoleh rendemen berwarna coklat tua.

Banyaknya rendemen yang diperoleh, berkaitan erat dengan intensitas warna larutan ekstrak. Woo (2004) dalam Angraini 2006), mengemukakan bahwa larutan ekstrak propolis dengan warna yang lebih gelap, menandakan diperolehnya rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan warna yang lebih cerah. Gelapnya warna atau tingginya intensitas warna propolis dikarenakan oleh tingginya kandungan flavonoid. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Harborne (1996), bahwa semua senyawa fenol dalam bahan alam memiliki serapan kuat di daerah ultraviolet, karena memiliki struktur cincin aromatik.

Ekstrak propolis hasil pengeringbekuan, dianalisis kandungan etanolnya dengan teknik kromatografi gas dan diketahui masih mengandung etanol sebesar

0,1%. Ini menunjukkan bahwa dalam pengeringbekuan larutan ekstrak propolis dalam etanol, tidak terjadi pembebasan etanol secara sempurna. Hal ini dapat terjadi karena propolis merupakan resin, yang dapat dengan kuat menyekap etanol.

Analisis terhadap sisa kandungan etanol di dalam ekstrak propolis, menjadi penting, karena etanol bersifat antiseptik dan dapat mempengaruhi propolis uji untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme kerja etanol sebagai bahan antimikroba, yaitu dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri (Pelczar et al. 1988)

Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dan KHTM

Hasil uji aktivitas antibakteri dan penentuan KHTM dari ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa jenis bakteri usus sapi tercantum dalam Tabel 4. Data uji KHTM setiap bakteri tercantum dalam Lampiran 9.

Komponen bahan uji adalah larutan-larutan ekstrak propolis Trigona spp dengan berbagai tingkat konsentrasi, (0,26% sampai 16,67%), serta larutan kontrol dan pembanding. Larutan ekstrak propolis terbuat dari ekstrak propolis Trigona spp hasil freeze-dryng yang dilarutkan dalam propilen glikol. Propilen glikol merupakan salah satu pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan propolis di dalam dunia farmasi dan industri kosmetik (Tosi et al. 1996). Penggunaan pelarut glikol untuk melarutkan propolis, juga mempengaruhi kekuatan antimikroba propolis, terutama dalam menghambat pertumbuhan fungi (Castaldo et al. 2002).

Uji aktivitas antibakteri dan uji Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) bakteri dengan menggunakan bahan alam propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap beberapa jenis bakteri telah dilakukan terdahulu oleh Angraini (2006) dan Lasmayanty (2007). Daya hambat pertumbuhan bakteri uji ditunjukkan dengan terbentuknya daerah bening (zona bening) di sekitar lubang penempatan zat uji. Besarnya daya hambat ekstrak propolis terhadap pertumbuhan bakteri ditentukan melalui pengukuran diameter zona bening (Lampiran 11)

Pada penelitian ini hasil uji kemampuan aktivitas antibakteri dari variasi konsentrasi larutan propolis terhadap beberapa jenis bakteri usus sapi, dinyatakan

sebagai rata-rata diameter zona bening di sekitar sumur difusi, (Lampiran 9). Dari tiga kali perlakuan pengujian aktivitas antibakteri propolis Trigona spp, hasil rata-rata diameter zona bening terangkum dalam dalam Tabel 4 .

Tabel 4, Hasil Uji aktivitas antibakteri dan penentuan KHTM ekstrak propolis terhadap beberapa bakteri usus sapi.

Bahan Uji Jenis bakteri dan rata-rata luas zona bening (mm)

Patogen non patogen

E. coli Sal.sp Kleb.sp Camp.sp Bact.sp L.casei Bifid.

Ekstrak Propolis 16,67% 4,45)f 4,983)d 3,583)ab 15)c 6,15)a 4,017)c 6,75)b

Ekstrak Propolis 8,33% 3,15)def 3,383)cd 2,983)ab 2,833)c 5,28)a 2,033)b 1,73)a

Ekstrak Propolis 4,17% 2,367)cde 2,65)bc 0,00)a 2,833)c 2,94)a 2,1)b 0,00)a

Ekstrak Propolis 2,08% 1,967)bcd 1,97)abc 0,00)a 1,33)ab 1,35)a 0,00)a 0,00)a

Ekstrak Propolis 1,04% 0,95)abc 1,62)abc 0,00)a 0,33)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a

Ekstrak Propolis 0,52% 0,00)a 0,85)ab 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a

Ekstrak Propolis 0,26% 0,516)ab 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a

Propolis x 4,583)f 4,933)d 5,617)b 2,83)b 15,27)b 6,05)d 3,33)ab

Lart ampicilin 100 ppm 2,833)def 31)e 10,883)c 18)d 28,22)c 37,15)e 27,07)c

Propilen Glikol 3,75)ef 3,483)cd 3,283)ab 0,00)a 4,5)a 0,00)a 0,00)a

etanol 1% 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a 0,00)a

Keterangan : Sal. sp = bakteri salmonella sp, Kleb.sp = bakteri klebsiella sp. Camp.sp = bakteri Campylobacter sp, Bact.sp = bakteri Bacteroides sp, L. casei = bakteri Lactobacillus casei, Bifid = bakteri Bifidum. Superskrip (a-f) yang berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar jenis sampel. Dari data Tabel 4 tampak bahwa larutan ekstrak propolis pada konsentrasi tertinggi (16,67%) mampu memberikan hambatan pertumbuhan terhadap semua jenis bakteri uji. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur difusi untuk setiap jenis bakteri uji. Pada konsentrasi propolis yang tertinggi ini, daya hambat terbesar adalah terhadap bakteri Campylobacter sp (15 mm), dan terendah terhadap bakteri Klebsiella sp (3,583 mm). 0 2 4 6 8 10 12 14 16 E. co li Salm onel la sp Kles iella s p Cam pyloa cter sp Bact eroid es sp Lact oasi llus c ase i Bifid oact erium sp di a m e te r z ona be ni ng ( m m )

Gambar 10. Grafik daya hambat pertumbuhan bakteri oleh propolis Trigona spp asal Pandeglang pada konsentrasi 16,67%

Pada konsentrasi propolis 0,26% (konsentrasi terendah), daya hambat hanya dialami oleh bakteri E.coli. Pada konsentrasi propolis yang rendah ini, bakteri yang lain tidak mengalami hambatan pertumbuhan (ditunjukkan oleh zona bening 0,00 mm). Dari Tabel 4, terlihat pula bahwa pada konsentrasi propolis 0,26% mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi di atasnya (0,52%) tidak terjadi daya hambat (diameter zona bening 0,00 mm). Hal ini merupakan suatu penyimpangan dan galat pekerjaan, yang diduga disebabkan oleh tiga kemungkinan. Pertama, media agar cair yang ditambahkan ke dalam cawan petridish untuk dicampurkan dengan biakan bakteri, suhunya masih relatif tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya kematian pada bakteri uji. Kedua adalah media padat cair yang ditambahkan ke dalam cawan petridish untuk dicampurkan dengan biakan bakteri, suhunya dingin dan menyebabkan media memadat. Dengan demikian, pencampuran dengan biakan bakteri tidak merata, terutama pada daerah sekitar sumur difusi tempat penempatan larutan propolis berkadar 0,52%. Kemungkinan ketiga adalah kurangnya volume larutan propolis 0,52% yang dimasukkan ke dalam sumur difusi. Namun demikian, secara keseluruhan terlihat bahwa kecenderungan daya hambat pertumbuhan bakteri semakin besar dengan naiknya konsentrasi propolis. Hasil analisis statistik untuk data-data pada Tabel 4, menunjukkan bahwa diameter zona bening antar bakteri maupun antar konsentrasi ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang, berbeda nyata (P<0,05; Lampiran 10) .

Tabel 5 memperlihatkan bahwa Konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) dari ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang adalah sebagai berikut; 0,26% terhadap bakteri E. coli; 0,52% terhadap bakteri Salmonella sp; 1,04% terhadap bakteri Campylobacter sp; 4,17% terhadap bakteri Bacteroides sp dan Lactobacillus casei; dan 8,33% terhadap bakteri Klebsiella sp. Pada konsentrasi ekstrak propolis 1,04%, mampu memberikan daya hambat terhadap bakteri E. coli, Salmonella sp dan Campylobacter sp, dengan daya hambat lebih kuat terhadap bakteri Salmonella sp. Ketiga bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif

Tabel 5., Rata-rata daya hambat Tumbuh Propolis Trigona spp asal Pendeglang terhadap bakteri patogen dan non patogen usus sapi.

Bahan Uji Jenis bakteri dan rata-rata luas zona bening (mm)

Patogen Non patogen

E. coli Sal.sp kleb.sp Camp.sp Bact.sp L.casei Bifid.

Ekstrak Propolis 16,67% 4,45 4,98 3,583 15 6,15 4,017 6,75 Ekstrak Propolis 8,33% 3,15 3,38 2,983 2,83 5,28 2,033 1,73 Ekstrak Propolis 4,17% 2,37 2,65 0,00 2,83 2,94 2,1 0,00 Ekstrak Propolis 2,08% 1,97 1,97 0,00 1,33 1,35 0,00 0,00 Ekstrak Propolis 1,04% 0,95 1,62 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 Ekstrak Propolis 0,52% 0,00 0,85 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Ekstrak Propolis 0,26% 0,516 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Rata-rata 1,915 2,208 0,938 3,189 2,245 1,164 1,211

Keterangan : E. coli = bakteri E. coli., Sal sp = Bakteri salmonella sp., Kleb. Sp = Bakteri Klebsiella sp., Camp. Sp = bakteri Campylobacter sp., Bact. Sp = bakteri Bacteroides sp., L. casei = bakteri Lactobacilus casei., Bifid = bakteri Bifidum sp

Hambat tumbuh yang dialami bakteri E. coli, Salmonella sp dan Campylobakter pada konsentrasi ekstrak propolis yang rendah ini, diduga berkaitan erat dengan sifat khasiat propolis dan perbedaan komposisi struktur dinding sel bakteri. Ketiga jenis bakteri tersebut di atas tergolong bakteri Gram negatif, dan merupakan anggota dari bakteri patogen. Karena merupakan kelompok bakteri Gram negatif, maka struktur dinding sel ketiga bakteri tersebut lebih kompleks dengan beberapa lapisan, yakni peptidoglikan yang relatif tipis, yang dikelilingi oleh lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Lapisan-lapisan ini bersifat impermiable terhadap molekul-molekul kecil seperti nukleosida, oligosakarida dan asam amino (Timotius, 1982). Dengan teori ini, maka seharusnya ketiga bakteri kelompok Gram negatif tersebut lebih bertahan terhadap infiltrasi propolis yang menyebabkan lisis sel, jika dibandingkan dengan bakteri Gram positif.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu bahwa ketiga bakteri Gram negatif tersebut mengalami hambatan pertumbuhan oleh ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang, meskipun pada konsentrasi yang rendah. Hal ini dapat terjadi, diduga karena propolis Trigona spp asal Pandeglang memiliki sifat seperti antibiotik polimiksin atau streptomiksin. Antibiotik polimiksin merupakan bahan antibiotik yang sensitif menghancurkan membran spesies bakteri Gram negatif

pada khususnya. Polimiksin berinteraksi kuat dengan fospholipid membran sel, mengakibatkan kehilangan kontrol osmotik, sehingga terjadi kebocoran ion K+ dan komponen vital bakteri lainnya. Penetrasinya ke dalam menjadi mudah dan merusak struktur membran sel. Kerja antibiotik jenis ini adalah merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel (Simanjuntak 2005).

Propolis Trigona spp asal Pandeglang tampak lebih aktip dan sensitif terhadap beberapa bakteri Gram negatip dalam penelitian ini. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi komponen-komponen senyawa aktif dalam propolis terhadap fosfat pada fosfolipid membran sel bakteri-bakteri tersebut. Sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh antibiotik jenis polimiksin atau streptomiksin, maka penetrasi komponen senyawa aktif dari propolis lebih cepat mencapai membran sel bakteri Gram negatif, sebab lapisan peptidoglikan penyusun dinding sel bakteri kelompok tersebut lebih tipis daripada yang dimiliki bakteri Gram positif.

Dari Tabel 5 diperoleh informasi pula bahwa kemampuan hambat tumbuh minimum dari ekstrak propolis Trigona spp asal Pandeglang, lebih dominan terhadap kelompok bakteri patogen. Rata-rata besarnya daya hambat yang dialami oleh bakteri patogen dalam penelitian ini adalah sebesar 2,75 mm, sedangkan untuk bakteri non patogen adalah sebesar 1,54 mm. Dari segi konsentrasi minimum dosis propolis, kelompok bakteri patogen telah terlebih dahulu dihambat pertumbuhannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menyeimbangkan populasi mikroflora usus sapi, maka dosis propolis Trigona spp asal Pandeglang yang dapat layak diberikan, adalah pada konsentrasi 0,52% sampai 1,04%, dengan konsentrasi optimum adalah 1,04%. Keseimbangan mikroflora di dalam usus sapi, tercapai bilamana populasi bakteri non patogen lebih dominan. Sebab, bakteri-bakteri ini berperan memproduksi enzim-enzim pencernaan, yang membantu proses pencernaan makanan (Lestradet, 1994).

Propolis Trigona spp asal Pandeglang, dengan konsentrasi yang minimum namun telah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, dan dengan demikian memperbesar aktivitas bakteri non patogen untuk membantu proses pencernaan sapi, maka berpeluang sebagai bahan pemacu pertumbuhan (growth

promoters) hewan sapi. Penggunaan propolis sebagai pemacu pertumbuhan hewan, merupakan pilihan yang aman. Sebab propolis tidak bersifat toksik, namun sebaliknya memiliki daya antibakteri, antivirus dan antifungi yang efektif (Nuklin et al. 1979). Selain sebagai bahan antibakteri, propolis juga memiliki sifat dapat merangsang sistem imunitas secara alamiah. Hal ini merupakan suatu hal yang berbeda dari efek yang diberikan oleh obat-obatan sintetik.

Hasil analisis Fitokimia Ekstrak Kasar Propolis.

Analisis fitokimia propolis bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif golongan senyawa-senyawa aktif di dalam ekstrak kasar propolis sampel. Identifikasi yang dilakukan adalah uji tanin, uji terpenoid, uji alkaloid dan uji flavonoid (senyawa-senyawa aktif yang ada pada tumbuhan). Langkah ini dilakukan dengan dasar pemahaman bahwa propolis pada sarang lebah merupakan resin yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hasil uji fitokimia sampel propolis dari sarang lebah madu Trigona spp asal Pandeglang dibandingkan dengan bahan lain adalah seperti pada Lampiran 12 .

Tabel 6. Hasil Analisis Fitokimia

Senyawa Hasil

Sampel propolis Pembanding

Tanin + Air teh +

Flavonoid + Buah pinang +

steroid + Kuning telur +

Alkaloid - Daun papaya +

Analisis fitokimia terhadap bahan propolis yang sama telah dilakukan pada penelitian terdahulu oleh Angraini (2006) dan Lasmayanty (2007). Adapun kesamaan dan perbedaan hasil uji, terangkum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Persamaan dan perbedaan hasil analisis fitokimia propolis Trigona spp asal Pandeglang.

Peneliti (tahun) Tanin Flavonoid Steroid Alkaloid

Angraini (2006)

Koleksi propolis; Maret 2006 -

Lasmayanty (2007)

Perbedaan kandungan senyawa alkaloid ini, dikarenakan oleh perbedaan waktu pengkoleksian sampel propolis. Bankova, (2000) mengemukakan bahwa komposisi zat aktif di dalam propolis berbeda-beda, tergantung dari tumbuhan asal resin, iklim, waktu pengkoleksian dan jenis lebah.

Menurut Palezar dan Chan (1988), senyawa yang bersifat antimikroba antara lain adalah alkohol, senyawa-senyawa fenolik, klor, iodium dan etilen oksida. Yang termasuk senyawa-senyawa fenolik adalah flavonoid, senyawa fenol hidrokuinon, dan tanin. Bakmaz (2002) menemukan bahwa flavonoid merupakan senyawa antibakteri di dalam propolis, dan merupakan salah satu dari kelompok senyawa polifenolik, dengan jenis terbanyak adalah aglikon. Senyawa aglikon merupakan flavonoid dalam tumbuhan yang terikat pada gula sebagai glikosida, dan bersifat menghambat pertumbuhan bakteri secara kuat. Di alam, aglikon ditemukan pula di dalam buah jeruk. Kehadiran aglikon di dalam sarang lebah karena lebah mengoleksi resin propolis menggunakan enzim β-glukosidase dari kelenjar hypoharingeal. Aglikon dan podofillotoksin merupakan lignan paling aktip alami dan memiliki daya hambat pertumbuhan bakteri.

Polifenolik juga diketahui merupakan fraksi terbesar di dalam raw propolis, dengan kelimpahan 50%. Dengan demikian, pada hasil uji fitokimia dan hasil uji KHTM, dapat dikatakan bahwa kemampuan aktivitas antibakteri oleh ekstrak propolis Trigona spp dari sarang lebah asal Pandeglang disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa fenolik (flavonoid dan tanin) yang terkandung.

Hasil Analisis Komponen Aktif.

Hasil fraksinasi dengan plat KLT. Uji pemisahan fraksi dengan menggunakan kombinasi eluen n-heksan : kloroform : etanol (2 : 1 : 0,1) v/v, pada lapis tipis silika gel GF254, dan fraksinasi dengan media KLT preparatif, diperoleh

Penelitian sekarang

delapan spot fraksi senyawa (Lampiran 13 dan Lampiran 14). Fraksi-fraksi senyawa yang diperoleh, tidak dapat diamati langsung dengan mata telanjang, akan tetapi hanya dapat diamati dengan menggunakan cahaya UV pada 254 nm. Sebab spot-spot senyawa memiliki sifat berpendar. Sifat ini menunjukkan bahwa fraksi-fraksi senyawa yang terkandung di dalam propolis Trigona spp asal Pandeglang mengandung senyawa-senyawa yang menyerap energi cahaya pada panjang gelombang 254 nm sehingga elektron-elektronnya tereksitasi ke tingkat energi orbital lebih tinggi. Ketika kembali ke tingkat energi orbital semula, elektron-elektron memancarkan kelebihan energi dalam bentuk cahaya. Dugaan yang lain, adalah bahwa senyawa-senyawa di dalam propolis Trigona spp asal Pandeglang, mengandung unsur-unsur yang bersifat dapat berpendar jika menyerap energi cahaya pada panjang gelombang 254 nm. Hal ini sangat berhubungan erat dengan kondisi vegetasi etnik di wilayah pengambilan sampel.

Hasil kromatografi kolom. Kromatografi kolom dilakukan karena berdasarkan hasil fraksinasi menggunakan KLT preparatif, tampak noda fraksi-fraksi berimpitan. Secara perlahan, eluen ditambahkan dari permukaan atas kolom, sementara fraksi-fraksi ditampung setiap 5 ml pada ujung bawah kolom, dengan laju alir 0,85 ml/menit. Diperoleh 80 tabung larutan fraksi, yang kemudian diidentifikasi dengan menggunakan metode KLT. Hasil identifikasi dengan KLT, diperoleh tujuh kelompok fraksi (kelompok A sampai kelompok G), yang memiliki kemiripan kenampakkan noda (spot). Sedangkan fraksi H adalah bagian yang tidak larut dalam eluen, dan tidak disertakan di dalam kolom, (Lampiran 15). Perolehan jumlah fraksi melalui kromatografi kolom ini sama dengan yang dilakukan melalui KLT preparatif.

Penggabungan masing-masing kelompok fraksi (A sampai G) dan penguapan pelarut (pada suhu kamar), menghasilkan fisik fraksi berbentuk pasta yang lengket. Fraksi C dan F berwarna kuning muda dan keruh, sedangkan kelompok fraksi lain berwarna putih keruh. Dari 2,5 gram ekstrak kasar propolis yang digunakan, diperoleh kadar kelompok-kelompok fraksi sebagai berikut : Fraksa A= 2,3%, fraksi B= 22,332%, fraksi C= 6,5560%, fraksi D= 8,708%, fraksi E= 3,4320%, fraksi F= 3,6400%, fraksi G= 1,2080% dan fraksi Tidak Larut (TL)= 51,8240% (Lampiran 16)

Hasil uji Aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi. Hasil uji Aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi dan kontrol, diperlihatkan dalam Tabel 8. Dari 6 kali perlakuan, tampak bahwa semua kelompok fraksi memberikan efek antibakteri, yakni menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, yang ditunjukkan oleh ukuran diameter zona bening yang terbentuk (Lampiran 17). Zona bening yang tertera pada Lampiran 17 tampak kurang jelas, hal ini disebabkan oleh faktor jumlah populasi bakteri uji yang rendah, sehingga menimbulkan zona bening yang tipis. Rendahnyan jumlah populasi bakteri uji yang dimasukkan ke dalam cawan petridis, dapat disebabkan oleh pemipetan yang tidak homogen terhadap bakteri hasil biakan pada media cair, serta biomassa bakteri hasil pembiakan pada media cair belum maksimum.

Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri fraksi-fraksi terhadap bakteri E. coli, diketahui bahwa fraksi C memiliki aktivitas antibakteri terbesar (Gambar 5). Berdasarkan hasil uji antibakteri fraksi tersebut, maka fraksi C digunakan untuk uji lanjut penelusuran komponen aktif melalui teknik GC-MS. Meskipun fraksi C memiliki daya hambat yang lebih tinggi, namun antar fraksi tidak memberikan pengaruh penghambatan yang berbeda nyata (P>0,05; Lampiran 18 )

Tabel 8. Hasil uji Aktivitas antibakteri dari fraksi-fraksi propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap bakteri E. coli

No Fraksi senyawa dan control Luas zona Bening (mm) / ulangan ke.... Rata-rata

1 2 3 4 5 6 (mm) 1 Fraksi A 3,00 4,79 3,00 5,95 3,55 4,65 4,156)ab 2 Fraksi B 3,15 3,35 5,25 4,00 4,35 5,25 3,792)ab 3 Fraksi C 2,65 4,85 6,00 5,95 4,55 2,65 4,442)ab 4 Fraksi D 4,25 4,00 5,15 4,00 3,85 2,55 3,967)ab 5 Fraksi E 3,95 3,25 4,25 4,15 2,85 3,35 3,633)ab 6 Fraksi F 2,30 2,25 3,15 5,25 2,25 3,75 3,158)a 7 Fraksi G 1,75 3,85 3,75 4,45 3,45 3,25 3,417)ab

8 Fraksi tak larut 2,75 4,35 3,75 3,55 3,25 3,75 3,567)ab 9 Propolis Ekstrak Kasar 3,45 3,65 5,65 4,25 4,35 3,75 4,184)ab 10 Pelarut PG + aquadest (1:2) 2,75 2,25 2,55 3,45 2,65 2,25 2,650)a 11 Larutan ampicilin 1000 ppm 3,25 5,85 5,25 6,00 5,35 5,25 5,158)b Keterangan : Superskrip (a-b) yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan beda nyata

Perbedaan aktivitas antibakteri antar fraksi dan kontrol, ditunjukkan dalam Gambar 11. 0 1 2 3 4 5 6 A B C D E F G TL PG Amp c Ekstr ak Sampel z ona ha m ba t ( m m )

Gambar 11. Grafik diameter zona hambat fraksi-fraksi propolis Trigona spp asal Pandeglang terhadap bakteri E.coli

Komponen-komponen Senyawa di Dalam Propolis

Hasil analisis GC-MS terhadap fraksi C (fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi), diketahui terdapat 24 peak dengan waktu retensi dan persen area yang berbeda (Lampiran 19). Sebanyak 10 peak di antaranya memiliki persen area di bawah 1 %, yang menunjukkan rendahnya kelimpahan komponen-komponen senyawa tersebut di dalam sampel fraksai C. Sedangkan 14 peak lainnya memiliki persen area di atas 1%, yang menunjukkan kelimpahan yang relatif tinggi dalam sampel fraksi C. Tinjauan dan pembahasan lebih lanjut adalah terhadap ke-14 peak tersebut.

Waktu retensi dari ke-14 peak tersebut berbeda dan memiliki kisaran dari 28,38 sampai 45,82 menit menunjukkan adanya perbedaan karakteristik senyawa. Hal itu terlihat dari tampilan grafik dari massa molekul fragmen setiap peak (Lampiran 19).

Hasil analisis ini dapat mengungkapkan jenis-jenis senyawa yang terkandung di dalam fraksi C, walaupun masih berupa pendekatan dengan struktur pembanding dari bank data. Kesamaan struktur komponen senyawa dinyatakan oleh persen equilibrium, sedangkan kelimpahan komponen senyawa dinyatakan sebagai persen area. Ringkasan persen kesamaan struktur senyawa dari fraksi C dapat dilihat pada Tabel 8.

Dada Tabel 9, pada peak ke 2 dengan waktu retensi 30,33 menit (Lampiran 19), terdapat senyawa yang memiliki 89 persen kemiripan dengan etil linoleat atau asam linoleat, dengan kelimpahan sebesar 2,06%. Asam linoleat adalah sebuah asam omega 3, karena ikatan C = C pertama berawal pada atom karbon ke-tiga dari ujung CH3. Karena berhubungan dengan lemak dan minyak, maka asam linoleat disebut juga sebagai asam lemak. Asam linoleat, termasuk ester-ester yang terbentuk secara alami seperti lemak dan minyak hewani dan nabati. (Soetrisno et al. 2003).

Asam linoleat dan asam linolenat merupakan dua jenis asam lemak esensial, yakni harus diberikan melalui makanan karena tidak dapat disintesa di dalam tubuh, sementara tubuh sangat membutuhkan. Dewasa ini asam linoleat diformulasikan dalam bentuk terkonjugasi (conjugated linoleic acid/CLA) karena potensinya dapat meningkatkan kesehatan individu yang mengkonsumsinya. Sediaannya adalah melalui susu, produk olahan susu seperti yoghurt dan keju, serta daging. Dalam berbagai riset, baik pada hewan percobaan, kultur sel maupun manusia, diketahui bahwa nutrien tersebut dapat mencegah penimbunan lemak, bersifat antioksidan, yang dapat melawan kerusakan akibat radikal bebas, menghambat pertumbuhan kanker, penyakit jantung, diabetes dan kegemukan, serta dapat menstimulasi fungsi imun dan faktor pertumbuhan (Hidayat, 2006)

Tabel 9. Ringkasan persen perkiraan kesamaan struktur senyawa-senyawa dari fraksi C Peak Waktu Retensi (menit) Luas Area (%) Struktur Pembanding Kesama- an (%) 1 28,37 1,56 1-(2,6,6-trimetil-1-cyclohexen-1-yl)-3-methyl-2-heptene 38 2 30,33 2,06 Ethyl linoleate 89 5 36,32 1,05 2,4-di-t-butyl-1,5,6,7-tetraisopropil2,4-diaza-3-deoro-closo-heptaborane 72 13 37,61 1,17 Alpha-ethyl-ortho-metoxybenzil alkohol 27 15 38,81 5,80 Lanosta-8,24-dien-3-ol, (3.beta.)-(CAS) 95

16 39,04 1,31 Obtusifoliol Ergosta-8,24 (28)-dien-3-ol, 4,14-dimethyl-, (3.beta.,4.alpha., 5.alpha.) -(CAS)

53

17 39,30 1,77 Lanosta-8,24-dien-3-ol,(3.beta)-(CAS) 99

19 39,72 16,97 Viminalol Urs-12-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS) 86 20 40,25 49,91 9,19-cyclolanost-24-en-3-ol, (3.beta.)-(CAS) 99 21 40,87 3,18 9,19-cyclolanostan-3-ol,24-methylene-, (3.beta.)-(CAS) 99 22 41,35 2,02 12,13-Dimethoxytotara-8,11,13-triene phenanthrene, 1,2,3,4,4a,9,10a-octahydro-6,7-dimethoxy-1,1,4a-trimethyl-8-(1-methylethyl) 58 23 42,46 1,49 Dammara-20,24-dien-3-ol 70 24 45,82 2,57 Ethyl vallesiachotamate 46

Kandungan asam linoleat dalam propolis Trigona spp asal Pandeglang menimbulkan dugaan bahwa lebah Trigona spp yang memproduksi propolis ini mengkonsumsi resin dari tanaman kelapa yang ada di sekitarnya. Sebab tanaman kelapa merupakan tumbuhan penghasil asam lemak tak jenuh, dan mengandung asam linoleat dengan kelimpahan rata-rata. 2,70% (Litbang Deptan RI., 2005). Di alam, asam linoleat terdapat juga di dalam dedak padi. Hal ini menyebabkan dedak padi dikenal memiliki nilai gizi tinggi. Nilai gizi dedak padi

Dokumen terkait