• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain, Tempat, dan Waktu penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yakni melakukan

penelitian pada satu waktu tertentu. Pemilihan tempat penelitian dipilih secara

purposive, yaitu di kantor pemerintahan Kota Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Februari 2015.

Contoh dan Teknik Pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga suami-istri bekerja di kantor pemerintahan Kota Bogor. Contoh penelitian ini adalah istri bekerja formal di pemerintahan Kota Bogor, yaitu di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor dan memiliki anak yang masih bersekolah. Teknik penarikan contoh dilakukan secara

purposive.

Jumlah perempuan bekerja di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, BPMKB sebanyak 200 orang, namun perempuan yang memiliki anak yang masih bersekolah sebanyak 136 orang. Sebanyak 60 responden menyatakan bersedia untuk mengisi kuisioner penelitian, namun kuisioner yang kembali sebanyak 49 responden.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh langsung dengan cara “self report” oleh istri yang bekerja

dengan bantuan kuisioner yang meliputi karakteristik kelurga, interaksi keluarga, pola pengambilan keputusan dalam kelurga dan kesejahteraan keluarga. Data sekunder dapat diperoleh melalui studi literatur, instansi yang bersangkutan, penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian.

Kesejahteraan subjektif keluarga menggunakan istrumen kesejahteraan keluarga yang dikembangkan dari Sunarti (2012), dan WHO (2012) dengan nilai

Cronbach Alpha 0.987. Kesejahteraan subjektif keluarga diukur dengan pernyataan dengan 49 item pernyataan. Interaksi keluarga terdiri dari interaksi ibu-anak dan interaksi suami-istri. Interaksi keluarga menggunakan instrumen yang dikembangkan dari Chuang (2005). Interaksi ibu-anak diukur dengan 34

item pernyataan memiliki Cronbach Alpha 0.903, sedangkan interaksi suami-istri

diukur dengan 35 item pernyataan memiliki Cronbach Alpha 0.923. Instrumen

pola pengambilan keputusan dimodifikasi Puspitawati (2012) dan Sajogyo (1981)

yang memiliki Cronbach Alpha 0.911.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya diolah dengan diproses proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, serta analyzing menggunakan Microsoft Excel

dan SPSS for windows. Instrumen penelitian di uji validitas dan reliabilitasnya menggunakan SPSS for Windows. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

8

1. Analisis deskriptif (minimum, maksimum, rata-rata, standar deviasi dan

frekuensi) digunakan untuk menggambarkan:

a) Karakteristik keluarga (usia istri, besar keluarga, pekerjaan suami-istri, lama pendidikan suami-istri, pendapatan per kapita).

b) Interaksi keluarga yang mencakup interaksi ibu-anak (34 pernyataan), dan

interaksi suami-istri (35 pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan 4 jawaban, yaitu tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang diberi skor 2, sering diberi skor 3, selalu diberi skor 4. Oleh karena itu masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, dengan rumus sebagai berikut:

Indeks = Skor yang dicapai – skor terendah x 100

skor tertinggi – skor terendah

Secara keseluruhan interaksi keluarga dikelompokkan menjadi tiga

kelompok dengan cut off yang digunakan pada setiap selang kategori untuk

variabel ini yaitu: Rendah : ≤60)

Sedang: 60-80

Tinggi: > 80

c) Pola pengambilan keputusan keluarga, terdiri dari beberapa bidang yaitu bidang keuangan (5 pernyataan), pangan (3 pernyataan), kesehatan (2 pernyataan), pendidikan (2 pernyataan), kegiatan sosial masyarakat (3 pernyataan), strategi pemenuhan kebutuhan (6 pernyataan), dan keperluan keluarga (11 pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan 5 jawaban, yaitu istri/suami sendiri diberi skor 1, istri/suami dominan diberi skor 2, bersama diberi skor 3. Berdasarkan skor yang diperoleh selanjutnya skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, dengan rumus yang sama seperti pada variabel interaksi keluarga.

d) Kesejahteraan subjektif keluarga terdiri dari kesejahteraan fisik,

kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan psikologi, dan kesejahteraan sosial. Setiap butir pernyataan disediakan 5 jawaban terkait kepuasan, yaitu sangat tidak puas diberi skor 1, tidak puas diberi skor 2, cukup puas diberi skor 3, puas diberi skor 4, dan sangat puas diberi skor 5. Selanjutnya skor masing-masing dijumlahkan dan diperoleh skor total. Berdasarkan skor yang diperoleh selanjutnya skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, dengan rumus yang sama seperti pada variabel interaksi keluarga. Secara keseluruhan kesejahteraan subjektif keluarga dikelompokkan

menjadi tiga kelompok dengan cut off yang digunakan pada setiap selang

kategori yang sama seperti interaksi keluarga.

2. Uji inferensia yang digunakan adalah uji korelasi dan uji regresi linear. Uji korelasi digunakan untuk melihat hubungan karakteristik keluarga, interaksi keluarga, pengambilan keputusan dengan kesejahteraan subjektif. Uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, interaksi keluarga, pengambilan keputusan keluarga terhadap kesejahteraan subjektif.

9

Tabel 1 Variabel, skala, kategori data, sumber kuisioner

Variabel Skala Kategoti Data Sumber

kuesioner Karakteristik keluarga Besar keluarga Umur ( istri) Pendidikan suami-istri Pekerjaan suami-istri

Pendapatan per kapita

Rasio Berdasarkan BKKBN (2005):

1. Keluarga kecil (> 4 orang) 2. Keluarga sedang (5-7

orang)

3. Keluarga besar ( 8 tahun)

BKKBN (2005)

Rasio Berdasarkan Hurlock (1980)

1. Dewasa awal: 18-40 tahun

2. Dewasa madya: 41-60

tahun

3. Dewasa lanjut: > 60 tahun

Hurlock (1980)

Interval 1. Tidak tamat SD

2. Tamat SD 3. SMP 4. SMA 5. D3/S1 6. S2/S3 Nominal 1. PNS 2. Wiraswasta 3. Swasta 4. Buruh 5. TNI/Polri 6. Guru 7. PRT 8. Lainnya

Rasio Pendapatan per kapita Kota

Bogor

BPS (2013)

Interaksi keluarga Ordinal Dikategorikan menjadi:

Rendah < 60 Sedang (60-80) Tinggi (>80) Dikembangkan dari Chuang (2005) Pola pengambilan keputusan

Keuangan Pangan Pendidikan Keperluan keluarga lainnya Strategi memenuhi kebutuhan hidup

Ordinal Dikategorikan menjadi:

Sendiri istri Sendiri suami Dominan istri Dominan suami Bersama Dimodifikasi dari Puspitawati (2012) dan Sajogyo (1981) Kesejahteraan subjektif keluarga Kesejahteraan fisik Kesejahteraan ekonomi Kesejahteraan psikologi Kesejahteraan sosial

Ordinal Dikategorikan menjadi:

Rendah < 60 Sedang (60-80) Tinggi (>80) Dikembangkan dari Sunarti (2012), WHO (2012)

10

Defenisi Operasional

Keluarga adalah anggota keluarga dalam rumah tangga yang termasuk, anak, suami, dan istri

Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki oleh keluarga responden seperti usia istri, pekerjaan suami dan isteri, lama pendidikan suami dan isteri, pendapatan per kapita, dan besar keluarga.

Usia isteri adalah jumlah tahun lengkap sejak lahir sampai usia ulang tahun terakhir isteri.

Pendidikan suami dan isteri adalah tingkat pendidikan formal yang diperoleh suami dan isteri.

Pendapatan per kapita adalah total perolehan uang dari hasil bekerja suami dan isteri, kemudian di bagi dengan jumlah anggota keluarga.

Pekerjaan formal adalah pekerjaan di suatu instansi, jam kerja tetap, gaji tetap, dan di luar rumah.

Besar keluarga adalah jumlah orang yang memiliki hubungan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dan hidup dari sumberdaya yang sama. Kesejahteraan keluarga subjektif adalah tingkat kepuasan contoh terhadap

keadaan keluarga baik secara fisik, ekonomi, psikologi, dan sosial.

Pengambilan keputusan keluarga adalah upaya keluarga menentukan suatu keputusan, baik dilakukan secara bersama-sama oleh suami/istri, atau yang dilakukan istri/suami dominan dan istri/suami sendiri.

Interaksi keluarga adalah hubungan timbal balik atau aksi reaksi antara suami-istri, dan ibu-anak.

HASIL

Karakteristik Keluarga

Hasil penelitian dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata usia istri adalah 40.4 tahun. Menurut Santrock (1995) tahap usia tersebut termasuk pada dewasa madya dengan kategori usia 40-60 tahun. Rata-rata besar keluarga dalam penelitian ini adalah 4 orang. Menurut BKKBN (2005) rataan tersebut termasuk dalam kategori keluarga kecil. Rata-rata lama pendidikan istri adalah 16 tahun dan rata-rata lama pendidikan suami adalah 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa rata-rata lama pendidikan istri lebih tinggi daripada rata-rata lama pendidikan suami.Rata-rata pendapatan per kapita keluarga per bulan sebesar Rp1.979.931, angka tersebut jauh di atas garis kemiskinan Kota Bogor yaitu sebesar Rp360.518 (BPS 2013).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga

Jenis pekerjaan istri sebagian besar (95.9%) adalah PNS, sisanya (4.1%) bekerja sebagai honorer (4.1%). Pekerjaan suami dalam penelitian ini cukup

Variabel Minimum Maksimum Rata-rata ± STD

Usia responden (thn) 22 55 40.41±8.58

Besar keluarga (org) 3 6 3.96±0.78

Pendidikan suami (thn) 12 18 15.14±1.87

Pendidikan istri (thn) 12 18 16.00±0.70

11

beragam dengan persentase tertinggi adalah swasta (42.0%). Jenis pekerjaan lainnya yang dimiliki oleh suami adalah PNS (42.8%), dan wiraswasta (14.3%).

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan

Variabel n % Pekerjaan suami 1. PNS 21 42.8 2. Wiraswasta 7 14.3 3. Swasta 21 42.9 Pekerjaan istri 1. PNS 47 95.9 2. Honorer 2 4.1 Interaksi Keluarga Interaksi Suami-istri

Lebih dari separuh (51.0%) interaksi suami-istri berada pada kategori sedang. Namun masih ditemukan sebanyak 22.4 persen interaksi suami-istri tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa istri tidak pernah mengingatkan suami untuk melakukan tugasnya (10.2%), istri melawan ketika dimarahi suami (8.2%), istri tidak menyediakan sarapan pagi untuk suami (6.1%), istri tidak mendengarkan nasehat suami (6.1%), istri tidak membuat keputusan untuk suami (6.1%), istri terkadang mengalah ketika berdebat dengan suami (44.9%), istri terkadang mengingatkan suami pada saat melakukan kesalahan (49.0%), istri terkadang mengingatkan suami untuk melakukan tugasnya (46.9%). Berdasarkan hasil Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 26.5 persen interaksi suami-istri berada pada kategori tinggi. Hasil tersebut dapat dilihat dari beberapa istri yang selalu menunjukkan kasih sayangnya kepada suami (67.3%), istri selalu menyediakan waktu bersama suami (63.3%), istri selalu bangga kepada suami (61.2%), istri selalu menghargai suami (59.2%), istri selalu bercanda dengan suami (53.1%), istri selalu berdiskusi dengan suami mengenai sekolah anak dan keluarga (59.2%), istri selalu menyediakan waktu makan malam dengan suami (51.0%).

Hasil temuan dapat dilihat bahwa secara keseluruhan interaksi keluarga berada pada kategori sedang. Namun masih terdapat beberapa keluarga memiliki interaksi yang berada pada kategori rendah. Hal tersebut terjadi karena suami-istri sama-sama sibuk dengan pekerjaan yang menguras waktu dan energi, sehingga suami atau istri mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan keluarga.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan interaksi suami-istri

Kategori n % Rendah (<60) 11 22.4 Sedang (60-80) 25 51.0 Tinggi (>80) 13 26.5 Total 49 100.0 Min –Max 38-95 Rata-rata ±SD 69.1±13.4

12

Interaksi Ibu-Anak

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa persentase tertinggi (53.1%) interaksi ibu-anak berada pada kategori sedang. Namun, masih terdapat sebanyak 20.4 persen interaksi ibu-anak berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ibu yang tidak pernah menjelaskan sesuatu yang tidak dipahami oleh anaknya (12.2%), ibu kadang-kadang tidak sependapat dengan anaknya (61.2%), ibu terkadang mengalah ketika berdebat dengan anaknya (61.2%), ibu terkadang menyuruh anaknya (51.0%), ibu mengaku terkadang anaknya tidak mematuhi perintahnya (44.9%), ibu mengaku terkadang anaknya tidakmelakukan apa yang diperintahkannya (34,7%).

Berdasarkan Tabel 4 terdapat sebanyak 28.6 persen interaksi ibu-anak berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar ibu selalu menunjukkan rasa kasih sayang kepada anaknya (83.7%),ibu selalu menghargai anaknya (77.6%),ibu selalu merasa bangga kepada anaknya (67.3%), ibu selalu berdiskusi dengan anak mengenai sekolah (65.3%), ibu selalu membuat anak merasa senang memeluk anaknya (61.2%), ibu suka mendengarkan cerita anaknya (61.2%), ibu mencoba untuk menyediakan waktu dengan anaknya (59.2%), ibu selalu membantu anaknya dan selalu bercanda dengan anaknya (57.1%), ibu mengingatkan anaknya untuk melakukan tugasnya (53.1%).

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan interaksi ibu-anak

Kategori n % Rendah (<60) 10 20.4 Sedang (60-80) 25 51.0 Tinggi (>80) 14 28.6 Total 49 100.0 Min –Max 45-92 73±11.64 Rata-rata ±SD

Pola Pengambilan Keputusan Keluarga

Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar pengambilan keputusan keluarga dilakukan secara bersama-sama. Aspek pengambilan keputusan keluarga yang paling banyak dilakukan secara bersama adalah dalam bidang pendidikan, kesehatan, strategi pemenuhan kebutuhan, dan keperluan keluarga, serta sosial kemasyarakatan. Sebanyak 81,7 persen keputusan pendidikan dilakukan secara bersama. Hasil ini dapat dilihat dari beberapa keluarga dalam hal pemilihan sekolah anak (85.7%) dan biaya pendidikan anak (77.6%) dilakukan secara bersama-sama. Sebanyak 79.6 persen pengambilan keputusan di bidang kesehatan dilakukan secara bersama. Hasil ini dapat dilihat dari hal memilih jenis pengobatan (77.6%) dan menentukan tempat berobat (76.9%).

Sebanyak 81.6 persen pengambilan keputusan pemenuhan kebutuhan juga dilakukan secara bersama. Hal ini dapat dilihat dari penjualan aset (barang-barang) berharga dilakukan secara bersama-sama (79.6%), suami-istri menentukan tempat menabung secara bersama (77.6%), meminjam (75.5%), mengambil tabungan (73.5%), menentukan istri bekerja (67.5%), dan mencari

13

uang tambahan (59.2%) dilakukan secara bersama-sama oleh suami-istri. Pengambilan keputusan dalam hal menentukan keperluan keluarga dilakukan secara bersama (69.4%), hasil ini dapat dilihat dari pembelian rumah dilakukan secara bersama (81.6%), selain itu dalam hal menentukan waktu untuk memiliki anak (87.8%), menentukan jumlah anak (79.6%), melakukan pembagian kerja keluarga (79.6%), dan menentukan jenis KB (75.5%) dilakukan secara bersama oleh suami-istri.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pola pengambilan keputusan keluarga

No Jenis Keputusan Istri sendiri Suami sendiri Istri dominan Suami dominan Bersama % % % % % 1 Keuangan 24.1 0.8 24.5 1.2 49.4 2 Pangan 25.9 0.0 23.1 2.0 49.0 3 Kesehatan 4.1 2.1 15.3 0.0 78.6 4 Pendidikan 2.0 2.0 8.2 4.1 81.7 5 Kegiatan Sosial Masyarakat 6.1 7.5 12.9 10.9 62.6 6 Strategi Memenuhi Kebutuhan Hidup 9.2 2.7 9.9 6.1 72.1 7 Keperluan Keluarga 12.0 4.3 12.8 3.5 67.4

Pengambilan keputusan sosial masyarakat dilakukan secara bersama (62.6%). Hal ini dapat dilihat beberapa hal dalam yang dilakukan secara bersana adalah keikutsertaan keluarga dalam pengajian (59.2%), keikutsertaan keluarga dalam kerja bakti (63.3%), menentukan biaya sumbangan (65.3%). Namun masih ditemukan beberapa hal yang dilakukan oleh suami. Persentasi tertinggi yang dominan dilakukan oleh suami adalah mencari tambahan pekerjaan (16.3%), perbaikan rumah (12.2%), keikutsertaan keluarga dalam kerja bakti (12.2%), dan menentukan biaya sumbangan (12.2%).

Berdasarkan Tabel 6 bahwa menunjukkan bahwa masih terdapat pengambilan keputusan yang dilakukan secara sendiri atau secara dominan. Pengambilan keputusan yang dilakukan sendiri istri adalah dalam hal pangan (25.9%). Hal ini dapat dilihat bahwa masih terdapat beberapa pengambilan keputusan yang dilakukan sendiri oleh istri, seperti dalam menentukan menu makanan (30.6%), mengatur kebutuhan pangan sehari-hari (38.8%). Sebanyak 24.5 persen pengambilan keputusan keuangan dominan dilakukan istri. Hal ini dapat dilihat dari menentukan pengeluaran untuk makan (28.6%), pembelian makanan (26.5%), mengatur keuangan keluarga (26.5%) dominan dilakukan oleh istri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pengambilan keputusan keluarga dilakukan secara bersama (73.5%). Artinya, suami-istri melakukan koordinasi yang baik sebelum menentukan keputusan. Suami-istri mendiskusikan hasil yang tepat sebelum memutuskan keputusan. Namun terdapat sebanyak 24.5 persen pengambilan keputusan dilakukan secara dominan oleh istri atau suami. Hanya 2 persen pengambilan keputusan dalam keluarga yang termasuk dalam kategori sendiri oleh istri atau suami.

14

Kesejahteraan Subjektif Keluarga

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 32.7 persen kesejahteraan fisik berada pada kategori tinggi. Hasil dapat dilihat dari temuan bahwa keluarga merasa sangat puas dengan kesehatan fisik keluarga (32.7%), kesehatan rohani keluarga (26.5%), keadaan air di sekitar rumah (26.5%), keadaan kehidupan keluarga (26.5%), dan keadaan makanan keluarga (24.5%). Namun masih terdapat sebanyak 20.4 persen kesejahteraan fisik yang berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa keluarga merasa tidak puas dengan kebersihan di dalam rumah (6.1%), kebersihan pekarangan (6.1%), dan keadaan lingkungan hidup (6.1%).

Sebanyak 14.3 persen kesejahteraan psikologi berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa keluarga yang merasa sangat puas dengan keadaan mental keluarga (24.5%), merasa puas dengan kepribadian anak (49.0%), keluarga merasa puas dengan keadaan spiritual keluarga (46.9%). Namun masih ditemukan sebanyak 40.8 persen kesejahteraan psikologi yang berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa keluarga merasa tidak puas dengan keterampilan yang dimiliki istri (16.3%), keadaan spiritual istri (8.2%)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan sub-variabel kesejahteraan subjektif keluarga Kesejahteraan subjektif Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80)

n % n % N %

Kesejahteraan fisik 10 20.4 23 46.9 26 32.7

Kesejahteraan ekonomi 16 32.7 26 53.1 7 14.3

Kesejahteraan psikologi 20 40.8 16 32.7 13 26.5

Kesejahteraan sosial 16 32.7 24 49.0 9 18.4

Sebanyak 14.3 persen kesejahteraan ekonomi berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa keluarga merasa sangat puas dengan pendapatan suami (18.4%), keadaan tempat tinggal keluarga (18.4%), keadaan pakaian keluarga (18.4%), dan keadaan aset keluarga (16.3%). Namun terdapat sebanyak 32.7 persen keluarga yang berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari istri merasa tidak puas dengan pendapatannya (10.2%), tidak puas dengan keuangan (10.2%), tidak merasa puas dengan keadaan transfortasi keluarga (8.2%).

Hasil menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 18.9 persen kesejahteran sosial berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa keluarga merasa puas dengan keadaan interaksi ibu-anak (30.6%), interaksi antara suami-istri (26.5%), keadaan akses informasi keluarga (24.5%), dukungan yang didapat istri dari keluarga (22.5%). Selain itu, terdapat sebanyak 32.7 persen kesejahteraan sosial berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa istri merasa tidak puas dengan gaya manajemen waktu (16.3%), gaya manajemen pekerjaan (14.3%), kapasitas diri dalam pekerjaan (12.2%), keterlibatan istri dalam kegiatan sosial (12.2%), pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh istri (12.2%).

Secara keseluruhan kesejahteraan subjektif berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga dengan suami-istri bekerja merasa puas dengan kesejahteraannya. Namun masih terdapat kesejahteraan psikologi yang

15

masih berada pada kategori rendah, faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologi adalah rendahnya keterampilan yang dimiiliki istri, rendahnya keadaan spiritual keluarga, rendahnya keadaan mental keluarga, dan beban kerja yang ditanggung oleh istri terlalu banyak.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif keluarga

Kesejahteraan subjektif keluarga n %

Rendah (<60) 14 28.6 Sedang (60-80) 25 51.0 Tinggi (>80) 10 20.4 Total 49 100 Min – Max 31-100 Rataan ± STD 68.2±16.3

Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Interaksi Keluarga, Pengambilan Keputusan Keluarga, dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 9, terdapat hubungan positif antara interaksi keluarga dengan pendapatan per kapita. Artinya, semakin tinggi pendapatan per kapita, maka akan meningkatkan interaksi keluarga. Selain itu, interaksi suami-istri berhubungan negatif dengan usia istri, artinya semakin tinggi usia ibu maka akan menurunkan interaksi suami-istri. Pengambilan keputusan berhubungan positif dengan pendidikan suami, artinya semakin tinggi pendidikan suami maka, akan semakin tinggi pengambilan keputusan yang dilakukan secara bersama. Kesejahteraan subjektif memiliki hubungan positif dengan pendidikan istri. Artinya semakin tinggi pendidikan istri maka kesejahteraan subjektif akan semakin baik.

Tabel 9 Hubungan antara karakteristik keluarga, interaksi keluarga, pengambilan keputusan keluarga, dan kesejahteraan subjektif keluarga

Variabel Interaksi ibu-anak Interaksi suami-istri Pengambilan keputusan Kesejahteraan subjektif Usia istri (thn) -0.307* -0.388** 0.081 0.002 Besar keluarga (org) -0.243 -0.197 -0.074 0.152 Lama pendidikan suami (thn) -0.006 0.103 0.293* 0.228 Lama pendidikan istri (thn) 0.111 0.229 0.039 0.344* Pendapatan per kapita (Rp) 0.320* 0.316* 0.277 0.211 Interaksi ibu-anak (skor) 1 0.789** 0.347* 0.480** Interaksi suami-istri (skor) 1 0.438** 0.621**

Pengambilan keputusan (skor) 1 0.383**

Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara interaksi suami-istri, pengambilan keputusan, kesejahteraan subjektif dengan interaksi ibu-anak. Artinya semakin tinggi interaksi ibu- anak akan meningkatkan interaksi suami-istri, meningkatkan pengambilan keputusan yang dilakukan secara bersama, dan kesejahteraan subjektif semakin baik. Interaksi suami-istri memiliki hubungan positif signifikan dengan interaksi ibu- anak, pengambilan keputusan, dan kesejahteraan subjektif. Pengambilan

16

keputusan memiliki hubungan positif signifikan dengan interaksi keluarga dan kesejahteraan subjektif. Kesejahteraan subjektif memiliki hubungan positif signifikan dengan interaksi keluarga dan pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan keluarga memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan ekonomi, psikologi, dan sosial. Artinya semakin sering keluarga melakukan pengambilan keputusan secara bersama maka kesejahteraan ekonomi, psikologi, dan sosial semakin baik. Interaksi suami_istri berhubungan positif dengan kesejahteraan fisik, ekonomi, psikologi, dan sosial. Artinya semakin tinggi interaksi suami_istri maka kesejahteraan fisik, ekonomi, psikologi, dan sosial semakin meningkat. Interaksi ibu_anak berhubungan positif dengan kesejahteraan fisik, ekonomi, psikologi, dan sosial. Artinya semakin tinggi interaksi ibu_anak maka kesejahteraan fisik, ekonomi, psikologi, dan sosial semakin meningkat. Tabel 10 Hubungan dimensi kesejahteraan subjektif dengan pengambilan

keputusan keluarga Indikator Kesejahteraan fisik Kesejahteraan ekonomi Kesejahteraan psikologi Kesejahteraan sosial Pengambilan keputusan keluarga 0.280 0.452** 0.314* 0.358** Interaksi Suami_Istri 0.520 ** 0.617** 0.526** 0.619** Interaksi Ibu_Anak 0.476 ** 0.481** 0.374** 0.472**

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subjektif Keluarga

Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa Adjusted R Square untuk

kesejahteraan subjektif pada penelitian ini adalah sebesar 0.508. Artinya, sebesar 50.8 persen faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga dapat dijelaskan oleh model. Sisanya sebesar 49.2 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Interaksi suami-istri berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi interaksi suami-istri, maka akan menaikkan kesejahteraan subjektif keluarga.

17

Tabel 11 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga

Variabel

Kesejahteraan subjektif keluarga Koefisien tidak terstandarisasi Koefisien terstandarisasi Signifikansi B Beta (β) Konstanta -69.563 0.000 0.117 Usia istri (thn) 0.187 0.098 0.514

Besar keluarga (org) 4.217 0.204 0.158

Lama pendidikan istri (thn) 3.239 0.140 0.258

Pendapatan per kapita (Rp) 1.03 0.040 0.749

Interaksi ibu--anak (skor) 0.051 0.036 0.845 Interaksi suami-istri (skor) 0.715 0.585 0.008** Pengambilan keputusan (skor) 0.082 0.099 0.459

0.713

0.508 0.000**

Adjusted R Square

Sig

Ket : *signifikan pada p<0,05; **signifikan pada p<0,01

PEMBAHASAN

Pendapatan per kapita keluarga per bulan rata-rata sebesar Rp 1.979.931, angka tersebut jauh di atas garis kemiskinan Jawa Barat yaitu sebesar Rp 417.795 (BPS 2012).Pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif

keluarga, seperti yang dinyatakan oleh Simanjuntak et al. (2008) bahwa

kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Namun pendapatan yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama yang menentukan tingginya kesejahteraan subjektif keluarga. Diener dan Oishi (2005) juga menambahkan bahwa sejauh mana demografis tertentu dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif keluarga tergantung pada nilai dan tujuan yang dimiliki seseorang serta kepribadian dan kultur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa istri berada pada usia dewasa madya. Usia madya dipenuhi tanggung jawab berat dan berbagai peran yang menyita waktu dan energi. Tanggung jawab yang ditanggung oleh sebagian orang dewasa yaitu: bekerja diluar rumah, mengerjakan tugas rumah tangga, mengasuh anak (Santrock1995). Variabel usia dan tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap karir yang dicapai oleh perempuan, peluang pegawai wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih besar untuk mencapai karier yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tingkat pendidikannya lebih rendah (Linandar 2009). Hasil temuan menunjukkan bahwa lama pendidikan istri adalah 16 tahun atau setara dengan S1. Pendidikan yang cukup tinggi membuat istri dapat mencapai karir yang baik. Pendidikan yang tinggi menjadikan rata-rata perempuan berpenghasilan tinggi. Perempuan bekerja di luar rumah harus membagi waktu dan energinya di dalam rumah dan pekerjaan. Abrar dan Ghouri (2010) menyatakan bahwa istri bekerja merasa kesulitan untuk memenuhi peran satu dan peran lainnya berhasil.

18

Secara umum interaksi ibu-anak pada penelitian ini adalah sedang. Namun masih terdapat lebih dari satu per lima interaksi ibu-anak yang berada pada kategori rendah. Yigibalom (2013) menyatakan bahwa kurangnya interaksi keluarga dapat menyebabkan konflik keluarga dan tidak harmonisnya hubungan keluarga. Interaksi yang kurang baik dapat merusak karakter anak seperti yang dinyatakan Agustriyani (2007) bahwa interaksi yang baik dalam keluarga dapat meningkatkan karakter anak. Orang tua yang terlalu sibuk bekerja cenderung lebih banyak mengalami konflik dengan anaknya.

Hasil penelitian interaksi suami-istri berada pada kategori sedang. Namun terdapat lebih dari satu perlima interaksi suami-istri berada pada kategori rendah.

Dokumen terkait