• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE KERJA METODE KERJA

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Secara In Vitro

a. Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah

Penelitian secara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel tanah dari sekitar rizosfer tanaman jagung sebagai sumber isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang diperoleh dari Lahan milik CV. Meori Agro Jl.Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor.

Isolasi mikrob dari sampel tanah dilakukan menggunakan larutan fisiologis dan dilakukan seri pengenceran bertingkat kemudian diukur kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat. Tidak semua mikrob tersebut menghasilkan zona berwarna terang jernih atau zona bening. BPF yang tumbuh pada medium Pikovskaya padat akan melarutkan fosfat yang ditandai dengan adanya zona berwarna terang jernih atau zona bening yang mengelilingi koloni bakteri tersebut (Gambar 8). Hal ini disebabkan adanya pelarutan fosfat dari Ca3(PO4)2

Sebanyak 6 isolat BPF yang menghasilkan zona bening dimurnikan pada medium Pikovskaya padat (Gambar 9) dan disimpan dalam medium agar miring (stockculture) untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya.

yang terdapat dalam medium.

b. Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Asal Tanah

Pengujian pelarutan fosfat secara kuantitatif dan kualitatif terhadap isolat bakteri asal tanah dilakukan sebagai pembanding terhadap tiga isolat bakteri koleksi CV. Meori agro. Sebanyak 6 isolat bakteri pelarut fosfat (BPF) yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian kemampuan bakteri pelarut fosfat (BPF) dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair

Dari Tabel 4 tampak bahwa isolat bakteri T9 memiliki nilai Indeks Pelarutan (IP) fosfat paling besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 3,47. Isolat bakteri T9 pun memiliki hasil pelarutan P pada media pikovskaya cair paling

Nama Isolat Rata-rata Diameter Koloni (mm) Rata-rata Diameter Zona Bening (mm) Indeks Pelarutan (IP) Rata-rata P Terlarut (ppm) Warna Koloni Isolat T2 8,50 20,00 2,35 4,4 Putih Kekuningan Isolat T3 6,75 12,25 1,81 2,8 Putih Kekuningan Isolat T4 8,50 14,00 1,64 1,5 Putih Kekuningan Isolat T6 9,25 19,25 2,08 1,2 Kuning Kecoklatan

Isolat T8 5,50 18,00 3,27 2,5 Putih Susu

Isolat T9 5,25 18,25 3,47 4,9 Kuning

Kecoklatan Gambar 9. Pemurnian bakteri pelarut fosfat pada

besar dari seluruh bakteri yang diukur yaitu sebesar 4,9 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri T9 memiliki kualitas paling baik diantara 5 isolat bakteri lain yang berasal dari tanah yang diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil ini berbeda dengan isolat bakteri T8 yang meskipun memiliki nilai IP yang tidak berbeda jauh dengan isolat bakteri T9 yaitu 3,27 namun dalam hal melarutkan fosfat pada media pikovskaya cair, isolat bakteri T8 hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 2,5 ppm. Sedangkan nilai IP yang paling kecil terdapat pada isolat bakteri T4 yaitu sebesar 1,64 dan dalam hal pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair juga hanya mampu melarutkan fosfat sebesar 1,5 ppm.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat tidak selalu dilihat berdasarkan lebar dari zona bening. Menurut Rachmiati (1995) besar kecilnya kemampuan bakteri dalam melarutkan P dari fosfat tak larut ditunjukkan oleh adanya luas daerah bening di sekitar isolat pada cawan petri. Tatiek (1991) juga mengemukakan bahwa daerah bening pada media padat tidak dapat menunjukkan kemampuan setiap bakteri untuk menyumbangkan jumlah fosfat terlarut, meskipun luas sempitnya daerah bening dapat menunjukkan besar kecil bakteri melarutkan fosfat sukar larut.

Berdasarkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif di atas maka dipilih satu mikrob unggul (paling baik) yang berasal dari tanah yaitu isolat bakteri T9. Pengujian selanjutnya menggunakan empat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (isolat bakteri T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (PS4, J2 dan P2).

Gambar 11. DNA genom bakteri

c. Identifikasi Bakteri Isolasi DNA

Isolasi DNA bakteri digunakan sebagai awal untuk mendapatkan informasi genetik 4 isolat bakteri terpilih. Isolat bakteri asal tanah yang diidentifikasi secara molekuler merupakan isolat terpilih yang memiliki hasil IP, pelarutan fosfat pada media pikovskaya cair dan kandungan enzim fosfatase yang tinggi yaitu isolat bakteri T9 sehingga, terdapat empat isolat bakteri yang akan diidentifikasi secara molekuler. Sel bakteri yang telah ditumbuhkan kemudian disentrifugasi untuk memisahkan supernatan dan pelet kemudian diresuspensi menggunakan bufer TE. Bufer TE mengandung lysozyme yang berfungsi sebagai perusak dinding sel. Sodium dodekil sulfat (SDS) 10% yang digunakan dalam isolasi DNA merupakan sejenis deterjen yang dapat digunakan untuk merusak membran sel, hal ini mengakibatkan sel mengalami lisis. Kotoran (debris) sel yang disebabkan oleh pengrusakan sel oleh lysozyme dan SDS dibersihkan dengan cara dibolak-balik sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan digunakan larutan isoamil (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan) (Muladno, 2002). Pengambilan fase yang mengandung DNA pada bagian atas dilakukan dengan sangat hati-hati. Selanjutnya DNA dipresipitasi menggunakan etanol absolut 70%. DNA akan terlihat berwarna bening dan kental di dalam tabung Eppendoff (Gambar 11).

1

2000 bp

1000 bp

Elektroforesis Gel Agarosa

DNA yang telah berhasil diisolasi kemudian dilakukan pengujian untuk mendeteksi keberadaan DNA tersebut menggunakan elektroforesis pada gel agarosa (Gambar 12).

Amplifikasi Gen 16S rRNA

Hasil amplifikasi PCR isolat bakteri menggunakan primer 16S rRNA (Gambar 13) menghasilkan satu amplikon atau produk PCR berukuran sekitar 1500 bp. Primer yang digunakan dalam proses PCR ini, yaitu 16F27 (5’-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG- 3’) dan 16R1492 (5’- TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T-3’). Selanjutnya amplikon ini disekuen untuk mengetahui urutan nukleotida pada gen 16S rRNA masing-masing isolat.

Gambar 12. Hasil elektroforesis DNA genom bakteri

Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9 3 4 5

Gambar 13. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA

Keterangan : 1 = 1 kb DNA ladder marker 2 = isolat P2 3 = isolat J2 4 = isolat PS4 5 = isolat T9 1 2 3 4 5 1500 bp 1 2 3 4 5

Homologi Isolat Bakteri Dengan Program FASTA

Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 16S rRNA pada program FASTA diketahui homologi spesies dari empat isolat bakteri yang diuji. Isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode P2 memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Pseudomonas aeruginosa strain QZX-A , isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode J2 memiliki kemiripan sebesar 99,3% dengan Bacillus subtilis strain PARZ2, dan isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro dengan kode PS4 memiliki kemiripan sebesar 100% dengan Burkholderia sp. strain AH83. Sedangkan Isolat asal tanah yaitu isolat bakteri T9 memiliki kemiripan sebesar 99% dengan Burkholderia sp. strain A-3. Hasil analisis sekuen gen 16S rRNA dari tiga isolat BPF pada data GenBank terdapat pada Lampiran 11.

d.Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Koleksi

Sebanyak 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro yang sudah diremajakan dilakukan pengujian dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair serta pengukuran indeks pelarutan fosfat (IP). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Kemampuan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan Fosfat pada Medium Pikovskaya Padat dan Cair

Sama halnya dengan pengujian yang dilakukan pada isolat bakteri asal tanah, isolat bakteri koleksi pun diukur nilai IP dan kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Hasil yang didapat pada pengukuran tersebut seperti yang terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai IP paling besar diantara isolat bakteri koleksi lainnya yaitu sebesar 1,56. Namun untuk kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada media pikovskaya cair

Nama Isolat Rata-rata Diameter Koloni (mm) Rata-rata Diameter Zona Bening (mm) Indeks Pelarutan (IP) Rata-rata P Terlarut (ppm) Warna Koloni Burkholderia sp. PS4 10,25 16,00 1,56 0,8 Kuning

Bacillus subtilis J2 8,00 9,00 1,12 0,9 Putih Kekuningan

Pseudomonas

aeruginosa P2 7,25 11,25 1,55 1,3

Putih Kekuningan

Burkholderia sp. PS4 memiliki nilai yang paling rendah yaitu sebesar 0,8 ppm. Lain halnya dengan Pseudomonas aeruginosa P2 yang memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat terlarut paling besar tetapi nilai IP tidak berbeda jauh dengan Burkholderia sp. PS4. Setiap spesies bakteri mempunyai kemampuan secara genetik yang berbeda dalam menghasilkan asam-asam organik baik dalam jumlah maupun jenisnya selama pertumbuhan. Jumlah dan jenis asam-asam organik inilah yang berperan dalam menentukan tingginya pelarutan P (Tatiek, 1991).

d. Pengujian Bakteri Pelarut Fosfat dalam Menghasilkan Enzim Fosfatase

Setelah dilakukan pengujian kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat pada medium Pikovskaya padat dan cair, kemudian dilakukan pengujian kemampuan kesembilan isolat bakteri (6 isolat asal tanah dan 3 isolat koleksi) dalam menghasilkan enzim fosfatase (Gambar 15). Hasil dari pengamatan pada penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 15 berikut ini :

Pada Gambar 15 diketahui bahwa nilai aktivitas enzim paling tinggi dari isolat-isolat asal tanah dimiliki oleh Burkholderia sp. T9 yaitu sebesar 0,268 ppm dan paling kecil dimiliki oleh isolat bakteri T8 yaitu sebesar 0,112 ppm. Sedangkan untuk isolat koleksi, nilai aktivitas enzim paling tinggi dimiliki oleh Burkholderia sp. PS4 yaitu sebesar 0,127 ppm dan paling rendah dimiliki oleh Bacillus subtilis J2 yaitu sebesar 0,058 ppm. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan fosfat dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof (Havlin et al., 1999). Enzim fosfatase merupakan komplek enzim terpenting di dalam tanah yang berfungsi melarutkan fosfat organik menjadi fosfat tersedia bagi tanaman. Enzim tersebut akan dihasilkan secara dominan pada kondisi ketersediaan fosfor rendah. Peningkatan aktivitas enzim fosfatase dapat terinduksi ketika jumlah P terbatas dalam media tanam, hal ini juga mencirikan akan tingginya kebutuhan P (Salvin et al., 2000). Berdasarkan hal tersebut Burkholderia sp. T9 (asal tanah) dan isolat koleksi Burkholderia sp. PS4 dapat dikatakan memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan P-organik yang terikat sehingga apabila diaplikasikan ke dalam tanah dapat meningkatkan efisiensi penyerapan fosfat oleh tumbuhan.

0,058 0,127 0,126 0,112 0,268 0,166 0,132 0,128 0,136 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 J2 PS4 P2 T8 T9 T3 T4 T6 T2 K on se n tr as i F os for ( p p m) Isolat Bakteri Nilai terendah Nilai tertinggi

e. Kurva Standar Bakteri

Keempat isolat bakteri yaitu satu isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9) dan 3 isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Bacillus subtilis J2 dan Pseudomonas aeruginosa P2) diamati pertumbuhan populasinya (Gambar 17). Hal ini dilakukan untuk memudahkan teknik inokulasi pada percobaan selanjutnya. Kurva ini menyatakan hubungan antara nilai rapat optis suspensi mikrob dengan populasi bakteri, yang dinyatakan dengan satuan pembentuk koloni (SPK) yang ditentukan dengan cawan hitung, sehingga didapatkan persamaan Y=a+bx, dimana Y= Jumlah populasi dalam cawan petri dan X= nilai rapat optis suspensi mikrob. Inokulasi mikrob untuk percobaan selanjutnya dapat menggunakan persamaan tersebut sehingga dapat diperoleh jumlah sel mikrob yang sama.

Dilihat dari kurva standar diatas, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan Bacillus subtilis J2 memiliki nilai rapat optis (OD) dan nilai populasi terkecil diantara kedua koleksi bakteri lainnya maupun dengan isolat bakteri asal tanah (Burkholderia sp. T9). Sedangkan pertumbuhan isolat lainnya dapat dikatakan cenderung hampir sama dalam setiap nilai OD berbanding dengan SPK. Namun hasil ini memiliki makna lain bila dipandang lebih rinci berdasarkan metode pengukurannya. Metode untuk pengukuran nilai rapat optis menggunakan spektrofotometer yang bila dicermati hasilnya menunjukkan besaran rapat optis bakteri yang diukur, namun faktor kehidupan bakteri diabaikan sehingga spektrofotometer menghitung seluruh jumlah rapat optis bakteri yang muncul. Berbeda halnya dengan metode pengukuran cawan hitung yang hasilnya dapat dipastikan hanya menghitung jumlah populasi bakteri yang hidup saja, karena bakteri yang mati tidak mungkin bisa tumbuh dan ikut terhitung dalam proses

Gambar 17. Kurva Standar Empat Isolat Bakteri 0 50 100 150 200 0 1 2 C fu /ml OD Burkholderia sp. PS4 0 20 40 60 80 100 0 0,2 0,4 0,6 C fu /ml OD Bacillus subtilis J2 0 20 40 60 80 100 120 140 0 1 2 C fu /ml OD Pseudomonas aeruginosaP2 0 20 40 60 80 100 0 1 2 C fu /ml OD Burkholderia sp. T9

pengukuran populasi. Dengan kata lain, masa hidup optimal Bacillus subtilis J2 berlangsung lebih singkat dibandingkan tiga isolat bakteri lainnya, karena setelah diukur dengan menggunakan spektrofotomer menunjukkan hasil rapat optis yang tinggi, namun ketika diuji dengan metode cawan hitung hasil populasinya menunjukkan bahwa Bacillus subtilis J2 tidak serapat hasil perhitungan spektrofotometer.

Dokumen terkait