• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi ini dilakukan tanpa tindakan operasi. Penelitian tahap pertama untuk mendapatkan keterpilihan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing, yaitu : grup 1, 2, dan grup 3 dipreanestesi dengan atropine sulfate dosis 0,03

mg/kgBB–xylazine HCl dosis 2 mg/kgBB secara intramuskuler dan 10 menit kemudian diinduksi secara intravena masing-masing dengan ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB, propofol dosis 4 mg/kg BB, dan kombinasi ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB - propofol dosis 4 mg/kg BB. Grup 4, 5, dan grup 6 dipreanestesi atropine sulfate dosis 0,03 mg/kgBB–midazolam dosis 0,2 mg/kgBB secara intramuskuler dan 10 menit kemudian masing-masing diinduksi secara intravena dengan ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB, propofol dosis 4 mg/kg BB, dan kombinasi ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB - propofol dosis 4 mg/kg BB. Pengukuran parameter dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10 menit sampai menit ke-80. Parameter yang diamati adalah waktu anestesi dan respon fisiologis hewan terutama perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi.

Waktu Anestesi

Grup 1 menunjukkan waktu induksi sekitar 9,25 ± 3,30 menit, durasi anestesi 17,5 ± 3,87 menit, dan waktu pemulihan 38,00 ± 12,36 menit. Grup 2 menunjukkan waktu induksi lebih cepat, yaitu 2,25 ± 0,50 menit, durasi singkat, sekitar 22,50 ± 5,91 menit, dan waktu pemulihan mencapai 39,75 ± 9,03 menit. Grup 3 menunjukkan waktu induksi yang cepat, menpai 2,75 ± 0,50 menit, durasi lebih lama, yaitu 30,50 ± 9,39 menit, dan waktu pemulihan 31,25 ± 7,32 menit. Grup 4 dan 5 menunjukkan waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan yang tidak dapat ditentukan karena hanya menghasilkan sedasi ringan, sedangkan analgesia dan relaksasi tidak terjadi, sehingga hewan tidak memenuhi syarat disebut teranestesi. Sedangkan grup 6 menunjukkan waktu induksi sekitar 2,25 ± 0,57 menit, durasi 9,00 ± 2,58 menit, dan waktu pemulihan 22,50 ± 8,58 menit. Data tiap grup ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing

Perlakuan Anestesi

Waktu (menit)

Induksi Durasi Pemulihan

Grup 1 9,25 ± 3,30a, α 17,50 ± 3,87b, β γ 38,00 ± 12,36a, αβ Grup 2 2,25 ± 0,50b, β 22,50 ± 5,91b, αβ 39,75 ± 9,03 Grup 3 a, α 2,75 ± 0,50b, β 30,50 ± 9,39a, α 31,25 ± 7,32 Grup 4 ab, αβ NA NA NA Grup 5 NA NA NA Grup 6 2,25 ± 0,57b, β 9,00 ± 2,58c, γ 22,50 ± 8,58b, β

Keterangan : Pada baris (waktu anestesi) sama, huruf (a,b,c,d) yang berlainan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), huruf (α,β, δ, γ) yang berlainan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

NA= not applicable (hanya sedasi ringan).

Waktu induksi grup 1 sangat nyata (P<0,01) lebih lama dibandingkan dengan grup lainnya. Grup 2, 3, dan grup 6 menunjukkan waktu induksi yang singkat dan tidak berbeda nyata (P>0,05). Durasi anestesi grup 3, nyata (P<0,05) lebih lama dibandingkan dengan grup 2, bahkan sangat nyata (P<0,01) lebih lama dibandingkan dengan grup 1 dan 6. Waktu pemulihan grup 1, 2, dan 3 tidak berbeda (P>0,05), grup 6 nyata lebih cepat (P<0,05) dibandingkan grup 1 dan 2, dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan grup 3. Grup 4 dan 5 tidak dapat diukur waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihannya karena tidak menunjukkan adanya anestesi.

Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan sedasi ringan, hewan tidak mengalami analgesia, tidak mengalami relaksasi atau tidak terimobolisasi, dan tidak kehilangan kesadaran, sehingga hewan tidak memenuhi syarat untuk disebut teranestesi. Sedangkan grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan sedasi yang baik, analgesia, dan relaksasi serta immobilisasi yang sempurna. Durasi anestesi pada grup 4 adalah 0 menit, grup 5 juga 0 menit, dan grup 6 sekitar 9,00 ± 2,58 menit, sangat pendek dibandingkan grup 1, 2, dan 3, masing-masing mencapai 17,50 ± 3,87 menit, 22,50 ± 5,91 menit, dan 30,50 ± 9,39 menit. Gambaran waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 lebih baik dari pada gambaran yang ditunjukkan grup 4, 5, dan 6, memberikan kejelasan bahwa faktor xylazine HCl berperanan penting dalam preanestesi. Xylazine HCl memiliki kemampuan menekan sistem syaraf pusat, bekerja pada aktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor dengan

dampak pada pengurangan pelepasan norepineprin dan dopamin (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003). Sedangkan midazolam bekerja pada polisinaps di medula spinalis lebih kuat dibandingkan sebagai neurotransmitter inhibitor di SSP (Brander et all. 1991). Potensi midazolam secara intramuskular menghasilkan peningkatkan relaksasi otot dan analgesik lebih ringan dibandingkan dengan xylazine HCl . Disamping itu dosis midazolam yang diberikan belum cukup meningkatkan relaksasi otot maupun analgesia. Bishop (1996), menyatakan bahwa jika midazolam tidak efektif, harus diberikan secara intavena dan dosisnya dapat ditingkatkan sampai 15mg/kg BB. Selain daripada itu, bioavailibilitas midazolam pada pemberian intramuskuler sangat tidak baik dalam penyiapan status teranestesi (Katzung, 1992). Terungkap pula bahwa Sudisma et al. (2001), menyimpulkan bahwa diazepam yang satu golongan dengan midazolam, bila dikombinasikan dengan ketamine HCl untuk anestesi pada anjing secara intramuskular akan menghasilkan anestesi yang tidak sempurna.

Induksi anestesi dengan ketamine HCl, propofol, atau kombinasi ketamine HCl dan propofol menghasilkan waktu anestesi yang berbeda. Grup 1 menunjukkan waktu induksi lebih lama dibandingkan dengan grup 2 masing masing 9,25 ± 3,30 menit dan 2,25 ± 0,50 menit. Durasi yang ditunjukkan oleh grup 1 lebih singkat dibandingkan dengan grup 2 masing masing 17,50 ± 3,87 menit dan 20,50 ± 5,91 menit. Sedangkan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 1 tidak berbeda dengan grup 2, masing-masing 38,00 ± 12,36 menit dan 39,75 ± 9,03 menit. Grup 3 menunjukkan waktu induksi lebih cepat, sekitar 2,75 ± 0,50 menit, waktu durasi anestesi lebih lama, kurang lebih 30,50 ± 9,39 menit, dan waktu pemulihan lebih singkat, yaitu 31,25 ± 7,32 menit, dibandingkan dengan grup 1 maupun grup 2. Gambaran durasi dan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 3 lebih baik dari pada gambaran yang ditunjukkan grup 1 dan grup 2, memberikan kejelasan bahwa faktor kombinasi ketamine HCl dan propofol memberikan pengaruh yang positif terhadap waktu anestesi. Kombinasi ketamine HCl dan propofol menghasilkan waktu pemulihan cepat dan lembut, induksi lembut, dan fungsi psikomotor cepat kembali saat pemulihan dibandingkan dengan pemberian tanpa dikombinasikan (VanNatta

dan Rex 2006; Holmeister et al. 2008; Muhammad et al. (2009) . Propofol menghasilkan pengaruh anestesi dengan mekanisme yang bekerja pada reseptor GABAA dan sering digunakan sebagai induksi anestesi karena mempunyai mula kerja dan waktu pengeluaran dari tubuh yang cepat (Stoelting 1999). Pengaruh anestesi dan efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamin (McKelvey dan Hollingshead 2003). Ketamin mempunyai tempat kerja yang berbeda dengan propofol. Mekanisme ketamin menghasilkan anestesi bekerja secara antagonis dengan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA), mempunyai pengaruh antinociseptik, analgesik, dan mampu meningkatkan pengaruh anestesi apabila dikombinasikan dengan propofol (Lerche et al. 2000). Propofol adalah agen sedasi dan relaksasi, sedangkan ketamine HCl adalah agen analgesik, sehingga kombinasi ketamine-propofol menghasilkan anestesi yang memenuhi komponen anestesi, yaitu sedasi, analgesi, dan relaksasi. Kombinasi ketamine-propofol dapat saling melengkapi dan memberikan pengaruh positif terhadap hasil anestesi yang ditimbulkan.

Denyut Jantung

Grup 1 menunjukkan penurunan denyut jantung pada menit ke-10, selanjutnya terjadi peningkatan denyut jantung yang sangat tajam pada menit ke-20, kemudian menurun dari menit ke-40 sampai menit ke-80, tetapi tidak berbeda dengan nilai awal. Grup 2 dan 3 juga menunjukkan pola yang sama dengan grup 1, yaitu menurun pada menit ke-10, kemudian meningkat tajam pada menit ke-10, dan kembali menurun mendekati nilai normal pada menit ke-40 sampai akhir perlakuan. Tetapi, grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola yang berlawanan, terjadi peningkatan denyut jantung pada menit 10, selanjutnya menurun pada menit 30 sampai menit ke-80. Grup 4 dan 6 menunjukkan peningkatan denyut jantung yang sangat nyata (P<0,01) pada menit ke-20 dibandingkan dengan nilai awal, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 5 menunjukkan penurunan

denyut jantung yang sangat nyata (P<0,01) dari menit ke-20 sampai menit ke-80, seperti disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 14.

Gambar 14 Perubahan rata-rata denyut jantung selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.

Gambaran denyut jantung yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 lebih baik daripada gambaran yang ditunjukkan grup 4, 5, dan 6, memperlihatkan bahwa xylazine HCl dan modazolam berpengaruh sangat berbeda terhadap denyut jantung. Kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl menyebabkan penurunan denyut jantung pada menit ke10, sedangkan kombinasi preanestesi atropine sulfate -midazolam menyebabkan peningkatan denyut jantung. Xylazine HCl mempunyai potensi bekerja lebih cepat dibandingkan atropine sulfate, sehingga xylazine HCl berpengaruh sangat kuat menurunkan denyut jantung. Potensi xylazine HCl yang termasuk golongan α2-adrenergik agonis menyebabkan menurunnya transmisi simpatik dari susunan syaraf pusat, tertekannya pacemaker secara langsung, tertekannya konduksi, terhambatnya pelepasan noradrenalin dari ujung syaraf simpatik, peningkatan pelepasan acetylcholine dari syaraf parasimpatik, dan meningkatnya tonus vagal (Rossi dan Junqueira 2003). Xylazine HCl menyebabkan aktivitas simpatik menurun dan aktivitas vagal meningkat (Rand et al. 1996 dalam Kul 2001). Sedangkan midazolam mempunyai potensi lebih rendah bekerja

50 100 150 200 250 0 10 20 30 40 50 60 70 80 D eny ut J ant ung ( x/ m eni t) Waktu (menit) AXK AXP AXKP AMK AMP AMKP Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6

mempengaruhi jantung, sehingga potensi atropine sulfate untuk meningkatkan denyut jantung terlihat sangat nyata (Muir et al. 2000).

Induksi anestesi dengan ketamine HCl, propofol, maupun kombinasi ketamine HCl-propofol menghasilkan pengaruh perubahan denyut jantung anjing yang tidak berbeda dengan sebelum perlakuan. Gambaran denyut jantung terlihat lebih stabil setelah dilakukan induksi anestesi, menunjukkan bahwa propofol menimbulkan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung. Mohamadnia et al. (2008), menyatakan bahwa propofol tidak menimbulkan pengaruh terhadap denyut jantung. Begitu pula penelitian Belo et al. (1994), bahwa propofol menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menyebabkan perubahan pada denyut jantung. Ketamine HCl sebagai induksi anestesi juga menyebabkan perubahan yang tidak nyata pada denyut jantung anjing karena pengaruh preanestesi xylazine HCl sangat kuat menurunkan denyut jantung, sehingga pengaruh ketamine HCl meningkatkan denyut jantung tidak terlihat nyata. Kombinasi ketamine HCl -propofol sebagai induksi anestesi juga tidak menyebabkan perubahan yang nyata pada denyut jantung. Kombinasi ketamine HCl-propofol memberikan pengaruh kestabilan yang baik terhadap denyut jantung. Pengaruh anestesi dan efek samping propofol adalah depresi kardiovaskuler, efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamine HCl, sehingga pengaruh depresi kardiovaskuler akibat propofol dapat dikurangi (McKelvey dan Hollingshead 2003).

Respirasi

Respirasi pada hewan adalah usaha mengambil udara atau gas inspirasi dalam jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan melalui ekspirasi. Volume udara atau gas yang masuk dan keluar saluran respirasi disebut volume tidal, sedangkan jumlah inspirasi atau ekspirasi yang dilakukan setiap menitnya disebut frekuensi respirasi per menit atau respiratory rate. Nilai frekuensi respirasi normal pada anjing adalah 10 – 30 kali per menit, dalam keadaan teranestesi dengan kedalaman sedang akan mencapai 8-20 kali per menit, dan dalam keadaan pemeliharaan anestesi biasanya

kurang dari 8 kali per menit. Keadaan respirasi di bawah normal disebut hipoventilasi dan sebaliknya adalah hiperventilasi. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan pola penurunan nilai respirasi pada menit ke-10 dan terus menurun sampai menit 20, selanjutnya terjadi peningkatan nilai respirasi sampai menit ke-80 dan tidak berbeda dengan nilai awal. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola peningkatan nilai respirasi pada menit ke-10, bahkan grup 4 terus menunjukkan peningkatan sampai menit ke-20, selanjutnya terjadi pola penurunan nilai respirasi mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 6 menunjukkan gambaran pola perubahan nilai respirasi yang tidak stabil, meningkat tajam pada menit ke-10, kemudian turun tajam pada menit 20 dan kembali meningkat tajam pada menit ke-40 dan 50, selanjutnya turun mendekati nilai awal. Kestabilan nilai respirasi mendekati nilai awal terjadi mulai menit ke-60 sampai 80. Data tiap grup disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 15.

Gambar 15 Perubahan rata-rata respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anesthesia pada anjing.

Gambaran respirasi yang ditunjukkan grup 1, 2, dan grup 3 menurun dan lebih stabil dibandingkan gambaran yang ditunjukkan oleh grup 4, 5, dan 6 yang meningkat dan tidak sabil. Pemberian xylazine HCl menyebabkan terjadi relaksasi otot-otot diantara tulang iga dan perut yang dapat mengembang-kempiskan rongga dada

5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 10 20 30 40 50 60 70 80 R es p ir as i ( x /m en it) Waktu (menit) AXK AXP AXKP AMK AMP AMKP Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6

sewaktu terjadi respirasi, karena xylazine HCl tergolong muscle relaxant (Adams 2001; Bishop 1996). Respirasi menurun karena tertekannya otot-otot pernapasan oleh xylazine HCl dan pengaruh α2-adrenergik agonis dari xylazine HCl. Xylazine HCl termasuk golongan α2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan atropine sulfate sebagai preanestesi menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003). Atropine sulfate juga memungkinkan terjadinya dilatasi bronchial pada anjing yang mengalami sedasi (Ko et al. 2001), sehingga penggunaan kombinasi preanestesi atropine sulfate dan xylazine HCl menyebabkan penurunan nilai rata-rata respirasi. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan peningkatan respirasi pada menit ke-10, disebabkan karena preanestesi midazolam menyebabkan sedikit penekanan pada respirasi dan penekanan respirasi oleh midazolam bersifat sementara, sehingga penggunaan kombinasi preanestesi dengan atropine sulfate memberikan pengaruh yang dominan terhadap peningkatan respirasi (Lumb dan Jones 1996). Sedangkan grup 6 menunjukkan pola perubahan nilai respirasi yang tidak stabil, karena midazolam tidak menghasilkan preanestesi yang baik sehingga pengaruh ketamine HCl dan propofol tidak menghasilkan induksi yang baik.

Grup 1, 2, dan 3 menunjukkan penurunan respirasi yang sangat tajam pada menit ke-20, karena pengaruh xylazine HCl dan propofol. Efek samping utama yang sangat dihindari dari propofol adalah penekanan sistem respirasi (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Semua grup yang menerima perlakuan xylazine HCl dan propofol menunjukkann penurunan gambaran respirasi pada menit ke-20, kecuali grup 4 menunjukkan peningkatan. Nilai respirasi pada menit ke-20 yang ditunjukkan oleh grup 2 sangat rendah, sedangkan nilai respirasi oleh grup 3 lebih tinggi dibandingkan grup 2. Kombinasi ketamine HCl -propofol mampu mengurangi tekanan respirasi dibandingkan hanya dengan induksi propofol saja. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Efek samping penggunaaan propofol adalah apnea (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan apnea karena

pemberian yang cepat (Maddison et al. 2002; Andrews et al. 1997; Mohamadnia et al. 2008). Kombinasi ketamine HCl -propofol mampu mengurangi pengaruh buruk peopofol terhadap respirasi. Nilai respirasi pada menit ke-30 sampai menit ke-80, mulai satabil mendekati nilai awal, terjadi pemulihan nilai rata-rata respirasi mendekati nilai stabil seperti pada awal sebelum perlakuan. Sedangkan ketamine HCl tidak memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap frekuensi respirasi (Haskin et al 1985).

Tabel 10 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal, dan nilai saturasi O2

perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl selama dan atau propofol pada anjing

Jenis

Pengamatan Perlakuan

Waktu Pengamatan (menit)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 Denyut Jantung (x/menit) Grup 1 99 ±16 46 ±15** 103 ±27 75 ±33 114 ±17 106 ±18 94 ±14 86 ±15 78 ±17 Grup 2 104 ± 9 71 ±18* 110 ±35 123 ±24 107 ± 7 89 ± 3 87 ± 9 82 ±10 82 ±10 Grup 3 99 ±13 59 ±16** 120 ±14* 96 ±14 100 ± 9 96 ±13 85 ±11 80 ±13 80 ±16 Grup 4 100 ±12 153 ±52 192 ±15** 170 ±55* 154 ±44 144 ±36 130 ±26 123 ±30 118 ±26 Grup 5 119 ± 8 120 ± 8 106 ± 4** 102 ± 7** 101 ± 7** 91 ± 1** 98 ± 3** 100 ± 2** 100 ± 1** Grup 6 91 ± 8 134 ± 6* 158 ±35** 121 ±41 122 ±26 112 ±27 106 ±22 99 ±17 91 ±10 Respirasi (x/menit)) Grup 1 19 ±2 13 ± 4 11 ± 5** 12 ± 3* 15 ±2 17 ±3 21 ±5 21 ±5 19 ±2 Grup 2 21 ±4 17 ± 4 9 ± 4** 16 ± 4 14 ±3 16 ±7 13 ±7 14 ±6 14 ±6 Grup 3 21 ±1 17 ± 2 10 ± 4** 14 ± 1* 13 ±4* 16 ±4 16 ±5 16 ±5 16 ±5 Grup 4 18 ±3 20 ± 2 24 ± 6** 17 ± 1 18 ±2 18 ±2 13 ±1 14 ±2 16 ±2 Grup 5 16 ±5 18 ± 2 11 ± 1 10 ± 2** 15 ±3 14 ±3 14 ±2 14 ±3 16 ±2 Grup 6 23 ±8 30 ±11 16 ±17 21 ±11 34 ±6 33 ±1 16 ±5 16 ±4 15 ±5 Suhu Rektal (o Grup 1 C) 38,7 ±0,4 38,5 ±0,7 38,7 ±0,6 38,6 ±0,6 38,3 ±0,7 38,1 ±0,7 37,9 ±0,8 37,8 ±0,9 37,6 ±1,0 Grup 2 38,4 ±0,5 38,0 ±0,3 37,6 ±0,4* 37,2 ±0,6** 37,1 ±0,6** 36,8 ±0,6** 37,1 ±,05** 37,1 ±0,5** 37,1 ±0,5** Grup 3 39,2 ±0,5 39,1 ±0,6 38,8 ±0,7 38,6 ±0,8 38,5 ±0,7 38,1 ±0,7 37,9 ±0,7* 37,7 ±0,6* 37,7 ±0,5* Grup 4 38,2 ±0,6 37,8 ±0,8 37,8 ±0,9 38,0 ±0,6 38,0 ±0,6 37,9 ±0,5 37,9 ±0,5 37,8 ±0,6 37,8 ±0,5 Grup 5 38,8 ±0,4 38,7 ±0,3 38,5 ±0,3 38,4 ±0,3 38,4 ±0,3 38,3 ±0,2 38,2 ±0,2* 38,2 ±0,2* 38,2 ±0,1* Grup 6 38,3 ±0,5 38,0 ±1,1 38,1 ±0,6 38,0 ±0,8 38,0 ±0,7 38,0 ±0,7 37,9 ±0,6 37,8 ±0,7 37,7 ±0,6 Saturasi O2 (%) Grup 1 98 ±0,6 96 ±1,5 97 ±1,7 95 ±2,2 95 ±2,2 97 ±0,5 97 ±0,5 97 ±0,5 98 ±0,6 Grup 2 96 ±2,0 89 ±3,3 81 ±12,1** 93 ±1,0 94 ±1,7 93 ±1,0 89 ±5,1 94 ±1,5 94 ±1,5 Grup 3 97 ±2,0 90 ±1,0* 90 ±7,2* 89 ±5,7* 93 ±1,9 93 ±2,6 93 ±1,9 93 ±1,9 93 ±1,9 Grup 4 98 ±0,8 97 ±3,0 96 ±2,5 95 ±2,9 95 ±2,9 95 ±2,9 95 ±2,9 95 ±2,9 95 ±2,9 Grup 5 98 ±0,5 93 ±1,2** 93 ±1,2** 88 ±2,1** 90 ±0,5** 91 ±1,0** 92 ±0,0** 94 ±1,0** 96 ±1,0** Grup 6 97 ±1,2 97 ±1,2 95 ±1,2* 95 ±1,0* 95 ±1,0* 94 ±1,6** 94 ±1,0* 95 ±1,2* 95 ±1,0

Suhu Rektal

Grup 1 menunjukkan pola penurunan suhu rektal. Pola penurunan suhu terjadi pada menit ke-10 setelah penyuntikan sampai akhir anestesi. Grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 juga menunjukkan pola penurunan suhu rektal. Penurunan suhu yang tajam dan berbeda dengan nilai awal ditunjukkan oleh grup 2 pada menit ke-20 dan terus menurun sangat tajam dari menit ke-30 sampai menit ke-80, seperti disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 16.

Gambar 16 Perubahan rata-rata suhu rektal selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.

Terjadi penurunan suhu yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3, begitu pula grup 4, 5, dan 6, bahkan terjadi penurunan yang sangat tajam ditunjukkan oleh grup 2. Keadaan teranestesi menyebabkan laju metabolisme tubuh menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun. Xylazine HCl dan propofol menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot, dan tertekannya susunan syaraf pusat, serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003). Agen anestesi seperti xylazine HCl, midazolam, propofol, dan ketamine HCl secara umum menekan pusat pengaturan suhu. Penambahan induksi dengan propofol menyebabkan penurunan suhu berlanjut, karena propofol menyebabkan penurunan cardiak output, penurunan

36,00 36,50 37,00 37,50 38,00 38,50 39,00 39,50 40,00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 S u hu ( C) Waktu (menit) AXK AXP AXKP AMK AMP AMKP Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6

tekanan darah, terjadi fase dilatasi arteri dan vena, menyebabkan relaksasi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan suhu tubuh lebih tajam, serta menekan pusat pengaturan suhu di hipotalamus, sehingga anjing kehilangan kemampuan untuk mengatur suhu (Karsli et al. 1999). Propofol mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007), sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih tajam.

Selain pengaruh agen anestesi, hilangnya panas tubuh pada hewan selama teranestesi juga disebabkan karena penempatan hewan diatas meja operasi stainles steel dan ruangan operasi yang menggunakan pendingin ruangan atau air-conditioning dengan pengaturan suhu yang rendah, di bawah 24oC. Periode anestesi lama lebih dari 30 menit juga dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh (Warren 1983; Muir et al. 2000). Abnormalitas termoregulasi yang menyebabkan penurunan suhu tubuh selama hewan teranestesi disebabkan karena kehilangan panas akibat produksi yang menurun, penekanan pada susunan syaraf pusat, terjadi vasodilatasi, penurunan produksi panas oleh aktivitas otot, penyuntikan cairan dengan suhu rendah, dan kapasitas tubuh yang terbuka terhadap kontak lingkungan (Muir et al. 2000). Penurunan suhu yang ditunjukkan oleh semua grup masih berada pada batas normal suhu rektal anjing dalam kondisi teranestesi, yaitu diatas 35oC.

Saturasi Oksigen (O2

Saturasi oksigen adalah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah. Prosen saturasi menggambarkan perbandingan volume oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dari keseluruhan oksigen dalam tubuh, ikatan hemoglobin dengan oksigen dalam keadaan normal mencapai 95%. Nilai normal saturasi oksigen adalah 95% atau sama dengan tekanan oksigen arteri (PaO

)

2) sekitar 85-100 mmHg. Apabila saturasi turun menjadi 90%, berarti tekanan oksigen arteri menjadi sekitar 60 mmHg, terjadi hipoksia. Apabila nilai oksimetri menunjukkan 85% selama 60 detik, telah terjadi hipoksia yang serius. Grup 1 menunjukkan penurunan nilai saturasi oksigen mulai menit ke-10 sampai akhir anestesi. Grup 2, 3, 4, 5, dan 6 juga menunjukkan penurunan saturasi oksigen mulai menit ke-10 sampai akhir anestesi.

Penurunan yang sangat tajam ditunjukkan oleh grup 2 pada menit ke-10 dan 20, kemudian meningkat pada menit ke-30 sampai menit ke-80 mendekati nilai awal. Sedangkan grup lainnya menunjukkan penurunan saturasi oksigen tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai awal dan mulai menit ke-50 sampai 80, terjadi saturasi oksigen yang satabil mendekati nilai awal. Data tiap grup ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17 Perubahan rata-rata saturasi oksigen selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.

Penurunan saturasi oksigen ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3, begitu pula grup 4, 5, dan 6. Obat-obat anestesi menyebabkan relaksasi otot bronkhial dan penurunan tingkat oksigenasi darah (Ismail et al. 2010). Preanestesi xylazine HCl menyebabkan penurunan saturasi oksegen akibat menurunnya respirasi, karena tertekannya otot-otot pernapasan oleh xylazine HCl dan pengaruh α2-adrenergik agonis dari xylazine HCl. Xylazine HCl termasuk golongan α2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan atropine sulfate sebagai preanestesi menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003), sehingga saturasi oksigen juga menurun. Atropine sulfate juga memungkinkan terjadinya dilatasi bronchial pada anjing yang mengalami sedasi (Ko et al. 2001), selanjutnya Baniadam

et al. (2007), menyebutkan bahwa xylazine HCl menyebabkan penurunan saturasi oksigen, sehingga kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl menyebabkan

65 70 75 80 85 90 95 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Sa tu ra si O 2 ( %) Waktu (menit) AXK AXP AXKP AMK AMP AMKP Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6

penurunan nilai rata-rata respirasi dan penurunan saturasi oksigen. Induksi dengan propofol menimbulkan efek samping utama yang sangat dihindari berupa penekanan sistem respirasi, sehingga menurunkan nilai saturasi oksegen (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Nilai saturasi oksegen yang ditunjukkan oleh grup 2 menurun sangat tajam pada menit ke-10 dan lebih tajam pada menit ke-20, setelah dilakukan induksi dengan propofol.

Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistol (Systole Arterial Pressure/SAP)

Systolic arterial pressure (SAP) atau tekanan darah sistol adalah tekanan darah tertinggi yang dihasilkan karena kontraksi ventrikel yang memompa darah ke aorta dan arteri besar. Tekanan darah dapat diukur secara kasar melalui palpasi pulsus, tetapi untuk mendapatkan tekanan darah yang akurat harus dilakukan dengan alat pengukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung pada pembuluh darah arteri (invasive) atau secara tidak langsung menggunakann cuff tekanan darah yang ditempelkan pada arteri (noninvasive).

Tekanan darah sistol normal pada anjing adalah 120 mmHg (90-160 mmHg). Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan tekanan darah sitol pada menit ke 20, 30 dan 40 selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan nilai SAP sampai menit ke-50, selanjutnya meningkat mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Grup 1, 2, dan grup 3, maupun grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan tekanan darah yang stabil dan mendekati nilai awal mulai menit ke-50 sampai 80, seperti ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah sistol (systole arterial pressure, SAP) selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.

Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai SAP sampai menit ke-40, selanjutnya menurun, sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan, selanjutnya meningkat, memberikan kejelasan bahwa preanestesi xylazine HCl menyebabkan peningkatan tekanan arteri atau hipertensi pada awal pemberian dan diikuti dengan penurunan atau hipotensi akibat tertekannya syaraf pusat (Muir et al.

2000). Peningkatan nilai SAP juga disebabkan karena adanya atropine sulfate pada kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl. Alibhai et al. (1996),

Dokumen terkait