• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berbagai macam penelitian yang dilakukan terkait dengan analisis kelembagaan. Berikut adalah matriks penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini yang ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Matriks penelitian terdahulu

No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil

1. Fatia Ajeng Lestari: Analisis Sistem Kelembagaan dan Kelayakan Ekonomi Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Kasus Bank Sampah Kerya Peduli, Jakarta Utara)

1. Mengidentifikasi sistem

kelembagaan Bank Sampah Karya Peduli

2. Menganalisis pola kerjasama dan strategi pengembangan Bank Sampah Karya Peduli

3. Menganalisis kelayakan ekonomi Bank Sampah Karya Peduli

Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif

Kriteria kelayakan (NPV, Net B/C, IRR), Analisis switching value

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Sistem kelembagaan yang dijalankan oleh Bank Sampah Karya Peduli (BSKP) saat ini dapat terus dilakukan, namun dapat dikatakan belum kuat. Kal tersebut dikarenakan BSKP belum memiliki ADRT dalam menjalankan usaha pengelollan sampah, sehingga belum ada aturan yang jelas dan sanksi yang tegas kepada pengelola.

2. Kerjasama yang dilakukan BSKP terdiri dari kerjasama tetap dan tidak tetap. Kerjasama yang dilakukan masih berdasarkan atas asas kepercayaan sehingga tidak ada perjanjian kerjasama secara tertulis antara BSKP dengan pihak lain.Strategi pengembangan yang dilakukan BSKP telah dibuat secara jelas sehingga BSKP dapat melakukan strategi pengembangan yang dapat mengembangkan BSKP menjadi skala bisnis. 3. Analisis kelayakan ekonomi BKSP dilakukan dengan

mempertimbangkan strategi pengembangan yang dilakukan BKSP saat ini dan yang akan datang. Hasil analisis adalah NPV sebesar Rp 467.647.960,00 ; Net B/C sebesar 2,48; dan IRR sebesar 28,56 persen. Hasil analisis switching value

adalah BKSP tetap layak dijalankan apabila terjadi penurunan harga jual sampah anorganik sampai sebesar 32,68 persen dan kenaikan upah tenaga kerja sampai sebesar 18,32 persen. 2. Erin Roslina : Analisis Manfaat

Ekonomi dan Efektifitas Kelembagaan Kolaboratif Pengelolaan Sumber daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

1. Menganalisis struktur property rights (hak kepemilikan) PHBM di Desa Bunter

2. Mengestimasi manfaat ekonomi PHBM yang diperoleh Pesanggem

Analisis Deskriptif

Analisis Kuantitatif

1. Struktur property rights PHBM di Desa Bunter adalah Perum Perhutani berada pada posisi owner (pemilik), sedangkan pesanggem Desa Bunter berada pada posisi authorized user

(pengguna). Posisi owner lebih tinggi daripada authorized user dimana owner memiliki hak yang lebih banyak daripada

No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil (Kasus Desa Bunter Kabupaten

Ciamis Jawa Barat)

Desa Bunter dan Perum Perhutani selama PHBM

3. Menganalisis efektivitas

kelembagaan PHBM di Desa Bunter Analisis Deskriptif

authorized user. Dengan demikian, manfaat ekonomi yang diperoleh owner akan lebih besar daripada manfaat ekonomi yang diperoleh authorized user.

2. Manfaat ekonomi yang diperoleh pesanggem Desa Bunter selama PHBM berlangsung adalah sebesar Rp 1.414.739.150. Manfaat ekonomi tersebut berasal dari kegiatan-kegiatan PHBM mulai dari kegiatan penanaman sampai dengan penebangan jati yang melibatkan pesanggem, bagi hasil pendapatan dari jumlah tebangan, dan manfaat ekonomi yang berasal dari pemanfaatan lahan dibawah tegakan (tumpangsari). Manfaat ekonomi yang diperoleh Perum Perhutani selama PHBM di Desa Bunter adalah sebesar Rp 2.499.119.308. Efektivitas kelembagaan PHBM di Desa Bunter sudah cukup efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari efisiensi kelembagaan dimana pengambilan keputusan sudah dilakukan secara bersama-sama, kepatuhan pesanggem Desa Bunter untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap larangan sangat tinggi, dan terjadi peningkatan pendapatan untuk pesanggem setelah PHBM sebesar Rp 69.392.

3. Riakanti Siregar: Analisis Kelembagaan Non-Pasar (Non- Market Institutions) dalam Efisiensi Alokasi Sumber daya Perikanan (Studi Kasus: Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi)

1. Mengidentifikasi kelembagaan non- pasar yang berperan dalam mengalokasikan sumber daya perikanan di Palabuhanratu 2. Menganalisis fungsi dan peran

kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumber daya perikanan di Palabuhanratu 3. Menganalisis peran aktor dalam

kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumber daya perikanan di Palabuhanratu

4. Menganalisis efektivitas fungsi kelembagaan non-pasar dengan menggunakan indikator

unsustainability, inequity, dan

Analisis Konten

Analisis Stakeholder

Analaisis Konflik

Analisis Aktor

Analisis Deskriptif

1. Stakeholder yang paling dominan adalah juragan/taweu, bakul, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi sedangkan aktor yang paling lemah adalah aparat desa dan perbankan.

2. Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan sumber daya ikan di Perairan Pelabuhanratu adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan PerikananProvinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk Syahbandar Pelabuhanratu, Perguruan Tinggi, KUD Mina, Satuan Kerja Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi,Kelompok Masyarakat Pengawas Sumber daya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, Kelompok PengelolaRumpon, dan Polisi Perairan. Sedangkan 19

20

No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil

prosperity. stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung diantaranya, Perbankan, Aparat Desa, LEPP-M3R, dan industripengolahan sumber daya ikan.Konflik pemanfaatan yang terjadi seringkali muncul akibat rebutan ruang pemanfaatan dan penggunaan alat tangkap. Terdapat banyak peraturan yang mengatur alokasi sumber daya ikan di Pelabuhanratu, namun belum terlaksana dengan baik. 3. Selama ini masing-masing aktor dalam menjalankan perannya

didasarkan pada keputusan masing-masing aktor. Hal ini disebabkan belumadanya suatu lembaga yang khusus untuk mengkoordinasikan masing-masing kepentingan aktor. Hal ini menyebabkan sering terjadinya konflik kepentingan dalammenjalankan aktivitasnya.

4. Menggunakan tiga indikator: 1) Unsustainability: sumber daya ikan tersebut berkelanjutan atau bahkan sudah punah. Hasil tangkapan ikan mereka tidak menentu dari tahun ke tahun dan juga setiap bulannya karena perbedaan musim panen ikan, 2) Inequity: pengelolaan sumber daya ikan di Pelabuhanratu belum terkelola dengan adil dan merata. Sebagian besar pengambil kebijakan memiliki kepentingan pribadi dalam sebuah keputusan dikarenakan rata-rata pemilik kapal yang ada di Perairan Pelabuhanratu adalah pejabat- pejabat daerah yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengambilan suatu keputusan, 3) Prosperity: Tingkat kesejahteraan nelayan di Pelabuhanratu dapat dilihat dengan dibandingkan antara nelayan sebelum menggunakan rumpon dan setelah menggunakan rumpon. Biaya operasional penangkapan ikan akan semakin meningkat sedangkan jumlah produksi tangkapan ikan tidak menentu dan tergantung musim ikannya, yang berarti pendapatan nelayan dan tingkat ekonomi nelayan akan menurun. Kondisi ini diperparah dengan makin banyaknya nelayan yang bersaing ingin menangkap ikan di Perairan Pelabuhanratu. Keadaan ini menunjukkan tingkat prosperity nelayan tidak mengalami peningkatan justru semakin buruk.

III KERANGKA PEMIKIRAN

Permasalahan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini sangat kompleks khususnya di Kota Surabaya. Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan meningkatnya penggunaan lahan untuk pembangunan di perkotaan. Penggunaan lahan tersebut semakin banyak digunakan untuk aktivitas ekonomi dan pemukiman di perkotaan. Hal tersebut mengakibatkan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau yang terdapat di Surabaya. Lahan yang seharusnya dapat dijadikan ruang terbuka hijau justru digunakan untuk pembangunan gedung. Semakin berkurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan penurunan fungsinya sebagai penyerap polusi udara di perkotaan. Peran ruang terbuka hijau tidak mampu mengimbangi polusi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah timbulan sampah akibat peningkatan jumlah serta aktivitas yang dilakukan penduduk. Hal ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat sekitar agar lebih memahami pentingnya menjaga lingkungan mereka dengan cara berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lingkungan.

Salah satu upaya agar kelestarian lingkungan dapat terwujud adalah dengan membentuk suatu kelembagaan di lingkungan perumahan tepatnya di wilayah Surabaya, yaitu Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun. Kampung Margorukun merupakan salah satu kampung yang telah menerapkan pengelolaan sumber daya dan lingkungan berbasis masyarakat. Keberhasilan mereka dalam pengelolaan lingkungan yang baik menjadikan kampung ini sebagai kampung hijau percontohan di Surabaya.

Program Kampung Hijau ini banyak diikuti oleh kampung-kampung lain di Surabaya. Namun, masih belum optimal dalam pengelolaannya. Padahal apabila dikaji lebih lanjut, banyak manfaat yang diperoleh dari penerapan program kampung hijau ini baik masyarakat setempat maupun pemerintah.

Sistem kelembagaan dari Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya kesadaran dari masyarakat setempat dalam mengelola lingkungannya menjadi lebih baik misalnya, masyarakat sudah bisa memisahkan sampah organik dan anorganik, serta mendaur ulang sampah yang masih bermanfaat menjadi barang kerajinan yang mempunyai nilai ekonomi. Selain itu, mereka sudah mampu untuk

22

menyuling air limbah menjadi air bersih untuk kegiatan menyiram tanaman dan mencuci kendaraan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini akan mengidentifikasi sistem kelembagaan dan menganalisis peran stakeholder, menganalisis manfaat ekonomi yang diperoleh setelah terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun ini, serta menganalisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan setelah Kampung Margorukun mendapat predikat sebagai Kampung Hijau.

Identifikasi sistem kelembagaan menggunakan metode analisis deskriptif untuk menjelaskan struktur kelembagaan dan tata kelolanya. Kemudian untuk menganalisis peran stakeholder menggunakan analisis stakeholder yang memetakan aktor-aktor yang berperan dalam sistem kelembagaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun berdasarkan perannya.

Selanjutnya, untuk menganalisis manfaat ekonomi dilakukan dengan metode valuasi ekonomi. Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini kemudian diharapkan dapat menjadi rekomendasi Pemerintah untuk dapat mengembangkan keberadaan kampung wisata lingkungan tengah kota. Untuk lebih jelas, alur penelitian ini dapat dilihat pada diagram alur dalam Gambar 1.

Keterangan:

: Ruang lingkup penelitian

Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran Peningkatan penggunaan lahan

pemukiman di Surabaya

Kurangnya ruang terbuka hijau

Peningkatan jumlah timbulan sampah

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan

Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun

Kampung percontohan berbasis masyarakat

Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan Identifikasi sistem

kelembagaan dan peran stakeholder Analisis manfaat ekonomi Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis Deskriptif kualitatif dan Analisis Stakeholder Perhitumgan Nilai Manfaat Ekonomi Rekomendasi

24

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kampung Margorukun khususnya Gang VI RT 07 RW 10 merupakan salah satu wilayah percontohan di Surabaya yang telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan berbasiskan masyarakat. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2013.

Dokumen terkait