EKONOMI
“K
AMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH
KOTA”
DALAM UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA
BERBASIS MASYARAKAT
(Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih,
Kecamatan Bubutan, Surabaya)
KHOIRUNISSA CAHYAMURTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi “Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota” dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kampung
Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Ekonomi “Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota” Dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya). Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR
Kampung Margorukun merupakan salah satu kampung wisata lingkungan tengah kota yang berada di Kelurahan Gundih. Kampung Margorukun mempunyai sistem kelembagaan yang sudah terstruktur dengan jelas sehingga menjadi salah satu satu kampung terbaik dalam pengelolaan sumber daya dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem kelembagaan dan peran stakeholder, menganalisis manfaat ekonomi terhadap masyarakat setempat serta mengidentifikasi keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun. Penelitian ini dilakukan di Gang VI RT 07 RW 10 Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kampung Margorukun khususnya Gang VI RT 07 RW 10 merupakan salah satu wilayah percontohan di Surabaya yang telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan berbasis masyarakat. Penelitian ini menggunakan informan dan responden sebagai sumber data primer. Teknik pemilihan informan menggunakan snowball sampling sedangkan responden dilakukan secara probability sampling dengan teknik simple random sampling. Hal tersebut dilihat dari peran masing-masing stakeholder yang dianalisis menggunakan analisis aktor. Manfaat tangible yang dirasakan berupa manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengelolaan sampah, water treatment, dan kegiatan kunjungan wisata. Total manfaat ekonomi yang diperoleh sebesar Rp 20.793.900/tahun dengan perolehan masing-masing sebesar Rp 12.517.200,00/tahun dari water treatment, sebesar Rp 2.058.400,00/tahun dari pengelolaan sampah kering di bank sampah, dan sebesar Rp 6.218.300,00/tahun dari kegiatan kunjungan wisata. Oleh karena itu, keberlanjutan manfaat yang dirasakan warga harus dipertahankan sehingga dapat berdampak positif dalam seluruh aspek.
ABSTRACT
KHOIRUNISSA CAHYAMURTI, Analysis of The Institutional System and
Economic Benefits “Ecotourism Village Central Town” in an Effort to Community Based Resource Management (case study: Margorukun Village, Gundih Urban Village, Bubutan, Surabaya). Supervised byRIZAL BAHTIAR
Margorukun village is the one of ecotourism village central town which located at Gundih sub district. Margorukun village has an obvious structural management system therefore this village being one of the best village in the resources and environemental management. This village become a representative green village in Surabaya. It is seen from the role of each stakeholder were analyzed using actors analysis. A good structural management and work program which have been implemented in this village can obtain tangible and intangible benefit for the local society at RT 07 RW 10 Margorukun village. This research aims to identify the institutional system and the role of stakeholders, economic benefits to analyze and identify the sustainability of the local community economically, social , and environment in ecotourism village central town Margorukun. This study done in the Gang VI RT 07 RW 10 Margorukun, Gundih sub district, Surabaya. The selection of location is deliberately ( purposive ) by reason of Kampung Margorukun especially Gang VI RT 07 RW 10 is one of the best village in Surabaya who have managed to do with the management of community based environment . This research use of informants and the respondents as the primary data sources . Use sampling techniques informants snowball election while the probability sampling was done in with simple techniques random sampling . The tangible benefit that perceived by the local society were economic benefit which get from waste management, water treatment, and tourists visiting activities. The total economic benefit was Rp 20.793.900/year with the acquisition were Rp 12.517.200/year of water treatment, Rp 2.058.400/year of waste management in the dried waste banks, and Rp 6.218.300,00/year of tourists visiting activities. Therefore, benefit sustainable that perceived by the local society should be maintained so that the environmental aspect should be improved.
EKONOMI
“KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH
KOTA”
DALAM UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA
BERBASIS MASYARAKAT
(Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih,
Kecamatan Bubutan, Surabaya)
KHOIRUNISSA CAHYAMURTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
rahmat dan hidayah-Nya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Analisis Sistem Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi “Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota” dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya). Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua tercinta Ibunda Yunny Suharwatie, Ayahanda Eko Sumarno (Alm), beserta kakak dan adik tersayang atas segala do’a, semangat, dukungan moril dan materiil, kasih sayang serta yang selalu menguatkan dalam segala hal kepada penulis.
2. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, semangat, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Ujang Sehabudin, M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen perwakilan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
4. Dr.Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan perhatiannya selama penulis menjalani perkuliahan.
5. Bapak M. Fauzan selaku Ketua RT 07 RW 10 dan Ibu Sri Tanjung serta kader lingkungan RT 07 RW 10 atas kerjasamanya dalam penyediaan data yang dibutuhkan oleh penulis.
6. Teman-teman sebimbingan: Putri, Tita, Nce, Kuncoro, Lungit, dan Sarah atas segala semangat dan perhatiannya; serta kepada teman-teman ESL 46 atas kebersamaannya selama ini.
7. Sahabat-sahabat terbaikku: Hesti, Tari, Isti, Septy, Annisia, Febriana, Luthfi, Miya, Charra, Gugat, Lusi, Diena, Sary, Mufqy, Ilham yang telah meluangkan waktunya untuk menemani penulis selama mengumpulkan data, mengolah data, selalu membantu dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Ambitie Dolus Cahyana atas segala perhatian, semangat, kasih sayang dan selalu menguatkan sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman BEM FEM IPB 2011 dan 2012 khususnya Departemen Budaya dan Seni: Lutfhan, Wahid, Ajeng, Acy, Ryan, Soni, dan Kak Didon yang selalu memberi semangat, dukungan, serta perhatiannya kepada penulis.
DAFTAR ISI
2.2 Pembangunan Berkelanjutan ... 9
2.3 Pengelolaan Sumber daya Berbasis Masyarakat ... 11
2.4 Partisipasi Masyarakat ... 12
2.5 Teori Kelembagaan ... 14
2.6 Analisis Stakeholder ... 16
2.7 Penelitian Terdahulu ... 18
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 24
4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 24
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25
4.4.1 Identifikasi Sistem Kelembagaan dan Analisis Peran Stakeholder Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota RT07 RW10 ... 25
4.4.2 Analisis Manfaat Ekonomi yang diperoleh Masyarakat Setelah Terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota ... 28
4.4.3 Analisis Keberlanjutan Secara Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Terbentuknya Kampung Margorukun Setelah Mendapat Predikat sebagai Kampung Hijau ... 29
V GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1 Kondisi Umum RW 10 Kelurahan Gundih ... 32
5.2 Karakteristik Responden ... 34
5.2.2 Tingkat Usia Responden ... 35
5.2.3 Tingkat Pendidikan Responden ... 36
5.2.4 Status Kependudukan Responden ... 36
5.2.5 Lama Tinggal Responden ... 37
5.2.6 Penerimaan Keluarga Responden ... 38
VI IDENTIFIKASI SISTEM KELEMBAGAAN DAN PERAN STAKEHOLDER KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH KOTA MARGORUKUN RT 07 RW 10 ... 39
6.2.1.2 Komposter Aerob dalam Pengelolaan Sampah Basah ... 46
6.2.2 Water Treatment dalam Pengolahan Rumah Tangga ... 48
6.2.3 Pengelolaan Tata Ruang... 48
6.2.4 Pemberdayaan Masyarakat ... 49
6.3 Analisis Peran Stakeholder di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 ... 51
6.3.1 Identifikasi Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder ... 51
6.3.2 Fungsi dan Peran Stakeholder ... 54
6.3.3 Keterkaitan Antar Stakeholder ... 57
VII MANFAAT EKONOMI YANG DIPEROLEH MASYARAKAT SETELAH TERBENTUKNYA KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH KOTA MARGORUKUN RT 07 RW 10 ... 59
7.1 Penilaian Kelayakan Ekonomi Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota RT 07 RW 10 ... 61
VIII KEBERLANJUTAN SECARA EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN SETELAH TERBENTUKNYA KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH KOTA MARGORUKUN RT07 RW 10 ... 62
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Jumlah Penduduk Pulau Jawa Berdasarkan Provinsi Tahun 1971-2010 .... 1 2 Rencana Penggunaan Lahan Kota surabaya Tahun 2002-2013 ... 2 3 Kondisi Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Tahun 2013 ... 2 4 Persentase Sumber Timbulan Sampah Kota Surabaya Tahun 2012 ... 3 5 Jumlah Pelanggan dan Distribusi Air Minum Menurut Jenis Pelanggan
Tahun 2013 ... 4 6 Matriks Penelitian Terdahulu ... 18 7 Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis Data, dan Analisis Data ... 25 8 Analisis Stakeholder Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan di
Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun ... 27 9 Ukuran Kuantitatif terhadap Identifikasi dan Pemetaan Aktor ... 27 10 Matriks Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan di
Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun ... 30 11 Matriks strata keberlanjutan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun ... 31 12 Data Karakteristik Penduduk RT 07 RW 10 Margorukun Tahun 2012 ... 33 13 Data Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia ... 35 14 Identifikasi Nilai Kepentingan dan Pengaruh masing-masing Stakeholder
dalam Pengelolaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun RT 07 RW 10 ... 51 15 Perhitungan Nilai moneter manfaat ekonomi yang diperoleh setelah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran ... 23
2 Matriks analisis aktor (aktor grid) ... 28
3 Peta Lokasi Wilayah RT 07 RW 10 ... 32
4 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35
5 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 36
6 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Status Kependudukan ... 37
7 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Lama Tinggal ... 37
8 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Penerimaan Keluarga ... 38
9 Susunan Program Kerja Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 ... 40
10 Struktur Kepengurusan Bank Sampah Rukun Karya di RT 07 RW 10 ... 44
11 Alur Proses Bank Sampah Rukun Karya ... 45
12 Mekanisme Komposter Aerob di RT 07 RW 10 ... 47
13 Bagan Alur Pemberdayaan Masyarakat di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 ... 50
14 Pemetaan Masing-masing Stakeholder Pengelolaan Lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 52 15 Skema Hubungan Keterkaitan Antar Stakeholder ... 58
16 Grafik Persepsi Responden Mengenai Manfaat Pengelolaan Lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun terhadap tiga pilar pembangunan berkelanjutan ... 63
17 Grafik Skor Persepsi Responden RT 07 RW 10 Mengenai Manfaat yang Menunjang Keberlanjutan dari Aspek Lingkungan ... 64
18 Grafik Skor Persepsi Responden RT 07 RW 10 Mengenai Manfaat yang Menunjang Keberlanjutan dari Aspek Sosial ... 64
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Kuisioner Responden ... 73
2 Kuesioner Key Person ... 78
3 Panduan Scoring Penilaian Tingkat Pengaruh dan Kepentingan Aktor
Terhadap Pengelolaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun ... 81
4 Perhitungan Manfaat Ekonomi yang diperoleh dari Penggunaan Water
Treatment ... 83
5 Analisis Kelayakan Ekonomi Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun ... 84
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya alam dan lingkungan adalah dua elemen yang saling terkait
dan tak terpisahkan satu sama lain serta merupakan tempat hidup makhluk hidup
dalam melakukan aktivitas. Lingkungan hidup merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup mendefinisikan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan berperan dalam
menjaga keseimbangan dari interaksi antara komponen biotik dan abiotiknya
(Siahaan 2003). Kelestarian lingkungan hidup harus senantiasa dijaga secara
konsisten sepanjang masa karena memberi tempat hidup yang layak dengan daya
dukung yang memadai bagi saat ini dan generasi yang akan datang. Kualitas
lingkungan hidup lebih banyak ditentukan oleh kebudayaan karena erat kaitannya
dengan pengelolaan yang dilakukan oleh manusia.
Permasalahan lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat
dari tahun ke tahun khususnya di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pulau yang
memiliki jumlah penduduk paling padat di Indonesia. Hal ini ditunjukkan pada
Tabel 1 yang merupakan jumlah penduduk Pulau Jawa berdasarkan provinsi.
Tabel 1 Jumlah penduduk Pulau Jawa berdasarkan provinsi Tahun 1971-2010
No. Provinsi (juta penduduk) Tahun
1971 1980 1990 2000 2010
1. DKI Jakarta 4,58 6,50 8,26 8,39 9,61
2. Jawa Barat 21,62 27,46 35,38 35,73 43,05
3. Jawa Tengah 21,88 25,37 28,52 31,23 32,38
4. Jawa Timur 25,52 29,19 32,50 34,78 37,47
5. DI Yogyakarta 2,49 2,75 2,91 3,12 3,46
6. Banten - - - 8,10 10,63
Sumber: BPS (2011)
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan
provinsi yang padat penduduknya setelah Provinsi Jawa Barat. Permintaan atas
lahan permukiman memang akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah
2
Permintaan lahan permukiman berkaitan dengan dinamika kependudukan
dan rumah tangga yang mencakup pertumbuhan, persebaran, mobilitas penduduk,
dan perkembangan rumah tangga. Rumah pada hakekatnya merupakan kebutuhan
dasar manusia selain sandang, pangan, pendidikan serta kesehatan. Oleh karena
itu, dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana
permukimannya, sebaiknya tidak hanya untuk mencapai target secara kuantitatif,
melainkan harus diiringi pula dengan pencapaian sasaran secara kualitatif. Artinya
bahwa pemenuhan kebutuhan akan permukiman yang layak mutlak disediakan
sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka permintaan atas
lahan permukiman semakin meningkat juga. Berikut data rencana penggunaan
lahan di Kota Surabaya dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2 Rencana penggunaan lahan Kota Surabaya Tahun 2003-2013
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1. Perumahan 17.573,95 53,85
2. Perniagaan 983,77 3,01
3. Industri dan Gudang 4.067,39 12,46
4. RTH (Sarana Olahraga, Makam, Taman) 860,20 2,64
5. Jalur Hijau (Tambak dan Konservasi) 4.035,46 12,36
6. Fasilitas Umum/ Jasa 5.116,98 15,68
Jumlah 32.637,75 100,00
Sumber: RTRW Kota Surabaya (2003-2013)
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa sektor perumahan mendominasi
penggunaan lahan di Kota Surabaya dengan persentase 53,85 persen. Penggunaan
lahan permukiman memang akan terus meningkat sampai tahun 2013. Namun,
banyaknya pembangunan yang dilakukan mengakibatkan berkurangnya lahan
hijauan di Kota Surabaya. Hal tersebut disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Kondisi keberadaan ruang terbuka hijau Tahun 2013
No. Jenis Ruang Terbuka Hijau Luas Wilayah yang
Direncanakan (Ha)
1. Taman Kota 103,29
2. Lapangan Olahraga 30,64
3. Makam 37,75
Total 171,68
Sumber: RTRW Kota Surabaya (2014)
Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan permintaan lahan di Kota
Surabaya, kegiatan ekonomi berupa produksi, konsumsi, dan distribusi semakin
meningkat. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya eksternalitas yang
industri. Salah satu eksternalitas yang terjadi adalah bertambahnya timbulan
sampah akibat dari aktivitas ekonomi. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4 yang
merupakan sumber timbulan sampah di Kota Surabaya.
Tabel 4 Persentase sumber timbulan sampah Kota Surabaya Tahun 2012
Sumber: Dinas Kebersihan Kota Surabaya (2013)
Tabel 4 memperlihatkan bahwa sumber sampah terbesar adalah berasal
dari permukiman sebesar 79,19 persen dari total timbulan sampah. Sebagian besar
sampah yang berasal dari permukiman adalah sampah rumah tangga yang
merupakan sampah organik. Hal ini menunjukkan bahwa sektor permukiman
sangat menentukan jumlah timbulan sampah di Kota Surabaya. Semakin banyak
pemukiman yang dibangun maka jumlah timbulan sampah akan semakin
meningkat.
Selain jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat, pembangunan
pemukiman juga berdampak pada ketersediaan air bersih di Kota Surabaya.
Seiring dengan adanya proses pembangunan pemukiman yang terus meningkat,
ketersediaan air bersih akan berkurang akibat semakin besarnya kebutuhan
terhadap air. Berbagai sektor memerlukan air dalam pelaksanaan kegiatan
sehari-hari, khususnya pada sektor perumahan. Pendistribusian air minum di Kota
Surabaya didominasi oleh sektor rumah tangga. Penggunaan air bersih dalam
rumah tangga sangat penting untuk menunjang kualitas hidup. Berikut adalah data
jumlah pelanggan dan distribusi air minum menurut jenis pelanggan yang tersaji
dalam Tabel 5.
No. Sumber Sampah Persentase (%)
1. Permukiman 79,19
2. Pasar 8,6
3. Pertokoan, Hotel, Rumah Makan 2,64
4. Fasilitas Umum 0,61
5. Sapuan Jalan 0,62
6. Saluran 0,17
7. Perkantoran 1,37
4
Tabel 5 Jumlah pelanggan dan distribusi air minum menurut jenis pelanggan Tahun 2013
No. Jenis Pelanggan Jumlah Pelanggan Distribusi Air Minum
(m3)
1. Rumah tangga 466.529 153.739
2. Niaga 33.899 27.86
3. Industri 398 1.739
4. Sosial 5.513 13.988
5. Instansi Pemerintah 1.213 5.919
6. Penjualan Umum/Tangki - 15
7. Pelabuhan 5 405
8. Luar Kota - -
9. Hilang - 83.197
Total 507.557 203.665
Sumber: BPS Kota Surabaya (2014)
Berbagai upaya dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk
mengatasi eksternalitas tersebut agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Salah
satu upaya agar kelestarian lingkungan dapat terwujud adalah dengan membentuk
suatu kelembagaan berbasis masyarakat yaitu kampung hijau. Kampung hijau
merupakan suatu predikat bagi daerah pemukiman warga baik di tingkat RT
maupun RW yang menerapkan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat
dalam skala komunitas. Terbatasnya jumlah lahan di kampung hijau mendorong
masyarakat untuk memanfaatkan lahan yang ada dengan membuat lingkungan
sekitar tempat tinggal menjadi lebih hijau. Salah satu daerah yang telah
menerapkan pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat yaitu Kampung
Margorukun Gang VI RT 07 RW 10, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan,
Surabaya, Jawa Timur.
Menurut warga Kampung Margorukun lingkungan sehat adalah gaya
hidup. Meskipun kampung ini berpenduduk padat namun tetap hijau. Seluruh
rumah tangga di gang tersebut menanam berbagai macam tanaman seperti
tanaman hias dan apotek hidup di pekarangan rumah, pagar, dan tepi jalan di
depan rumah. Selain itu para warga juga mengolah sampah rumah tangga untuk
didaur ulang sehingga dapat dimanfaatkan kembali menjadi berbagai keperluan
seperti kompos maupun barang kerajinan.
Sampai saat ini dalam pelaksanaan program pembangunan, keterlibatan
masyarakat hanya dilihat sebagai sebuah objek saja bukan subjek (pelaku).
Kondisi ini menyebabkan peran serta masyarakat menjadi terbatas sehingga
masyarakat sepenuhnya dilihat dari keterlibatan masyarakat mulai dari tahap
perencanaan hingga tahap evaluasi. Melalui partisipasi tersebut masyarakat mulai
sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berusaha mencari jalan
keluar untuk mengatasi masalah. Hal ini menjadi menarik dan penting untuk
dikaji lebih lanjut mengenai bentuk pengelolaan kelembagaan, peran stakeholder,
manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat, serta keberlanjutan dari aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan dari terbentuknya Kampung Margorukun setelah
mendapat predikat sebagai Kampung Hijau.
1.2 Perumusan Masalah
Kampung hijau merupakan program pembangunan bidang lingkungan
hidup yang dapat menciptakan lingkungan hijau yang sehat dan untuk
mewujudkannya seluruh msyarakat harus sadar dan membiasakan budaya hidup
bersih dan sehat. Terbentuknya kampung hijauini bertujuan agar masyarakat cinta
dan nyaman tinggal di lingkungan sendiri. Pengelolaan lingkungan dengan istilah “Kampung Hijau” merupakan upaya pengelolaan lingkungan yang berawal dari masyarakat sebagai bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan. Keberhasilan
dalam pengelolaan ini tergantung dari kerjasama dan partisipasi aktif seluruh
anggota masyarakat, serta dukungan dari pemerintah setempat.
Kampung Margorukun merupakan salah satu kampung percontohan yang
telah berhasil menerapkan pengelolaan lingkungan di daerah tempat tinggal
menjadi nyaman dan asri untuk ditempati. Berbagai macam penghargaan dalam
bidang lingkungan hidup yang telah diraih karena kemampuannya dalam
mengelola lingkungan sekitar. Hal inilah yang membuat Kampung Margorukun
semakin giat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan menjadi lebih
baik.
Sebelum mendapat predikat sebagai kampung hijau, Kampung
Margorukun merupakan kawasan permukiman kumuh dan penuh sampah.
Kampung ini terletak di pinggiran jalur rel kereta api Stasiun Pasar Turi. Namun,
seiring dengan berjalannya waktu secara perlahan timbul kesadaran dari
masyarakat setempat untuk memperbaiki lingkungannya. Saat ini permukiman
6
sehat. Sepanjang jalan terlihat berbagai macam tanaman yang berjajar rapi di
depan rumah warga yang menambah suasana sejuk dan hijau di tengah cuaca
panas Kota Surabaya. Sekitar 20-30 tanaman dimiliki oleh masing-masing rumah.
Perubahan perilaku ini telah dilakukan sejak tahun 2007. Masyarakat
setempat mulai melakukan penghijauan dan pemisahan sampah. Pengelolaan
sampah di kampung ini sudah tergolong baik. Hal ini terlihat dari setiap rumah
mempunyai tiga jenis tempat sampah, yaitu sampah basah, sampah kering dan
sampah yang dibuang. Masyarakat mengelola sampah basah agar dapat dijadikan
pupuk kompos yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman. Sedangkan
sampah kering seperti plastik, botol air kemasan, bungkus makanan instan, kertas,
dan lain sebagainya mereka daur ulang untuk menjadi barang kerajinan yang
dapat memiliki nilai tambah secara ekonomi.
Namun, permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini
apakah sistem kelembagaan yang telah disusun sudah berjalan dengan baik oleh
masing-masing stakeholder yang terkait. Manfaat yang diperoleh juga harus dikaji
lebih lanjut lagi agar dapat terus menerus membantu masyarakat setempat, serta
bagaimana keberlanjutan dari berbagai aspek sebagai wujud nyata perubahan
kampung. Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana sistem kelembagaan dan peran stakeholder di Kampung
Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun?
2. Bagaimana manfaat ekonomi dari terbentuknya Kampung Wisata
Lingkungan Tengah Kota Margorukun terhadap masyarakat setempat?
3. Bagaimana keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dari
terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota setelah
mendapat predikat kampung hijau?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi sistem kelembagaan dan peran stakeholder di Kampung
2. Menganalisis manfaat ekonomi dari terbentuknya Kampung Wisata
Lingkungan Tengah Kota Margorukun terhadap masyarakat setempat
3. Menganalisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dari
terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota setelah
mendapat predikat kampung hijau
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi lokasi penelitian berada di Gang VI
RT 07 RW 10 Margorukun Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya,
Jawa Timur. Responden penelitian merupakan masyarakat Gang VI RT 07 RW 10
Margorukun Kelurahan Gundih. Aspek yang dikaji adalah sistem kelembagaan,
fungsi dan peran stakeholder dan manfaat ekonomi, serta aspek keberlanjutan
secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dari terbentuknya Kampung Wisata
Lingkungan Tengah Kota. Penelitian ini tidak membahas faktor-faktor yang
mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat dalam bahasan manfaat
ekonomi. Manfaat ekonomi yang dihitung hanya mencakup manfaat tangible
yaitu penghematan biaya air saat menggunakan water treatment, pemasukan dari
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan
berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai
pada tingkat yang minimum sehingga mendapatkan manfaat yang optimum dari
lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan (Marzali et
al. 2002). Menurut UU No. 23 Tahun 1997, pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan,
pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Dalam upaya
meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan upaya untuk mengadakan
koreksi terhadap lingkungan, agar pengaruh merugikan dapat dijauhkan dan
dilaksanakan pencegahan melalui efisiensi dan pengaturan lingkungan sehingga
bahaya lingkungan dapat dihindarkan dan keserasian dapat dipelihara (Matrizal
2005).
Soerjani et al. (1987) menyatakan bahwa ada tiga upaya yang harus
dijalankan secara seimbang, yaitu upaya teknologi, upaya tingkah laku atau sikap
dan upaya untuk memahami dan menerima koreksi alami yang terjadi karena
dampak interaksi manusia dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi
lingkungan hidupnya atau juga mengusahakan sumber daya alam lingkungannya
untuk mempertahankan jenisnya, dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh
lingkungannya (Resosoedarmo et al. 1986).
Manusia bersama lingkungan hidupnya berada dalam suatu ekosistem.
Kedudukan manusia di dalam kesatuan ekosistem adalah sebagai bagian penting
yang tidak mungkin dipisahkan, karena itu kelangsungan hidup manusia
tergantung pula pada kelestarian ekosistemnya. Agar kelestarian ekosistem
tersebut dapat terjamin, maka manusia harus menjaga keserasian hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungannya. Jika keserasian hubungan manusia
dengan lingkungannya terganggu, maka terganggu pula kesejahteraannya. Jadi
manusia dan lingkungannya merupakan ikatan yang tidak dapat dipisahkan,
Tingkah laku manusia selalu mempengaruhi keharmonisan dan
keseimbangan lingkungannya. Oleh karena itu, manusia akan berusaha untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidupnya untuk mempertahankan
keseimbangan tersebut. Manusia berkeyakinan semakin tinggi kualitas
lingkungan, maka semakin banyak pula manusia dapat mengambil keuntungan
dan semakin besar pula daya dukung hidupnya (Wardana 1999).
2.2 Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan
yang berkelanjutan pada dasarnya ditujukan untuk mencari pemerataan
pembangunan antar generasi pada masa kini maupun mas mendatang. Menurut
Kementerian Lingkungan Hidup (1990), pembangunan (yang pada dasarnya lebih
berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria
yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of
natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3)
Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupu replaceable
resource.
Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan
mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:
a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan
pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali
ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumber daya alam
yang replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber
daya alam yang unreplaceable.
b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem
dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi
10
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk kepentingan
mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan
sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik
masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang
ataupun lestari antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai
dengan habitatnya
Dari sisi ekonomi, Fauzi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga
alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama
menyangkut alasan moral. Generasi kini menikmati barang dan jasa yang
dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu
untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi
mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber
daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan
kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama.
Kedua, menyangkut alasan ekologi, keanekaragaman hayati misalnya,
memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi
semestinya tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor
ketiga, yang menjadi alasan perlunya memperhatiakan aspek keberlanjutan adalah
alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan
karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum
memenuhi kriteria keberlanjutan, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan sendiri
cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya
dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare
2.3 Pengelolaan Sumber daya Berbasis Masyarakat
Dalam perspektif otonomi daerah, prinsip-prinsip pengelolaan sumber
daya alam mencerminkan nuansa otonomi masyarakat lokal untuk menguasai,
mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam lokal. Makna dan hakikat dari
otonomi daerah harus diterjemahkan sebagai pemberian otonomi kepada
masyarakat di daerah, masyarakat adat/lokal, dan bukan semata-mata pemberian
otonomi kepada pemerintah daerah. Ini merupakan manifestasi dari paradigma
pengelolaan sumber daya alam yang berbasis komunitas (community based
resource management), sebagai pengalihan dari pengelolaan sumber daya alam
yang berbasis negara/pemerintah dengan strukturnya di daerah (state-based
resource management) (Nurjaya 2008).
Menurut Budi (2004), pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat
(PSDABM) atau Community Based for Natural Resources Management
(CBNRM) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang
meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai
dasar pengelolaan. Persepsi dari pengelolaan berbasis masyarakat masih
bervariasi, namun ada semacam kesepakatan atau persamaan pandangan bahwa “Peran Masyarakat” menjadi kunci utama. Dalam sistem pengelolaan ini masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung jawab melakukan pengelolaan
terhadap sumber daya yang dimiliki, dimana masyarakat sendiri yang
mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya, serta membuat keputusan demi
kesejahteraan mereka.
Pengelolaan lingkungan merupakan upaya penting dalam menjaga
keseimbangan sumber daya. Hal ini dimaksudkan agar tidak hanya generasi
sekarang yang dapat menikmati kekayaan sumber daya, tetapi juga generasi
mendatang. Dalam community based management (CBM) pengelolaan
sepenuhnya dari tahap perencanaan hingga pengawasan dilakukan oleh anggota
komunitas melalui organisasi yang sifatnya informal. Model ini menunjukkan
partisipasi aktif masyarakat dan mereka memiliki otonomi terhadap pengelolaan
sumber daya yang mereka miliki sendiri (Satria 2002).
Prinsip dasar dalam pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat adalah
12
1. Aktor utama pengelola adalah rakyat (masyarakat lokal, masyarakat adat).
2. Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol langsung oleh
rakyat yang bersangkutan.
3. Batas antar kawasan unit pengelolaan kawasan komunitas setempat
terdelineasi secara jelas dan diperoleh melalui persetujuan antar pihak yang
terkait di dalamnya.
4. Terjaminnya akses dan kontrol penuh oleh masyarakat secara lintas generasi
terhadap kawasan pengelolaan.
5. Terjaminnya akses pemanfaatan hasil SDA sesuai dengan prinsip-prinsip
kelestarian (sustainability) oleh komunitas secara lintas generasi di dalam
kawasan konsesi.
6. Digunakan tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang tepat
terhadap pertentangan klaim atas kawasan yang sama.
7. Adanya pengakuan dan kompensasi formal (legal) terhadap penggunaan
pengetahuan tradisional (indegenous knowledge) masyarakat di dalam sistem
pengelolaan yang diterapkan.
Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan pendekatan dalam
pengelolaan sumber daya, misalnya lingkungan, yang meletakkan pengetahuan
dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Dalam
sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung jawab
dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber daya yang dimilikinya.
Masyarakat mendefinisikan sendiri kebutuhan, keinginan dan aspirasinya serta
masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. Dengan
demikian, pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat adalah pendekatan
pengelolaan yang melibatkan kerjasama antar masyarakat setempat dan
pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama. Masyarakat berpartisipasi
secara aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaanya (Satria 2002).
2.4 Partisipasi Masyarakat
Adjid (1985) dalam Apriyanto (2008) mengemukakan bahwa partisipasi
merupakan kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan
masyarakat tersebut dapat bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung
oleh kondisi lingkungan tersebut. Menurut Cohen dan Uphoff (1977), pengertian
partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengembilan
keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Pengertian partisipasi
lainnya didefinisikan oleh Sajogyo (1998) sebagai peluang untuk ikut menentukan
kebijaksanaan pembangunan serta peluang ikut menilai hasil pembangunan. Dari
berbagai pendapat tersebut, secara umum partisipasi merupakan keterlibatan
seseorang secara aktif dalam suatu kegiatan. Cohen dan Uphoff (1977) membagi
partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan
masyarakat dalam rapat-rapat.
2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,
sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi
pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk
sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan
sebagai anggota proyek.
3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,
maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut
berhasil mengenai sasaran.
4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini
dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan
pelaksanaan proyek selanjutnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut
Pangestu (1995) adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal, yaitu yang mencakup karakteristik individu yang dapat
mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban
keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok.
2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola
14
sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif
dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan
pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka
sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut.
Menurut Silaen (1998), semakin tua umur seseorang maka penerimaannya
terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam
golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga
diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru. Faktor jumlah beban
keluarga menunjukkan bahwa semakin besar jumlah beban keluarga
menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena
sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan keluarga.
Murray dan Lappin (1967) dalam Apriyanto (2008) mengemukakan bahwa
terdapat faktor internal lain yang mempengaruhi partisipasi yaitu lama tinggal.
Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan
dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk
selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal.
2.5 Teori Kelembagaan
Kelembagaan adalah sejumlah peraturan yang berlaku dalam sebuah
masyarakat, kelompok atau komunitas, yang mengatur hak, kewajiban, tanggung
jawab baik secara individu maupun sebagai kelompok (Schmid 1972).
Kelembagaan merupakan suatu sistem aktivitas dari kelakuan berpola dari
manusia dalam kebudayaannya beserta komponen-komponen yang terdiri dari
sistem norma dan tata kelakuan untuk wujud ideal kebudayaan, kelakuan berpola
untuk wujud kelakuan kebudayaan dan peralatan untuk wujud fisik kebudayaan
yang ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan
berpola (Koentjaraningrat 1997). Kelembagaan yang ada di dalam masyarakat
merupakan esensi atau bagian pokok dari masyarakat dan kebudayaannya.
Pejovich (1999) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa kelembagaan
memiliki tiga komponen, yakni:
1. Aturan formal, meliputi konstitusi, statute, hukum dan seluruh regulasi
pemerintahan, hak-hak individu), sistem ekonomi (hak kepemilikan dalam
kondisi kelangkaan sumber daya, kontrak), dan sistem keamanan (peradilan,
polisi)
2. Aturan informasi, meliputi pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama dan
seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tentang
dunia tempat hidup mereka; dan
3. Mekanisme penegakan, semua kelembagaan tersebut tidak akan efektif
apabila tidak diiringi dengan mekanisme penegakan.
Definisi kelembagaan menurut Arifin (2005) mencakup dua demarkasi
penting, yaitu: 1) norma dan konvensi (norms and conventions), serta 2) aturan
main (rules of the game). Kelembagaan terkadang ditulis secara formal dan
ditegakkan oleh aparat Pemerintah, tetapi kelembagaan juga dapat tidak ditulis
secara formal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat.
Menurut Saptana et al. (2006), terdapat dua bentuk kelembagaan dilihat
dari proses terbentuknya yaitu kelembagaan yang tumbuh secara alamiah dan
kelembagaan yang sengaja dibentuk sesuai dengan tujuan pembangunan. Ciri
kelembagaan yang tumbuh secara alamiah dalam masyarakat adalah kelembagaan
tersebut terbentuk karena adanya kebutuhan masyarakat, telah melewati waktu
yang relatif lama, bersifat informal dan tidak mempunyai tradisi tertulis yang
merumuskan tujuannya maupun tata tertib yang berlaku. Pada kelembagaan yang
sengaja dibentuk (organisasi yang dicoba untuk dilembagakan) memiliki ciri, antara lain proses pembentukannya diinisiasi oleh pihak “luar komunitas” dan peran pihak luar komunitas lebih menonjol dibandingkan anggota komunitas,
sifatnya lebih formal (mengintroduksi organisasi seperti kelompok tani, gabungan
kelompok tani, koperasi, asosiasi yang melibatkan organisasi formal baik dari
pemerintah maupun swasta), dan rumusan tujuan, tata tertib yang berlaku dan
rumusan kerja sama antar pelaku umumnya dibuat tertulis.
Soekanto (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya lembaga
kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia
16
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.
2. Menjaga keutuhan masyarakat.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Adapun tujuan sebuah kelembagaan yang berlaku dalam sebuah
masyarakat/komunitas/organisasi antara lain:
1. Unsur pelaksana kegiatan penelitian yang bertugas untuk mengkoordinasikan
kegiatan penelitian, mengusahakan dan mengendalikan sumber daya
penelitian.
2. Unsur pelaksana kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertugas
mengkoordinasi, memantau, dan menilai serta mendokumentasikan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat, dan ikut mengusahakan sumber daya yang
diperlukan.
3. Unsur pelaksana kegiatan kerjasama yang bertugas mengkoordinasikan,
memantau dan menilai serta mendokumentasikan kegiatan kerjasama, serta
ikut mengusahakan sumber daya yang diperlukan.
2.6 Analisis Stakeholder
Kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya
di Kampung Margorukun tidak terlepas dari peran seluruh stakeholder. Grimbel
dan Chan (1995) mendeskripsikan analisis stakeholder sebagai suatu pendekatan
dan prosedur untuk mencapai pemahaman suatu sistem dengan cara
mengidentifikasi aktor-aktor kunci atau stakeholder kunci di dalam sistem serta
menilai kepentingan masing-masing di dalam sistem tersebut. Stakeholder yang
dimaksud adalah semua yang memengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan,
keputusan dan tindakan sistem tersebut. Hal itu dapat bersifat individual,
masyarakat, kelompok sosial atau isntitusi dalam berbagai ukuran. Stakeholder
meliputi pembuat kebijakan, perancang dan administrator dalam pemerintah, serta
Freeman (1984) dalam Suhana (2008) mendefenisikan stakeholder sebagai
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh
suatu pencapaian tujuan tertentu. Stakeholder sering diidentifikasi dengan suatu
dasar tertentu, yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif aktor terhadap issu
atau dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka. Ada tiga tingkat
analisis pemangku kepentingan:
1. Tingkat Rasional
Tingkat rasional sangat membutuhkan pemahaman tentang stakeholder dari
organisasi. Freeman menggunakan peta umum stakeholder, kemudian
mengidentifikasi masing-masing stakeholder berdasarkan peta stakeholder.
Lebih lanjut, masing-masing stakeholder diidentifikasi dan dianalisis.
Freeman juga menggunakan dua dimensi grid sebagai perangkat analisis
organisasi stakeholder. Dimensi pertama merupakan kelompok stakeholder
dilihat dari sisi kepentingannya, dan dimensi kedua merupakan kelompok
stakehoder dilihat dari sisi pengaruh/kekuatannya dalam organisasi.
2. Tingkat Proses
Tingkat proses diperlukan untuk memahami bagaimana organisasi baik
secara implisit ataupun eksplisit mengelola hubungan dengan
masing-masing stakeholder, dan apakah proses ini sesuai dengan peta stakeholder
rasional organisasi.
3. Tingkat Transaksional
Tingkat transaksional membutuhkan pemahaman hubungan transaksi antar
organisasi dan stakeholder serta mampu menyimpulkan apakah
hubungan/kerjasama yang terjadi sesuai dengan peta stakehoder dan proses
organisasi stakeholder. Pemahaman legitimasi masing-masing stakeholder
18
2.7 Penelitian Terdahulu
Berbagai macam penelitian yang dilakukan terkait dengan analisis kelembagaan. Berikut adalah matriks penelitian yang berhubungan
dengan penelitian ini yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Matriks penelitian terdahulu
No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil
1. Fatia Ajeng Lestari: Analisis Sistem Kelembagaan dan
2. Menganalisis pola kerjasama dan strategi pengembangan Bank B/C, IRR), Analisis switching value
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Sistem kelembagaan yang dijalankan oleh Bank Sampah Karya Peduli (BSKP) saat ini dapat terus dilakukan, namun dapat dikatakan belum kuat. Kal tersebut dikarenakan BSKP belum memiliki ADRT dalam menjalankan usaha pengelollan sampah, sehingga belum ada aturan yang jelas dan sanksi yang tegas kepada pengelola.
2. Kerjasama yang dilakukan BSKP terdiri dari kerjasama tetap dan tidak tetap. Kerjasama yang dilakukan masih berdasarkan atas asas kepercayaan sehingga tidak ada perjanjian kerjasama secara tertulis antara BSKP dengan pihak lain.Strategi pengembangan yang dilakukan BSKP telah dibuat secara jelas sehingga BSKP dapat melakukan strategi pengembangan yang dapat mengembangkan BSKP menjadi skala bisnis. 3. Analisis kelayakan ekonomi BKSP dilakukan dengan
mempertimbangkan strategi pengembangan yang dilakukan BKSP saat ini dan yang akan datang. Hasil analisis adalah NPV sebesar Rp 467.647.960,00 ; Net B/C sebesar 2,48; dan IRR sebesar 28,56 persen. Hasil analisis switching value
adalah BKSP tetap layak dijalankan apabila terjadi penurunan harga jual sampah anorganik sampai sebesar 32,68 persen dan kenaikan upah tenaga kerja sampai sebesar 18,32 persen. 2. Erin Roslina : Analisis Manfaat
Ekonomi dan Efektifitas Kelembagaan Kolaboratif Pengelolaan Sumber daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
1. Menganalisis struktur property rights (hak kepemilikan) PHBM di Desa Bunter
2. Mengestimasi manfaat ekonomi PHBM yang diperoleh Pesanggem
Analisis Deskriptif
Analisis Kuantitatif
1. Struktur property rights PHBM di Desa Bunter adalah Perum Perhutani berada pada posisi owner (pemilik), sedangkan pesanggem Desa Bunter berada pada posisi authorized user
(pengguna). Posisi owner lebih tinggi daripada authorized user dimana owner memiliki hak yang lebih banyak daripada
No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil (Kasus Desa Bunter Kabupaten
Ciamis Jawa Barat)
Desa Bunter dan Perum Perhutani selama PHBM
3. Menganalisis efektivitas
kelembagaan PHBM di Desa Bunter Analisis Deskriptif
authorized user. Dengan demikian, manfaat ekonomi yang diperoleh owner akan lebih besar daripada manfaat ekonomi yang diperoleh authorized user.
2. Manfaat ekonomi yang diperoleh pesanggem Desa Bunter selama PHBM berlangsung adalah sebesar Rp 1.414.739.150. Manfaat ekonomi tersebut berasal dari kegiatan-kegiatan PHBM mulai dari kegiatan penanaman sampai dengan penebangan jati yang melibatkan pesanggem, bagi hasil pendapatan dari jumlah tebangan, dan manfaat ekonomi yang berasal dari pemanfaatan lahan dibawah tegakan (tumpangsari). Manfaat ekonomi yang diperoleh Perum Perhutani selama PHBM di Desa Bunter adalah sebesar Rp 2.499.119.308. Efektivitas kelembagaan PHBM di Desa Bunter sudah cukup efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari efisiensi kelembagaan dimana pengambilan keputusan sudah dilakukan secara bersama-sama, kepatuhan pesanggem Desa Bunter untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap larangan sangat tinggi, dan terjadi peningkatan pendapatan untuk pesanggem setelah PHBM sebesar Rp 69.392.
3. Riakanti Siregar: Analisis Kelembagaan Non-Pasar ( Non-2. Menganalisis fungsi dan peran
kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumber daya perikanan di Palabuhanratu 3. Menganalisis peran aktor dalam
kelembagaan non-pasar dalam bakul, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi sedangkan aktor yang paling lemah adalah aparat desa dan perbankan.
20
No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil
prosperity. stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung diantaranya, Perbankan, Aparat Desa, LEPP-M3R, dan industripengolahan sumber daya ikan.Konflik pemanfaatan yang terjadi seringkali muncul akibat rebutan ruang pemanfaatan dan penggunaan alat tangkap. Terdapat banyak peraturan yang mengatur alokasi sumber daya ikan di Pelabuhanratu, namun belum terlaksana dengan baik. 3. Selama ini masing-masing aktor dalam menjalankan perannya
didasarkan pada keputusan masing-masing aktor. Hal ini disebabkan belumadanya suatu lembaga yang khusus untuk mengkoordinasikan masing-masing kepentingan aktor. Hal ini menyebabkan sering terjadinya konflik kepentingan dalammenjalankan aktivitasnya.
4. Menggunakan tiga indikator: 1) Unsustainability: sumber daya ikan tersebut berkelanjutan atau bahkan sudah punah. Hasil tangkapan ikan mereka tidak menentu dari tahun ke tahun dan juga setiap bulannya karena perbedaan musim panen ikan, 2) Inequity: pengelolaan sumber daya ikan di Pelabuhanratu belum terkelola dengan adil dan merata. Sebagian besar pengambil kebijakan memiliki kepentingan pribadi dalam sebuah keputusan dikarenakan rata-rata pemilik kapal yang ada di Perairan Pelabuhanratu adalah pejabat-pejabat daerah yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengambilan suatu keputusan, 3) Prosperity: Tingkat kesejahteraan nelayan di Pelabuhanratu dapat dilihat dengan dibandingkan antara nelayan sebelum menggunakan rumpon dan setelah menggunakan rumpon. Biaya operasional penangkapan ikan akan semakin meningkat sedangkan jumlah produksi tangkapan ikan tidak menentu dan tergantung musim ikannya, yang berarti pendapatan nelayan dan tingkat ekonomi nelayan akan menurun. Kondisi ini diperparah dengan makin banyaknya nelayan yang bersaing ingin menangkap ikan di Perairan Pelabuhanratu. Keadaan ini menunjukkan tingkat prosperity nelayan tidak mengalami peningkatan justru semakin buruk.
III KERANGKA PEMIKIRAN
Permasalahan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini sangat kompleks
khususnya di Kota Surabaya. Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat menyebabkan meningkatnya penggunaan lahan untuk pembangunan di
perkotaan. Penggunaan lahan tersebut semakin banyak digunakan untuk aktivitas
ekonomi dan pemukiman di perkotaan. Hal tersebut mengakibatkan semakin
berkurangnya ruang terbuka hijau yang terdapat di Surabaya. Lahan yang
seharusnya dapat dijadikan ruang terbuka hijau justru digunakan untuk
pembangunan gedung. Semakin berkurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan
penurunan fungsinya sebagai penyerap polusi udara di perkotaan. Peran ruang
terbuka hijau tidak mampu mengimbangi polusi yang diakibatkan oleh
meningkatnya jumlah timbulan sampah akibat peningkatan jumlah serta aktivitas
yang dilakukan penduduk. Hal ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat
sekitar agar lebih memahami pentingnya menjaga lingkungan mereka dengan cara
berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lingkungan.
Salah satu upaya agar kelestarian lingkungan dapat terwujud adalah dengan
membentuk suatu kelembagaan di lingkungan perumahan tepatnya di wilayah
Surabaya, yaitu Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun.
Kampung Margorukun merupakan salah satu kampung yang telah menerapkan
pengelolaan sumber daya dan lingkungan berbasis masyarakat. Keberhasilan
mereka dalam pengelolaan lingkungan yang baik menjadikan kampung ini
sebagai kampung hijau percontohan di Surabaya.
Program Kampung Hijau ini banyak diikuti oleh kampung-kampung lain di
Surabaya. Namun, masih belum optimal dalam pengelolaannya. Padahal apabila
dikaji lebih lanjut, banyak manfaat yang diperoleh dari penerapan program
kampung hijau ini baik masyarakat setempat maupun pemerintah.
Sistem kelembagaan dari Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya kesadaran dari
masyarakat setempat dalam mengelola lingkungannya menjadi lebih baik
misalnya, masyarakat sudah bisa memisahkan sampah organik dan anorganik,
serta mendaur ulang sampah yang masih bermanfaat menjadi barang kerajinan
22
menyuling air limbah menjadi air bersih untuk kegiatan menyiram tanaman dan
mencuci kendaraan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini akan mengidentifikasi sistem
kelembagaan dan menganalisis peran stakeholder, menganalisis manfaat ekonomi
yang diperoleh setelah terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun ini, serta menganalisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan
lingkungan setelah Kampung Margorukun mendapat predikat sebagai Kampung
Hijau.
Identifikasi sistem kelembagaan menggunakan metode analisis deskriptif
untuk menjelaskan struktur kelembagaan dan tata kelolanya. Kemudian untuk
menganalisis peran stakeholder menggunakan analisis stakeholder yang
memetakan aktor-aktor yang berperan dalam sistem kelembagaan Kampung
Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun berdasarkan perannya.
Selanjutnya, untuk menganalisis manfaat ekonomi dilakukan dengan
metode valuasi ekonomi. Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan
lingkungan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini
kemudian diharapkan dapat menjadi rekomendasi Pemerintah untuk dapat
mengembangkan keberadaan kampung wisata lingkungan tengah kota. Untuk
Keterangan:
: Ruang lingkup penelitian
Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran Peningkatan penggunaan lahan
pemukiman di Surabaya
Kurangnya ruang terbuka hijau
Peningkatan jumlah timbulan sampah
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan
Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun
Kampung percontohan berbasis masyarakat
Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan Identifikasi sistem
kelembagaan dan peran stakeholder
Analisis manfaat ekonomi
Analisis Deskriptif
Kualitatif Analisis Deskriptif
kualitatif dan Analisis Stakeholder
Perhitumgan Nilai Manfaat
Ekonomi
24
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih,
Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kampung Margorukun
khususnya Gang VI RT 07 RW 10 merupakan salah satu wilayah percontohan di
Surabaya yang telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan
berbasiskan masyarakat. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan
Maret sampai dengan Juli 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara
mendalam kepada pihak yang terkait yaitu aktor-aktor yang berperan dalam
Kampung Margorukun dan masyarakat setempat. Data ini mencakup peran dan
fungsi stakeholder, manfaat ekonomi dari terbentuknya Kampung Wisata
Lingkungan Tengah Kota Margorukun, dan keberlanjutan secara ekonomi, sosial,
dan lingkungan dengan menggunakan kuesioner. Sementara data sekunder
diperoleh dari berbagai sumber yang terkait, yaitu dari buku, jurnal, internet, dan
instansi yang terkait dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan informan dan responden sebagai sumber data
primer. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi memberikan informasi
mengenai objek penelitian. Teknik pemilihan informan menggunakan snowball sampling sebanyak 8 orang, antara lain Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Kader
Lingkungan, Masyarakat, PT. PJB, DKP Kota Surabaya, dan Pemkot Surabaya.
Sedangkan responden adalah warga Gang VI RT 07 RW 10 Kampung
Margorukun yang merupakan warga setempat. Teknik pemilihan responden
dilakukan secara probability sampling dengan teknik simple random sampling
menjadi responden. Jumlah responden sebanyak 40 kepala keluarga (KK). Jumlah
tersebut sudah dapat memenuhi kaidah pengambilan sampel secara statistik yaitu
minimal sebanyak 30 data/sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal
(Gujarati 2007).
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan
kualitatif. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
program Microsoft Office Excel 2007.Sedangkan,data kualitatif dilakukan secara
deskriptif dari informasi yang didapatkan dari instansi, observasi lapang, dan hasil
wawancara dengan responden. Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, jenis
data dan metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 Matriks keterkaitan tujuan, jenis data, dan analisis data
No. Tujuan Penelitian Jenis Data Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data 1. Mengidentifikasi sistem
kelembagaan dan peran
stakeholder di Kampung
Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun.
2. Menganalisis manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat setempat akibat dari terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun.
Primer Wawancara dengan responden
Perhitungan nilai manfaat ekonomi
3. Menganalisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan
lingkungan dari
terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun setelah mendapat predikat sebagai Kampung Hijau.
4.4.1 Identifikasi Sistem Kelembagaan dan Analisis Stakeholder Kampung
Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10
Mengidentifikasi sistem kelembagaan Kampung Wisata Lingkungan
Tengah Kota Margorukun dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif. Analisis
26
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang (Nazir 2005). Analisis ini bertujuan untuk
membuat suatu deskripsi dan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta antar fenomena yang diteliti.
Sistem kelembagaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun dapat dilihat dari struktur kelembagaan dan aturan-aturan yang
berlaku dalam pengelolaan lingkungan dan hasil wawancara dengan masyarakat
Kampung Margorukun. Dengan adanya sistem kelembagaan yang baik
diharapkan masyarakat dapat memahami cara pengelolaan lingkungan secara
berkelanjutan.
Menganalisis peran stakeholder dengan menggunakan analisis
stakeholder. Analisis stakeholder dilakukan terkait dengan pemanfaatan
pengelolaan sumber daya dan lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan
Tengah Kota Margorukun. Analisis stakeholder memetakan aktor-aktor yang
berperan dalam sistem kelembagaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota
Margorukun berdasarkan peran dan fungsinya. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui siapa saja, apa peran, dan bagaimana pelaksanaan tugas dari setiap
stakeholder yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
lingkungan.
Ramirez (1999) dalam Chevalier (2001) menjelaskan bahwa analisis
stakeholder mengacu pada seperangkat alat untuk mengidentifiikasi dan
mendiskripsikan stakeholder atas dasar atributnya, hubungan timbal baliknya dan
kepentingannya dalam kaitannya dengan isu atau sumber daya yang ada. Tahapan
analisis stakeholder dalam penelitian ini adalah:
1. Membuat tabel stakeholder, yang berisi informasi mengenai:
a. Daftar stakeholder
b. Kepentingan stakeholder, yaitu motif dan perhatiannnya pada kebijakan.
Untuk melihat tingkat kepentingan aktor digunakan skala likert, yaitu antara 1
sampai 5, dimana; 5= sangat tinggi; 4= tinggi; 3= cukup tinggi; 2= kurang
tinggi; 1= rendah. Indikator tinggi dilihat dari seberapa penting pengeloaan