• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi "Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota" dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (Studi kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi "Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota" dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (Studi kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

EKONOMI

“K

AMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH

KOTA”

DALAM UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA

BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih,

Kecamatan Bubutan, Surabaya)

KHOIRUNISSA CAHYAMURTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi “Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota” dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kampung

Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya) adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi

ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

(3)

Ekonomi “Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota” Dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya). Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR

Kampung Margorukun merupakan salah satu kampung wisata lingkungan tengah kota yang berada di Kelurahan Gundih. Kampung Margorukun mempunyai sistem kelembagaan yang sudah terstruktur dengan jelas sehingga menjadi salah satu satu kampung terbaik dalam pengelolaan sumber daya dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem kelembagaan dan peran stakeholder, menganalisis manfaat ekonomi terhadap masyarakat setempat serta mengidentifikasi keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun. Penelitian ini dilakukan di Gang VI RT 07 RW 10 Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kampung Margorukun khususnya Gang VI RT 07 RW 10 merupakan salah satu wilayah percontohan di Surabaya yang telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan berbasis masyarakat. Penelitian ini menggunakan informan dan responden sebagai sumber data primer. Teknik pemilihan informan menggunakan snowball sampling sedangkan responden dilakukan secara probability sampling dengan teknik simple random sampling. Hal tersebut dilihat dari peran masing-masing stakeholder yang dianalisis menggunakan analisis aktor. Manfaat tangible yang dirasakan berupa manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengelolaan sampah, water treatment, dan kegiatan kunjungan wisata. Total manfaat ekonomi yang diperoleh sebesar Rp 20.793.900/tahun dengan perolehan masing-masing sebesar Rp 12.517.200,00/tahun dari water treatment, sebesar Rp 2.058.400,00/tahun dari pengelolaan sampah kering di bank sampah, dan sebesar Rp 6.218.300,00/tahun dari kegiatan kunjungan wisata. Oleh karena itu, keberlanjutan manfaat yang dirasakan warga harus dipertahankan sehingga dapat berdampak positif dalam seluruh aspek.

(4)

ABSTRACT

KHOIRUNISSA CAHYAMURTI, Analysis of The Institutional System and

Economic Benefits “Ecotourism Village Central Town” in an Effort to Community Based Resource Management (case study: Margorukun Village, Gundih Urban Village, Bubutan, Surabaya). Supervised byRIZAL BAHTIAR

Margorukun village is the one of ecotourism village central town which located at Gundih sub district. Margorukun village has an obvious structural management system therefore this village being one of the best village in the resources and environemental management. This village become a representative green village in Surabaya. It is seen from the role of each stakeholder were analyzed using actors analysis. A good structural management and work program which have been implemented in this village can obtain tangible and intangible benefit for the local society at RT 07 RW 10 Margorukun village. This research aims to identify the institutional system and the role of stakeholders, economic benefits to analyze and identify the sustainability of the local community economically, social , and environment in ecotourism village central town Margorukun. This study done in the Gang VI RT 07 RW 10 Margorukun, Gundih sub district, Surabaya. The selection of location is deliberately ( purposive ) by reason of Kampung Margorukun especially Gang VI RT 07 RW 10 is one of the best village in Surabaya who have managed to do with the management of community based environment . This research use of informants and the respondents as the primary data sources . Use sampling techniques informants snowball election while the probability sampling was done in with simple techniques random sampling . The tangible benefit that perceived by the local society were economic benefit which get from waste management, water treatment, and tourists visiting activities. The total economic benefit was Rp 20.793.900/year with the acquisition were Rp 12.517.200/year of water treatment, Rp 2.058.400/year of waste management in the dried waste banks, and Rp 6.218.300,00/year of tourists visiting activities. Therefore, benefit sustainable that perceived by the local society should be maintained so that the environmental aspect should be improved.

(5)

EKONOMI

“KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH

KOTA”

DALAM UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA

BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih,

Kecamatan Bubutan, Surabaya)

KHOIRUNISSA CAHYAMURTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(6)
(7)

rahmat dan hidayah-Nya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Analisis Sistem Kelembagaan dan Manfaat Ekonomi “Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota” dalam Upaya Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya). Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua tercinta Ibunda Yunny Suharwatie, Ayahanda Eko Sumarno (Alm), beserta kakak dan adik tersayang atas segala do’a, semangat, dukungan moril dan materiil, kasih sayang serta yang selalu menguatkan dalam segala hal kepada penulis.

2. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, semangat, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Ujang Sehabudin, M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen perwakilan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Dr.Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan perhatiannya selama penulis menjalani perkuliahan.

5. Bapak M. Fauzan selaku Ketua RT 07 RW 10 dan Ibu Sri Tanjung serta kader lingkungan RT 07 RW 10 atas kerjasamanya dalam penyediaan data yang dibutuhkan oleh penulis.

6. Teman-teman sebimbingan: Putri, Tita, Nce, Kuncoro, Lungit, dan Sarah atas segala semangat dan perhatiannya; serta kepada teman-teman ESL 46 atas kebersamaannya selama ini.

7. Sahabat-sahabat terbaikku: Hesti, Tari, Isti, Septy, Annisia, Febriana, Luthfi, Miya, Charra, Gugat, Lusi, Diena, Sary, Mufqy, Ilham yang telah meluangkan waktunya untuk menemani penulis selama mengumpulkan data, mengolah data, selalu membantu dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ambitie Dolus Cahyana atas segala perhatian, semangat, kasih sayang dan selalu menguatkan sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman BEM FEM IPB 2011 dan 2012 khususnya Departemen Budaya dan Seni: Lutfhan, Wahid, Ajeng, Acy, Ryan, Soni, dan Kak Didon yang selalu memberi semangat, dukungan, serta perhatiannya kepada penulis.

(8)

DAFTAR ISI

2.2 Pembangunan Berkelanjutan ... 9

2.3 Pengelolaan Sumber daya Berbasis Masyarakat ... 11

2.4 Partisipasi Masyarakat ... 12

2.5 Teori Kelembagaan ... 14

2.6 Analisis Stakeholder ... 16

2.7 Penelitian Terdahulu ... 18

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 24

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 24

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25

4.4.1 Identifikasi Sistem Kelembagaan dan Analisis Peran Stakeholder Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota RT07 RW10 ... 25

4.4.2 Analisis Manfaat Ekonomi yang diperoleh Masyarakat Setelah Terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota ... 28

4.4.3 Analisis Keberlanjutan Secara Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Terbentuknya Kampung Margorukun Setelah Mendapat Predikat sebagai Kampung Hijau ... 29

V GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1 Kondisi Umum RW 10 Kelurahan Gundih ... 32

5.2 Karakteristik Responden ... 34

(9)

5.2.2 Tingkat Usia Responden ... 35

5.2.3 Tingkat Pendidikan Responden ... 36

5.2.4 Status Kependudukan Responden ... 36

5.2.5 Lama Tinggal Responden ... 37

5.2.6 Penerimaan Keluarga Responden ... 38

VI IDENTIFIKASI SISTEM KELEMBAGAAN DAN PERAN STAKEHOLDER KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH KOTA MARGORUKUN RT 07 RW 10 ... 39

6.2.1.2 Komposter Aerob dalam Pengelolaan Sampah Basah ... 46

6.2.2 Water Treatment dalam Pengolahan Rumah Tangga ... 48

6.2.3 Pengelolaan Tata Ruang... 48

6.2.4 Pemberdayaan Masyarakat ... 49

6.3 Analisis Peran Stakeholder di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 ... 51

6.3.1 Identifikasi Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder ... 51

6.3.2 Fungsi dan Peran Stakeholder ... 54

6.3.3 Keterkaitan Antar Stakeholder ... 57

VII MANFAAT EKONOMI YANG DIPEROLEH MASYARAKAT SETELAH TERBENTUKNYA KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH KOTA MARGORUKUN RT 07 RW 10 ... 59

7.1 Penilaian Kelayakan Ekonomi Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota RT 07 RW 10 ... 61

VIII KEBERLANJUTAN SECARA EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN SETELAH TERBENTUKNYA KAMPUNG WISATA LINGKUNGAN TENGAH KOTA MARGORUKUN RT07 RW 10 ... 62

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Jumlah Penduduk Pulau Jawa Berdasarkan Provinsi Tahun 1971-2010 .... 1 2 Rencana Penggunaan Lahan Kota surabaya Tahun 2002-2013 ... 2 3 Kondisi Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Tahun 2013 ... 2 4 Persentase Sumber Timbulan Sampah Kota Surabaya Tahun 2012 ... 3 5 Jumlah Pelanggan dan Distribusi Air Minum Menurut Jenis Pelanggan

Tahun 2013 ... 4 6 Matriks Penelitian Terdahulu ... 18 7 Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis Data, dan Analisis Data ... 25 8 Analisis Stakeholder Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan di

Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun ... 27 9 Ukuran Kuantitatif terhadap Identifikasi dan Pemetaan Aktor ... 27 10 Matriks Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan di

Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun ... 30 11 Matriks strata keberlanjutan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun ... 31 12 Data Karakteristik Penduduk RT 07 RW 10 Margorukun Tahun 2012 ... 33 13 Data Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia ... 35 14 Identifikasi Nilai Kepentingan dan Pengaruh masing-masing Stakeholder

dalam Pengelolaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun RT 07 RW 10 ... 51 15 Perhitungan Nilai moneter manfaat ekonomi yang diperoleh setelah

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran ... 23

2 Matriks analisis aktor (aktor grid) ... 28

3 Peta Lokasi Wilayah RT 07 RW 10 ... 32

4 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

5 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 36

6 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Status Kependudukan ... 37

7 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Lama Tinggal ... 37

8 Sebaran Jumlah Responden Berdasarkan Penerimaan Keluarga ... 38

9 Susunan Program Kerja Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 ... 40

10 Struktur Kepengurusan Bank Sampah Rukun Karya di RT 07 RW 10 ... 44

11 Alur Proses Bank Sampah Rukun Karya ... 45

12 Mekanisme Komposter Aerob di RT 07 RW 10 ... 47

13 Bagan Alur Pemberdayaan Masyarakat di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 ... 50

14 Pemetaan Masing-masing Stakeholder Pengelolaan Lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10 52 15 Skema Hubungan Keterkaitan Antar Stakeholder ... 58

16 Grafik Persepsi Responden Mengenai Manfaat Pengelolaan Lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun terhadap tiga pilar pembangunan berkelanjutan ... 63

17 Grafik Skor Persepsi Responden RT 07 RW 10 Mengenai Manfaat yang Menunjang Keberlanjutan dari Aspek Lingkungan ... 64

18 Grafik Skor Persepsi Responden RT 07 RW 10 Mengenai Manfaat yang Menunjang Keberlanjutan dari Aspek Sosial ... 64

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuisioner Responden ... 73

2 Kuesioner Key Person ... 78

3 Panduan Scoring Penilaian Tingkat Pengaruh dan Kepentingan Aktor

Terhadap Pengelolaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun ... 81

4 Perhitungan Manfaat Ekonomi yang diperoleh dari Penggunaan Water

Treatment ... 83

5 Analisis Kelayakan Ekonomi Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun ... 84

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam dan lingkungan adalah dua elemen yang saling terkait

dan tak terpisahkan satu sama lain serta merupakan tempat hidup makhluk hidup

dalam melakukan aktivitas. Lingkungan hidup merupakan bagian dari kehidupan

manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup mendefinisikan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan

ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia

dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan berperan dalam

menjaga keseimbangan dari interaksi antara komponen biotik dan abiotiknya

(Siahaan 2003). Kelestarian lingkungan hidup harus senantiasa dijaga secara

konsisten sepanjang masa karena memberi tempat hidup yang layak dengan daya

dukung yang memadai bagi saat ini dan generasi yang akan datang. Kualitas

lingkungan hidup lebih banyak ditentukan oleh kebudayaan karena erat kaitannya

dengan pengelolaan yang dilakukan oleh manusia.

Permasalahan lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat

pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat

dari tahun ke tahun khususnya di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pulau yang

memiliki jumlah penduduk paling padat di Indonesia. Hal ini ditunjukkan pada

Tabel 1 yang merupakan jumlah penduduk Pulau Jawa berdasarkan provinsi.

Tabel 1 Jumlah penduduk Pulau Jawa berdasarkan provinsi Tahun 1971-2010

No. Provinsi (juta penduduk) Tahun

1971 1980 1990 2000 2010

1. DKI Jakarta 4,58 6,50 8,26 8,39 9,61

2. Jawa Barat 21,62 27,46 35,38 35,73 43,05

3. Jawa Tengah 21,88 25,37 28,52 31,23 32,38

4. Jawa Timur 25,52 29,19 32,50 34,78 37,47

5. DI Yogyakarta 2,49 2,75 2,91 3,12 3,46

6. Banten - - - 8,10 10,63

Sumber: BPS (2011)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan

provinsi yang padat penduduknya setelah Provinsi Jawa Barat. Permintaan atas

lahan permukiman memang akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah

(14)

2

Permintaan lahan permukiman berkaitan dengan dinamika kependudukan

dan rumah tangga yang mencakup pertumbuhan, persebaran, mobilitas penduduk,

dan perkembangan rumah tangga. Rumah pada hakekatnya merupakan kebutuhan

dasar manusia selain sandang, pangan, pendidikan serta kesehatan. Oleh karena

itu, dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana

permukimannya, sebaiknya tidak hanya untuk mencapai target secara kuantitatif,

melainkan harus diiringi pula dengan pencapaian sasaran secara kualitatif. Artinya

bahwa pemenuhan kebutuhan akan permukiman yang layak mutlak disediakan

sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka permintaan atas

lahan permukiman semakin meningkat juga. Berikut data rencana penggunaan

lahan di Kota Surabaya dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2 Rencana penggunaan lahan Kota Surabaya Tahun 2003-2013

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Perumahan 17.573,95 53,85

2. Perniagaan 983,77 3,01

3. Industri dan Gudang 4.067,39 12,46

4. RTH (Sarana Olahraga, Makam, Taman) 860,20 2,64

5. Jalur Hijau (Tambak dan Konservasi) 4.035,46 12,36

6. Fasilitas Umum/ Jasa 5.116,98 15,68

Jumlah 32.637,75 100,00

Sumber: RTRW Kota Surabaya (2003-2013)

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa sektor perumahan mendominasi

penggunaan lahan di Kota Surabaya dengan persentase 53,85 persen. Penggunaan

lahan permukiman memang akan terus meningkat sampai tahun 2013. Namun,

banyaknya pembangunan yang dilakukan mengakibatkan berkurangnya lahan

hijauan di Kota Surabaya. Hal tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kondisi keberadaan ruang terbuka hijau Tahun 2013

No. Jenis Ruang Terbuka Hijau Luas Wilayah yang

Direncanakan (Ha)

1. Taman Kota 103,29

2. Lapangan Olahraga 30,64

3. Makam 37,75

Total 171,68

Sumber: RTRW Kota Surabaya (2014)

Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan permintaan lahan di Kota

Surabaya, kegiatan ekonomi berupa produksi, konsumsi, dan distribusi semakin

meningkat. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya eksternalitas yang

(15)

industri. Salah satu eksternalitas yang terjadi adalah bertambahnya timbulan

sampah akibat dari aktivitas ekonomi. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4 yang

merupakan sumber timbulan sampah di Kota Surabaya.

Tabel 4 Persentase sumber timbulan sampah Kota Surabaya Tahun 2012

Sumber: Dinas Kebersihan Kota Surabaya (2013)

Tabel 4 memperlihatkan bahwa sumber sampah terbesar adalah berasal

dari permukiman sebesar 79,19 persen dari total timbulan sampah. Sebagian besar

sampah yang berasal dari permukiman adalah sampah rumah tangga yang

merupakan sampah organik. Hal ini menunjukkan bahwa sektor permukiman

sangat menentukan jumlah timbulan sampah di Kota Surabaya. Semakin banyak

pemukiman yang dibangun maka jumlah timbulan sampah akan semakin

meningkat.

Selain jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat, pembangunan

pemukiman juga berdampak pada ketersediaan air bersih di Kota Surabaya.

Seiring dengan adanya proses pembangunan pemukiman yang terus meningkat,

ketersediaan air bersih akan berkurang akibat semakin besarnya kebutuhan

terhadap air. Berbagai sektor memerlukan air dalam pelaksanaan kegiatan

sehari-hari, khususnya pada sektor perumahan. Pendistribusian air minum di Kota

Surabaya didominasi oleh sektor rumah tangga. Penggunaan air bersih dalam

rumah tangga sangat penting untuk menunjang kualitas hidup. Berikut adalah data

jumlah pelanggan dan distribusi air minum menurut jenis pelanggan yang tersaji

dalam Tabel 5.

No. Sumber Sampah Persentase (%)

1. Permukiman 79,19

2. Pasar 8,6

3. Pertokoan, Hotel, Rumah Makan 2,64

4. Fasilitas Umum 0,61

5. Sapuan Jalan 0,62

6. Saluran 0,17

7. Perkantoran 1,37

(16)

4

Tabel 5 Jumlah pelanggan dan distribusi air minum menurut jenis pelanggan Tahun 2013

No. Jenis Pelanggan Jumlah Pelanggan Distribusi Air Minum

(m3)

1. Rumah tangga 466.529 153.739

2. Niaga 33.899 27.86

3. Industri 398 1.739

4. Sosial 5.513 13.988

5. Instansi Pemerintah 1.213 5.919

6. Penjualan Umum/Tangki - 15

7. Pelabuhan 5 405

8. Luar Kota - -

9. Hilang - 83.197

Total 507.557 203.665

Sumber: BPS Kota Surabaya (2014)

Berbagai upaya dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk

mengatasi eksternalitas tersebut agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Salah

satu upaya agar kelestarian lingkungan dapat terwujud adalah dengan membentuk

suatu kelembagaan berbasis masyarakat yaitu kampung hijau. Kampung hijau

merupakan suatu predikat bagi daerah pemukiman warga baik di tingkat RT

maupun RW yang menerapkan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat

dalam skala komunitas. Terbatasnya jumlah lahan di kampung hijau mendorong

masyarakat untuk memanfaatkan lahan yang ada dengan membuat lingkungan

sekitar tempat tinggal menjadi lebih hijau. Salah satu daerah yang telah

menerapkan pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat yaitu Kampung

Margorukun Gang VI RT 07 RW 10, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan,

Surabaya, Jawa Timur.

Menurut warga Kampung Margorukun lingkungan sehat adalah gaya

hidup. Meskipun kampung ini berpenduduk padat namun tetap hijau. Seluruh

rumah tangga di gang tersebut menanam berbagai macam tanaman seperti

tanaman hias dan apotek hidup di pekarangan rumah, pagar, dan tepi jalan di

depan rumah. Selain itu para warga juga mengolah sampah rumah tangga untuk

didaur ulang sehingga dapat dimanfaatkan kembali menjadi berbagai keperluan

seperti kompos maupun barang kerajinan.

Sampai saat ini dalam pelaksanaan program pembangunan, keterlibatan

masyarakat hanya dilihat sebagai sebuah objek saja bukan subjek (pelaku).

Kondisi ini menyebabkan peran serta masyarakat menjadi terbatas sehingga

(17)

masyarakat sepenuhnya dilihat dari keterlibatan masyarakat mulai dari tahap

perencanaan hingga tahap evaluasi. Melalui partisipasi tersebut masyarakat mulai

sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berusaha mencari jalan

keluar untuk mengatasi masalah. Hal ini menjadi menarik dan penting untuk

dikaji lebih lanjut mengenai bentuk pengelolaan kelembagaan, peran stakeholder,

manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat, serta keberlanjutan dari aspek

ekonomi, sosial, dan lingkungan dari terbentuknya Kampung Margorukun setelah

mendapat predikat sebagai Kampung Hijau.

1.2 Perumusan Masalah

Kampung hijau merupakan program pembangunan bidang lingkungan

hidup yang dapat menciptakan lingkungan hijau yang sehat dan untuk

mewujudkannya seluruh msyarakat harus sadar dan membiasakan budaya hidup

bersih dan sehat. Terbentuknya kampung hijauini bertujuan agar masyarakat cinta

dan nyaman tinggal di lingkungan sendiri. Pengelolaan lingkungan dengan istilah “Kampung Hijau” merupakan upaya pengelolaan lingkungan yang berawal dari masyarakat sebagai bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan. Keberhasilan

dalam pengelolaan ini tergantung dari kerjasama dan partisipasi aktif seluruh

anggota masyarakat, serta dukungan dari pemerintah setempat.

Kampung Margorukun merupakan salah satu kampung percontohan yang

telah berhasil menerapkan pengelolaan lingkungan di daerah tempat tinggal

menjadi nyaman dan asri untuk ditempati. Berbagai macam penghargaan dalam

bidang lingkungan hidup yang telah diraih karena kemampuannya dalam

mengelola lingkungan sekitar. Hal inilah yang membuat Kampung Margorukun

semakin giat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan menjadi lebih

baik.

Sebelum mendapat predikat sebagai kampung hijau, Kampung

Margorukun merupakan kawasan permukiman kumuh dan penuh sampah.

Kampung ini terletak di pinggiran jalur rel kereta api Stasiun Pasar Turi. Namun,

seiring dengan berjalannya waktu secara perlahan timbul kesadaran dari

masyarakat setempat untuk memperbaiki lingkungannya. Saat ini permukiman

(18)

6

sehat. Sepanjang jalan terlihat berbagai macam tanaman yang berjajar rapi di

depan rumah warga yang menambah suasana sejuk dan hijau di tengah cuaca

panas Kota Surabaya. Sekitar 20-30 tanaman dimiliki oleh masing-masing rumah.

Perubahan perilaku ini telah dilakukan sejak tahun 2007. Masyarakat

setempat mulai melakukan penghijauan dan pemisahan sampah. Pengelolaan

sampah di kampung ini sudah tergolong baik. Hal ini terlihat dari setiap rumah

mempunyai tiga jenis tempat sampah, yaitu sampah basah, sampah kering dan

sampah yang dibuang. Masyarakat mengelola sampah basah agar dapat dijadikan

pupuk kompos yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman. Sedangkan

sampah kering seperti plastik, botol air kemasan, bungkus makanan instan, kertas,

dan lain sebagainya mereka daur ulang untuk menjadi barang kerajinan yang

dapat memiliki nilai tambah secara ekonomi.

Namun, permasalahan yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini

apakah sistem kelembagaan yang telah disusun sudah berjalan dengan baik oleh

masing-masing stakeholder yang terkait. Manfaat yang diperoleh juga harus dikaji

lebih lanjut lagi agar dapat terus menerus membantu masyarakat setempat, serta

bagaimana keberlanjutan dari berbagai aspek sebagai wujud nyata perubahan

kampung. Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana sistem kelembagaan dan peran stakeholder di Kampung

Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun?

2. Bagaimana manfaat ekonomi dari terbentuknya Kampung Wisata

Lingkungan Tengah Kota Margorukun terhadap masyarakat setempat?

3. Bagaimana keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dari

terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota setelah

mendapat predikat kampung hijau?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai

berikut:

1. Mengidentifikasi sistem kelembagaan dan peran stakeholder di Kampung

(19)

2. Menganalisis manfaat ekonomi dari terbentuknya Kampung Wisata

Lingkungan Tengah Kota Margorukun terhadap masyarakat setempat

3. Menganalisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dari

terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota setelah

mendapat predikat kampung hijau

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi lokasi penelitian berada di Gang VI

RT 07 RW 10 Margorukun Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Surabaya,

Jawa Timur. Responden penelitian merupakan masyarakat Gang VI RT 07 RW 10

Margorukun Kelurahan Gundih. Aspek yang dikaji adalah sistem kelembagaan,

fungsi dan peran stakeholder dan manfaat ekonomi, serta aspek keberlanjutan

secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dari terbentuknya Kampung Wisata

Lingkungan Tengah Kota. Penelitian ini tidak membahas faktor-faktor yang

mempengaruhi kesediaan membayar masyarakat dalam bahasan manfaat

ekonomi. Manfaat ekonomi yang dihitung hanya mencakup manfaat tangible

yaitu penghematan biaya air saat menggunakan water treatment, pemasukan dari

(20)

8

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan

berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai

pada tingkat yang minimum sehingga mendapatkan manfaat yang optimum dari

lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan (Marzali et

al. 2002). Menurut UU No. 23 Tahun 1997, pengelolaan lingkungan hidup adalah

upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan,

pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Dalam upaya

meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan upaya untuk mengadakan

koreksi terhadap lingkungan, agar pengaruh merugikan dapat dijauhkan dan

dilaksanakan pencegahan melalui efisiensi dan pengaturan lingkungan sehingga

bahaya lingkungan dapat dihindarkan dan keserasian dapat dipelihara (Matrizal

2005).

Soerjani et al. (1987) menyatakan bahwa ada tiga upaya yang harus

dijalankan secara seimbang, yaitu upaya teknologi, upaya tingkah laku atau sikap

dan upaya untuk memahami dan menerima koreksi alami yang terjadi karena

dampak interaksi manusia dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi

lingkungan hidupnya atau juga mengusahakan sumber daya alam lingkungannya

untuk mempertahankan jenisnya, dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh

lingkungannya (Resosoedarmo et al. 1986).

Manusia bersama lingkungan hidupnya berada dalam suatu ekosistem.

Kedudukan manusia di dalam kesatuan ekosistem adalah sebagai bagian penting

yang tidak mungkin dipisahkan, karena itu kelangsungan hidup manusia

tergantung pula pada kelestarian ekosistemnya. Agar kelestarian ekosistem

tersebut dapat terjamin, maka manusia harus menjaga keserasian hubungan timbal

balik antara manusia dengan lingkungannya. Jika keserasian hubungan manusia

dengan lingkungannya terganggu, maka terganggu pula kesejahteraannya. Jadi

manusia dan lingkungannya merupakan ikatan yang tidak dapat dipisahkan,

(21)

Tingkah laku manusia selalu mempengaruhi keharmonisan dan

keseimbangan lingkungannya. Oleh karena itu, manusia akan berusaha untuk

meningkatkan kualitas lingkungan hidupnya untuk mempertahankan

keseimbangan tersebut. Manusia berkeyakinan semakin tinggi kualitas

lingkungan, maka semakin banyak pula manusia dapat mengambil keuntungan

dan semakin besar pula daya dukung hidupnya (Wardana 1999).

2.2 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan

yang berkelanjutan pada dasarnya ditujukan untuk mencari pemerataan

pembangunan antar generasi pada masa kini maupun mas mendatang. Menurut

Kementerian Lingkungan Hidup (1990), pembangunan (yang pada dasarnya lebih

berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria

yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of

natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3)

Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupu replaceable

resource.

Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan

mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:

a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan

pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali

ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumber daya alam

yang replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber

daya alam yang unreplaceable.

b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan

lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem

dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi

(22)

10

c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk kepentingan

mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan

sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.

d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik

masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).

e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber daya

alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang

ataupun lestari antar generasi.

f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai

dengan habitatnya

Dari sisi ekonomi, Fauzi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga

alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama

menyangkut alasan moral. Generasi kini menikmati barang dan jasa yang

dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu

untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi

mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber

daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan

kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama.

Kedua, menyangkut alasan ekologi, keanekaragaman hayati misalnya,

memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi

semestinya tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan

lingkungan semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor

ketiga, yang menjadi alasan perlunya memperhatiakan aspek keberlanjutan adalah

alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan

karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum

memenuhi kriteria keberlanjutan, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan sendiri

cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya

dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare

(23)

2.3 Pengelolaan Sumber daya Berbasis Masyarakat

Dalam perspektif otonomi daerah, prinsip-prinsip pengelolaan sumber

daya alam mencerminkan nuansa otonomi masyarakat lokal untuk menguasai,

mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam lokal. Makna dan hakikat dari

otonomi daerah harus diterjemahkan sebagai pemberian otonomi kepada

masyarakat di daerah, masyarakat adat/lokal, dan bukan semata-mata pemberian

otonomi kepada pemerintah daerah. Ini merupakan manifestasi dari paradigma

pengelolaan sumber daya alam yang berbasis komunitas (community based

resource management), sebagai pengalihan dari pengelolaan sumber daya alam

yang berbasis negara/pemerintah dengan strukturnya di daerah (state-based

resource management) (Nurjaya 2008).

Menurut Budi (2004), pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat

(PSDABM) atau Community Based for Natural Resources Management

(CBNRM) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang

meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai

dasar pengelolaan. Persepsi dari pengelolaan berbasis masyarakat masih

bervariasi, namun ada semacam kesepakatan atau persamaan pandangan bahwa “Peran Masyarakat” menjadi kunci utama. Dalam sistem pengelolaan ini masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung jawab melakukan pengelolaan

terhadap sumber daya yang dimiliki, dimana masyarakat sendiri yang

mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya, serta membuat keputusan demi

kesejahteraan mereka.

Pengelolaan lingkungan merupakan upaya penting dalam menjaga

keseimbangan sumber daya. Hal ini dimaksudkan agar tidak hanya generasi

sekarang yang dapat menikmati kekayaan sumber daya, tetapi juga generasi

mendatang. Dalam community based management (CBM) pengelolaan

sepenuhnya dari tahap perencanaan hingga pengawasan dilakukan oleh anggota

komunitas melalui organisasi yang sifatnya informal. Model ini menunjukkan

partisipasi aktif masyarakat dan mereka memiliki otonomi terhadap pengelolaan

sumber daya yang mereka miliki sendiri (Satria 2002).

Prinsip dasar dalam pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat adalah

(24)

12

1. Aktor utama pengelola adalah rakyat (masyarakat lokal, masyarakat adat).

2. Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol langsung oleh

rakyat yang bersangkutan.

3. Batas antar kawasan unit pengelolaan kawasan komunitas setempat

terdelineasi secara jelas dan diperoleh melalui persetujuan antar pihak yang

terkait di dalamnya.

4. Terjaminnya akses dan kontrol penuh oleh masyarakat secara lintas generasi

terhadap kawasan pengelolaan.

5. Terjaminnya akses pemanfaatan hasil SDA sesuai dengan prinsip-prinsip

kelestarian (sustainability) oleh komunitas secara lintas generasi di dalam

kawasan konsesi.

6. Digunakan tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang tepat

terhadap pertentangan klaim atas kawasan yang sama.

7. Adanya pengakuan dan kompensasi formal (legal) terhadap penggunaan

pengetahuan tradisional (indegenous knowledge) masyarakat di dalam sistem

pengelolaan yang diterapkan.

Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan pendekatan dalam

pengelolaan sumber daya, misalnya lingkungan, yang meletakkan pengetahuan

dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Dalam

sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan dan tanggung jawab

dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber daya yang dimilikinya.

Masyarakat mendefinisikan sendiri kebutuhan, keinginan dan aspirasinya serta

masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. Dengan

demikian, pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat adalah pendekatan

pengelolaan yang melibatkan kerjasama antar masyarakat setempat dan

pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama. Masyarakat berpartisipasi

secara aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaanya (Satria 2002).

2.4 Partisipasi Masyarakat

Adjid (1985) dalam Apriyanto (2008) mengemukakan bahwa partisipasi

merupakan kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan

(25)

masyarakat tersebut dapat bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung

oleh kondisi lingkungan tersebut. Menurut Cohen dan Uphoff (1977), pengertian

partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengembilan

keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Pengertian partisipasi

lainnya didefinisikan oleh Sajogyo (1998) sebagai peluang untuk ikut menentukan

kebijaksanaan pembangunan serta peluang ikut menilai hasil pembangunan. Dari

berbagai pendapat tersebut, secara umum partisipasi merupakan keterlibatan

seseorang secara aktif dalam suatu kegiatan. Cohen dan Uphoff (1977) membagi

partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan

masyarakat dalam rapat-rapat.

2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,

sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi

pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk

sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan

sebagai anggota proyek.

3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan

partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.

Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,

maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut

berhasil mengenai sasaran.

4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini

dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan

pelaksanaan proyek selanjutnya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut

Pangestu (1995) adalah sebagai berikut:

1. Faktor internal, yaitu yang mencakup karakteristik individu yang dapat

mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban

keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok.

2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola

(26)

14

sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif

dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan

pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka

sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut.

Menurut Silaen (1998), semakin tua umur seseorang maka penerimaannya

terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam

golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga

diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru. Faktor jumlah beban

keluarga menunjukkan bahwa semakin besar jumlah beban keluarga

menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena

sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi

kebutuhan keluarga.

Murray dan Lappin (1967) dalam Apriyanto (2008) mengemukakan bahwa

terdapat faktor internal lain yang mempengaruhi partisipasi yaitu lama tinggal.

Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan

dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk

selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal.

2.5 Teori Kelembagaan

Kelembagaan adalah sejumlah peraturan yang berlaku dalam sebuah

masyarakat, kelompok atau komunitas, yang mengatur hak, kewajiban, tanggung

jawab baik secara individu maupun sebagai kelompok (Schmid 1972).

Kelembagaan merupakan suatu sistem aktivitas dari kelakuan berpola dari

manusia dalam kebudayaannya beserta komponen-komponen yang terdiri dari

sistem norma dan tata kelakuan untuk wujud ideal kebudayaan, kelakuan berpola

untuk wujud kelakuan kebudayaan dan peralatan untuk wujud fisik kebudayaan

yang ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan

berpola (Koentjaraningrat 1997). Kelembagaan yang ada di dalam masyarakat

merupakan esensi atau bagian pokok dari masyarakat dan kebudayaannya.

Pejovich (1999) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa kelembagaan

memiliki tiga komponen, yakni:

1. Aturan formal, meliputi konstitusi, statute, hukum dan seluruh regulasi

(27)

pemerintahan, hak-hak individu), sistem ekonomi (hak kepemilikan dalam

kondisi kelangkaan sumber daya, kontrak), dan sistem keamanan (peradilan,

polisi)

2. Aturan informasi, meliputi pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama dan

seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tentang

dunia tempat hidup mereka; dan

3. Mekanisme penegakan, semua kelembagaan tersebut tidak akan efektif

apabila tidak diiringi dengan mekanisme penegakan.

Definisi kelembagaan menurut Arifin (2005) mencakup dua demarkasi

penting, yaitu: 1) norma dan konvensi (norms and conventions), serta 2) aturan

main (rules of the game). Kelembagaan terkadang ditulis secara formal dan

ditegakkan oleh aparat Pemerintah, tetapi kelembagaan juga dapat tidak ditulis

secara formal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat.

Menurut Saptana et al. (2006), terdapat dua bentuk kelembagaan dilihat

dari proses terbentuknya yaitu kelembagaan yang tumbuh secara alamiah dan

kelembagaan yang sengaja dibentuk sesuai dengan tujuan pembangunan. Ciri

kelembagaan yang tumbuh secara alamiah dalam masyarakat adalah kelembagaan

tersebut terbentuk karena adanya kebutuhan masyarakat, telah melewati waktu

yang relatif lama, bersifat informal dan tidak mempunyai tradisi tertulis yang

merumuskan tujuannya maupun tata tertib yang berlaku. Pada kelembagaan yang

sengaja dibentuk (organisasi yang dicoba untuk dilembagakan) memiliki ciri, antara lain proses pembentukannya diinisiasi oleh pihak “luar komunitas” dan peran pihak luar komunitas lebih menonjol dibandingkan anggota komunitas,

sifatnya lebih formal (mengintroduksi organisasi seperti kelompok tani, gabungan

kelompok tani, koperasi, asosiasi yang melibatkan organisasi formal baik dari

pemerintah maupun swasta), dan rumusan tujuan, tata tertib yang berlaku dan

rumusan kerja sama antar pelaku umumnya dibuat tertulis.

Soekanto (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya lembaga

kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia

(28)

16

1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus

bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam

masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan.

2. Menjaga keutuhan masyarakat.

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem

pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat

terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

Adapun tujuan sebuah kelembagaan yang berlaku dalam sebuah

masyarakat/komunitas/organisasi antara lain:

1. Unsur pelaksana kegiatan penelitian yang bertugas untuk mengkoordinasikan

kegiatan penelitian, mengusahakan dan mengendalikan sumber daya

penelitian.

2. Unsur pelaksana kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertugas

mengkoordinasi, memantau, dan menilai serta mendokumentasikan kegiatan

pengabdian kepada masyarakat, dan ikut mengusahakan sumber daya yang

diperlukan.

3. Unsur pelaksana kegiatan kerjasama yang bertugas mengkoordinasikan,

memantau dan menilai serta mendokumentasikan kegiatan kerjasama, serta

ikut mengusahakan sumber daya yang diperlukan.

2.6 Analisis Stakeholder

Kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya

di Kampung Margorukun tidak terlepas dari peran seluruh stakeholder. Grimbel

dan Chan (1995) mendeskripsikan analisis stakeholder sebagai suatu pendekatan

dan prosedur untuk mencapai pemahaman suatu sistem dengan cara

mengidentifikasi aktor-aktor kunci atau stakeholder kunci di dalam sistem serta

menilai kepentingan masing-masing di dalam sistem tersebut. Stakeholder yang

dimaksud adalah semua yang memengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan,

keputusan dan tindakan sistem tersebut. Hal itu dapat bersifat individual,

masyarakat, kelompok sosial atau isntitusi dalam berbagai ukuran. Stakeholder

meliputi pembuat kebijakan, perancang dan administrator dalam pemerintah, serta

(29)

Freeman (1984) dalam Suhana (2008) mendefenisikan stakeholder sebagai

kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh

suatu pencapaian tujuan tertentu. Stakeholder sering diidentifikasi dengan suatu

dasar tertentu, yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif aktor terhadap issu

atau dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka. Ada tiga tingkat

analisis pemangku kepentingan:

1. Tingkat Rasional

Tingkat rasional sangat membutuhkan pemahaman tentang stakeholder dari

organisasi. Freeman menggunakan peta umum stakeholder, kemudian

mengidentifikasi masing-masing stakeholder berdasarkan peta stakeholder.

Lebih lanjut, masing-masing stakeholder diidentifikasi dan dianalisis.

Freeman juga menggunakan dua dimensi grid sebagai perangkat analisis

organisasi stakeholder. Dimensi pertama merupakan kelompok stakeholder

dilihat dari sisi kepentingannya, dan dimensi kedua merupakan kelompok

stakehoder dilihat dari sisi pengaruh/kekuatannya dalam organisasi.

2. Tingkat Proses

Tingkat proses diperlukan untuk memahami bagaimana organisasi baik

secara implisit ataupun eksplisit mengelola hubungan dengan

masing-masing stakeholder, dan apakah proses ini sesuai dengan peta stakeholder

rasional organisasi.

3. Tingkat Transaksional

Tingkat transaksional membutuhkan pemahaman hubungan transaksi antar

organisasi dan stakeholder serta mampu menyimpulkan apakah

hubungan/kerjasama yang terjadi sesuai dengan peta stakehoder dan proses

organisasi stakeholder. Pemahaman legitimasi masing-masing stakeholder

(30)

18

2.7 Penelitian Terdahulu

Berbagai macam penelitian yang dilakukan terkait dengan analisis kelembagaan. Berikut adalah matriks penelitian yang berhubungan

dengan penelitian ini yang ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Matriks penelitian terdahulu

No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil

1. Fatia Ajeng Lestari: Analisis Sistem Kelembagaan dan

2. Menganalisis pola kerjasama dan strategi pengembangan Bank B/C, IRR), Analisis switching value

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Sistem kelembagaan yang dijalankan oleh Bank Sampah Karya Peduli (BSKP) saat ini dapat terus dilakukan, namun dapat dikatakan belum kuat. Kal tersebut dikarenakan BSKP belum memiliki ADRT dalam menjalankan usaha pengelollan sampah, sehingga belum ada aturan yang jelas dan sanksi yang tegas kepada pengelola.

2. Kerjasama yang dilakukan BSKP terdiri dari kerjasama tetap dan tidak tetap. Kerjasama yang dilakukan masih berdasarkan atas asas kepercayaan sehingga tidak ada perjanjian kerjasama secara tertulis antara BSKP dengan pihak lain.Strategi pengembangan yang dilakukan BSKP telah dibuat secara jelas sehingga BSKP dapat melakukan strategi pengembangan yang dapat mengembangkan BSKP menjadi skala bisnis. 3. Analisis kelayakan ekonomi BKSP dilakukan dengan

mempertimbangkan strategi pengembangan yang dilakukan BKSP saat ini dan yang akan datang. Hasil analisis adalah NPV sebesar Rp 467.647.960,00 ; Net B/C sebesar 2,48; dan IRR sebesar 28,56 persen. Hasil analisis switching value

adalah BKSP tetap layak dijalankan apabila terjadi penurunan harga jual sampah anorganik sampai sebesar 32,68 persen dan kenaikan upah tenaga kerja sampai sebesar 18,32 persen. 2. Erin Roslina : Analisis Manfaat

Ekonomi dan Efektifitas Kelembagaan Kolaboratif Pengelolaan Sumber daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

1. Menganalisis struktur property rights (hak kepemilikan) PHBM di Desa Bunter

2. Mengestimasi manfaat ekonomi PHBM yang diperoleh Pesanggem

Analisis Deskriptif

Analisis Kuantitatif

1. Struktur property rights PHBM di Desa Bunter adalah Perum Perhutani berada pada posisi owner (pemilik), sedangkan pesanggem Desa Bunter berada pada posisi authorized user

(pengguna). Posisi owner lebih tinggi daripada authorized user dimana owner memiliki hak yang lebih banyak daripada

(31)

No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil (Kasus Desa Bunter Kabupaten

Ciamis Jawa Barat)

Desa Bunter dan Perum Perhutani selama PHBM

3. Menganalisis efektivitas

kelembagaan PHBM di Desa Bunter Analisis Deskriptif

authorized user. Dengan demikian, manfaat ekonomi yang diperoleh owner akan lebih besar daripada manfaat ekonomi yang diperoleh authorized user.

2. Manfaat ekonomi yang diperoleh pesanggem Desa Bunter selama PHBM berlangsung adalah sebesar Rp 1.414.739.150. Manfaat ekonomi tersebut berasal dari kegiatan-kegiatan PHBM mulai dari kegiatan penanaman sampai dengan penebangan jati yang melibatkan pesanggem, bagi hasil pendapatan dari jumlah tebangan, dan manfaat ekonomi yang berasal dari pemanfaatan lahan dibawah tegakan (tumpangsari). Manfaat ekonomi yang diperoleh Perum Perhutani selama PHBM di Desa Bunter adalah sebesar Rp 2.499.119.308. Efektivitas kelembagaan PHBM di Desa Bunter sudah cukup efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari efisiensi kelembagaan dimana pengambilan keputusan sudah dilakukan secara bersama-sama, kepatuhan pesanggem Desa Bunter untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap larangan sangat tinggi, dan terjadi peningkatan pendapatan untuk pesanggem setelah PHBM sebesar Rp 69.392.

3. Riakanti Siregar: Analisis Kelembagaan Non-Pasar ( Non-2. Menganalisis fungsi dan peran

kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumber daya perikanan di Palabuhanratu 3. Menganalisis peran aktor dalam

kelembagaan non-pasar dalam bakul, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi sedangkan aktor yang paling lemah adalah aparat desa dan perbankan.

(32)

20

No. Nama Peneliti dan Judul Tujuan Metode Hasil

prosperity. stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung diantaranya, Perbankan, Aparat Desa, LEPP-M3R, dan industripengolahan sumber daya ikan.Konflik pemanfaatan yang terjadi seringkali muncul akibat rebutan ruang pemanfaatan dan penggunaan alat tangkap. Terdapat banyak peraturan yang mengatur alokasi sumber daya ikan di Pelabuhanratu, namun belum terlaksana dengan baik. 3. Selama ini masing-masing aktor dalam menjalankan perannya

didasarkan pada keputusan masing-masing aktor. Hal ini disebabkan belumadanya suatu lembaga yang khusus untuk mengkoordinasikan masing-masing kepentingan aktor. Hal ini menyebabkan sering terjadinya konflik kepentingan dalammenjalankan aktivitasnya.

4. Menggunakan tiga indikator: 1) Unsustainability: sumber daya ikan tersebut berkelanjutan atau bahkan sudah punah. Hasil tangkapan ikan mereka tidak menentu dari tahun ke tahun dan juga setiap bulannya karena perbedaan musim panen ikan, 2) Inequity: pengelolaan sumber daya ikan di Pelabuhanratu belum terkelola dengan adil dan merata. Sebagian besar pengambil kebijakan memiliki kepentingan pribadi dalam sebuah keputusan dikarenakan rata-rata pemilik kapal yang ada di Perairan Pelabuhanratu adalah pejabat-pejabat daerah yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengambilan suatu keputusan, 3) Prosperity: Tingkat kesejahteraan nelayan di Pelabuhanratu dapat dilihat dengan dibandingkan antara nelayan sebelum menggunakan rumpon dan setelah menggunakan rumpon. Biaya operasional penangkapan ikan akan semakin meningkat sedangkan jumlah produksi tangkapan ikan tidak menentu dan tergantung musim ikannya, yang berarti pendapatan nelayan dan tingkat ekonomi nelayan akan menurun. Kondisi ini diperparah dengan makin banyaknya nelayan yang bersaing ingin menangkap ikan di Perairan Pelabuhanratu. Keadaan ini menunjukkan tingkat prosperity nelayan tidak mengalami peningkatan justru semakin buruk.

(33)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Permasalahan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini sangat kompleks

khususnya di Kota Surabaya. Seiring pertumbuhan penduduk yang semakin

meningkat menyebabkan meningkatnya penggunaan lahan untuk pembangunan di

perkotaan. Penggunaan lahan tersebut semakin banyak digunakan untuk aktivitas

ekonomi dan pemukiman di perkotaan. Hal tersebut mengakibatkan semakin

berkurangnya ruang terbuka hijau yang terdapat di Surabaya. Lahan yang

seharusnya dapat dijadikan ruang terbuka hijau justru digunakan untuk

pembangunan gedung. Semakin berkurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan

penurunan fungsinya sebagai penyerap polusi udara di perkotaan. Peran ruang

terbuka hijau tidak mampu mengimbangi polusi yang diakibatkan oleh

meningkatnya jumlah timbulan sampah akibat peningkatan jumlah serta aktivitas

yang dilakukan penduduk. Hal ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat

sekitar agar lebih memahami pentingnya menjaga lingkungan mereka dengan cara

berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lingkungan.

Salah satu upaya agar kelestarian lingkungan dapat terwujud adalah dengan

membentuk suatu kelembagaan di lingkungan perumahan tepatnya di wilayah

Surabaya, yaitu Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun.

Kampung Margorukun merupakan salah satu kampung yang telah menerapkan

pengelolaan sumber daya dan lingkungan berbasis masyarakat. Keberhasilan

mereka dalam pengelolaan lingkungan yang baik menjadikan kampung ini

sebagai kampung hijau percontohan di Surabaya.

Program Kampung Hijau ini banyak diikuti oleh kampung-kampung lain di

Surabaya. Namun, masih belum optimal dalam pengelolaannya. Padahal apabila

dikaji lebih lanjut, banyak manfaat yang diperoleh dari penerapan program

kampung hijau ini baik masyarakat setempat maupun pemerintah.

Sistem kelembagaan dari Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya kesadaran dari

masyarakat setempat dalam mengelola lingkungannya menjadi lebih baik

misalnya, masyarakat sudah bisa memisahkan sampah organik dan anorganik,

serta mendaur ulang sampah yang masih bermanfaat menjadi barang kerajinan

(34)

22

menyuling air limbah menjadi air bersih untuk kegiatan menyiram tanaman dan

mencuci kendaraan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini akan mengidentifikasi sistem

kelembagaan dan menganalisis peran stakeholder, menganalisis manfaat ekonomi

yang diperoleh setelah terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun ini, serta menganalisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan

lingkungan setelah Kampung Margorukun mendapat predikat sebagai Kampung

Hijau.

Identifikasi sistem kelembagaan menggunakan metode analisis deskriptif

untuk menjelaskan struktur kelembagaan dan tata kelolanya. Kemudian untuk

menganalisis peran stakeholder menggunakan analisis stakeholder yang

memetakan aktor-aktor yang berperan dalam sistem kelembagaan Kampung

Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun berdasarkan perannya.

Selanjutnya, untuk menganalisis manfaat ekonomi dilakukan dengan

metode valuasi ekonomi. Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan

lingkungan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini

kemudian diharapkan dapat menjadi rekomendasi Pemerintah untuk dapat

mengembangkan keberadaan kampung wisata lingkungan tengah kota. Untuk

(35)

Keterangan:

: Ruang lingkup penelitian

Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran Peningkatan penggunaan lahan

pemukiman di Surabaya

Kurangnya ruang terbuka hijau

Peningkatan jumlah timbulan sampah

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan

Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun

Kampung percontohan berbasis masyarakat

Analisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan Identifikasi sistem

kelembagaan dan peran stakeholder

Analisis manfaat ekonomi

Analisis Deskriptif

Kualitatif Analisis Deskriptif

kualitatif dan Analisis Stakeholder

Perhitumgan Nilai Manfaat

Ekonomi

(36)

24

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih,

Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi

dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kampung Margorukun

khususnya Gang VI RT 07 RW 10 merupakan salah satu wilayah percontohan di

Surabaya yang telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan

berbasiskan masyarakat. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan

Maret sampai dengan Juli 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara

mendalam kepada pihak yang terkait yaitu aktor-aktor yang berperan dalam

Kampung Margorukun dan masyarakat setempat. Data ini mencakup peran dan

fungsi stakeholder, manfaat ekonomi dari terbentuknya Kampung Wisata

Lingkungan Tengah Kota Margorukun, dan keberlanjutan secara ekonomi, sosial,

dan lingkungan dengan menggunakan kuesioner. Sementara data sekunder

diperoleh dari berbagai sumber yang terkait, yaitu dari buku, jurnal, internet, dan

instansi yang terkait dengan penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan informan dan responden sebagai sumber data

primer. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi memberikan informasi

mengenai objek penelitian. Teknik pemilihan informan menggunakan snowball sampling sebanyak 8 orang, antara lain Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Kader

Lingkungan, Masyarakat, PT. PJB, DKP Kota Surabaya, dan Pemkot Surabaya.

Sedangkan responden adalah warga Gang VI RT 07 RW 10 Kampung

Margorukun yang merupakan warga setempat. Teknik pemilihan responden

dilakukan secara probability sampling dengan teknik simple random sampling

(37)

menjadi responden. Jumlah responden sebanyak 40 kepala keluarga (KK). Jumlah

tersebut sudah dapat memenuhi kaidah pengambilan sampel secara statistik yaitu

minimal sebanyak 30 data/sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal

(Gujarati 2007).

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan

kualitatif. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan

program Microsoft Office Excel 2007.Sedangkan,data kualitatif dilakukan secara

deskriptif dari informasi yang didapatkan dari instansi, observasi lapang, dan hasil

wawancara dengan responden. Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, jenis

data dan metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7 Matriks keterkaitan tujuan, jenis data, dan analisis data

No. Tujuan Penelitian Jenis Data Metode Pengumpulan Data

Metode Analisis Data 1. Mengidentifikasi sistem

kelembagaan dan peran

stakeholder di Kampung

Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun.

2. Menganalisis manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat setempat akibat dari terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun.

Primer Wawancara dengan responden

Perhitungan nilai manfaat ekonomi

3. Menganalisis keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan

lingkungan dari

terbentuknya Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun setelah mendapat predikat sebagai Kampung Hijau.

4.4.1 Identifikasi Sistem Kelembagaan dan Analisis Stakeholder Kampung

Wisata Lingkungan Tengah Kota Margorukun RT 07 RW 10

Mengidentifikasi sistem kelembagaan Kampung Wisata Lingkungan

Tengah Kota Margorukun dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif. Analisis

(38)

26

suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang (Nazir 2005). Analisis ini bertujuan untuk

membuat suatu deskripsi dan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta antar fenomena yang diteliti.

Sistem kelembagaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun dapat dilihat dari struktur kelembagaan dan aturan-aturan yang

berlaku dalam pengelolaan lingkungan dan hasil wawancara dengan masyarakat

Kampung Margorukun. Dengan adanya sistem kelembagaan yang baik

diharapkan masyarakat dapat memahami cara pengelolaan lingkungan secara

berkelanjutan.

Menganalisis peran stakeholder dengan menggunakan analisis

stakeholder. Analisis stakeholder dilakukan terkait dengan pemanfaatan

pengelolaan sumber daya dan lingkungan di Kampung Wisata Lingkungan

Tengah Kota Margorukun. Analisis stakeholder memetakan aktor-aktor yang

berperan dalam sistem kelembagaan Kampung Wisata Lingkungan Tengah Kota

Margorukun berdasarkan peran dan fungsinya. Analisis ini dilakukan untuk

mengetahui siapa saja, apa peran, dan bagaimana pelaksanaan tugas dari setiap

stakeholder yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya

lingkungan.

Ramirez (1999) dalam Chevalier (2001) menjelaskan bahwa analisis

stakeholder mengacu pada seperangkat alat untuk mengidentifiikasi dan

mendiskripsikan stakeholder atas dasar atributnya, hubungan timbal baliknya dan

kepentingannya dalam kaitannya dengan isu atau sumber daya yang ada. Tahapan

analisis stakeholder dalam penelitian ini adalah:

1. Membuat tabel stakeholder, yang berisi informasi mengenai:

a. Daftar stakeholder

b. Kepentingan stakeholder, yaitu motif dan perhatiannnya pada kebijakan.

Untuk melihat tingkat kepentingan aktor digunakan skala likert, yaitu antara 1

sampai 5, dimana; 5= sangat tinggi; 4= tinggi; 3= cukup tinggi; 2= kurang

tinggi; 1= rendah. Indikator tinggi dilihat dari seberapa penting pengeloaan

Gambar

Tabel 6 Matriks penelitian terdahulu
Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran
Tabel 7 Matriks keterkaitan tujuan, jenis data, dan analisis data
Gambar 2 matriks analisis aktor (aktor grid)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena yang dihitung ini merupakan kondisi saat bollard test, maka kecepatan (Vs) adalah 0, hal itu dikarenakan pada bollard test kapal menarik beban sampai kapal tidak

Faktor utama lambatnya perkembangan kemampuan komunikasi terkhusus pada aspek kemampuan bahasa ekspresif anak disebabkan oleh rasa percaya diri yang rendah

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA PERBANKAN SEBELUM DAN SETELAH  PENERAPAN INTERNET BANKING   Reza Kurniawan  Universitas Widyatama  Reza.kurniawan@widyatama.ac.id   Abstrak

Kini, melalui pengadaan sumur dalam yang dibangun masyarakat melalui Program Pamsimas, masyarakat sudah bisa mendapatkan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari yang layak dan aman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan dan aksesibilitas laporan keuangan tidak berpengaruh terhadap penyusunan anggaran dana desa sedangkan

Didasarkan pada kesimpulan yang diperoleh, sehingga penelitian ini berimplikasi bahwa; 1) meskipun penerapan metode penugasan telah mencapai Kriteria Ketuntasan

Pada sampel aging 175ºC dengan waktu tahan 4, 8 dan 24 jam dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya waktu tahan pada proses aging semakin meninggkatnya

“Pengendalian Kualitas Produk Kemasan Botol 600 ml Dengan Metode Six Sigma” sebagai salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan dan memperoleh gelar sarjana