• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prasvita (1994), dalam skripsinya yang berjudul ”Kompleksitas Kebijakan Moneter dalam Perekonomian Terbuka suatu study empiris terhadap Pertumbuhan ’Koefesien Offset’ dari Kebijakan Moneter di Indonesia”. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap kontraksi kebijakan moneter akan tereliminir dengan adanya pemasukan modal asing sebesar 70 persen dari jumlah 63.1. Sisanya sebesar 36.9 persen tidak dapat disterilisasi oleh kebijakan. Dalam perekonomian yang semakin terbuka keindependenan dari kebijakan moneter dalam mengatasi aktivitas domestik telah terkontaminasi oleh adanya arus modal masuk dari luar negeri.

Kurniati (1999), meneliti dampak kebijakan arus modal terhadap stabilitas nilai tukar di Indonesia dengan menggunakan metode Generalized

Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Periode analisisnya diawali pada Tahun 1992:1 sampai 2000:6. Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa secara statistik. Pada kondisi tingkat perkembangan pasar keuangan di Indonesia, kebijakan arus modal yang diperketat dapat digunakan untuk meredam volatilitas nilai tukar rupiah. Kondisi ini dapat dipertimbangkan untuk menerapkan kebijakan-kebijakan arus modal yang dapat meningkatkan

prudensial management dalam sistem keuangan di Indonesia.

Tjahjono dan Susilawati (1998) melakukan penelitian dengan menggunakan metode VAR. Penelitiannya berjudul ”Kebijakan Pengendalian Aliran Modal Masuk di Indonesia”. Pengendalian Mo, M1 dan M2 yang mengacu pada SBI dan SBPU. Periode analisisnya terbagi dua yaitu periode sebelum masuknya aliran modal (1984-1989) dan periode masuknya aliran modal (1990-1996). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kenaikan PDB sebesar 1 persen dengan lag dua triwulan dapat mendorong kenaikan aliran modal sebesar 4.75 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa investor sangat memperhatikan fundamental ekonomi dalam menanamkan modalnya. Penurunan defisit Current Account (CA) dapat mendorong masuknya capital inflow dalam jumlah yang sangat kecil, sedangkan untuk setiap perubahan

uncover interest differensial koefisiennya bernilai positif dan signifikan sebesar 95 persen pada tingkat kepercayaannya. Hal ini berarti setiap kenaikan suku bunga dalam negeri, ceteris paribus akan mendorong peningkatan aliran modal masuk.

17

Adapun yang menbedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari periode pengamatan dan metode penelitian. Periode pengamatan penulis adalah tahun 1992:4 sampai 2005:3. Perbedaan lain yang mendasar adalah metode penelitiannya, di mana penelitian terdahulu menggunakan metode VAR dan OLS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan Two Stage Least Square (2SLS) dengan Software Eviews4.1.

Pada penelitian ini terdapat dua model ekonometrika yang menggunakan variabel-variabel seperti suku bunga dalam negeri, tingkat suku bunga Amerika Serikat, tingkat inflasi, nilai tukar Rupiah per Dollar, upah riil (Wriil), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), defisit Current Account

(CA), Netto Asset Domestic (NDA), dan pengeluaran pemerintah riil sebagai variabel independent. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai variabel

dependent (terikat) dan juga sebagai variabel independent (bebas) dalam persamaan capital inflow di Indonesia. Dalam penelitian ini juga digunakan variabel dummy setelah krisis ekonomi dan dummy setelah kebijakan sterilisasi.

menghasilkan barang dan jasa atau adanya peningkatan Gross Domestic Produk (GDP). Terdapat dua tantangan yang dihadapi suatu negara dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu tingkat tabungan dan investasi. Tingkat investasi dapat didanai dari tingkat tabungan masyarakat melalui instrumen kredit yang ada pada bank maupun non bank (Salim,1993).

PDB riil disebut juga dengan GDP riil tergantung pada dua hal, yaitu jumlah input atau faktor-faktor produksi dan kemampuan untuk mengubah input menjadi output sebagaimana ditunjukkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L). Permasalahan yang muncul adalah ketersedian modal yang dimiliki Indonesia terbatas sehingga harus ada campur tangan dari modal asing berupa pinjaman luar negeri, penanaman modal dan bentuk pemberian cuma-cuma (Hibah).

Tingkat suku bunga domestik berhubungan negatif dengan jumlah investasi di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan jika tingkat suku bunga riil menjadi lebih tinggi, maka rumah tangga akan menabung dalam jumlah yang lebih besar daripada menanamkan modal, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat suku bunga dalam negeri berhubungan negatif denagn jumlah capital inflow di Indonesia.

Peningkatan exchange-rate akan menimbulkan depresiasi, hal ini dapat menyebabkan peningkatan barang ekspor dan mendorong tenaga kerja untuk

19

meminta upah yang lebih tinggi. Peningkatan upah akan mempengaruhi biaya produksi yang tinggi. Dalam keadaan ini perusahaan membutuhkan tambahan modal yang lebih besar atau diharapkan dapat meningkatkan jumlah capital inflow yang lebih tinggi, sehingga peningkatan ekspor yang terjadi dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

GDP dan capital inflow berpengaruh positif pada dua arah. GDP menunjukkan suatu ukuran pasar yang dapat menghasilkan profit dan meningkatkan jumlah capital inflow. GDP berpengaruh positif terhadap jumlah capital inflow. Masuknya capital dari luar meningkatkan jumlah dana yang disalurkan untuk sektor riil dalam melakukan produksi, sehingga dengan peningkatan tersebut perusahaan dapat meningkatkan output yang kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Jumlah Netto Domestic Asset (NDA) berpengaruh negatif terhadap jumlah capital inflow di Indonesia. Adanya jumlah cadangan modal yang dapat mengcover setiap pendanaan dalam negeri, sehingga jumlah aliran modal asing tidak terlalu dibutuhkan yang menyebabklan turunnya capitla inflow.

Defisit Current Account (neraca berjalan) berpengaruh negatif terhadap jumlah modal yang masuk. Kondisi ini menunjukkan tingkat impor lebih besar dari ekspor, adanya defisit tersebut menyebabkan pemerintah lebih banyak membeli barang dari luar dibandingkan dengan menjual barang ke luar. Akibatnya defisit yang terjadi semakin besar dan harus ditutupi dengan cara melakukan pinjaman luar negeri dengan menggunakan kekayaan luar negeri atau mengeluarkan cadangan devisa negara. Semakin besar tingkat defisit CA

maka semakin menurunnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya sehingga jumlah aliran modal yang masuk akan menurun.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan suatu pembanding dari capital inflow, dengan adanya peningkatan PMDN ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan dapat meningkatkan dana yang dibutuhkan perusahaan dalam meningkatkan output, sehingga dapat mengurangi aliran modal dari luar negeri. Sehingga, dapat dikatakan bahwa PMDN berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tingkat suku bunga internasional (T-bill) merupakan pembanding suku bunga domestik, dalam hal ini suku bunga internasional dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah capital inflow. Investor dapat melihat beberapa aspek dalam menentukan penanaman modal, salah satunya dari variabel tingkat suku bunga. Jika di suatu negara tingkat suku bunga dan tingkat pengembaliannya lebih tinggi maka investor akan lebih banyak berinvestasi ke negara tersebut, tetapi jika tingkat suku bunga dan return di negara tersebut lebih rendah dibandingkan negara lainnya maka investor akan mengurangi investasi dan sekaligus menarik dananya yang ada di negara yang bersangkutan.

Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan pendapatan yang diterima oleh masyarakat rendah akibatnya pengeluaran untuk konsumsi meningkat, sehingga jumlah pendapatan yang dianggarkan untuk tabungan menurun. Menurut teori Keynes, jika I > S, maka kemungkinan inflasi akan terulang. Dilihat dari sisi perbankan, pada saat terjadi inflasi yang berulang masyarakat akan melakukan penarikan tabungan untuk membeli barang, sehingga dana

21

investasi yang tersedia diperbankan akan menurun dan dapat menimbulkan rush. Dampak positif dari inflasi dapat dilihat dengan adanya pengambilan keuntungan yang lebih besar oleh para produsen dengan cara mempermainkan harga dipasaran sehingga harga akan terus meningkat dan kesejahteraan produsen dapat meningkat pula. Artinya, tingkat inflasi berpengaruh positif maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (Putong, 1996).

Pengeluaran pemerintah dapat di danai dari dua aspek, yaitu dari dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan dari dalam negeri berupa semua penerimaan dalam bentuk migas dan nonmigas, sedangkan penerimaan dari luar negeri merupakan penerimaan dari mata uang asing yang ditukarkan ke dalam Rupiah atau dalam bentuk pinjaman luar negeri. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pembangunan. Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah menyebabkan pemerintah harus meningkatkan pinjaman ke pihak luar negeri karena adanya keterbatasan dana di dalam negeri. Dengan demikian, pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Tingkat upah tinggi menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi menurun, hal ini disebabkan oleh menurunnya jumlah tenaga kerja dan meningkatnya unemployment dikarenakan pengusaha tidak ingin rugi. Kondisi ini dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi semakin memburuk. Selain itu, peningkatan upah riil dapat menurunkan minat investor untuk menanamkan modalnya, tetapi di sisi lain perusahaan membutuhkan modal yang cukup besar untuk meningkatkan outpunya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk deret waktu (time-series) kuartalan berupa data aliran modal yang masuk di Indonesia, Netto Domestic Asset (NDA), Current Account (neraca berjalan) dan Gross Domestic Produk (GDP) pada tahun 1992:4 sampai dengan 2005:3. Sumber data diperoleh dari laporan bulanan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan

International Financial Statistics (IFS) dari International Monetary Fund

(IMF).

Dokumen terkait