OLEH NANI SAIDAH
H14102025
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
NANI SAIDAH. Capital Inflow : Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia (dibimbing oleh SRI HARTOYO).
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan suatu negara. Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemerintah membutuhkan modal yang cukup. Adanya keterbatasan modal dalam negeri menyebabkan pemerintah harus meningkatkan jumlah modal dari luar negeri. Peningkatan jumlah tersebut dapat dilakukan dengan menarik investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Di sisi lain, pemerintah harus melakukan kebijakan pengawasan terhadap jumlah aliran modal masuk tersebut untuk mempertahankan keseimbangan internal. Adanya kenaikan laju pertumbuhan modal yang cepat dapat mengurangi kebutuhan terhadap modal asing dan meningkatkan pendapatan nasional. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow di Indonesia, (2) untuk mengetahui pengaruh capital inflow terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan model persamaan simultan yang terdiri dari persamaan capital inflow dan persamaan pertumbuhan ekonomi. Pendugaan parameter model digunakan metode regresi berganda Two Stage Least Square (2SLS).
Perekonomian Indonesia sempat mengalami keterpurukan yang cukup besar. Krisis yang melanda pada tahun 1997 telah menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi hingga 13.2 persen. Selama periode 1993-2005 pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 1994 sebesar 8.43 persen. Sementara, pertumbuhan jumlah aliran modal masuk di Indonesia ditunjukkan dengan adanya peningkatan capital account (neraca modal). Pada tahun 1994-1996 terjadi aliran modal masuk yang cukup tinggi sebesar 20.80 dan 23.96 persen, sedangkan pada tahun 1999 terjadi penurunan tingkat kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya sehingga, jumlah aliran modal masuk mencapai tingkat terendah sebesar 12.35 persen. Faktor-faktor yang diduga dapat berpengaruh terhadap capital inflow adalah GDP, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, capital inflow sebelumnya dan dummy kebijakan, serta jumlah capital inflow yang diharapkan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, GDP dan lag variabel dependent berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah capital inflow, sedangkan dummy kebijakan tidak signifikan. Variabel lain seperti suku bunga riil, T-bill, jumlah defisit neraca berjalan (CA), jumlah Netto Asset Domestik (NDA) dan dummy krisis ekonomi berpengaruh negatif. Capital inflow di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
OLEH NANI SAIDAH
H14102025
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Nani Saidah
NRP : H14102025
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul : Capital Inflow: Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP. 131 124 021
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr.Ir.Rina Oktaviani, MS NIP.131 846 872
BENAR HASIL KARYA SAYA YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Nani Saidah H14102025
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nani Saidah, lahir di Garut, Jawa Barat, pada tanggal 1 April 1983, sebagai putri pertama dari pasangan Acep Ipin Saepudin dan Jojoh. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Jayaraga Garut sampai tahun 1996. Penulis kemudian menimba ilmu di SLTP Negeri 2 Tarogong Garut dan lulus pada tahun 1999, pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 2 Tarogong Garut dan lulus pada tahun 2002.
Dalam HIDUP
Harus
DiHadapi, DIHayati dan DINikmati
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Capital Inflow : Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia” tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Dr. Sri Hartoyo, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan secara teoritis maupun teknis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS sebagai penguji utama dan Ibu Tanti Noviyanti, SP selaku Komisi Akademik.
Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua dan suami tercinta saya yang selama ini telah memberikan dukungan luar biasa baik materil maupun spiritual, sehingga proses penulisan ini bisa terselesaikan dengan baik. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
4.3.2. Rank Condition ... 25
4.4. Uji Kesesuaian Model ... 25
V. PERKEMBANGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAPITAL INFLOW DI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 28
5.2. Perkembangan Capital Inflow ... 30
5.3. Perkembangan Nilai Tukar ... 31
5.4. Perkembangan Upah riil ... 32
5.5. Perkembangan Défisit Current Account ... 32
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAPITAL INFLOW 6.1. Hasil Pendugaan Model ... 34
6.2. Hasil Estimasi Persamaan Capital Inflow ... 35
6.3. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan Ekonomi ... 39
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 44
7.2. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
Nomor Halaman 1.Rata-rata Pertumbuhan Capital inflow dan Gross Domestic Product
diIndonesiaperiode 1993-2004 ... 2
2. Pengujian Order Condition ... 25
3. Hasil Estimasi Output Persamaan Capital inflow ... 35
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 28
2. Pertumbuhan Capital Inflow ... 30
3. Pertumbuhan Nilai Tukar ... 31
4. Perkembangan Upah riil ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.Data Nominal ... 48
2. Data Riil Tahun Dasar 1993 ... 51
3. Hasil Pengujian Rank Condition ... 54
4. Hasil Estimasi Persamaan ... 55
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis di Asia ditandai dengan net capital outflow (arus modal keluar bersih) dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat. Krisis tersebut menimbulkan ketidakstabilan arus modal jangka pendek, sehingga mengakibatkan goncangan terhadap perekonomian dunia. Pada tahun 1997 arus modal keluar dari negara-negara kawasan Asia mengalami peningkatan dari US$ 14.5 milyar menjadi US$ 59.6 milyar pada tahun 1998. Sementara, jumlah net capital inflow pada tahun 1996 mengalami penurunan sebesar US$ 80.1 milyar.
Krisis tersebut mendorong beberapa negara untuk meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan aliran modal baik aliran modal masuk maupun keluar serta mengontrol devisa. Usaha mengontrol arus modal masuk bertujuan untuk mengantisipasi dan meminimalisasi risiko yang dihadapi dalam transaksi modal, terutama arus modal jangka pendek yang diduga merupakan pemicu terjadinya kekacauan keuangan secara keseluruhan. Sementara itu, aliran modal jangka panjang (PMA) tidak mudah terpengaruh oleh adanya perubahan sikap investor secara mendadak (BI, 2000).
1999-2000 terjadi peningkatan. Pada periode 2001-2005 jumlah capital inflow mengalami penurunan dan peningkatan yang tidak tentu (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata Pertumbuhan Capital Inflow dan Gross Domestic Product
di Indonesia periode 1993-2005
Tahun Pertumbuhan GDP (persen)
Sumber: Bank Indonesia (1993 s/d 2005)
1.2. Perumusan Masalah
Krisis mata uang yang terjadi di Indonesia sejak bulan Juli 1997, yang dipicu oleh contagion effect dan krisis Thailand, telah menyebabkan terjadinya capital outflow dalam jumlah yang besar. Hal ini menimbulkan dampak besar pada sektor perbankan dan corporate yang diakibatkan oleh adanya ”ketidaktepatan” kebijakan pemerintah dalam mengelola dan mengendalikan aliran modal yang masuk (Tjahjono dan Sulistiowati, 1998 ).
3
di dalam negeri. Disisi lain, pemerintah harus melakukan kebijakan pengawasan jumlah aliran modal yang masuk untuk mempertahankan keseimbangan internal. Kebijakan tersebut dapat menimbulkan dua dampak diantaranya, dampak positif dan negatif. Dampak positif dapat dilihat dari adanya penambahan pembentukan modal, sehingga kemampuan berinvestasi negara meningkat. Dampak negatif terjadi apabila modal tabungan digunakan untuk berinvestasi pada bidang yang kurang produktif, hal ini dapat menyebabkan penambahan pada beban neraca pembayaran. Pengendalian dari dampak negatif yang ditimbulkan tersebut dapat dikendalikan oleh kebijakan sterilisasi.
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi pertanyaan adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi aliran modal masuk? dan sampai sejauh mana jumlah aliran modal masuk tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran modal masuk di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak diantaranya peneliti sendiri, pihak pembaca dan pihak pemerintah dalam hal ini Bank Sentral, dan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penulis, penelitian ini dapat menjadi pengalaman yang berharga selain sebagai sarana pengaplikasian mata kuliah dan juga dapat menambah wawasan tentang aliran modal masuk yang terjadi di Indonesia
2. Pihak pembaca, sebagai bahan informasi dan pembanding dengan penelitian sejenis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan merupakan suatu proses di mana Produk Domestik Bruto
(PDB) riil meningkat secara terus-menerus melalui kenaikan produktivitas per
kapita. Peningkatan ini dilihat dalam bentuk kenaikan produksi riil per kapita
dan taraf hidup yang ditempuh melalui penyediaan dan penyerahan berbagai
sumber produksi (Salvatore dan Dowling, 1997).
Menurut Kuznet pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan
kemampuan jangka panjang dalam menyediakan barang-barang ekonomi yang
semakin banyak jenisnya di suatu negara. Peningkatan kemampuan tersebut
disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan serta
ideologis suatu bangsa (Jhingan, 1992).
Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
pertambahan output (pendapatan nasional) yang berasal dari pertambahan
tingkat penduduk dan tabungan masyarakat, sedangkan menurut Harrod-Domar
berasal dari tingkat tabungan dan modal. Modal merupakan salah satu faktor
produksi yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan dalam negeri.
Terdapat dua sumber modal, diantaranya bersumber dari dalam negeri dan luar
negeri. Salah satu cara untuk menghimpun modal dari dalam negeri adalah
dengan mengurangi tingkat konsumsi atau meningkatkan pendapatan.
Sedangkan modal yang bersumber dari luar negeri berupa hibah, penanaman
cepat dapat mengurangi kebutuhan terhadap modal asing dan meningkatkan
pendapatan nasional (Putong, 1996).
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi berupa sumber daya manusia,
sumber daya alam, akumulasi modal dan teknologi, sedangkan faktor non
ekonomi berupa faktor sosial, politik dan budaya. Adanya goncangan pada salah
satu faktor tersebut dapat mempengaruhi perekonomian di suatu negara.
2.2. Aliran Modal Masuk Asing
Pembangunan ekonomi di suatu negara memerlukan modal yang besar,
tetapi usaha penyediaan modal tersebut dihadapkan pada masalah keterbatasan.
Keterbatasan ini timbul dari pembentukan modal yang bersumber dari dalam
negeri, hal ini dikarenakan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi
dibandingkan tingkat tabungan sehingga salah satu penyelesaiannya adalah
dengan melakukan pengerahan modal asing melalui penanaman modal dan
investasi.
Konsep modal asing adalah modal yang meliputi semua pinjaman dan
bantuan pemerintah dalam bentuk uang dan barang dengan cara mengalihkan
sumber-sumber tersebut ke negara dunia ketiga dengan tujuan untuk
pembangunan dan pemerataan pendapatan (Todaro, 1987). Menurut Arief dan
Adi (1987) arus modal yang masuk terdiri dari investasi asing, investasi
portofolio dan pinjaman luar negeri. Dalam konteks sistem neraca pembayaran,
7
dari peningkatan arus modal masuk tersebut. Besarnya peranan dari modal asing
yang masuk ke Indonesia dapat terlihat dari meningkatnya barang-barang ekspor
yang dihasilkan.
Penanaman modal langsung (FDI) disebut juga penanaman modal
jangka panjang. Artinya penanam modal melakukan pengawasan terhadap
negara pengimpor modal secara langsung. Pengawasan ini dilakukan dengan
cara mendirikan cabang perusahaan, pendirian perusahaan yang mayoritas
sahamnya dimiliki oleh penanam modal atau menyimpan aktiva tetap di negara
pengimpor (Arief dan Adi, 1987). Ketentuan penanaman modal asing di
Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam Undang-Undang No.1
tahun 1967, sedangkan menurut Internasional Monetery Fund (IMF, 2003), FDI merupakan investasi yang dibuat untuk melancarkan target operasi dari suatu
perusahaan di negara lain dengan manajerial serta adanya penentuan hak dan
kewajiban.
Penanaman modal asing tidak langsung atau portofolio invesment
(investasi portofolio) merupakan suatu bentuk penanaman modal yang terdiri
dari penguasaan saham yang dapat dipindahkan ke beberapa negara. Salah satu
motif investor asing menanamkan modal adalah untuk memperoleh keuntungan
yang lebih tinggi, selain itu untuk menghindari pajak yang terlalu tinggi di suatu
negara. Untuk mengetahui keadaan aliran modal di suatu negara dapat dilihat
pada balance of payment (catatan neraca pembayaran) negara yang
menunjukan bahwa secara keseluruhan terjadi penjualan asset financial ke luar negeri yang lebih kecil dari pembelian asset financial dari luar negeri. Keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah cadangan internasional ke luar
negeri yang pada gilirannya akan memperburuk neraca pembayaran yang
disertai terdepresiasinya nilai tukar (Rahmawati, 2004).
Pinjaman luar negeri dapat didefinisikan sebagai pinjaman yang
menimbulkan kewajiban untuk membayar kembali terhadap pihak luar negeri
dalam bentuk valuta asing. Termasuk di dalamnya mengenai pinjaman dalam
negeri (Singgalingging et al, 2001).
2.3. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu pengendali dampak negatif dari
masuknya modal asing di Indonesia melalui kebijakan operasi terbuka (OPT),
giro wajib minimum (GWM) dan konversi deposito pemerintah (Tjahjono dan
Susilawati, 1998). Ketiga sterilisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1. Kebijakan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Arus modal masuk di Indonesia dapat menimbulkan dampak negatif
seiring kurang menguntungkannya pelaksanaan kebijakan moneter, sehingga
dapat memperburuk perekonomian dalam negeri. Operasi Pasar Terbuka
merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut dengan cara
meng-offset setiap perubahan pada Net Foreign Asset (NFA) dan Net Domestic
9
dalam mengendalikan aliran modal yang masuk diukur dengan koefisien offset
(α1).
ΔR = α0 + α1ΔCr di mana 0 ≤α1≤ 1 (2.1)
Dengan ΔR merupakan perubahan dari jumlah reserve (cadangan), sedangkan ΔCr perubahan dari jumlah kredit. Apabila nilai α1=1, maka intervensi yang
dilakukan oleh Bank Indonesia tidak efektif dalam mengendalikan aliran modal.
Sedangkan jika α1< 1 maka intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dapat dikatakan efektif.
Untuk mencegah terjadinya perubahan harga-harga yang terlalu tinggi
kebijakan melalui OPT merupakan intervensi yang sering dilakukan sebagai
respon awal dari pesatnya aliran modal masuk dengan menggunakan Domestic Bond Securities atau SBI. Upaya ini dilakukan dengan menyeimbangkan penawaran dan permintaan dengan cara menambah pasokan domestik interest-bearingasset. Kebijakn OPT dapat dijelaskan dengan melihat perubahan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
H = NFA + NDA = CUR + R (2.2)
H = NFA + NDA = CUR + RR + ER (2.3)
∂H = ∂NFA + ∂NDA = ∂CUR + ∂R (2.4)
bahwa current account berada pada kondisi yang seimbang maka perubahan dari komposisi monetary base diperoleh oleh aliran modal.
Kebijakan sterilisasi melalui operasi pasar terbuka akan menyebabkan
perubahan currency (∂CUR) dan reserve (∂R) dari neraca moneter. Ini berarti jika otoritas moneter menghendaki ekspansi jumlah uang beredar maka
dilakukan pembelian SBI, sehingga jumlah currency yang beredar di
masyarakat meningkat dengan demikian jumlah uang yang beredar bertambah,
begitu pula sebaliknya jika kontraksi dilakukan dengan cara menjual SBI.
2.3.2. Kebijakan melalui Giro Wajib Minimum (GWM)
Penggunaan sterilisasi melalui GWM dianggap menimbulkan beban
pembayaran bunga yang cukup besar dari Bank Sentral, sehingga kebijakan
tersebut harus diikuti dengan adanya kebijakan di dalam meningkatkan GWM
dan kebijakan lainnya. Hal ini ditujukan untuk mengurangi tekanan terhadap
permintaan domestik dengan cara mengurangi kemampuan perbankan dalam
menciptakan jumlah uang yang beredar melalui ekspansi kredit. Dengan melihat
neraca perbankan, maka jumlah credit (Cr) yang disalurkan adalah total
tabungan masyarakat (DD) dikurangi reserve (R) yaitu: reserve requirement
(RR) dan exces reserve (ER). Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : DD = R + Cr = RR + ER + Cr (2.5)
Kebijakan melalui peningkatan GWM perbankan bertujuan untuk
mengurangi NDC, sehingga meningkatnya GWM dapat menambah kewajiban
domestik pada neraca moneter. Tetapi hal ini jarang sekali dilakukan karena
11
adanya pengurangan pendapatan bank sehingga mengurangi fungsi intermediasi
perbankan, (2) karena adanya lembaga non-bank yang mampu menggantikan
fungsi dari perbankan dalam melakukan intermediasi, (3) berdampak pada
likuiditas itu sendiri, karena tingginya GWM sebelum adanya kebijakan
menunjukkan reserve yang tersedia cukup besar (Hermanto, 2005).
2.3.3. Kebijakan melalui Konversi Deposito Pemerintah
Kebijakan sterilisasi lainnya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara
mewajibkan bank-bank komersial untuk memindahkan seluruh deposito
pemerintahnya ke Bank Sentral. Kelebihan dari kebijakan ini adalah dapat
mengurangi biaya sterilisasi dan tidak akan mempengaruhi jangka pendek
seperti halnya pada OPT, sehingga dapat mengurangi jumlah kelebihan
likuiditas dari meningkatnya jumlah aliran modal masuk.
2.4. Model Analisis
2.4.1. Model Harrod – Domar
Model Harrod-Domar menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi
didasarkan pada pengalaman ekonomi negara maju. Model ini dikemukakan
oleh kaum kapitalis dan aliran teori Harrod-Domar yang menganalisis tentang
syarat-syarat dan keadaan yang harus diciptakan dalam perekonomian suatu
negara sehingga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang mantap atau
Steady Growth. Hal ini diformulasikan sebagai berikut : 1. Tabungan adalah suatu proporsi dari pendapatan nasional
2. Investasi adalah perubahan dari stok kapital dengan perubahan kapital
I = Δ K (2.7)
Teori Capital Output Rasio (COR), merupakan suatu perbandingan antara kapital dan pendapatan. Incremental Capital Output Rasio (ICOR) adalah perbandingan pertumbuhan modal dengan pertumbuhan pendapatan dalam suatu
periode tertentu. Konsep COR bersifat statis karena merupakan refleksi stok
kapital pada keadaan tahun tertentu, sedangkan konsep ICOR lebih bersifat
dinamis. Hal ini disebabkan ICOR dapat memperlihatkan investasi sebagian
suatu aliran dari pertumbuhan kapital. Stok kapital memiliki hubungan langsung
dengan pendapatan nasional menurut konsep COR, dapat dirumuskan dengan:
K/Y = k atau Δ K/ Δ Y= k, atau
Δ K = k. Δ Y, atau I = k. Δ Y (2.8)
Jadi tabungan harus sama dengan investasi di dalam suatu keseimbangan
S = δ Y = k. Δ Y, Δ K = I
δY = K. Δ Y (2.9)
2.4.2. Model Zegeye
Model ini merupakan suatu model yang menggunakan persamaan
beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Negara yang pertama kali diteliti mencapai 47 negara dan Zegeye membagi
negara tersebut ke dalam tiga kelompok menurut pendapatan per kapita. Ketiga
kelompok tersebut diantaranya, kelompok yang berpendapatan rendah (12
13
pendapatannya tinggi (14 negara). Periode analisisnya dari tahun 1966 sampai
1986 dengan menggunakan persamaan:
GDP = β0 + β1S/Y + β2R + β3CIF/Y + β4Ie + β5W + β6Cr + β7Po (3.0)
Dengan :
S/Y = Proporsi tabungan domestik bruto terhadap PDB
R = Rasio ketergantungan
CIF/Y = Proporsi arus modal masuk terhadap PDB
Ie = Ekspektasi inflasi
W = Pertumbuhan tingkat upah
Cr = Pertumbuhan kredit domestik
Po = Pertumbuhan penduduk
Zegeye menggunakan tes spesifikasi Hausman untuk melihat kebenaran
dari spesifikasi dan konsistensi internal dari semua sistem yang ada. Seluruh
negara lulus dari tes Hausman tersebut dengan tingkat kepercayaan marginal 10
persen. Persamaan (3.0) diestimasi dengan menggunakan OLS dan hasilnya
menunjukkan bahwa kelompok negara yang tingkat pertumbuhannya rendah
dipengaruhi oleh tingkat populasi, tingkat inflasi, rasio ketergantungan tingkat
arus masuk modal asing dan tingkat pertumbuhan kredit domestik yang berbeda.
Pendekatan simultan digunakan Zegeye untuk meneliti hubungan antara tingkat
tabungan dan pertumbuhan ekonomi.
2.4.3. Model Keseimbangan Portofolio
Model ini merupakan model yang menghubungkan pendekatan moneter
pada tahun 1974, model keseimbangan ini digunakan oleh Tjahjono dan
Susilawati (1998) untuk mengkaji lebih lanjut mengenai efektifitas OPT dengan
menggunakan dua pendekatan diantaranya model Vektor Auto Regresi (VAR) dan pendekatan model struktur. Data yang dipakai adalah data kuartalan dari
tahun 1984:1 sampai 1996:4. Pendekatan model VAR digunakan untuk melihat
pengaruh OPT terhadap perkembangan besaran M0, M1, M2, sedangkan
pendekatan model struktural digunakan untuk menghitung besarnya koefisien
offset. Keseimbangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada kondisi keseimbangan
Md = Ms (3.1)
Ms merupakan penjumlahan Net Foreign Asset (NFA) dan Net Domestic Asset
(NDA)
Ms= NFA + NDA. (3.2)
d(NFA)=CF + CAB (3.3)
Persamaan (3.3) merupakan perubahan NFA yang dapat diakibatkan oleh
Current Account Balance (CAB) dan Capital Flow (CF), sedangkan Md
merupakan merupakan fungsi dari income domestic dan suku bunga.
Md = F (Y,r) (3.4)
Dari persamaan (3.2), (3.3) dan (3.4) diperoleh :
CF = F (Y,r) – CAB – NDA (3.5)
Atau dalam persamaan ekonometrikanya :
15
Dengan :
α1, α3, α4 > 0 dan α2 < 0 sedangkan α5 tergantung pada dummynya
PDB = Pertumbuhan ekonomi
NDA = Aset domestik bersih
CAB = Transaksi berjalan
R = Suku bunga
Berdasarkan hasil uji regresi dengan menggunakan Ordinary Least
Square (OLS) dihasilkan koefisien offset sebesar 0.63. Hasil koefisien offset
tersebut menyimpulkan bahwa keefektifitasan sterilisasi melalui OPT menjadi
berkurang.
2.5. Penelitian Terdahulu
Prasvita (1994), dalam skripsinya yang berjudul ”Kompleksitas
Kebijakan Moneter dalam Perekonomian Terbuka suatu study empiris terhadap
Pertumbuhan ’Koefesien Offset’ dari Kebijakan Moneter di Indonesia”. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap kontraksi kebijakan moneter akan
tereliminir dengan adanya pemasukan modal asing sebesar 70 persen dari
jumlah 63.1. Sisanya sebesar 36.9 persen tidak dapat disterilisasi oleh kebijakan.
Dalam perekonomian yang semakin terbuka keindependenan dari kebijakan
moneter dalam mengatasi aktivitas domestik telah terkontaminasi oleh adanya
arus modal masuk dari luar negeri.
Kurniati (1999), meneliti dampak kebijakan arus modal terhadap
Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Periode analisisnya diawali pada Tahun 1992:1 sampai 2000:6. Hasil yang diperoleh menjelaskan
bahwa secara statistik. Pada kondisi tingkat perkembangan pasar keuangan di
Indonesia, kebijakan arus modal yang diperketat dapat digunakan untuk
meredam volatilitas nilai tukar rupiah. Kondisi ini dapat dipertimbangkan untuk
menerapkan kebijakan-kebijakan arus modal yang dapat meningkatkan
prudensial management dalam sistem keuangan di Indonesia.
Tjahjono dan Susilawati (1998) melakukan penelitian dengan
menggunakan metode VAR. Penelitiannya berjudul ”Kebijakan Pengendalian
Aliran Modal Masuk di Indonesia”. Pengendalian Mo, M1 dan M2 yang
mengacu pada SBI dan SBPU. Periode analisisnya terbagi dua yaitu periode
sebelum masuknya aliran modal (1984-1989) dan periode masuknya aliran
modal (1990-1996). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kenaikan PDB
sebesar 1 persen dengan lag dua triwulan dapat mendorong kenaikan aliran
modal sebesar 4.75 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa investor sangat
memperhatikan fundamental ekonomi dalam menanamkan modalnya.
Penurunan defisit Current Account (CA) dapat mendorong masuknya capital inflow dalam jumlah yang sangat kecil, sedangkan untuk setiap perubahan
uncover interest differensial koefisiennya bernilai positif dan signifikan sebesar 95 persen pada tingkat kepercayaannya. Hal ini berarti setiap kenaikan suku
17
Adapun yang menbedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
dapat dilihat dari periode pengamatan dan metode penelitian. Periode
pengamatan penulis adalah tahun 1992:4 sampai 2005:3. Perbedaan lain yang
mendasar adalah metode penelitiannya, di mana penelitian terdahulu
menggunakan metode VAR dan OLS, sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan Two Stage Least Square (2SLS) dengan Software Eviews4.1. Pada penelitian ini terdapat dua model ekonometrika yang
menggunakan variabel-variabel seperti suku bunga dalam negeri, tingkat suku
bunga Amerika Serikat, tingkat inflasi, nilai tukar Rupiah per Dollar, upah riil
(Wriil), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), defisit Current Account
(CA), Netto Asset Domestic (NDA), dan pengeluaran pemerintah riil sebagai variabel independent. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai variabel
menghasilkan barang dan jasa atau adanya peningkatan Gross Domestic Produk (GDP). Terdapat dua tantangan yang dihadapi suatu negara dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu tingkat tabungan dan investasi. Tingkat investasi dapat didanai dari tingkat tabungan masyarakat melalui instrumen kredit yang ada pada bank maupun non bank (Salim,1993).
PDB riil disebut juga dengan GDP riil tergantung pada dua hal, yaitu jumlah input atau faktor-faktor produksi dan kemampuan untuk mengubah input menjadi output sebagaimana ditunjukkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L). Permasalahan yang muncul adalah ketersedian modal yang dimiliki Indonesia terbatas sehingga harus ada campur tangan dari modal asing berupa pinjaman luar negeri, penanaman modal dan bentuk pemberian cuma-cuma (Hibah).
Tingkat suku bunga domestik berhubungan negatif dengan jumlah investasi di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan jika tingkat suku bunga riil menjadi lebih tinggi, maka rumah tangga akan menabung dalam jumlah yang lebih besar daripada menanamkan modal, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat suku bunga dalam negeri berhubungan negatif denagn jumlah capital inflow di Indonesia.
19
meminta upah yang lebih tinggi. Peningkatan upah akan mempengaruhi biaya produksi yang tinggi. Dalam keadaan ini perusahaan membutuhkan tambahan modal yang lebih besar atau diharapkan dapat meningkatkan jumlah capital inflow yang lebih tinggi, sehingga peningkatan ekspor yang terjadi dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
GDP dan capital inflow berpengaruh positif pada dua arah. GDP menunjukkan suatu ukuran pasar yang dapat menghasilkan profit dan meningkatkan jumlah capital inflow. GDP berpengaruh positif terhadap jumlah capital inflow. Masuknya capital dari luar meningkatkan jumlah dana yang disalurkan untuk sektor riil dalam melakukan produksi, sehingga dengan peningkatan tersebut perusahaan dapat meningkatkan output yang kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Jumlah Netto Domestic Asset (NDA) berpengaruh negatif terhadap jumlah capital inflow di Indonesia. Adanya jumlah cadangan modal yang dapat mengcover setiap pendanaan dalam negeri, sehingga jumlah aliran modal asing tidak terlalu dibutuhkan yang menyebabklan turunnya capitla inflow.
maka semakin menurunnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya sehingga jumlah aliran modal yang masuk akan menurun.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan suatu pembanding dari capital inflow, dengan adanya peningkatan PMDN ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan dapat meningkatkan dana yang dibutuhkan perusahaan dalam meningkatkan output, sehingga dapat mengurangi aliran modal dari luar negeri. Sehingga, dapat dikatakan bahwa PMDN berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tingkat suku bunga internasional (T-bill) merupakan pembanding suku bunga domestik, dalam hal ini suku bunga internasional dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah capital inflow. Investor dapat melihat beberapa aspek dalam menentukan penanaman modal, salah satunya dari variabel tingkat suku bunga. Jika di suatu negara tingkat suku bunga dan tingkat pengembaliannya lebih tinggi maka investor akan lebih banyak berinvestasi ke negara tersebut, tetapi jika tingkat suku bunga dan return di negara tersebut lebih rendah dibandingkan negara lainnya maka investor akan mengurangi investasi dan sekaligus menarik dananya yang ada di negara yang bersangkutan.
21
investasi yang tersedia diperbankan akan menurun dan dapat menimbulkan rush. Dampak positif dari inflasi dapat dilihat dengan adanya pengambilan keuntungan yang lebih besar oleh para produsen dengan cara mempermainkan harga dipasaran sehingga harga akan terus meningkat dan kesejahteraan produsen dapat meningkat pula. Artinya, tingkat inflasi berpengaruh positif maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (Putong, 1996).
Pengeluaran pemerintah dapat di danai dari dua aspek, yaitu dari dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan dari dalam negeri berupa semua penerimaan dalam bentuk migas dan nonmigas, sedangkan penerimaan dari luar negeri merupakan penerimaan dari mata uang asing yang ditukarkan ke dalam Rupiah atau dalam bentuk pinjaman luar negeri. Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pembangunan. Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah menyebabkan pemerintah harus meningkatkan pinjaman ke pihak luar negeri karena adanya keterbatasan dana di dalam negeri. Dengan demikian, pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam
bentuk deret waktu (time-series) kuartalan berupa data aliran modal yang masuk
di Indonesia, Netto Domestic Asset (NDA), Current Account (neraca berjalan) dan Gross Domestic Produk (GDP) pada tahun 1992:4 sampai dengan 2005:3. Sumber data diperoleh dari laporan bulanan Statistik Ekonomi Keuangan
Indonesia Bank Indonesia (SEKI BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan
International Financial Statistics (IFS) dari International Monetary Fund
(IMF).
4.2. Model Ekonometrika
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan simultan
yang terdiri dari persamaan capital inflow dan persamaan pertumbuhan ekonomi Pengestimasian ini dilakukan karena adanya keterkaitan antara berbagai variabel
dalam persamaan, masing-masing persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
4.2.1. Persamaan Capital inflow
Persamaan dalam model ini didasarkan pada beberapa jurnal dan
literatur tetapi terdapat modifikasi penyesuaian penggunaan GDP dan variabel
dummy yaitu dummy setelah krisis moneter dan kebijakan masuk modal asing.
Pemilihan dummy krisis ini disebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan
23
untuk menanamkan modalnya, sehingga modal yang masuk di Indonesia
menurun secara drastis. Bentuk Persamaan capital inflow dapat ditulis sebagai berikut:
LCIFt = α0 + α1LCIFt-1 + α2LGDPt + α3LNDAt+ α4LXRt + α5LDCAt-1 + α6TBILLt
+α7RRIILt + α8D1 + α9D2 +e (4.1) Dengan : α1, α2, α4 , α8 > 0 dan α3, α5,α6, α7,α9 < 0
Di mana :
LCIFt = jumlah capital inflow pada tahun ke-t dalam logaritma (Milyar Rp)
LCIFt-1 = jumlah capital inflow pada tahun t-1 dalam logaritma (Milyar Rp)
LGDPt = gross domestic product pada tahun ke-t dalam logaritma (Milyar Rp)
LXRt = nilai tukar Rupiah terhadap Dollar pada tahun ke-t dalam logaritma (Rp/$)
LNDAt = netto domestic asset pada tahun ke-t dalam logaritma (Milyar Rp)
LDCAt-1 = defisit current account pada tahun t-1 dalam logaritma (Juta Rupiah)
TBILLt = tingkat suku bunga Amerika pada tahun ke-t (persen)
RRIILt = tingkat suku bunga domestik pada tahun ke-t (persen)
D1 = dummy kebijakan D2 = dummy krisis
α0 = intersep
e = variabel pengganggu
4.2.2. Persamaan Pertumbuhan Ekonomi
Jumlah capital inflow yang diberikan tidak menutup kemungkinan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain capital inflow, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi tahun
LGDPt = β0 + β1LGDPt-1+ β2LCIFt-2 + β3LWRIILt + β4LGovt + β5LPMDNt-1
+ β6INFt + β7D2 + e (4.2)
Nilai dugaan yang diharapkan β1, β2, β4,β5, β6,> 0 dan β3, β7 < 0
Di mana :
LGDPt = gross domestic product pada tahun ke-t dalam logaritma (M Rp)
LGDPt-1 = gross domestic product pada tahun t-1 dalam logaritma (M Rp)
LCIFt-2 = jumlah capital inflow pada tahun t-2 dalam logaritma (M Rp)
LWRIILt = upah riil pada tahun ke-t dalam logaritma (M Rp)
LGovt = pengeluaran pemerintah pada tahun ke-t dalam logaritma (M Rp)
LPMDNt-1= penanaman modal dalam negeri pada tahun t-1dalam logaritma (M Rp)
INF t = tingkat inflasi pada tahun t (persen)
4.3. Identifikasi Model
Masalah identifikasi muncul hanya untuk persamaan-persamaan yang
di dalamnya terdapat koefesien-koefesien yang harus diestimasi secara statistik.
Dalam teori ekonometrika terdapat dua kemungkinan atau dua situasi dalam
suatu identifikasi (Koutsoyannis, 1977). Terdapat dua cara untuk melihat apakah
persamaan itu exactly atau over yaitu dengan menggunakan order conditions
dan rank condition.
4.3.1. Order Condition
Kondisi order merupakan syarat perlu. Jika suatu persamaan memiliki
variabel eksogen dan endogennya lebih besar dari jumlah persamaan dikurangi 1
25
(K-M) ≥ (G-1) (4.3)
K = Jumlah total variabel dalam model
M = Total variabel eksogen dan endogen dalam persamaan yang akan diidentifikasi G = Total persamaan dalam model.
Jadi, dalam model ekonometrika terdapat dua persamaan yaitu
persamaan capital inflow dan persamaan pertumbuhan ekonomi yang mana pada masing-masing persamaan terdapat ketergantungan variabel. Hasil dari order condition dapat terlihat pada Lampiran 1.
Tabel 2. Pengujian Order Condition
Persamaan K-M G-1 Order Condition
Persamaan CIF (1) 14-8=6 1 Over Identified
Persamaan GDP(2) 14-7=7 1 Over Identified
Sumber : Hasil olahan
Hasil order condition menunjukan bahwa uji identifikasi pada model dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori over identified, sehingga dapat dilakukan dengan menggunakan pendugaan Two Stages Least Quare (2SLS).
4.3.2. Rank Condition
Kondisi ini adalah kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk
identifikasi. Rank condition tersebut digunakan untuk mendidentifikasikan persamaan simultan. Hasil rank condition dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.4. Uji Kesesuaian Model
Uji Multikolinearitas
Uji ini merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah
Jika dari hasil pengujian diperoleh nilai-nilai yang lebih kecil dari 0.8 atau lebih
besar dari taraf nyata yang digunakan, maka dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinearitas atau sebaliknya.
UjiAutokorelasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan berdasarkan deret waktu (time-series).
Adanya gejala ini pada semua persamaan akan menyebabkan suatu persamaan
yang memiliki selang kepercayaan semakin melebar dan pengujiannya menjadi
kurang akurat. Akibatnya, hasil uji-t dan uji-F menjadi tidak syah dan
penapsirannya menjadi sensitif terhadap fluktuasi penyampelan (Gujarati,1995).
Cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi yaitu dengan uji d (Durbin Watson Statistic). Namun dikarenakan di dalam persamaan yang
dianalisis terdapat lagged endogenous variabel maka uji d menjadi tidak valid, sehingga digunakan uji Durbin h Statistik (Pindyck an Rubinfield, 1979);
Uji h = [ 1-0.5 DW ][ T / { 1- T. Var. (b hat) } ]0.5 (4.8)
Di mana:
Uji h = Nilai statistik durbin h T = Jumlah pengamatan contoh
Var.(b hat) = Kuadrat dari standar error koefisien lagged endogenous variabel DW = Nilai statistik Durbin Watson
Seandainya nilai statistik uji h lebih besar dari nilai kritis distribusi
normal (tabel z) maka dalam persamaan terdapat autokorelasi, sebaliknya jika nilai statistiknya lebih kecil dari nilai kritis distribusi normal (tabel z) maka
27
Uji Heteroskedastisitas
Uji ini menganggap bahwa varian error bersifat konstan, tetapi pada kenyataannya varian error tidak konstan untuk setiap observasi. Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari Obs*R-squared. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata yang telah ditentukan maka dapat
5.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Indonesia sempat mengalami keterpurukan yang cukup besar. Krisis yang melanda pada Juli tahun 1997 telah menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi hingga 13.2 persen pada akhir tahun 1998. Sedangkan selama periode 1993-2005 pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 1994 sebesar 8.43 persen. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: BPS, BI berbagai edisi
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan suatu negara yang dapat dicirikan dengan meningkatnya output yang tinggi disertai dengan tingkat pertumbuhan yang cepat. Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kondusif pemerintah memerlukan jumlah permodalan yang cukup
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
29
banyak sehingga dalam pelaksananya sangat dibutuhkan aliran modal baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini terbukti pada tahun 1994 sampai 1996 terjadi peningkatan jumlah aliran modal yang masuk menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan meningkat.
Indonesia secara bertahap melakukan sistem devisa mulai tahun 1970 dan sejak tahun 1982 Indonesia menganut sistem devisa bebas sebagaimana ditetapkan dalam PP No.1/1982 dan dipertegas dengan UU No. 24/1999 mengenai Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar. Pada awalnya tujuan dari sistem devisa tersebut antara lain untuk memberikan fleksibilitas kepada eksportir dalam pemanfaatan devisa hasil ekspornya. Liberalisasi perbankan pada tahun 1983 menyebabkan keuangan dunia, transaksi devisa dan arus modal antar negara berkembang dengan cepat sehingga pembatasan terhadap transaksi devisa dalam bentuk capital control dihindari karena dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan menghambat perkembangan keuangan dalam negeri (Kurniati,1998).
Tahun 2000-2001 terjadi peningkatan inflasi yang disebabkan dari adanya kondisi politik yang masih belum membaik dan masih terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kondisi tersebut mengakibatkan perekonomian belum membaik secara normal, sehingga pemerintah melakukan kebijakan yang bersifat kontraktif dengan menaikkan suku bunga SBI.
5.2. Perkembangan Capital Inflow
Pada Gambar 2, pertumbuhan jumlah aliran modal masuk ke Indonesia ditunjukkan dengan adanya peningkatan capital account (neraca modal). Sekitar tahun 1990-1996 terjadi aliran modal masuk yang cukup tinggi sebesar 20.80 dan 23.96 persen, sedangkan pada tahun 1999 terjadi penurunan tingkat kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya, hal ini menyebabkan jumlah aliran modal masuk mencapai tingkat terendah sebesar -12.35 persen.
Sumber: BPS, BI, PMDN berbagai edisi
Gambar 2. Pertumbuhan Capital Inflow
Pertumbuhan Capital Inflow
31
Aliran modal masuk di Indonesia mempunyai implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri khususnya sektor riil yang membutuhkan tambahan modal cukup besar. Selain itu, aliran modal masuk tersebut dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi karena adanya penyaluran modal yang kurang tepat.
5.3. Perkembangan Nilai Tukar
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa dari tahun 1992 hingga tahun 1996 pertumbuhan nilai tukar (Rupiah/$) stabil pada kisaran 2400, namun berubah secara drastis ketika terjadi krisis ekonomi pada Juli 1997 hingga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar mencapai 14900. Semenjak itu, nilai tukar terlihat berfluktuasi walaupun pada tahun 2001 pertumbuhannya sempat mengalami kenaikan.
Sumber: BPS, BI, IMF berbagai edisi
Gambar 3. Pertumbuhan Nilai Tukar
5.4. Perkembangan Upah riil
Perkembangan tingkat upah riil berfluktuasi selama periode analisis, seperti terlihat pada Gambar 4. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2000 hingga mencapai 25 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan terendah dicapai pada tahun 1998.
Sumber : Depatremen Tenaga kerja berbagai edisi
Gambar 4. Perkembangan Upah riil
5.5. Perkembangan Defisit Current Account
Selama tahun analisis dari 1992:4 sampai 2005:3 perkembangan defisit current account mengalami peningkatan yang cukup tajam terutama pada tahun 1997 mencapai Rp. 4800 juta, hal ini sangat berkaitan dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Jumlah Current Account (CA) meerupakan pengurangan jumlah barang impor dengan jumlah barang yang diekspor. Jika terjadi defisit Current Account maka jumlah barang yang diimpor lebih besar
Tahun persentase
33
daripada jumlah barang yang diekspor. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat perekonomian dalam negeri.
Berdasarkan data yang ada, selama periode analisis pemerintah hampir selalu mengalami defisit di mana tingkat impor lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Namun tepat pada tahun 1996 hingga 1997 terjadi peningkatan impor yang cukup tajam. Hal ini menyebabkan tingkat defisit CA meningkat secara drastis. Secara grafik dapat terlihat pada Gambar 5.
Sumber : Bank Indonesia berbagai edisi
Gambar 5. Perkembangan Defisit Current Account
Tahun Juta Rp
6.1. Hasil Pendugaan Model
Hasil analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi capital inflow
dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dibahas secara rinci dari setiap
persamaan. Pendugaan model menggunakan metode Two Stage Least Square
(2SLS) dengan Software Eviews 4.1.
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji h karena kedua persamaan mengandung lag. Hasil estimasi pada persamaan capital inflow, didapatkan nilai statistik uji h sebesar -1.53 dan nilai uji h sebesar 0.0630, sedangkan pada
persamaan pertumbuhan ekonomi dihasilkan nilai statistik uji h sebesar -2.60
dan nilai uji h sebesar 0.0047. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil regresi
persamaan pertumbuhan ekonomi dan capital inflow tidak mengandung
autokorelasi.
Masalah heteroskedastisitas lebih biasa muncul dalam data cross-section dibandingkan dengan data time-series (Gujarati,1995). Namun, dalam penelitian ini dilakukan pengujian tersebut menunjukkan bahwa pada persamaan
capital inflow tidak mengalami heteroskedastisitas karena nilai Obs*R-squared
sebesar 0.16, berarti lebih besar dari (α=0.1) atau taraf nyata yang digunakan
(Lampiran 4). Pada persamaan pertumbuhan ekonomi nilai dari
35
6.2. Hasil Estimasi Persamaan Capital Inflow
Jumlah capital inflow di Indonesia dipengaruhi oleh jumlah capital
inflow tahun sebelumnya, jumlah Gross Domestic Produk (GDP), jumlah Netto Domestic Asset (NDA) sebelumnya, dan jumlah defisit Current Account (CA) sebelumnya, suku bunga riil, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan tingkat suku
bunga internasional (Tbill). Dalam persamaan ini juga dimasukan variabel
dummy krisis kebijakan (D1) dan dummy krisis (D2). Berdasarkan hasil analisis
didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 97 persen, artinya persamaan
tersebut dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel independent sebesar 97 persen, sedangkan sisanya sebesar 3 persen dijelaskan oleh variabel lain di
luar model (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Estimasi Output Persamaan Capital inflow
Variabel Koefisien Std.Error t-value Prob
Intersept Adj- R squared 0.938175 F stat 34.72165 Prob F stat 0.00000
Durbin- Watson 2.368523 Uji h -1.53
Sumber : Lampiran 4
Dilihat dari nilai t-statistik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar nyata
sebelumnya dan dummy krisis nyata pada taraf 5 persen, untuk suku bunga
internasional (Tbill) dan GDP nyata pada taraf 10 persen, sedangkan Rriil, NDA
dan dummy kebijakan nyata pada taraf lebih dari 30 persen. Dengan demikian,
variabel yang berpengaruh signifikan pada jumlah capital inflow dengan taraf nyata sebesar 10 persen adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, variabel
defisit current account sebelumnya, GDP, Tbill, dummy krisis dan jumlah
capital inflow sebelumnya, sedangkan variabel yang lainnya tidak signifikan. Nilai koefisien masing-masing variabel eksogen didefinisikan sebagai
elastisitas. Nilai defisit Current Account (CA) sebelumnya sebesar -0.012, hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan defisit neraca berjalan pada tahun
sebelumnya sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan jumlah capital inflow sebesar 0.012 persen. Artinya, defisit neraca berjalan tahun sebelumnya berhubungan negatif terhadap capital inflow, dan dinyatakan sesuai dengan kerangka teori di mana setiap peningkatan defisit neraca berjalan tahun
sebelumnya dapat mengakibatkan penurunan jumlah capital inflow di Indonesia. Hal ini terkait juga dengan adanya penurunan minat investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia karena tingkat pengembalian yang meragukan. Hasil
yang diperoleh diperkuat juga dengan penelitian Tjahjono dan Susilawati
(1998).
Nilai koefisien variabel GDP sebesar 0.648, menunjukkan bahwa
peningkatan GDP sebesar 1 persen dapat mengakibatkan peningkatan jumlah
37
dapat dilihat oleh pihak luar sehingga menghasilkan profit yang menjanjikan.
Hasil estimasi menunjukkan adanya kesesuaian dengan kerangka teori yang
menyatakan bahwa GDP dapat menarik dana luar negeri sehingga capital inflow
akan meningkat. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Siahaan (2005).
Nilai koefisien variabel NDA tahun sebelumnya sebesar -0.751
menunjukkan bahwa setiap peningkatan NDA sebesar 1 persen dapat
menurunkan jumlah capital inflow sebesar 0.751 persen. Peningkatan NDA mempengaruhi jumlah pendanan dalam negeri, sehingga pemerintah dalam
kondisi ini kurang membutuhkan tambahan modal dari luar. Hal ini sesuai
dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa peningkatan NDA berpengaruh
negatif terhadap jumlah capital inflow. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tjahjono dan Susilawati (1998).
Nilai koefisien variabel suku bunga internasional (Tbill) sebesar
-0.135 menunjukkan bahwa peningkatan pada suku bunga AS sebesar 1 persen
dapat menurunkan jumlah capital inflow sebesar 0.135 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat suku bunga luar negeri yang lebih tinggi
dibandingkan suku bunga dalam negeri secara nyata dapat berpengaruh positif
terhadap minat investor untuk menanamkan modalnya di luar negeri, sehingga
dapat menurunkan jumlah capital inflow di Indonesia.
Koefisien pada variabel suku bunga riil sebesar -0.003. Artinya, jika
terjadi peningkatan terhadap tingkat suku bunga riil sebesar 1 persen, maka
Meskipun pengaruh yang terjadi dianggap kecil tetapi tetap mendorong
penanam modal untuk menanamkan modal. Hasil yang diperoleh sesuai dengan
kerangka teori yang menyatakan bahwa hubungan antara suku bunga riil dengan
jumlah investasi adalah negatif. Hal ini juga diperkuat oleh Mankiw (1992) yang
menyatakan bahwa tingkat suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap jumlah
penanaman modal asing.
Hasil estimasi pada persamaan capital inflow dapat terlihat dari koefisien nilai tukar yaitu sebesar 0.067 artinya setiap Rp/$ terdepresiasi dapat
meningkatkan jumlah aliran modal yang masuk sebesar 0.067 persen.
Peningkatan nilai tukar tersebut disebabkan adanya peningkatan ekspor di mana
negara lain menganggap harga barang dalam negeri lebih murah dibandingkan
dengan luar negeri. Hal ini sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan
bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar berpengaruh positif terhadap jumlah
capital inflow. Hasil yang diperoleh didukung oleh penelitian yang dilakukan Kurniati (1999).
Nilai koefisien variabel capital inflow sebelumnya sebesar 0.538. Artinya, jika jumlah aliran modal masuk meningkat sebesar 1 persen maka dapat
meningkatkan jumlah capital inflow tahun bersangkutan meningkat sebesar 0.538 persen. Peningkatan jumlah aliran modal ini dapat diseseuaikan dengan
pertumbuhan ekonomi yang mana dari tahun ke tahun semakin meningkat
kebutuhan akan tambahan modalnya.
Koefesien dummy kebijakan sebesar 0.232 mengartikan bahwa setelah
39
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kurang mempengaruhi aliran modal di
Indonesia, seharusnya dengan adanya kebijakan tersebut dapat menurunkan
jumlah capital inflow tetapi yang terjadi sebaliknya. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut kenyataannya belum berjalan secara efektif dan sanksinya
kurang tegas.
Nilai koefisien dummy krisis sebesar -1.803 menunjukkan bahwa krisis
ekonomi tahun 1997 menyebabkan capital inflow menurun sebesar 1.803
persen. Berdasarkan data, terlihat bahwa adanya penurunan jumlah capital
inflow. Krisis yang terjadi menyebabkan minat investor untuk menanamkan modalnya menurun, hal ini menyebabkan penurunan jumlah aliran modal dari
luar negeri.
Uji serentak terhadap variabel-variabel yang dianalisis dapat dilakukan
dengan melihat probabilitas F-statistiknya (Tabel 3) yaitu sebesar 0.0000, hal ini
menunjukkan bahwa persamaan capital inflow lulus uji-F karena nilai
probabilitasnya lebih kecil dari 10 persen. Keadan ini dapat diartikan bahwa
varibel-variabel eksogen secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap
variabel endogen.
6.3. Hasil Estimasi Persamaan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4. didapatkan nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 93 persen, artinya bahwa persamaan tersebut dapat
ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh
jumlah capital inflow sebelumnya, GDP sebelumnya, pengeluaran pemerintah, jumlah penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebelumnya, tingkat inflasi,
dan tingkat upah riil. Persamaan pertumbuhan ekonomi juga mengandung
variabel dummy krisis..
Tabel 4. Hasil Estimasi Output Persamaan Pertumbuhan Ekonomi
Variabel Koefisien Std.Error t-value Prob
C -7.254 2.437 -2.976 0.0100
INF 0.007 0.004 1.751 0.5069
LOG_CIF(-2) 0.033 0.015 2.242 0.0417
LOG_GDP(-1) 1.729 0.041 7.170 0.0000
LOG_GOV -0.138 0.060 -2.324 0.0357
LOG_PMDN(-1) -0.025 0.018 -1.440 0.1528
LOG_WRIIL -0.004 0.039 -0.103 0.1152
D2 -0.049 0.039 -1.268 0.0766
R-squared 0.92758 Durbin-Watson stat 2.689466
Adjusted R-squared 0.884138 Uji h -2.60
F-statistic 23.89278 Prob(F-statistic) 0.0000
Sumber : Lampiran 5
Dilihat dari nilai t-statistik, variabel GDP sebelumnya nyata pada taraf
1 persen, jumlah capital inflow sebelumnya dan pengeluaran pemerintah nyata pada taraf 5 persen, variabel dummy krisis nyata pada taraf 10 persen,
sedangkan variabel lain nyata pada taraf lebih besar dari 10 persen.
Pertumbuhan ekonomi secara signifikan dipengaruhi jumlah GDP sebelumnya,
jumlah capital inflow sebelumnya, pengeluaran pemerintah dan dummy krisis, sedangkan variabel lain tidak signifikan karena nilai t-statistiknya lebih besar
dari taraf nyata yang digunakan (10 persen).
Nilai masing-masing variabel eksogen didefinisikan sebagai elastisitas.
Nilai elastisitas GDP sebelumnya sebesar 1.729, hal ini menunjukkan bahwa
41
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.729 persen. Artinya, GDP
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan hal ini sesuai
dengan kerangka teori di mana setiap adanya peningkatan GDP dapat
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Nilai elastisitas pengeluaran pemerintah sebesar -0.138, menunjukkan
bahwa peningkatan pada pengeluaran pemerintah sebesar 1 persen dapat
mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.138 persen. Hal ini
tidak sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa pengeluaran
pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran
pemerintah bukan digunakan untuk memperbaiki infrastruktur dalam negeri
dikarenakan adanya penyalahgunaan pengeluaran sehingga menyebabkan
pertumbuhan ekonomi terhambat dan menurun. Kondisi ini kurang
menguntungkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Nilai elastisitas jumlah capital inflow sebelumnya sebesar 0.033, menunjukkan bahwa jika jumlah capital inflow meningkat sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0.033 persen. Hal ini
sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa jumlah capital inflow
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil estimasi persamaan pertumbuhan ekonomi yang
dilakukan oleh peneliti dapat dikatakan sesuai dengan kerangka teori.
Pernyataan bahwa jumlah capital inflow berpengaruh positif terhadap
Nilai elastisitas tingkat inflasi sebesar 0.007, artinya setiap peningkatan
tingkat inflasi sebesar 1 persen meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar
0.007 persen. Hal ini sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa
peningkatan tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi,
karena banyaknya produsen yang memanfaatkan kondisi inflasi dengan
memperbesar keuntungan.
Nilai elastisitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebelumnya
sebesar -0.025, artinya setiap peningkatan PMDN sebelumnya sebesar 1 persen
mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.025 persen. Hal ini
tidak sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa PMDN sebelumnya
berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini terjadi karena
PMDN tidak meng-cover seluruh kebutuhan financial dalam negeri, secara tidak langsung aliran modal dari luar negeri diperlukan pemerintah dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Tidak signifikannya PMDN terhadap pertumbuhan ekonomi dapat
diartikan bahwa peningkatan PMDN tidak mempengaruhi pertumbuhan output,
karena setiap penambahan output membutuhkan tambahan faktor-faktor
produksi. Salah satu faktor produksi tersebut adalah ketersediaan modal. Modal
yang dibutuhkan dalam menciptakan peningkatan output tidak hanya dapat
diandalkan dari dalam negeri tetapi dibutuhkan juga modal dari luar negeri.
Nilai elastisitas upah riil sebesar -0.004, memberikan pengertian bahwa
setiap peningkatan upah riil sebesar 1 persen maka dapat menurunkan
43
memperburuk pertumbuhan ekonomi melalui adanya peningkatan jumlah
unemployment. Tidak signifikannya upah riil terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan kenaikan upah riil tidak mempengaruhi minat investor untuk
menanamkan modalnya. Hal ini terlihat dari nilai investasi yang selalu
meningkat selama periode analisis.
Nilai elastisitas dummy krisis sebesar -0.049, menunjukkan bahwa
krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan menurun sebesar 0.049 persen. Hasil yang diperoleh sesuai dengan
kerangka teori yang menyatakan bahwa adanya hubungan negatif antara dummy
krisis dengan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang ada, terlihat bahwa
pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah sebesar -13.2.
Uji serentak terhadap variabel-variabel yang dianalisis dapat dilakukan
dengan melihat probabilitas F- statistik yaitu sebesar 0.0000 (Tabel 4). Nilai
probabilitas F-statistik ini lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan sebesar 10
persen. Artinya secara signifikan variabel-variabel eksogen berpengaruh nyata
1.Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, GDP dan lag variabel dependent berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap jumlah capital inflow selama periode 1992:4 sampai 2005:3, sedangkan dummy kebijakan tidak signifikan. Variabel lain seperti suku bunga riil, T-bill, jumlah defisit neraca berjalan (CA), jumlah aset domestik bersih (NDA) dan dummy krisis ekonomi berpengaruh negatif.
2.Jumlah capital inflow di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena setiap peningkatan jumlah capital inflow dapat meningkatkan jumlah modal sektor riil yang tidak tercover PMDN.
7.2. Saran
1. Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah melalui kebijakan moneter ekspansif yang diharapkan dapat menurunkan tingkat suku bunga riil dan meningkatkan tingkat investasi asing. Peningkatan investasi tersebut menambah modal dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, S dan S. Adi. 1987. Modal Asing Beban Hutang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta.
Ansari, I Muhammed. 2004. ”Sustainability of the Us current Account deficit: an econometric Analysis of the Impact of Capital Inflow on domestic economy”. Jurnal Ekonomi, 2: 249-269.
Bank Indonesia. Berbagai edisi.
De Grauwe, P.1983. Macroeconomic Theory For The Open Economic (Alhershor : Gower Publishing Company Limited).
Elgar, E. 1998. Open-economy Macroeconomics for Developing Countries. MPG Book Ltd, Bodmin, Cornwall. Amerika Serikat.
Gandhi, D. V. 2005. ”Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2006”. [Kompas Online]:http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/7/107/PSHM/Humas. [15 Desember 2005].
Guilarmo A. C, L. Leidarman dan C. M. Reihart.1994. “The Capital Inflow Problem : Concepts and Issue, Contemporary Economic Policy”. Jurnal Ekonomi. Edisi Juli 1994.
Gujarati, D. 1995. Basic Econometric. Third Edition. Singapore: Mc Graw-Hill International Edition.
Hermanto, R. 2005. Efektifitas Kebijakan Sterilisasi Bank Indonesia dalam Pengendalian Aliran Modal Masuk Ke Indonesia. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.
Hernatasya. 2004. Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Iljas, A. 1999. Private Capital Inflow and Police Publicy Responces: Indonesia Experience. Bank Indonesia, Jakarta.
Internasional Financial Statistic, IMF berbagai edisi.
Kurniati, Y. 1998. Kemungkinan Penerapan Kebijakn Arus Modal Jangka Pendek dan Dampaknya Terhadap Stabilitas Nilai Tukar.Jurnal Ekonomi. Jakarta.
Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics Second Edition. Macmillan. USA.
Mankiw,G. 1992. Teori Makroekonomi. Edisi ke-4. Imam Nurmawan [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Marissa, S. 2004. Analisis Kredit Domestik dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 1983-2002. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.
Moosa, I. A. 2000. International Finance, Analysis Aproach. 2nd Edition. La Trobe Univercity, Columbia.
Pindyck an Rubinfield. 1979. Econometric. Jakarta.
Prasvita. 1994. Kompleksitas kebijakan moneter dalam perekonomian terbuka suatu study empiris terhadap pertumbuhan ’koefesien offset’ dari kebijakan moneter di Indonesia. [ Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.
Putong. 1996. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi 2. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rahmawati, S. 2004. Analisis Faktor-faktor Penentu Aliran Modal Swasta Jangka Pendek di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.
Salim, E. 1993. Kebijakan Ekonomi di Balik Prospek Ekonomi Indonesia, Peluang Pembangunan di Sektor Riil dan Utilitas pada Dasawarsa 1990-an. PAU-UI. Jakarta: Gramedia.
Salvator & Dowling. 1997. Theory and Problema of Economic Development, New York: Mc Graw Book Company.
Siahaan, N. 2005. Pengaruh Foreign Direct Invesment Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instuitut Pertanian Bogor, Bogor.
47
Statistik Ekonomi Indonesia. 2000a dan 2001b. Keuangan, Harga-harga dan Jasa-jasa. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Statistik Ekonomi Indonesia dan Keuangan. Ekonomi dan Keuangan. Baberapa tahun Penerbitan. Bank Indonesia, Jakarta.
Tjahjono, E. D, dan H. Sulistiowati. 1998. ”Kebijakan Pengendalian Aliran Modal Masuk di Indonesia”. Jurnal Ekonomi. Jakarta.
Todaro, M. P dan Burhanuddin Abdullah [Penerjemah]. 1987. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Pertama. Erlangga. Jakarta.
Lampiran 1. Data Nominal
1993.3 85254.1 2108 9.11 9.97 23527.51 8668 -444.16 144885 101.03 89.43 2.95 7488 5075.32 0 0
1993.4 86611.7 2110 8.83 10.14 25908.9 37165 489.4 147850 102.59 89.36 3.06 7845 9514.83 0 0
1994.1 85605,00 2144 8.45 7.22 24959.05 6508 -656 157343 106.44 90.19 3.5 7304 3524.33 0 0
1996.3 106562.1 2340 13.96 0.91 29910.98 11186 -274.49 240732 128.5 96.59 5.09 9686 7022 0 0
1996.4 108726.2 2383 12.8 1.53 26112.27 44775 -2261.51 240732 130 97.27 4.91 10479 3700 0 0
1997.1 105260.9 2419 15.9 1.96 27861.03 3971 6230.2 282807 133.24 95.91 5.14 10471 4168.7 1 0
1997.2 105867.1 2450 15.4 2.54 24689.31 45329 78.1 282807 134.15 95.84 4.93 10390 7372.1 1 0
1997.3 112212.7 3275 31.8 5.37 35532.24 53537 85.3 282807 137.95 96.06 4.95 10521 9807 1 1
1997.4 109904.9 4650 25.3 11.05 26516.3 99544 -265.7 282807 143.4 95.54 5.16 11571 5175.1 1 1
1998.1 100535.7 8325 44.5 25.13 226576.2 176980 -4.5 346950 182.29 93.95 5.03 11357 5493.5 1 1
Lampiran 1. Lanjutan
1998.3 94258.2 10700 61.7 75.47 527182.58 276216 28.2 346950 251.6 93.28 4.61 13478 10427.9 1 1
1998.4 89839.2 8025 41.4 77.63 286769.04 264673 180.34 346950 254.7 92.52 4.39 15496 1812.5 1 1
1999.1 94371.1 8685 37.2 4.08 419941.2 287176 -215.22 430197 264.92 92.37 4.44 16189 1605.4 1 1
1999.2 93387.7 6726 23,00 2.73 320711.28 368833 -563.09 430197 261.68 94.33 4.57 22505 8095.4 1 1
1999.3 96940.4 8386 12,00 0.02 443312.39 370541 596.49 430197 254.39 96.44 4.68 16830 21009.9 1 1
1999.4 94654 7100 12.2 2.01 407896.85 384365 -348.93 430197 259.58 96.29 5.2 17108 1585.8 1 1
2000.1 98244.5 7590 10 -1.1 523567.84 395451 259.85 530993 262.02 98.55 5.69 20211 3167.3 1 1
2000.2 98191.9 8735 10.3 2.1 712014.4 374225 303.96 530993 267.02 100.81 5.69 24557 805.4 1 1
2000.3 100862.9 8780 11.4 6.8 767171.9 360796 -327.8 530993 271.67 101.34 6 21951 1332.81 1 1
2000.4 100717.6 9595 11.9 9.4 898365.46 351989 397.8 530993 283.85 102.62 5.77 24061 1348.98 1 1
2001.1 102226.9 10400 13.8 10.6 883018.76 376098 -283 599769 289.84 102.39 4.42 23468 1983.7 1 1
2001.2 102456.3 11440 14 12.11 901185.31 371849 459 599769 299.35 102.09 3.49 27370 27075.9 1 1
2001.3 104685 9675 15.4 13.01 445335.12 384339 -126 599769 307.01 100.43 2.64 29754 4350.5 1 1
2001.4 102386.2 10400 16 12.55 381775.47 400861 40.53 599769 319.47 96.52 1.69 32824 2887.9 1 1
2002.1 104833.3 9655 15.6 14.08 250764.87 428638 -294.49 684915 330.66 97.8 1.79 28957 1963.2 1 1
2002.2 107037.3 8730 14.7 11.48 183893.87 432145 423.6 684915 333.69 98.63 1.7 30424 1695.3 1 1
2002.3 110804 9015 13 10.1 208001.47 441859 -26.75 684915 339.2 99.68 1.63 34049 2409.7 1 1
2002.4 106512.9 8940 12.8 10 246209.12 439061 8.32 684915 351.49 100.13 1.19 38789 3325.5 1 1
2003.1 109661.4 8908 11 7.1 284741.46 467608 -140.76 684959 364.94 106.39 1.13 33005 1030.3 1 1
2003.2 111995.8 8285 10.3 6.6 298333.49 481627 230.38 685004 366.39 103.97 0.92 37699 2253 1 1
2003.3 115795.3 8389 7.6 6.2 350267.43 444836 -200.15 685048 370.99 104.35 0.94 42811 2026.7 1 1
2003.4 111504.7 8465 6.6 5.1 399453.19 426832 26.75 685092 380.5 105.11 0.9 50186 1469.6 1 1
2004.1 114625.6 8587 7.33 5.1 405834.23 447638 6.15 690564 395.24 107.82 0.94 43143 2843.4 1 1
2004.2 116754.4 9415 7.25 6.8 424859.23 461113 284.62 698119 398.67 110.91 1.27 47614 2081.7 1 1