DAFTAR LAMPIRAN
2.6 Penelitian Terdahulu
Sondari (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Wilayah Provinsi Jawa Barat” dengan menggunakan data tahun 2001-2005. Metode penelitian menggunakan analisis LQ, pengganda pendapatan dan analisis Shift Share dan menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 2001-2005 sektor yang menjadi sektor unggulan adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang memiliki dampak pengganda terbesar adalah sektor industri pengolahan. Pergeseran bersih sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat secara keseluruhan tergolong ke dalam kelompok yang lambat.
Mangun (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Tengah” dengan
menggunakan data tahun 2000-2005. Model analisis yang digunakan yakni analisis LQ, Shift Share, Tipologi Klassen serta Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Dari hasil analisis LQ, Shift Share, Tipologi daerah dan pertumbuhan sektoral, Kabupaten Tojo Una-Una merupakan prioritas utama untuk pengembangan wilayah semua sektor basis yang dimilikinya.
Maulida (2009) memiliki penelitan yang berjudul “Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah” dengan periode penelitian selama 2003-2007. Metode yang digunakan adalah metode LQ, Shift Share, Porter’s Diamond. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. Sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi memiliki daya saing yang baik.
Sabuna (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Sektor- sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (periode 2000-2008)” menggunakan alat analisis Shift Share, LQ, MRP, Klassen Typology dan overlay. Analisis overlay digunakan untuk melihat hasil gabungan dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitiannya didapatkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak terdapat sektor unggulan.
Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan industri manufaktur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat sebelas komoditas
unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.
2.7 Kerangka Pemikiran
Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan besaran PDRB kedua terendah dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau. Oleh karena itu akan diteliti sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan berdasarkan koefisien LQ, koefisien MRP serta kontribusi PDRB. Berdasarkan sektor unggulan tersebut akan dianalisis daya saingnya (Gambar 3).
Gambar 3. Kerangka pemikiran
Sektor-sektor Ekonomi
Analisis Daya Saing
Sektor/Subsektor Unggulan
PDRB Per Kapita Kota Dumai lebih rendah dari pada Provinsi Riau
Analisis Indeks Komposit
3.1Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota Provinsi Riau (tahun 2000-2010) menurut Lapangan Usaha, baik berdasarkan atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 (ADHK); (2) Jumlah Penduduk kabupaten/kota Propinsi Riau tahun 2005–2010; (3) Keadaan Angkatan Kerja Kota Dumai Tahun 2007–2010 menurut Lapangan Usaha; (4) Data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti kondisi geografis, pertumbuhan ekonomi dan data penunjang lainnya. Seluruh data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Dumai dalam bentuk publikasi maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh BPS Provinsi Riau serta dari instansi terkait lainnya.
3.2Metode Analisis
Secara garis besar, metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan beberapa alat analisis lain seperti: analisis Location Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang terdiri atas rasio pertumbuhan wilayah studi (Rps) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr), Indeks Komposit serta analisis Porter’s Diamond.
3.2.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman tentang gambaran perekonomian Kota Dumai dengan menyajikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik serta diagram. Analisis deskriptif mengenai gambaran perekonomian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah struktur ekonomi serta pertumbuhan ekonomi Kota Dumai.
3.2.2 Analisis Sektor Unggulan
Penentuan sektor unggulan dalam perekonomian secara umum dilakukan berdasarkan indeks komposit. Alur proses penghitungannya dapat dilihat pada Gambar 4.
Koefisien LQ Berdasarkan PDRB
Gambar 4. Alur penentuan sektor unggulan
Penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penghitungan indeks komposit ini adalah sebagai berikut:
Koefisien LQ Berdasarkan PDRB Koefisien Kontribusi PDRB Koefisien MRP Transformasi menjadi angka indeks Penggabungan indeks Komoditas unggulan
1. Koefisien Location Quotient (LQ) menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama di daerah yang lebih luas atau lingkup nasional. Kemampuan suatu sektor dapat dilihat dari aspek nilai tambah maupun dari aspek tenaga kerja. Perbandingan relatif ini dinyatakan secara matematis (Arsyad, 1999) sebagai berikut :
RV X RV X LQ i j ij ij atau RV RV X X LQ j i ij ij ………….……….... (3.1) Keterangan :
LQij = indeks/koefisien Location Quotient sektor i di kabupaten/kota j Xij = PDRB adhk sektor i di kabupaten/kota j
Xi = PDRB adhk sektor i di Provinsi
RVj = Total PDRB adhk kabupaten/kota j
RV = Total PDRB adhk Provinsi
Dari hasil analisis Location Quotient (LQ) maka didapat kesimpulan:
1. Jika nilai LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor potensial, yang menunjukkan suatu sektor mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar kabupaten/kota;
2. Jika nilai LQ < 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor potensial, yang menunjukkan suatu sektor belum mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota;
3. Jika nilai LQ = 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota saja atau belum dapat memasarkan hasil sektor tersebut ke luar daerah lain.
2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
Analisis MRP juga dapat digunakan untuk menganalisis sektor dan subsektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB. MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam analisis MRP terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu :
(a) Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) yaitu merupakan perbandingan antara pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah referensi dengan formulasi yaitu :
Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPS) =
in in ij ij E E E E Δ Δ ….…... (3.2)
(b) Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) yaitu perbandingan rata- rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) di wilayah referensi dengan formulasi yaitu :
Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) =
n n in in E E Δ E E Δ .….… (3.3)
dimana:
... ... (3.4) ... ... (3.5) ... ... (3.6) Keterangan:
ΔEij : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j Eij : PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j pada tahun dasar Eij.t : PDRB sektor/subsektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis
ΔEin : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi Ein :PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi pada tahun
akhir dasar
Ein.t :PDRB sektor/subsektor i di provinsi/nasional pada tahun akhir analisis
ΔEn : Perubahan PDRB nasional/provinsi
En : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun dasar En.t : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun akhir analisis
3. Koefisien Kontribusi Terhadap PDRB, nilai tambah yang terbentuk di masing-masing sektor terhadap nilai tambah total yang tercipta dalam perekonomian yang ditulis:
di= PDRBi/ PDRB ...(3.7) Setelah nilai masing-masing indikator tersebut diperoleh, kemudian dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing indikator. Untuk lebih menyederhanakan, nilai koefisien sektor dan subsektor setiap indikator yang
memiliki nilai koefisien terendah diberi indek 1, tertinggi diberi indek 5 dan yang nilainya berada di antara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus:
)
8
.
3
....(
...
...
...
...
...
)
(
)
(
i
Nr
i
Nt
Ir
It
i
Nj
i
Nt
It
IIj
Dimana : IIj = Indek sektor dan subsektor ke-j (yang dicari indeknya) It = indek tertinggi (yaitu 5)
Ir = indek terendah (yaitu 1)
Nti = nilai koefisien sektor tertinggi indikator i Nri = nilai koefisien sektor terendah indikator i
Nji = nilai koefisien sektor ke-j (yang dicari indeknya)
Bila indeks masing-masing indikator sudah didapatkan, maka hasil indeks seluruh indikator untuk tiap sektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Sektor yang memiliki rata-rata indeks terbesar disimpulkan sebagai sektor unggulan.
3.2.3 Analisis Porter’s Diamond
Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi daya saing sektor unggulan Kota Dumai. Analisis ini berupa analisis secara deskriptif berdasarkan empat elemen utama serta dua kompenen pendukung.
3.3 Definisi Operasional Variabel
Beberapa variabel yang telah digunakan untuk kepentingan penelitian ini memiliki konsep dan definisi sebagai berikut :
1.
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu kurun waktu tertentu yang dihasilkan suatu daerah. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut Konstan karena harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000) dan dinamakan berlaku karena menggunakan harga tahun berjalan (tahun sesuai dengan referensi waktu yang diinginkan). PDRB juga sering disebut dengan NTB (Nilai Tambah Bruto).2.
Sektor ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral di suatu wilayah. Sektor atau lapangan usaha pada tulisan ini sama dengan konsep yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik terdiri dari sembilan sektor yaitu: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan perbankan serta sektor jasa-jasa.3.
Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsektor ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif, spesialisasi jika dibandingkan dengan sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.4.
Keunggulan Kompetitif berarti kemampuan daya saing kegiatan ekonomi yang lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah lainnya. Keunggulan kompetitif juga merupakan cermin darikeunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan benchmark.
5.
Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.6.
Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.7.
Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, sudah mempunyai pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.8.
Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi).9.
Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari kerja (belum bekerja), penduduk sedang mempersiapkan usaha, penduduk yang sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, penduduk yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.4.1 Kondisi Geografis
Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101o23'37” - 101o8'13” Bujur Timur dan 1o23'23” - 1o24'23” Lintang Utara dengan luas wilayah 1.727,38 km2. Kota Dumai memiliki lima (5) kecamatan dan 33 kelurahan. Batas administratif Kota Dumai adalah sebagai berikut :
Utara : Selat Rupat
Timur : Kabupaten Bengkalis Selatan : Kabupaten Bengkalis Barat : Kabupaten Rokan Hilir
Kota Dumai sangat dipengaruhi oleh sifat iklim laut. Musim hujan jatuh pada bulan September hingga bulan Februari dan periode kemarau dimulai pada bulan Maret hingga bulan Agustus dengan iklim tropis basah yang dipengaruhi oleh sifat iklim laut dengan curah hujan berkisar antara 1.500 mm sampai dengan 2.600 mm selama 75 sampai dengan 130 hari per tahun.
Kondisi ini didukung pula oleh suhu rata-rata 26OC–32OC dengan kelembaban antara 82–84 %. Laju percepatan angin berkisar antara 6–7 Knot, menjadikan Dumai sebagai kawasan yang paling bersahabat dengan iklim dan cuaca. Dalam lima tahun terakhir, keadaan ini terganggu dengan bencana asap yang cukup merugikan daerah.
Kota Dumai memiliki 16 sungai besar dan kecil dengan total panjang keseluruhannya 222 km, yang bermuara ke Selat Rupat dan Selat Malaka sebagai jalur lalu lintas perdagangan. Jika dilihat dari segi topografi, Kota Dumai termasuk ke dalam kategori daerah yang datar dengan kemiringan lereng 0–< 3 %, di mana sebelah utara Kota Dumai umumnya merupakan dataran yang landai dan ke selatan semakin bergelombang.
4.2 Kondisi Kependudukan
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 yang dilaksanakan secara nasional oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Dumai tercatat sebesar 253.803 jiwa atau 4,58 persen dari total penduduk Provinsi Riau dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar sebesar 147 jiwa tiap km2. Sex ratio penduduk Dumai adalah sebesar 107 yang menunjukkan bahwa pada setiap 100 laki-laki terdapat 107 wanita.
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).
Gambar 6. Jumlah penduduk Kota Dumai tahun 2007-2010
Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Kota Dumai mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kota Dumai sebesar 230.221 jiwa dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2010 mencapai 253.803 jiwa. Penduduk merupakan modal dasar pembangunan. Tetapi untuk menunjang keberhasilan pembangunan, tentunya dibutuhkan penduduk yang berkualitas.
Komposisi penduduk menurut umur dapat menggambarkan distribusi penduduk sesuai kelompok umur. Komposisi penduduk menurut kelompok umur seperti yang terlihat pada Gambar 7 di bawah ini yang menunjukkan bahwa Kota Dumai dikategorikan sebagai penduduk muda. Hal tersebut dikarenakan oleh presentase penduduk muda terhadap total penduduk masih cukup besar.
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).
Gambar 7. Persentase komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010
Indikator kualitas penduduk dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan kualitas manusia diyakini akan menciptakan kinerja ekonomi yang lebih baik. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencakup empat (4) indikator yaitu angka harapan hidup waktu lahir, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita disesuaikan. Kota Dumai merupakan kabupaten/kota dengan nilai IPM terbesar kedua di Provinsi Riau. IPM Kota Dumai pada tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu menjadi 77,75 dibanding tahun 2009 dengan IPM sebesar 77,30. Angka ini menunjukkan bahwa Kota Dumai masih berada pada kriteria menengah atas, yang berarti pembangunan terutama di bidang kesehatan,
pendidikan dan ekonomi masih harus dipacu agar kualitas masyarakat semakin meningkat.
4.3 Struktur Ekonomi
Salah satu sisi untuk melihat keberhasilan pembangunan dari aspek perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB atas dasar harga berlaku dapat memberikan gambaran tentang struktur ekonomi suatu wilayah yang dilihat melalui kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB.
Tabel 3. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB dengan migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 4,10 3,34 3,09 2,86
2. Pertambangan & Penggalian 0,28 0,23 0,22 0,21 3. Industri Pengolahan 56,27 62,14 63,45 64,63 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,45 0,37 0,35 0,34
5. Bangunan 9,89 9,33 8,02 6,98
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 13,15 11,59 12,28 12,82 7. Pengangkutan & Komunikasi 8,02 6,52 6,24 5,93 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 1,73 1,45 1,43 1,53
9. Jasa-Jasa 6,11 5,04 4,91 4,69
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).
Sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Kota Dumai dengan migas tahun 2007-2010 secara berturut-turut antara lain sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor bangunan; sektor pengangkutan dan komunikasi (Tabel 3). Sektor yang kontribusinya sangat kecil yaitu sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih. Jika dilihat secara keseluruhan pada empat
tahun terakhir (2007-2010), posisi masing-masing sektor masih tetap meskipun terdapat perubahan besarnya kontribusi.
Kontribusi sektor industri pengolahan sangat dominan terhadap pembentukan PDRB dalam struktur migas Kota Dumai dengan nilai sebesar 64,63 persen pada tahun 2010. Kontribusi sektor industri pengolahan memiliki kecenderungan yang semakin meningkat tiap tahunnya. Jika dilihat dari subsektornya, peningkatan nilai tambah pada subsektor industri migas sangat mempengaruhi adanya peningkatan pada sektor industri pengolahan. Kondisi ini cukup beralasan karena di Kota Dumai terdapat industri pengilangan minyak bumi.
Tabel 4. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB tanpa migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 7,35 6,84 6,38 5,98
2. Pertambangan & Penggalian 0,50 0,47 0,46 0,44 3. Industri Pengolahan 21,54 22,49 24,40 26,21 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,81 0,75 0,73 0,71
5. Bangunan 17,75 19,10 16,59 14,56
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,59 23,72 25,40 26,74 7. Pengangkutan & Komunikasi 14,40 13,35 12,91 12,37 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 3,11 2,97 2,97 3,20
9. JASA-JASA 10,96 10,32 10,16 9,79
Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).
Berdasarkan Tabel 4, jika subsektor migas tidak dimasukkan ke dalam penghitungan PDRB (PDRB tanpa migas), maka selama tahun 2007-2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Dumai. Sektor dengan
kontribusi terkecil adalah sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih.
4.4 Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi tiap sektor dapat memberikan gambaran tentang sektor-sektor apa saja yang berpotensi untuk dikembangkan. Semakin positif peningkatan laju pertumbuhan suatu sektor dari tahun ke tahun, semakin berpotensi sektor tersebut untuk mampu menggerakkan perekonomian suatu daerah.
Sumber : BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)
Gambar 8. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai tahun 2007-2010
Tren pertumbuhan ekonomi Kota Dumai pada tahun 2007 berada pada level 8,87 persen. Tahun 2008-2009 pertumbuhan ekonomi sedikit melambat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,66 persen pada tahun 2008 dan 8,43 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi bergerak naik yaitu sebesar 8,60 persen.
Tabel 5. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai menurut lapangan usaha tahun 2007-2010 (persen)
Sektor 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 4,20 4,06 3,97 3,57
2. Pertambangan & Penggalian 9,67 9,78 9,59 8,88
3. Industri Pengolahan 8,95 8,70 8,21 8,37
4. Listrik, Gas & Air Bersih 3,81 4,03 2,13 3,68
5. Bangunan 8,72 8,73 8,62 8,42
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10,28 10,15 9,53 9,58 7. Pengangkutan & Komunikasi 8,60 8,52 8,35 8,82 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 9,31 5,66 6,30 8,29
9. Jasa-Jasa 9,54 9,01 9,08 9,35
Sumber: BPS Kota Dumai, 2010 (diolah).
Dari Tabel 5 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDRB Kota Dumai seluruh sektor tahun 2007-2010 menunjukkan pertumbuhan positif namun cenderung berfluktuatif. Jika dibandingkan pertumbuhan tiap sektor tahun 2007 dengan pertumbuhan tahun 2010 hampir sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan yang melamban kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi dimana pada tahun 2007 memiliki pertumbuhan sebesar 8,60 persen dan pertumbuhan tahun 2010 menjadi sebesar 8,82 persen. Pada tahun 2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan pertumbuhan paling besar dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya dengan pertumbuhan PDRB sebesar 9,58 persen. Sektor terbesar kedua yaitu sektor jasa-jasa sebesar 9,35 persen.
Sedangkan sektor yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang paling rendah adalah sektor pertanian dengan pertumbuhan sebesar 4,20 persen pada tahun 2007 dan terus menurun pada tahun 2008 sebesar 4,06 persen, tahun 2009 sebesar 3,97 persen dan tahun 2010 mencapai 3,57 persen. Selain sektor
pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih juga termasuk sektor dengan laju pertumbuhan yang rendah yaitu sebesar 3,68 persen pada tahun 2010.
4.5 Kondisi Ketenagakerjaan
4.5.1 Distribusi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, sehingga apabila terjadi peningkatan output maka kesempatan kerja cenderung meningkat juga. Untuk melihat sejauh mana potensi sektor-sektor ekonomi menyerap tenaga kerja di Dumai, dapat dilihat pada Gambar 9.
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).
Gambar 9. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kota Dumai tahun 2010
Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Dumai yang bekerja sebanyak 90.768 orang. Berdasarkan Gambar 9, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak sebesar 24,94 persen diikuti oleh sektor jasa-jasa yaitu sebesar 21,67 persen.
Bila dikaitkan dengan kontribusi sektor terhadap PDRB, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan kontribusinya terhadap PDRB juga cukup besar (lihat Tabel 3). Sedangkan sektor industri pengolahan yang juga sebagai penyumbang kontribusi utama dalam perekonomian Kota Dumai, hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 10,23 persen pada tahun 2010.
Jumlah penduduk Kota Dumai yang bekerja pada tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar 13,75 persen dengan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2007 sebanyak 75.265 orang. Selama tahun 2007-2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor ekonomi dominan dalam menyerap tenaga kerja.
4.5.2 Indikator Ketenagakerjaan
Indikator ketenagakerjaan dapat dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka serta tingkat kesempatan kerja. Tabel 6 memberikan gambaran mengenai ketiga indikator ketenagakerjaan tersebut di Kota Dumai selama tahun 2007-2010.
Tabel 6. Indikator ketenagakerjaan Kota Dumai tahun 2007-2010 (Persen) Tahun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat Kesempatan Kerja 2007 61,32 18,54 81,46 2008 65,45 14,90 85,10 2009 63,13 13,45 86,55 2010 62,49 14,68 85,32
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan rasio antara angkatan kerja dengan seluruh penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Semakin besar nilai TPAK menunjukkan semakin meningkatnya penduduk usia kerja di suatu daerah. TPAK Kota Dumai tahun 2010 sebesar 62,49 persen. Dimulai pada tahun 2008 TPAK semakin menurun dimana TPAK pada tahun 2008 sebesar 65,45 persen dan pada tahun 2009 sebesar 63,13 persen.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan perbandingan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja. TPT Kota Dumai selama tahun 2007-2009 cenderung menurun dengan TPT pada tahun 2007 sebesar 18,54 persen, 14,90 persen pada tahun 2008 dan menjadi 13,45 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 TPT meningkat dengan nilai sebesar 14,68 persen.
Tingkat kesempatan kerja menggambarkan banyaknya angkatan kerja yang tertampung dalam pasar kerja. Pada tahun 2007 tingkat kesempatan kerja di Kota Dumai sebesar 81,46 persen. Pada tahun 2008 dan 2009 tingkat kesempatan kerja semakin meningkat yaitu masing-masing sebesar 85,10 persen dan 86,55 persen. Pada tahun 2010 tingkat kesempatan bekerja menurun menjadi 85,32 persen.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk melihat daya saing sektor unggulan digunakan