• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sektor Unnggulan Di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Sektor Unnggulan Di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan lainnya untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan. Proses pembangunan memiliki tiga tujuan inti yaitu: peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan) dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial (Todaro dan Smith, 2006). Oleh karena itu strategi pembangunan didasarkan pada pembangunan yang dapat menciptakan struktur perekonomian yang kuat dan mampu menghadapi tantangan di masa mendatang.

(2)

itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi dan juga diyakini akan merata ke lapisan bawah (trickkle down effect) dari output yang dihasilkan oleh suatu daerah. Selain pertumbuhan ekonomi, ukuran keberhasilan lain dari pembangunan dapat dilihat dari struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah serta antar sektor.

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses pengelolaan potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya fisik yang ada di suatu daerah dengan menjalin kemitraan antar pelaku-pelaku pembangunan dengan tujuan untuk menciptakan suatu lapangan kerja, meningkatan kualitas masyarakat, merangsang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan pemerataan ekonomi yang optimal serta meningkatan tarif hidup masyarakat (Arsyad, 1999). Pada akhirnya, tercapainya pembangunan ekonomi daerah yang merata dapat menunjang keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh.

(3)

sumberdaya manusia, kelembagaan serta sumberdaya fisik dalam upaya penyediaan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.

Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dicapai dengan memiliki perencanaan pembangunan ekonomi yang baik. Menurut Arsyad (1999) perencanaan pembangunan ekonomi daerah dapat dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya yang tersedia. Perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan mengetahui peranan sektor-sektor pembangunan. Oleh karena itu perlu diteliti sektor unggulan yang diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya.

Seiring pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 juncto UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 juncto UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka terjadi perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan yang bersifat terpusat menjadi desentralisasi. Daerah kabupaten dan kota sebagai daerah otonom diberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab secara proporsional sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah telah mendapat kewenangan lebih besar untuk mengurus rumah tangganya sendiri.

(4)

tujuh kabupaten/kota baru hasil pemekaran. Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten termuda di Provinsi Riau karena terbentuk pada tahun 2009 berdasarkan UU No.12 Tahun 2009, sedangkan enam kabupaten/kota baru lainnya terbentuk pada tahun 1999.

Tabel 1. Kabupaten/kota hasil pemekaran menurut asal kabupaten induk di Provinsi Riau

Kabupaten Induk Kabupaten/Kota Pemekaran 1. Kabupaten Indragiri Hulu 1. Kabupaten Indragiri Hulu

2. Kabupaten Kuantan Singingi

2. Kabupaten Kampar 1. Kabupaten Kampar

2. Kabupaten Rokan Hulu

3. Kabupaten Pelalawan

3. Kabupaten Bengkalis 1. Kabupaten Bengkalis

2. Kabupaten Siak

3. Kabupaten Rokan Hilir

4. Kota Dumai

5. Kabupten Kepulauan Meranti

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011

(5)

Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. PDRB sebagai ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah pada satu tahun. Dengan menganalisa struktur dan perkembangan PDRB suatu daerah dari tahun ke tahun dapat diketahui sektor yang menjadi potensi di suatu wilayah.

Tabel 2. PDRB atas dasar harga konstan (ADHK), jumlah penduduk dan PDRB per kapita menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2010

Kabupaten/Kota PDRB (Juta Rupiah)*

Jumlah Penduduk

(Orang)**

PDRB Per Kapita (Rp) Kabupaten Kuansing 3.110.873,14 292.116 10.649.444,53 Kabupaten Indragiri Hulu 4.029.902,37 363.442 11.088.158,15 Kabupaten Indragiri Hilir 6.721.930,59 661.779 10.157.364,60 Kabupaten Pelalawan 3.115.413,54 301.829 10.321.783,34 Kabupaten Siak 3.813.903,94 376.742 10.123.384,01 Kabupaten Kampar 4.661.065,93 688.204 6.772.796,91 Kabupaten Rokan Hulu 2.561.909,73 474.843 5.395.277,45 Kabupaten Bengkalis 3.419.687,00 498.336 6.862.211,43 Kabupaten Rokan Hilir 4.115.430,35 553.216 7.439.102,17 Kabupaten Kepulauan

Meranti 1.419.067,34 176.290 8.049.619,03

Kota Pekanbaru 9.047.929,45 897.767 10.078.260,23 Kota Dumai 2.086.575,92 253.803 8.221.242,14 Provinsi Riau 48.641.825,21 5.538.367 8.782.701,69

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah)

*) Angka sangat sementara **) Hasil Sensus Penduduk 2010

(6)

tahun 2009. Kota Dumai berada di posisi kedua terendah dari 12 kabupaten/kota se-Provinsi Riau dengan nilai PDRB ADHK tanpa migas sebesar 2,08 triliun rupiah. Dengan klasifikasi daerah sebagai kota, peran Kota Dumai dalam pembentukan PDRB ADHK Provinsi Riau sangat kecil dibandingkan kabupaten/kota lain.

PDRB per kapita Kota Dumai terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. PDRB per kapita Kota Dumai tahun 2008 sebesar Rp. 7.441.544, tahun 2009 sebesar Rp. 7.803.697 dan pada tahun 2010 PDRB per kapita Kota Dumai meningkat sebesar Rp. 8.221.242. PDRB per kapita Kota Dumai 2010 lebih rendah dibandingkan PDRB per kapita Provinsi Riau (Tabel 2) dimana PDRB per kapita Provinsi Riau pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 8.782.701.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Kota Dumai pada tahun 2010 adalah sebesar 8,60 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau yaitu sebesar 7,16 persen pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan sektor-sektor ekonomi terus memacu aktivitas perekonomian.

(7)

terkait dengan keberadaan industri pengilangan minyak bumi yang ada di Kota Dumai dimana Kota Dumai merupakan daerah utama dalam pengilangan minyak bumi di Provinsi Riau. Selain itu di Kota Dumai terdapat beberapa kawasan industri yang berorintasi pada pengolahan kelapa sawit maupun CPO (Crude Palm Oil).

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2001-2011 (diolah)

Gambar 1. Struktur perekonomian Kota Dumai berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2000-2010

(8)

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari sisi kinerja perekonomian, pola struktur pertumbuhan ekonomi serta indikator ekonomi lainnya. Dalam penetapan prioritas pembangunan, perlu diidentifikasi dan dianalisis sektor maupun subsektor unggulan dalam perencanaan pembangunan Kota Dumai. Dengan mengetahui sektor/subsektor unggulan yang dapat dikembangkan diharapkan penyusunan perencanaan pembangunan Kota Dumai diharapkan lebih terarah sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan tentang masalah-masalah yang menjadi objek dari penelitian ini, yaitu:

1. Sektor/subsektor manakah yang berpotensi di Kota Dumai untuk menjadi sektor/subsektor unggulan wilayah?

2. Bagaimana daya saing sektor/subsektor unggulan tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis sektor/subsektor unggulan di Kota Dumai.

2. Menganalisis potensi dan daya saing subsektor unggulan Kota Dumai.

1.4. Manfaat Penelitian

(9)

1. Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dan instansi-instansi terkait dalam perumusan kebijakan perekonomian di Kota Dumai, bahwa terdapat sektor ekonomi yang menjadi unggulan dalam peningkatan daya saing daerah dan perekonomian daerah.

2. Sebagai bahan atau acuan untuk penelitian–penelitian selanjutnya yang sejenis.

3. Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan terutama dalam bidang ekonomi regional bagi penulis dan pembaca.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(10)

2.1 Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena ekonomi yang diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Perspektif mengenai tujuan dan makna pembangunan kemudian berkembang menjadi lebih luas lagi. Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Oleh karena itu, indikator pembangunan ekonomi tidak hanya diukur dari pertumbuhan PDRB maupun PDRB perkapita tetapi juga indikator lainnya seperti: ketenagakerjaan, pendidikan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk miskin. Hal ini sesuai dengan paradigma pembangunan modern yang mulai mengedepankan pengentasan kemiskinan, penurunan ketimpangan distribusi pendapatan, serta penurunan tingkat pengangguran (Todaro dan Smith, 2006).

(11)

pembangunan menjadi lima tahap yaitu: masyarakat tradisional, prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, menuju kedewasaan dan masa konsumsi tinggi. (Arsyad, 1999).

Jhinghan (2010) mengajukan beberapa persyaratan pembangunan ekonomi yaitu:

1. Atas dasar kekuatan sendiri, pembangunan harus bertumpu pada kemampuan perekonomian dalam negeri/daerah. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan materil harus muncul dari masyarakatnya.

2. Menghilangkan ketidaksempurnaan pasar. Ketidaksempurnaan pasar menyebabkan immobilitas faktor dan menghambat ekspansi sektoral dan pembangunan.

3. Perubahan struktural, artinya peralihan dari masyarakat pertanian tradisional menjadi ekonomi industri yang ditandai oleh meluasnya sektor sekunder dan tersier serta menyempitnya sektor primer.

4. Pembentukan modal, merupakan faktor penting dan stategis dalam pembangunan ekonomi, bahkan disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi.

5. Kriteria investasi yang tepat, memiliki tujuan untuk melakukan investasi yang paling menguntungkan masyarakat tetapi tetap mempertimbangkan dinamika perekonomian.

(12)

7. Administrasi. Dibutuhkan alat perlengkapan administratif untuk perencanaan ekonomi dan pembangunan.

Aryad (1999) mendefinisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses yang mencakup pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa uang lebih baik, identifikasi pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ditujukan secara utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

Pembangunan ekonomi daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pembangunan daerah lebih ditujukan pada urusan peningkatan kualitas masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi yang optimal, perluasan tenaga kerja, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi `

(13)

Todaro dan Smith (2006) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komonen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumberdaya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja dan ketiga adalah kemajuan teknologi.

Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan menggambarkan pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) dimana pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil (dinyatakan dalam harga konstan). Hal ini juga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh besaran transfer-payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

2.3 Teori Basis Ekonomi

(14)

sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini merupakan penekanan terhadap arti pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasinya adalah kebijakan yang mencakup pengurangan hambatan atau batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah itu (Arsyad, 1999).

Menurut Glasson (1977), kegiatan basis adalah kegiatan mengekspor barang dan jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat. Bertambah banyaknya basis di dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan. Menambah permintaan barang dan jasa akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan, begitu juga sebaliknya.

Kegiatan lain yang bukan kegiatan basis disebut sektor nonbasis. Sektor nonbasis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, sehingga permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan adalah sektor basis (Tarigan, 2005).

(15)

Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah: 1. Perkembangan jaringan komunikasi dan transportasi. 2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah. 3. Perkembangan teknologi.

4. Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah: 1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah. 2. Kehabisan cadangan sumberdaya.

Untuk mengetahui sektor basis dan nonbasis dapat digunakan metode pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada metode pengukuran langsung, penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan melalui survei langsung di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada metode pengukuran tidak langsung, penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan dengan menggunakan data PDB/PDRB dan tenaga kerja per sektor. Berikut penjelasan mengenai kedua metode tersebut.

1. Metode Pengukuran Langsung

(16)

a.Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan survei secara langsung tidak sedikit, terutama jika daerah yang disurvei cukup luas.

b.Umumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan survei langsung di suatu daerah.

c.Membutuhkan banyak tenaga kerja, selain itu tenaga kerja yang melakukan survei harus memiliki skill tersendiri dalam mengidentifikasi sektor basis dan nonbasis.

2. Metode Pengukuran Tidak Langsung

Secara umum terdapat tiga metode yang digunakan untuk menentukan basis dan sektor nonbasis di suatu daerah berdasarkan pengukuran tidak langsung, yaitu:

a. Metode Asumsi

Biasanya berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan non basis.

b. Metode Location Quotient (LQ)

Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu metode untuk menentukan sektor basis dan non basis. Dengan dasar pemikiran basis ekonomi, kemampuan suatu sektor dalam suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat provinsi terhadap pendapatan (tenaga kerja) provinsi.

(17)

Metode kombinasi merupakan kombinasi pendekatan asumsi dengan metode LQ.

d. Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum (MPKM)

Metode pendekatan kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang “sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja.

2.4 Definisi Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan yang tinggi sehingga dijadikan sebagai harapan pembangunan ekonomi. Sektor unggulan diharapkan dapat menjadi tulang punggung dan penggerak perekonomian sehingga dapat menjadi refleksi dari struktur perekonomian suatu wilayah (Deptan, 2005).

Secara umum, syarat utama agar suatu sektor layak dijadikan sebagai unggulan perekonomian adalah sektor tersebut memiliki kontribusi yang dominan dalam pencapaian tujuan pembangunan. Jika dikaitkan dengan pengembangan wilayah, maka penentuan sektor unggulan dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Mubyarto, 1989):

1. Jumlah tenaga kerja dan sumberdaya lainnya yang dipergunakan atau bisa dipakai secara langsung maupun tidak langsung.

(18)

3. Kesesuaian lahan dimana karakter lahan harus disesuaikan dengan karakteristik sektor tersebut dan ketersediannya harus mampu menampung laju pertumbuhan sektor tersebut.

2.5 Analisis Porter’s Diamond

Untuk melihat daya saing suatu sektor dapat menggunakan analisis Porter’s Diamond. Metode ini merupakan metode kualitatif yaitu menganalisis tiap komponen dalam porter’s diamond theory. Komponen yang dianalisis seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Porter’s diamond model Keterangan gambar:

a. Kondisi faktor merupakan keadaan faktor–faktor seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, infrastruktur dan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang tersedia di suatu wilayah.

Strategi Perusahaan, Struktur dan

Persaingan

Kondisi Faktor Kondisi Permintaan

Industri Pendukung dan Industri Terkait Peran

Pemerintah

(19)

b. Kondisi permintaan menggambarkan keadaan permintaan pada suatu wilayah.

c. Industri pendukung dan industri terkait yaitu keadaan para penyalur faktor produksi dan industri lainnya yang saling mendukung dan terkait.

d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik dan internasional.

Selain itu ada dua komponen pendukung yang terkait dengan keempat komponen utama tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan. Keempat komponen utama dan dua komponen pendukung tersebut saling berinteraksi.

2.6 Penelitian Terdahulu

Sondari (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Wilayah Provinsi Jawa Barat” dengan menggunakan data tahun 2001-2005. Metode penelitian menggunakan analisis LQ, pengganda pendapatan dan analisis Shift Share dan menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 2001-2005 sektor yang menjadi sektor unggulan adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang memiliki dampak pengganda terbesar adalah sektor industri pengolahan. Pergeseran bersih sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat secara keseluruhan tergolong ke dalam kelompok yang lambat.

(20)

menggunakan data tahun 2000-2005. Model analisis yang digunakan yakni analisis LQ, Shift Share, Tipologi Klassen serta Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Dari hasil analisis LQ, Shift Share, Tipologi daerah dan pertumbuhan sektoral, Kabupaten Tojo Una-Una merupakan prioritas utama untuk pengembangan wilayah semua sektor basis yang dimilikinya.

Maulida (2009) memiliki penelitan yang berjudul “Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah” dengan periode penelitian selama 2003-2007. Metode yang digunakan adalah metode LQ, Shift Share, Porter’s Diamond. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. Sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi memiliki daya saing yang baik.

Sabuna (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Sektor-sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (periode 2000-2008)” menggunakan alat analisis Shift Share, LQ, MRP, Klassen Typology dan overlay. Analisis overlay digunakan untuk melihat hasil gabungan dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitiannya didapatkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak terdapat sektor unggulan.

(21)

unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.

2.7 Kerangka Pemikiran

Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan besaran PDRB kedua terendah dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau. Oleh karena itu akan diteliti sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan berdasarkan koefisien LQ, koefisien MRP serta kontribusi PDRB. Berdasarkan sektor unggulan tersebut akan dianalisis daya saingnya (Gambar 3).

Gambar 3. Kerangka pemikiran

Sektor-sektor Ekonomi

Analisis Daya Saing

Sektor/Subsektor Unggulan

PDRB Per Kapita Kota Dumai lebih rendah dari pada Provinsi Riau

Analisis Indeks Komposit

(22)

3.1Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun 2000-2010) dan PDRB

kabupaten/kota Provinsi Riau (tahun 2000-2010) menurut Lapangan Usaha, baik

berdasarkan atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan

tahun 2000 (ADHK); (2) Jumlah Penduduk kabupaten/kota Propinsi Riau tahun

2005–2010; (3) Keadaan Angkatan Kerja Kota Dumai Tahun 2007–2010 menurut

Lapangan Usaha; (4) Data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti

kondisi geografis, pertumbuhan ekonomi dan data penunjang lainnya. Seluruh

data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Dumai dalam

bentuk publikasi maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh BPS

Provinsi Riau serta dari instansi terkait lainnya.

3.2Metode Analisis

Secara garis besar, metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis deskriptif dan beberapa alat analisis lain seperti: analisis Location

Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang terdiri atas rasio

pertumbuhan wilayah studi (Rps) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr),

(23)

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan

untuk mempermudah pemahaman tentang gambaran perekonomian Kota Dumai

dengan menyajikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik serta diagram. Analisis

deskriptif mengenai gambaran perekonomian yang akan dibahas dalam penelitian

ini adalah struktur ekonomi serta pertumbuhan ekonomi Kota Dumai.

3.2.2 Analisis Sektor Unggulan

Penentuan sektor unggulan dalam perekonomian secara umum dilakukan

berdasarkan indeks komposit. Alur proses penghitungannya dapat dilihat pada

Gambar 4.

Koefisien LQ Berdasarkan PDRB

Gambar 4. Alur penentuan sektor unggulan

Penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penghitungan indeks

komposit ini adalah sebagai berikut: Koefisien

LQ Berdasarkan PDRB

Koefisien Kontribusi

PDRB Koefisien

MRP

Transformasi menjadi angka indeks

Penggabungan indeks

(24)

1. Koefisien Location Quotient (LQ) menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan

kemampuan sektor yang sama di daerah yang lebih luas atau lingkup

nasional. Kemampuan suatu sektor dapat dilihat dari aspek nilai tambah

maupun dari aspek tenaga kerja. Perbandingan relatif ini dinyatakan secara

matematis (Arsyad, 1999) sebagai berikut :

RV X

RV X LQ

i j ij ij

atau RV RV

X X LQ

j i ij ij

………….……….... (3.1)

Keterangan :

LQij = indeks/koefisien Location Quotient sektor i di kabupaten/kota j

Xij = PDRB adhk sektor i di kabupaten/kota j

Xi = PDRB adhk sektor i di Provinsi

RVj = Total PDRB adhk kabupaten/kota j

RV = Total PDRB adhk Provinsi

Dari hasil analisis Location Quotient (LQ) maka didapat

kesimpulan:

1. Jika nilai LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor potensial,

yang menunjukkan suatu sektor mampu melayani pasar baik di dalam

maupun di luar kabupaten/kota;

2. Jika nilai LQ < 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor

potensial, yang menunjukkan suatu sektor belum mampu melayani

(25)

3. Jika nilai LQ = 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di

dalam wilayah kabupaten/kota saja atau belum dapat memasarkan hasil

sektor tersebut ke luar daerah lain.

2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Analisis MRP juga dapat digunakan untuk menganalisis sektor dan

subsektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB.

MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik

dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam

analisis MRP terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu :

(a) Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) yaitu merupakan

perbandingan antara pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di

wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di

wilayah referensi dengan formulasi yaitu :

Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPS) =

in in ij ij E E E E Δ Δ ….…... (3.2)

(b) Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) yaitu perbandingan

rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi

dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) di wilayah

referensi dengan formulasi yaitu :

Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) =

(26)

dimana:

... ... (3.4)

... ... (3.5)

... ... (3.6)

Keterangan:

ΔEij : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j

Eij : PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j pada tahun dasar

Eij.t : PDRB sektor/subsektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis

ΔEin : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi

Ein :PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi pada tahun

akhir dasar

Ein.t :PDRB sektor/subsektor i di provinsi/nasional pada tahun akhir

analisis

ΔEn : Perubahan PDRB nasional/provinsi

En : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun dasar

En.t : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun akhir analisis

3. Koefisien Kontribusi Terhadap PDRB, nilai tambah yang terbentuk di masing-masing sektor terhadap nilai tambah total yang tercipta dalam

perekonomian yang ditulis:

di= PDRBi/ PDRB ...(3.7) Setelah nilai masing-masing indikator tersebut diperoleh, kemudian

dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing indikator. Untuk lebih

(27)

memiliki nilai koefisien terendah diberi indek 1, tertinggi diberi indek 5 dan yang

nilainya berada di antara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus:

)

8

.

3

....(

...

...

...

...

...

)

(

)

(

i

Nr

i

Nt

Ir

It

i

Nj

i

Nt

It

IIj

Dimana : IIj = Indek sektor dan subsektor ke-j (yang dicari indeknya)

It = indek tertinggi (yaitu 5)

Ir = indek terendah (yaitu 1)

Nti = nilai koefisien sektor tertinggi indikator i

Nri = nilai koefisien sektor terendah indikator i

Nji = nilai koefisien sektor ke-j (yang dicari indeknya)

Bila indeks masing-masing indikator sudah didapatkan, maka hasil indeks

seluruh indikator untuk tiap sektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Sektor

yang memiliki rata-rata indeks terbesar disimpulkan sebagai sektor unggulan.

3.2.3 Analisis Porter’s Diamond

Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi daya

saing sektor unggulan Kota Dumai. Analisis ini berupa analisis secara deskriptif

berdasarkan empat elemen utama serta dua kompenen pendukung.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Beberapa variabel yang telah digunakan untuk kepentingan penelitian ini

(28)

1.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)

maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) merupakan nilai produksi

barang dan jasa akhir dalam suatu kurun waktu tertentu yang dihasilkan suatu

daerah. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan.

Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut Konstan karena

harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000) dan

dinamakan berlaku karena menggunakan harga tahun berjalan (tahun sesuai

dengan referensi waktu yang diinginkan). PDRB juga sering disebut dengan

NTB (Nilai Tambah Bruto).

2.

Sektor ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral di

suatu wilayah. Sektor atau lapangan usaha pada tulisan ini sama dengan

konsep yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik terdiri dari sembilan sektor

yaitu: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri

pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

keuangan, persewaan dan perbankan serta sektor jasa-jasa.

3.

Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsektor

ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan

kompetitif, keunggulan komparatif, spesialisasi jika dibandingkan dengan

sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.

4.

Keunggulan Kompetitif berarti kemampuan daya saing kegiatan ekonomi

yang lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di

(29)

keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya

yang dijadikan benchmark.

5.

Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang

menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah

tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai

tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar

dibandingkan dengan daerah lainnya.

6.

Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.

7.

Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, sudah mempunyai pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

8.

Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh atau

membantu memperoleh pendapatan dan lamanya bekerja paling sedikit satu

jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja

keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan

ekonomi).

9.

Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari kerja

(belum bekerja), penduduk sedang mempersiapkan usaha, penduduk yang

sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, penduduk yang

(30)

4.1 Kondisi Geografis

Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101o23'37” - 101o8'13” Bujur Timur dan 1o23'23” - 1o24'23” Lintang Utara dengan luas wilayah 1.727,38 km2. Kota Dumai memiliki lima (5) kecamatan dan 33 kelurahan. Batas administratif Kota Dumai adalah sebagai berikut :

 Utara : Selat Rupat

[image:30.612.102.501.305.659.2]

 Timur : Kabupaten Bengkalis  Selatan : Kabupaten Bengkalis  Barat : Kabupaten Rokan Hilir

(31)

Kota Dumai sangat dipengaruhi oleh sifat iklim laut. Musim hujan jatuh pada bulan September hingga bulan Februari dan periode kemarau dimulai pada bulan Maret hingga bulan Agustus dengan iklim tropis basah yang dipengaruhi oleh sifat iklim laut dengan curah hujan berkisar antara 1.500 mm sampai dengan 2.600 mm selama 75 sampai dengan 130 hari per tahun.

Kondisi ini didukung pula oleh suhu rata-rata 26OC–32OC dengan kelembaban antara 82–84 %. Laju percepatan angin berkisar antara 6–7 Knot, menjadikan Dumai sebagai kawasan yang paling bersahabat dengan iklim dan cuaca. Dalam lima tahun terakhir, keadaan ini terganggu dengan bencana asap yang cukup merugikan daerah.

Kota Dumai memiliki 16 sungai besar dan kecil dengan total panjang keseluruhannya 222 km, yang bermuara ke Selat Rupat dan Selat Malaka sebagai jalur lalu lintas perdagangan. Jika dilihat dari segi topografi, Kota Dumai termasuk ke dalam kategori daerah yang datar dengan kemiringan lereng 0–< 3 %, di mana sebelah utara Kota Dumai umumnya merupakan dataran yang landai dan ke selatan semakin bergelombang.

4.2 Kondisi Kependudukan

(32)
[image:32.612.130.511.108.311.2]

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).

Gambar 6. Jumlah penduduk Kota Dumai tahun 2007-2010

Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Kota Dumai mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kota Dumai sebesar 230.221 jiwa dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2010 mencapai 253.803 jiwa. Penduduk merupakan modal dasar pembangunan. Tetapi untuk menunjang keberhasilan pembangunan, tentunya dibutuhkan penduduk yang berkualitas.

(33)
[image:33.612.135.504.107.379.2]

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).

Gambar 7. Persentase komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010

(34)

pendidikan dan ekonomi masih harus dipacu agar kualitas masyarakat semakin meningkat.

4.3 Struktur Ekonomi

Salah satu sisi untuk melihat keberhasilan pembangunan dari aspek perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB atas dasar harga berlaku dapat memberikan gambaran tentang struktur ekonomi suatu wilayah yang dilihat melalui kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB.

Tabel 3. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB dengan migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)

Sektor 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 4,10 3,34 3,09 2,86

2. Pertambangan & Penggalian 0,28 0,23 0,22 0,21 3. Industri Pengolahan 56,27 62,14 63,45 64,63 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,45 0,37 0,35 0,34

5. Bangunan 9,89 9,33 8,02 6,98

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 13,15 11,59 12,28 12,82 7. Pengangkutan & Komunikasi 8,02 6,52 6,24 5,93 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 1,73 1,45 1,43 1,53

9. Jasa-Jasa 6,11 5,04 4,91 4,69

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).

(35)

tahun terakhir (2007-2010), posisi masing-masing sektor masih tetap meskipun terdapat perubahan besarnya kontribusi.

[image:35.612.103.521.398.553.2]

Kontribusi sektor industri pengolahan sangat dominan terhadap pembentukan PDRB dalam struktur migas Kota Dumai dengan nilai sebesar 64,63 persen pada tahun 2010. Kontribusi sektor industri pengolahan memiliki kecenderungan yang semakin meningkat tiap tahunnya. Jika dilihat dari subsektornya, peningkatan nilai tambah pada subsektor industri migas sangat mempengaruhi adanya peningkatan pada sektor industri pengolahan. Kondisi ini cukup beralasan karena di Kota Dumai terdapat industri pengilangan minyak bumi.

Tabel 4. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB tanpa migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)

Sektor 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 7,35 6,84 6,38 5,98

2. Pertambangan & Penggalian 0,50 0,47 0,46 0,44 3. Industri Pengolahan 21,54 22,49 24,40 26,21 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,81 0,75 0,73 0,71

5. Bangunan 17,75 19,10 16,59 14,56

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,59 23,72 25,40 26,74 7. Pengangkutan & Komunikasi 14,40 13,35 12,91 12,37 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 3,11 2,97 2,97 3,20

9. JASA-JASA 10,96 10,32 10,16 9,79

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).

(36)

kontribusi terkecil adalah sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih.

4.4 Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi tiap sektor dapat memberikan gambaran tentang sektor-sektor apa saja yang berpotensi untuk dikembangkan. Semakin positif peningkatan laju pertumbuhan suatu sektor dari tahun ke tahun, semakin berpotensi sektor tersebut untuk mampu menggerakkan perekonomian suatu daerah.

[image:36.612.132.505.327.488.2]

Sumber : BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Gambar 8. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai tahun 2007-2010

(37)

Tabel 5. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai menurut lapangan usaha tahun 2007-2010 (persen)

Sektor 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 4,20 4,06 3,97 3,57

2. Pertambangan & Penggalian 9,67 9,78 9,59 8,88

3. Industri Pengolahan 8,95 8,70 8,21 8,37

4. Listrik, Gas & Air Bersih 3,81 4,03 2,13 3,68

5. Bangunan 8,72 8,73 8,62 8,42

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10,28 10,15 9,53 9,58 7. Pengangkutan & Komunikasi 8,60 8,52 8,35 8,82 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 9,31 5,66 6,30 8,29

9. Jasa-Jasa 9,54 9,01 9,08 9,35

Sumber: BPS Kota Dumai, 2010 (diolah).

Dari Tabel 5 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDRB Kota Dumai seluruh sektor tahun 2007-2010 menunjukkan pertumbuhan positif namun cenderung berfluktuatif. Jika dibandingkan pertumbuhan tiap sektor tahun 2007 dengan pertumbuhan tahun 2010 hampir sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan yang melamban kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi dimana pada tahun 2007 memiliki pertumbuhan sebesar 8,60 persen dan pertumbuhan tahun 2010 menjadi sebesar 8,82 persen. Pada tahun 2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan pertumbuhan paling besar dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya dengan pertumbuhan PDRB sebesar 9,58 persen. Sektor terbesar kedua yaitu sektor jasa-jasa sebesar 9,35 persen.

(38)

pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih juga termasuk sektor dengan laju pertumbuhan yang rendah yaitu sebesar 3,68 persen pada tahun 2010.

4.5 Kondisi Ketenagakerjaan

4.5.1 Distribusi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, sehingga apabila terjadi peningkatan output maka kesempatan kerja cenderung meningkat juga. Untuk melihat sejauh mana potensi sektor-sektor ekonomi menyerap tenaga kerja di Dumai, dapat dilihat pada Gambar 9.

[image:38.612.111.505.322.545.2]

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).

Gambar 9. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kota Dumai tahun 2010

(39)

Bila dikaitkan dengan kontribusi sektor terhadap PDRB, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan kontribusinya terhadap PDRB juga cukup besar (lihat Tabel 3). Sedangkan sektor industri pengolahan yang juga sebagai penyumbang kontribusi utama dalam perekonomian Kota Dumai, hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 10,23 persen pada tahun 2010.

Jumlah penduduk Kota Dumai yang bekerja pada tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar 13,75 persen dengan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2007 sebanyak 75.265 orang. Selama tahun 2007-2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor ekonomi dominan dalam menyerap tenaga kerja.

4.5.2 Indikator Ketenagakerjaan

Indikator ketenagakerjaan dapat dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka serta tingkat kesempatan kerja. Tabel 6 memberikan gambaran mengenai ketiga indikator ketenagakerjaan tersebut di Kota Dumai selama tahun 2007-2010.

Tabel 6. Indikator ketenagakerjaan Kota Dumai tahun 2007-2010 (Persen)

Tahun

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK)

Tingkat Pengangguran

Terbuka

Tingkat Kesempatan

Kerja

2007 61,32 18,54 81,46

2008 65,45 14,90 85,10

2009 63,13 13,45 86,55

2010 62,49 14,68 85,32

(40)

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan rasio antara angkatan kerja dengan seluruh penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Semakin besar nilai TPAK menunjukkan semakin meningkatnya penduduk usia kerja di suatu daerah. TPAK Kota Dumai tahun 2010 sebesar 62,49 persen. Dimulai pada tahun 2008 TPAK semakin menurun dimana TPAK pada tahun 2008 sebesar 65,45 persen dan pada tahun 2009 sebesar 63,13 persen.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan perbandingan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja. TPT Kota Dumai selama tahun 2007-2009 cenderung menurun dengan TPT pada tahun 2007 sebesar 18,54 persen, 14,90 persen pada tahun 2008 dan menjadi 13,45 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 TPT meningkat dengan nilai sebesar 14,68 persen.

(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk melihat daya saing sektor unggulan digunakan analisis Porter’s Diamond.

5.1. Indikator Sektor Unggulan

Pada dasarnya sektor unggulan merupakan sektor yang mampu memberikan kontribusinya bukan hanya untuk daerah itu sendiri tetapi juga daerah lain. Pada penelitian ini, penentuan sektor unggulan dilihat berdasarkan indikator koefisien Location Quetiont (LQ) dari sisi PDRB tahun 2010, Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh dari analisis MRP serta kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2000-2010. Hasil yang didapatkan pada semua indikator adalah berupa angka indeks dengan interval nilai 1 sampai 5. Sektor dengan nilai indeks tertinggi merupakan sektor unggulan tiap indikator. 5.1.1 Analisis Location Quetiont (LQ)

(42)

Tabel 7. Hasil penghitungan LQ dan rata-rata LQ Kota Dumai tahun 2000-2010

Sektor/Subsektor LQ Tahun 2010 Rata-rata LQ

1. Pertanian 0,20 0,22

a. Tanaman Bahan Makanan 0,31 0,35

b. Tanaman Perkebunan 0,04 0,04

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,67 0,71

d. Kehutanan 0,32 0,32

e. Perikanan 0,10 0,11

2. Pertambangan dan Penggalian 0,36 0,52

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 -

b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 -

c. Penggalian 0,63 0,70

3. Industri Pengolahan 0,28 0,29

a. Industri Migas 0,00 -

1. Pengilangan Minyak Bumi 0,00 -

2. Gas Alam Cair 0,00 -

b. Industri Tanpa Migas 0,28 0,29

4. Listrik, Gas & Air bersih 1,61 1,85

a. Listrik 1,72 2,02

b. Gas 0,00 0,00

c. Air Bersih 1,10 1,09

5. Bangunan 2,49 2,67

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,60 1,63

a. Perdagangan Besar & Eceran 1,62 1,65

b. Hotel 1,53 1,76

c. Restoran 0,53 0,63

7. Pengangkutan & Komunikasi 3,49 3,76

a. Pengangkutan 3,89 4,06

1. Angkutan Rel 0,00 -

2. Angkutan Jalan Raya 1,13 1,11

3. Angkutan Laut 15,65 16,27

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 0,00 -

5. Angkutan Udara 0,33 0,36

6. Jasa Penunjang Angkutan 3,39 3,41

b. Komunikasi 1,41 1,46

1. Pos dan Telekomunikasi 1,41 1,46

2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa 0,78 0,98

a. Bank 0,34 0,22

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 1,31 1,41

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 -

d. Sewa Bangunan 0,98 1,15

e. Jasa Perusahaan 1,21 1,44

9. Jasa-jasa 1,58 1,59

a. Pemerintahan Umum 1,63 1,62

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1,63 1,62

2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 -

b. Swasta 1,39 1,49

1. Sosial Kemasyarakatan 1,00 1,11

2. Hiburan & Rekreasi 1,41 1,48

[image:42.612.101.509.121.696.2]
(43)

Berdasarkan Tabel 7 sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif di Kota Dumai pada tahun 2010 serta selama periode tahun 2000-2010 terdiri dari lima sektor yang sama. Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif di Kota Dumai dengan nilai LQ lebih dari satu yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan penggalian dan sektor industri pengolahan bukan sektor unggulan. Ini mengindikasikan bahwa Kota Dumai telah mampu memenuhi sendiri kebutuhannya pada kelima sektor unggulan tersebut dan dimungkinkan untuk melakukan ekspor ke luar daerah. Dari sisi subsektor, subsektor pengangkutan merupakan subsektor unggulan dengan nilai LQ terbesar.

Dari hasil LQ tersebut dilakukan indeksasi. Hal ini dilakukuan untuk memberikan penilaian kriteria yang sama pada setiap indikator sektor unggulan sehingga indikator tersebut dapat dihitung secara bersama-sama dengan menggunakan metode indeks komposit. Sektor pertanian diberi indeks sebesar 1 karena merupakan sektor dengan nilai LQ terendah sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi sebagai sektor dengan nilai LQ tertinggi sehingga diberikan indeks sebesar 5.

(44)
[image:44.612.135.511.247.392.2]

kapal laut dan truk pengangkut bahan-bahan penunjang industri pengolahan maupun hasilnya. Sektor yang memiliki indeks terendah adalah sektor pertanian yang disebabkan oleh kondisi lahan yang sebagian besar berupa rawa dan gambut sehingga kurang cocok untuk pertanian.

Tabel 8. Indeks Location Quotient (LQ) Kota Dumai menurut sektor tahun 2010

Sektor LQ Tahun 2010 Indeks

1. Pertanian 0,20 1

2. Pertambangan & Penggalian 0,36 1,19

3. Industri Pengolahan 0,28 1,11

4. Listrik, Gas & Air Bersih 1,61 2,71

5. Bangunan 2,49 3,78

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,60 2,70

7. Pengangkutan & Komunikasi 3,49 5

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 0,78 1,71

9. Jasa-Jasa 1,58 2,68

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah) 5.1.2 Analisis MRP

Analisis MRP terdiri atas dua instrumen pengukuran yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang menunjukkan rasio pertumbuhan sektor/subsektor dengan nilai PDRB sektor/subsektor tersebut antara Kota Dumai dengan Provinsi Riau. Selanjutnya instrumen kedua adalah Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) yaitu rasio pertumbuhan suatu sektor/subsektor ekonomi Provinsi Riau terhadap pertumbuhan ekonomi agregat di Provinsi Riau.

(45)
[image:45.612.101.506.124.673.2]

Tabel 9. Hasil penghitungan Rasio Pertumbuhan Provinsi Riau (RPr) dan Rasio Pertumbuhan Kota Dumai (RPs) tahun 2000-2010

Sektor RPr RPs

1. Pertanian 0,67 0,68

a. Tanaman Bahan Makanan 0,30 0,35

b. Tanaman Perkebunan 0,99 0,93

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,65 0,94

d. Kehutanan 0,46 1,07

e. Perikanan 0,93 0,71

2. Pertambangan dan Penggalian 3,43 0,34

a. Minyak dan Gas Bumi - -

b. Pertambangan tanpa Migas - -

c. Penggalian 1,54 0,77

3. Industri Pengolahan 1,12 1,04

a. Industri Migas - -

1. Pengilangan Minyak Bumi - -

2. Gas Alam Cair - -

b. Industri Tanpa Migas 1,12 1,04

4. Listrik, Gas & Air bersih 0,60 0,63

a. Listrik 0,60 0,55

b. Gas - -

c. Air Bersih 0,59 1,33

5. Bangunan 1,23 0,80

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,30 0,96

a. Perdagangan Besar & Eceran 1,30 0,97

b. Hotel 1,14 0,59

c. Restoran 1,53 0,75

7. Pengangkutan & Komunikasi 1,35 0,82

a. Pengangkutan 1,17 0,89

1. Angkutan Rel - -

2. Angkutan Jalan Raya 1,09 1,15

3. Angkutan Laut 1,01 0,95

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 1,13 -

5. Angkutan Udara 2,86 0,80

6. Jasa Penunjang Angkutan 1,33 1,05

b. Komunikasi 3,24 0,93

1. Pos dan Telekomunikasi 3,24 0,93

2. Jasa Penunjang Komunikasi - -

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 2,08 0,56

a. Bank 11,54 5,25

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0,95 0,95

c. Jasa Penunjang Keuangan - -

d. Sewa Bangunan 1,18 0,72

e. Jasa Perusahaan 1,20 0,60

9. Jasa-jasa 1,08 1,05

a. Pemerintahan Umum 1,09 1,09

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1,09 1,09

2. Jasa Pemerintah lainnya - -

b. Swasta 1,02 0,94

1. Sosial Kemasyarakatan 1,11 0,84

2. Hiburan & Rekreasi 0,81 0,97

3. Perorangan & Rumahtangga 1,05 0,94

(46)

Sektor pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor dengan nilai RPr dan RPs yang lebih kecil dari satu. Hal ini menunjukkan sektor pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih di Kota Dumai dan Provinsi Riau kurang potensial dari sisi pertumbuhannya.

Untuk penghitungan indeks komposit, hasil penghitungan MRP yang diindekskan adalah RPs dengan pertimbangan bahwa RPs menggambarkan secara khusus potensi sektor Kota Dumai. Hasil indeksasi RPs ditampilkan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Indeks rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) Kota Dumai tahun 2000-2010

Sektor RPs Indeks

1. Pertanian 0,68 2,87

2. Pertambangan & Penggalian 0,34 1

3. Industri Pengolahan 1,04 4,90

4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,63 2,59

5. Bangunan 0,80 3,56

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 0,96 4,47

7. Pengangkutan & Komunikasi 0,82 3,65

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 0,56 2,23

9. Jasa-Jasa 1,05 5

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Sektor jasa-jasa merupakan indeks RPs tertinggi pada tahun 2000-2010. Sektor yang memiliki indeks terendah yaitu sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini dikarenakan keberadaan sumberdaya pertambangan dan penggalian yang jumlahnya sedikit serta bersifat tidak dapat diperbaharui

5.1.3 Indeks Kontribusi PDRB

(47)
[image:47.612.101.509.127.681.2]

Tabel 11. Rata-rata kontribusi PDRB Kota Dumai menurut sektor dan subsektor tahun 2000-2010

Sektor Kontribusi PDRB (%)

1. Pertanian 7,91

a. Tanaman Bahan Makanan 1,44

b. Tanaman Perkebunan 1,70

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,16

d. Kehutanan 3,11

e. Perikanan 0,50

2. Pertambangan dan Penggalian 0,50

a. Minyak dan Gas Bumi -

b. Pertambangan tanpa Migas -

c. Penggalian 0,50 3. Industri Pengolahan 18,77 a. Industri Migas

1. Pengilangan Minyak Bumi -

2. Gas Alam Cair -

b. Industri Tanpa Migas 18,77

4. Listrik, Gas & Air bersih 0,85

a. Listrik 0,78

b. Gas -

c. Air Bersih 0,07

5. Bangunan 16,99

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,84

a. Perdagangan Besar & Eceran 22,68

b. Hotel 0,93

c. Restoran 0,23

7. Pengangkutan & Komunikasi 16,13 a. Pengangkutan 15,34

1. Angkutan Rel -

2. Angkutan Jalan Raya 2,38

3. Angkutan Laut 11,44

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan -

5. Angkutan Udara 0,07

6. Jasa Penunjang Angkutan 1,45

b. Komunikasi 0,79

1. Pos dan Telekomunikasi 0,79

2. Jasa Penunjang Komunikasi - -

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 2,85

a. Bank 0,31

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0,38

c. Jasa Penunjang Keuangan

d. Sewa Bangunan 1,94

e. Jasa Perusahaan 0,22

9. Jasa-jasa 12,18

a. Pemerintahan Umum 9,62

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 9,62

2. Jasa Pemerintah lainnya

b. Swasta 2,56

1. Sosial Kemasyarakatan 0,15

2. Hiburan & Rekreasi 0,32

(48)

Berdasarkan Tabel 11, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki rata-rata kontribusi terbesar yaitu sebesar 23,84 persen selama tahun 2000-2010 dengan subsektor perdagangan besar dan eceran sebagai pemberi kontribusi terbesar. Perdagangan besar dan eceran menjadi kontribusi terbesar dalam struktur perekonomian tanpa migas, terutama dari penjualan hasil olahan industri CPO, pupuk dan komoditi lainnya. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan kontribusi terkecil yaitu sebesar 0,50 persen. Tabel 12. Indeks kontribusi PDRB Kota Dumai tahun 2000-2010

Sektor Kontribusi PDRB Indeks

1. Pertanian 7,91 2,27

2. Pertambangan & Penggalian 0,50 1,00

3. Industri Pengolahan 18,77 4,13

4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,85 1,06

5. Bangunan 16,99 3,83

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,84 5,00

7. Pengangkutan & Komunikasi 16,13 3,68

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa 2,85 1,40

9. Jasa-Jasa 12,18 3,00

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Indikator kontribusi PDRB ini kemudian diindeksasi agar diperoleh kesamaan kriteria penilaian untuk melakukan indeks komposit. Sektor yang memiliki indeks kontribusi PDRB terbesar merupakan sektor dengan nilai kontribusi yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. Oleh karena itu sektor yang menjadi sektor unggulan pada indikator rata-rata kontribusi PDRB Kota Dumai pada tahun 2000-2010 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.

5.2. Sektor Unggulan Berdasarkan Indeks Komposit

(49)

PDRB tahun 2010, Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh dari analisis MRP serta rata-rata kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2000-2010. Indeks komposit merupakan rata-rata dari total nilai indeks tiga indikator penentu sektor unggulan tersebut. Indeks komposit dengan nilai tertinggi disimpulkan sebagai sektor unggulan.

Tabel 13. Indeks komposit sebagai penentu sektor unggulan Kota Dumai

Sektor Indeks LQ

Indeks RPs

Indeks Kontribusi

Indeks Komposit

1. Pertanian 1,00 2,87 2,27 2,05

2. Pertambangan & Penggalian 1,19 1,00 1,00 1,06

3. Industri Pengolahan 1,11 4,90 4,13 3,38

4. Listrik, Gas & Air Bersih 2,71 2,59 1,06 2,12

5. Bangunan 3,78 3,56 3,83 3,72

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 2,70 4,47 5,00 4,06

7. Pengangkutan & Komunikasi 5,00 3,65 3,68 4,11

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa

Perusahaan 1,71 2,23 1,40 1,78

9. Jasa-Jasa 2,68 5,00 3,00 3,56

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

(50)

Dari sisi subsektor, subsektor yang menjadi unggulan di Kota Dumai berdasarkan indeks komposit adalah subsektor pengangkutan. Pengangkutan sebagai subsektor unggulan terkait dengan keberadaan beberapa perusahaan industri besar, keberadaan pelabuhan-pelabuhan barang maupun penumpang serta adanya beberapa lokasi pergudangan di Kota Dumai seperti gudang pupuk dan gudang beras.

5.3. Analisis Porter’s Diamond

Berdasarkan hasil penghitungan indeks komposit, sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor unggulan Kota Dumai dengan subsektor pengangkutan sebagai subsektor unggulan. Kondisi geografis Kota Dumai yang strategis dengan beberapa pelabuhan yang ada berpotensi berkembang menjadi kota pelabuhan, perdagangan dan wisata.

(51)

5.3.1 Kondisi Faktor

Secara umum kondisi faktor dapat dianalisis secara deskriptif melalui sumberdaya manusia, sumberdaya modal, kondisi infrastruktur, teknologi serta faktor alam yang dimiliki suatu wilayah seperti letak strategis wilayah, besarnya jumlah penduduk dan potensi sumberdaya alam. Semakin baik kondisi tersebut maka wilayah tersebut semakin berdaya saing.

Pencapaian standar kualitas masyarakat dapat dilihat dari pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Meningkatnya status pembangunan manusia dipengaruhi oleh meningkatnya indikator yang digunakan dalam penghitungan IPM. Angka IPM Kota Dumai dapat dinilai cukup berkualitas yaitu sebesar 77,75 persen pada tahun 2010. IPM Kota Dumai berada pada peringkat kedua terbesar se–kabupaten/kota Provinsi Riau selama tahun 2008-2010 dengan persentase yang semakin meningkat.

Dari sisi kepelabuhan, Kota Dumai memiliki enam pelabuhan besar yaitu: Pelabuhan bongkar muat barang-barang selain CPO dan minyak mentah, Pelabuhan Chevron, Pelabuhan Pertamina, Pelabuhan Penumpang, Pelabuhan Santana di Kawasan Industri Dumai dan Pelabuhan PT.Sari Dumai Sejahtera (SDS) di kawasan industri Lubuk Gaung. Pelabuhan-pelabuhan tersebut memiliki fungsi masing-masing, misalnya sebagai pelabuhan bagi kapal-kapal pengangkut minyak mentah, hasil olahan CPO maupun berfungsi sebagai transit bagi kapal kargo.

(52)

perdagangan. Posisi ini telah menarik minat investor asing yaitu dengan adanya industri pengolahan CPO dengan tujuan ekspor.

5.3.2 Kondisi Permintaan

[image:52.612.130.513.297.405.2]

Kondisi permintaan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk barang dan jasa. Pada subsektor pengangkutan, kondisi permintaan dapat digambarkan melalui banyaknya bongkar muat barang melalui pelabuhan Dumai serta jumlah penumpang yang berangkat dan datang melalui pelabuhan Dumai. Tabel 14. Banyaknya barang dan penumpang melalui Pelabuhan Dumai

tahun 2008-2010

Tahun Barang (Ton) Penumpang (Orang)

Bongkar Muat Berangkat Datang

2008 27.299.543 2.811.707 334.597 361.038

2009 17.230.549 2.537.928 280.165 286.677

2010 20.752.026 4.322.453 281.666 278.897

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah barang yang dibongkar melalui Pelabuhan Dumai sebanyak 27.299.543 ton pada tahun 2008, 17.230.549 ton pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 20.752.026 ton pada tahun 2010. Jenis barang yang dibongkar muat antara lain berupa bahan pokok, minyak masak sebagai hasil olahan minyak bumi, inti sawit dan pupuk.

(53)

2008 sampai tahun 2010. Jumlah penumpang yang datang melalui pelabuhan adalah sebesar 278.897 orang pada tahun 2010.

Kondisi permintaan memperlihatkan kondisi yang lebih baik dan memiliki keunggulan secara umum yang ditunjukkan dengan peningkatan muatan bongkar muat barang dan penumpang pada tahun 2010 dibandingkan kondisi tahun 2008. 5.3.3 Strategi Perusahaan dan Pesaing

Dumai memiliki pelabuhan bertaraf internasional yang salah satunya dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia I (PT Pelindo I). Fasilitas yang disediakan oleh PT Pelindo I ini antara lain meliputi:

1. Fasilitas pokok pelabuhan berupa tambatan di setiap dermaga yaitu dermaga A, dermaga B, dermaga C, dermaga D.

2. Fasilitas pelayanan kapal dengan penyediaan kapal tunda sebanyak enam unit, kapal pandu sebanyak tujuh unit dan sped boat sebanyak satu unit.

3. Fasilitas penumpukan berupa gudang penumpukan dan lapangan penumpukan.

4. Fasilitas pelayanan terminal seperti: crane darat, forklift, fire truck, water truck, excavator, dump truck, outlet pipa dan lainnya.

5. Pengusahaan terminal penumpang domestik maupun internasional, fasilitas air minum, gedung, tanah serta fasilitas air kapal.

(54)

5.3.4 Industri Pendukung dan Industri Terkait

Terkait dengan subsektor angkutan laut, keberadaan usaha industri baik industri migas maupun non migas memiliki peran penting. Kota Dumai memiliki empat kawasan industri dalam bidang pengolahan CPO yang terdiri dari kawasan industri Lubuk Gaung, kawasan industri Dumai, kawasan industri Bukit Kapur, dan kawasan terpadu Dock yard. Keberadaan kawasan industri ini mendorong semakin meningkatnya peran subsektor pengangkutan khususnya angkutan laut terutama di kawasan industri Dumai serta kawasan industri Lubuk Gaung yang terletak di tepi laut. Kawasan industri Dumai dan kawasan industri Lubuk Gaung merupakan jenis industri bertaraf internasional dengan tujuan ekspor dimana kawasan ini memiliki pelabuhan tersendiri.

Keberadaan dua perusahaan migas bertaraf internasional, PT Chevron Pacifik Indonesia dan Pertamina Refinery Unit II Dumai, juga merupakan industri pendukung subsektor angkutan laut. Aktifitas loading minyak bumi ke kapal tanker dilakukan melalui pelabuhan Dumai.

5.3.4 Peran Pemerintah Daerah

(55)

perekonomian kerakyatan berbasis kepelabuhan, perdagangan, tourism dan industri. Kebijakan lainnya di bidang peningkatan pembangunan infrastruktur yang ditetapkan oleh pemerintah daerah pada tahun 2010 meliputi:

1. Tersedianya sarana dan prasarana transportasi untuk mendukung Kota Dumai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.

2. Penyusunan dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dermaga penyebarangan RO-RO (Roll on-Roll off) Dumai.

3. Pemeliharaan dermaga penyebrangan RO-RO Dumai dan Tanjung Kapal. 4. Pembangunan jalan dan jembatan.

5.3.5 Peran Kesempatan

CPO merupakan komoditi ekspor Indonesia yang menjadi primadona pada saat ini. Hal ini merupakan suatu peluang bagi subsektor angkutan laut dimana pada saat ini sebagian besar kegiatan ekspor impor menggunakan angkutan laut. Keberadaan kawasan industri yang ada di Kota Dumai yang bergerak dalam pengolahan CPO dengan skala ekspor dapat lebih meningkatkan peran subsektor angkutan laut.

(56)
[image:56.612.104.525.84.455.2]

                             

Gambar 10. Analisis Porter’s Diamond  

 

Strategi Perusahaan, Struktur dan

Persaingan: 1. Persaingan (-) 2. Strategi perusahaan

(+)

Kondisi Faktor: 1. SDM (+) 2. Infrastruktur

Fisik (+) 3. Letak wilayah

(+)

Kondisi Permintaan: 1. Permintaan dari

dalam daerah (+)

2. Permintaan Luar Daerah (+)

Industri Pendukung dan Industri Terkait 1. Kawasan industri

(+)

2. Perusahaan industri besar (+) Peran

Pemerintah (+)

Peran Kesempatan

(+)

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011

(57)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis indeks komposit, maka dari tiga indikator sektor unggulan disimpulkan bahwa sektor pengangkutan merupakan sektor unggulan di Dumai dengan subsektor pengangkutan khususnya angkutan laut sebagai subsektor unggulan.

2. Hasil analisis Porter’s Diamond menunjukkan bahwa daya saing subsektor angkutan laut Kota Dumai menunjukkan kondisi yang berdaya saing. .

6.2Saran

1. Pengelolaan sektor pengangkutan khususnya subsektor angkutan laut harus lebih ditingkatkan melalui pemeliharaan kawasan pelabuhan.

(58)

OLEH

SISWINY MARITO OCTALYA Br. TAMBUNAN H14114017

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(59)

Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2009-2011. Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Riau. BPS Provinsi Riau, Pekanbaru

Badan Pusat Statistik Kota Dumai. 2001-2011. Dumai Dalam Angka. BPS Kota Dumai, Dumai.

Caska. 2008. Potensi dan Kebijakan Kota Dumai Dalam Membangun Kawasan Ekonomi Khusus.Jurnal Ekonomi, XIII: 254-266.

Departemen Pertanian. 2005. Landasan Teoritis dan Fakta Empiris. Deptan, Jakarta.

Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univrsitas Indonesia, Jakarta.

Jhinghan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. D.Guritno [penerjemah]. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Maulida, E.M. 2009. Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwiata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mangun, N. 2007. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota Provinsi Sulawesi Tengah [Tesis]. Universitas Diponegoro, Semarang.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Paramitasari, N. 2010. Potensi Komoditas Unggulan Industri Manufaktur Terhadap Perekonomian Indonesia (Analisis Tabel I-O 2005). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Porter, M.E. 1992. Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Agus Darma,dkk [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Priyarsono, D.S., Sahara, dan M.Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas

Terbuka, Jakarta.

(60)

Purwanti, P.A.P. 2009. Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten Bangli dengan Pendekatan Pertumbuhan Berbasis Ekspor, Jurnal Kependudukan dan Pengebangan SDM Vol.V.

Sabuna, D. 2010. Identifikasi Sektor-sektor Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Periode 2000-2008) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Padang. Sondari, D. 2007. Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa

Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional. Bumi Aksara, Jakarta.

Todaro, M. P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Haris dan Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Tripambudi, A. 2011. Pergeseran Struktur Perekonomian Atas Dasar Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Universitas Diponegoro, Semarang.

(61)

OLEH

SISWINY MARITO OCTALYA Br. TAMBUNAN H14114017

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(62)

SISWINY M.O.Br.TAMBUNAN. Identifikasi Sektor Unggulan di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010 (dibimbing oleh SRI MULATSIH).

Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah dengan penggunaan sumberdaya daerah. Agar kebijakan pembangunan ekonomi dapat mencapai hasil yang optimal maka identifikasi sektor unggulan menjadi kebutuhan dalam merangsang kegiatan ekonomi daerah.

Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota pemekaran yang ada di Provinsi Riau yang terbentuk pada tahun 1999. Pada tahun 2010 nilai PDRB per kapita Kota Dumai berada di bawah PDRB per kapita Provinsi Riau. Jika dilihat dari nilai PDRB Kota Dumai atas dasar harga konstan, Kota Dumai berada di posisi kedua terendah setelah Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk tahun 2009. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor unggulan di Kota Dumai serta menganalisis daya saing sektor unggulan tersebut. Dengan mengetahui sektor unggulan diharapkan penyusunan perencanaan pembangunan yang lebih terarah sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quation (LQ) yang digunakan untuk mengetahui sektor basis, analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang digunakan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan setiap sektor dengan pertumbuhan PDRB-nya dan analisis Indeks Komposit yang digunakan sebagai penentu sektor unggulan. Cakupan wilayah dalam penelitian ini adalah Kota Dumai dengan periode waktu tahun 2000 hingga 2010.

Penelitian ini menggunakan tiga indikator dalam penentuan sektor unggulan yaitu nilai LQ, nilai Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh melalui analisis MRP serta nilai kontribusi PDRB. Tiga indikator ini diberi indeks dengan interval nilai 1-5. Setelah indeks masing-masing indikator diperoleh, dilakukan analisis indeks komposit dimana sektor unggulan merupakan sektor dengan indeks komposit terbesar.

Gambar

Gambar 5. Peta Kota Dumai
Gambar 6.  Jumlah penduduk Kota Dumai tahun 2007-2010
Gambar 7.   Persentase komposisi penduduk menurut kelompok umur dan
Tabel 4.  Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB tanpa migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/ Total Assets , Earnings Before Interest and Taxes/ Total Asset s, Earnings Before Interest and Taxes/

-Increase of disaster related diseases -(Shift of) high temperatures &amp;

mewujudkan visi menjadi tindakan, mampu menggerakkan klinisi dari luar rumah sakitnya terkait sistem rujukan, mampu membangun infrastruktur pelayanan klinik agar bermutu dan

Evaluasi atau penilaian yang telah dilakukan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan (input) bagi rencana usaha agribisnis yang akan datang. Evaluasi diadakan

Acara tersebut kemudian diakhiri dengan penandatanganan berita acara pelaksanaan hasil kesepakatan Musrenbang RKPD Kabupaten Cilacap Tahun 2022 oleh Wakil Bupati Syamsul Auliya

Untuk memonitor perkembangan pelaksanaan program di lapangan dan pencapaian KKP, telah diterapkan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Program KKB yang secara berkala setiap

Kepemimpinan kepala sekolah belum mampu meningkatkan kinerja guru ke arah yang lebih baik, kurang memberdayakan guru, dan kurang tanggap pada permasalahan yang dihadapi

5) Apabila prodi menyetujui tema dan judul tersebut maka prodi menunjuk dosen pembimbing bagi mahasiswa. 6) Setelah mendapatkan dosen pembimbing mahasiswa berhak