Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang sudah dibuat. Akibat dari ketidakpastian ini, perusahaan menciptakan pengamanan di sepanjang rantai pasok. Pengamanan ini dapat berupa persediaan, waktu, ataupun kapasitas produksi maupun transportasi (Pujawan, 2005).
Sebuah rantai pasok terdiri atas agent-agent yang saling bergantung dan terlibat dalam transformasi barang, jasa, dan informasi terkait, serta dana dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Agent dari rantai pasok terdiri atas pemasok bahan baku, produsen, distributor, dan pengecer yang melakukan proses yang terintegrasi untuk menciptakan nilai bagi konsumen akhir. Pada akhirnya harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
Dalam banyak domain, pemodelan sistem berbasis agent bersaing dengan pendekatan berbasis persamaan yang mengidentifikasi peubah sistem dan mengevaluasi atau mengintegrasikan set persamaan yang berkaitan dengan peubah. Perbedaan kepentingan dalam sebuah kegiatan yang menerapkan pemodelan berbasis agent ke jaringan pasokan industri, karena hampir semua model berbasis komputer dari jaringan tersebut sampai saat ini telah menggunakan dinamika sistem dengan pendekatan yang didasarkan pada
persamaan diferensial biasa. ABM merupakan pendekatan yang relatif baru untuk pemodelan sistem dan simulasi. Dalam banyak domain, untuk menghadapi persaingan dari metodologi Equation-Based Modeling (EBM) seperti sistem dinamik (Parunak et al., 1998).
Ada tujuh jenis agent yang terdapat dalam rantai pasok yang berbasis model. Setiap agent mempunyai pengetahuan, ketertarikan, status informasi, pesanan, eksekusi proses dan kebijakan. Model generik selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Generic Agent Architecture (Fu et al, 2000)
Sedangkan jika dilihat dari tingkatan manajemennya terdapat empat tingkatan Manajemen Rantai Pasok dengan pendekatan model, yaitu identifikasi rantai pasok secara fisik, proses determinasi, proses pengembangan agent, dan kerangka kerja elemen proses.
Menurut Bonabeau (2002), sistem dimodelkan sebagai kumpulan pengambilan keputusan entitas yang disebut agent otonom. Setiap agent
individual menilai situasi dan membuat keputusan atas dasar seperangkat aturan.
Agent dapat melakukan berbagai perilaku yang tepat untuk sistem yang diwakilinya, contohnya, memproduksi, mengkonsumsi, atau menjual. Interaksi kompetitif berulang antara agent adalah fitur pemodelan berbasis agent, yang mengandalkan kekuatan komputer untuk menjelajahi dinamika dari jangkauan metode matematika murni. Pada tingkat yang paling sederhana, sebuah model berbasis agent terdiri dari sistem agent dan hubungan antara agent tesebut.
Masukan (I) Tingkat kepentingan seleksi Kebijakan (P) Tempat pesan (M) Status Proses unsure pelaksana Keluaran Basis pengetahuan (K) Pengukuran kehandalan
Bahkan model berbasis agent sederhana dapat menunjukkan pola perilaku yang kompleks dan memberikan informasi berharga tentang dinamika sistem yang mirip dunia nyata.
Maulana (2005), pada simulasi berbasis agent, yang ditentukan adalah perilaku agent-agent yang berada dalam sistem yang disimulasikan. Yang dimodelkan adalah pertumbuhan penduduk, diantaranya adalah perilaku atau sikap agent (dalam hal ini penduduk), terhadap hal-hal di lingkungannya. Misalnya, jika dia kesulitan mendapatkan pekerjaan, karena banyaknya pencari kerja, sementara lapangan kerja tidak tumbuh, maka dia akan memutuskan bermigrasi. Atau, jika suatu agent tidak mendapatkan pekerjaan yang memadai, maka ini akan mempengaruhi kesehatannya, dan pada gilirannya kemungkinan kematiannya.
Model yang dikembangkan oleh Jauhari (2006) adalah setiap lot pemesanan dari pembeli dikirim dalam n kali pengiriman sesuai dengan permintaan pembeli. Kemudian pihak manufaktur akan memproduksi sejumlah m kali jumlah yang dikirim. Hasil dari penelitian ini adalah semakin besar nilai konversi material ke produk jadi maka total biaya persediaan yang dihasilkan akan semakin kecil. Semakin besar frekuensi pengiriman yang dilakukan maka akan semakin kecil total biaya persediaan yang ditanggung pembeli dan semakin besar total biaya yang ditanggung manufaktur. Frekuensi pengiriman yang besar cenderung akan menurunkan lot pengiriman sehingga jumlah persediaan pada manufaktur akan cenderung lebih besar. Pada nilai konversi bahan baku ke produk jadi yang lebih kecil, nilai z akan cenderung besar. Hal ini disebabkan pada r yang kecil diperlukan bahan baku yang lebih banyak sehingga untuk mencapai ukuran pemesanan bahan baku yang optimal diperlukan nilai pembagi yang lebih besar.
Syairudin et al. (2008) mengungkapkan bahwa interaksi antar agent dalam bentuk knowledge sharing akan melibatkan pertukaran pengetahuan tentang proses perbaikan mutu produk dalam bentuk: explicit knowledge, tentang upaya- upaya proses perbaikan mutu produk yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan ( know-what dan know-why) dan tacit knowledge tentang cara-cara
melakukan proses perbaikan mutu produk untuk meningkatkan mutu produk agar dapat memenuhi kepuasan pelanggan.
Sutopo et al. (2008) memberikan model buffer stock untuk menstabilkan harga komoditi yang sangat stabil antara panen dan musim tanam. Upaya kebijakan harga untuk membatasi fluktuasi harga di antara batas atas dan bawah untuk mencapai sasaran volatilitas pemerintah. Model yang diusulkan ini difokuskan pada elastisitas harga, waktu terbatas pasokan dan kepentingan pemangku kebijakan. Model yang diusulkan mempunyai pengaruh yang signifikan untuk meningkatkan keuntungan serta meminimalkan kehilangan yang dialami oleh produsen, konsumen dan pemerintah. Bila pasokan tidak elastis, kerugian keuangan relatif lebih kecil dari elastis. Jika dilihat dari tujuan ketahanan pangan, intervensi pemerintah memainkan peranan yang penting yaitu: (i) Cadangan Penyangga memberikan stabilisasi harga memberikan keuntungan baik produsen dan konsumen, (ii) model yang diusulkan dapat memperoleh program
buffer stock, dan (iii) pendapatan intervensi harga dimaksudkan untuk mendorong mengurangi fluktuasi pasar.
Manajemen persediaan memainkan peranan penting dalam manajemen rantai pasok. Layanan yang diberikan kepada pelanggan akhirnya mendapat peningkatan setelah pengelolaan yang efisien dan efektif persediaan dilakukan sepanjang rantai pasok. Dengan demikian penentuan persediaan yang akan diadakan di berbagai tingkat dalam rantai pasok menjadi tak terelakkan sehingga untuk memastikan biaya minimal pada rantai pasok. Meminimalkan biaya rantai pasok total dimaksudkan untuk meminimalkan biaya penyimpanan di seluruh rantai pasok. Meminimalkan biaya total rantai pasok hanya bisa dicapai ketika optimalisasi tingkat stok dasar dilakukan pada setiap anggota rantai pasok. Sebuah masalah serius dalam pelaksanaan yang sama adalah bahwa level stok kelebihan dan kekurangan tingkat tidak statis untuk setiap periode.
Segmentasi pelanggan adalah alat pemasaran penting dimana segmentasi pelanggan yang efektif membantu keuntungan perusahaan meningkatkan tingkat layanan pelanggan. Di sisi lain, karena konsekuensi yang mungkin merugikan, gangguan pasokan telah menerima perhatian yang lebih. Sistem persediaan yang bersangkutan melibatkan pemasok tidak dapat diandalkan, pengecer, dan
pelanggan. Pengecer ini mengadopsi kajian-kontinu dari kebijakan persediaan,
backordering parsial dipertimbangkan ketika terjadi kehabisan stok. Sistem persediaan disimulasikan berdasarkan proporsi backorder pelanggan yang berbeda, pengaruh segmentasi pelanggan pada sistem persediaan di bawah simulasi yang berbeda dengan adanya gangguan pasokan. Durasi gangguan pasokan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pengaruh segmentasi pelanggan pada sistem persediaan (Yuerong Chen dan Xueping Li, 2009).
Menurut Narmadha dan Selladurai (2009) bahwa estimasi yang tepat dari persediaan yang optimal sangat penting, karena kekurangan persediaan menghasilkan penjualan yang hilang, sementara kelebihan persediaan dapat mengakibatkan biaya penyimpanan meningkat.
Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin. Anggota rantai pasok bertanggung jawab untuk meminimalkan biaya rantai pasok dengan mengelola tingkat persediaan dalam sejumlah operasi produksi dan distribusi yang terkait dengan tahapan rantai yang berbeda. Lead time memainkan peran penting dalam kenaikan biaya rantai pasok, kompleksitas dalam memprediksi tingkat kenaikan permintaan yang optimal. Metode yang diusulkan adalah menggunakan algoritma genetika dengan mempertimbangkan
lead time dan multi produk. Pendekatan yang diusulkan kemudian diterapkan dan kinerjanya dievaluasi dengan menggunakan MATLAB 7.4. Aplikasi Algoritma Genetika yang digunakan berjalan dengan baik seperti yang diperkirakan. Dengan mengikuti pendekatan algoritma genetika berbasis manajemen persediaan, dapat menimalkan lead time dan total biaya rantai pasok pada masing-masing anggota rantai pasok (Jeyanthi dan Radhakrishnan, 2010).
Manajemen persediaan merupakan salah satu bidang penting dalam manajemen rantai pasok, karena biaya persediaan dalam rantai pasok mempunyai nilai sekitar 30% dari nilai produk. Layanan yang diberikan kepada pelanggan akhirnya mendapat peningkatan setelah pengelolaan persediaan yang efisien dan efektif dilakukan sepanjang rantai pasok. Estimasi dari jumlah persediaan yang tepat di setiap titik dalam rantai pasok tanpa kelebihan dan kekurangan, meskipun
meminimalkan total biaya rantai pasok adalah masalah utama untuk persediaan dan manajer rantai pasok. Estimasi yang tepat dari persediaan yang optimal sangat penting, karena kekurangan persediaan menghasilkan penjualan yang hilang, sementara kelebihan persediaan dapat mengakibatkan biaya penyimpanan meningkat (Narmadha, Selladurai dan Sathish, 2010).
Penggunaan pendekatan model yang berbasis agent dapat dilakukan untuk mengkaji perilaku dalam suatu rantai pasok dalam sebuah proses pengambilan keputusan terhadap salah satu kinerja dari rantai pasok tersebut (Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa Binh Le, 2011).
Selengkapnya posisi penelitian model perilaku agent dalam rantai pasok kentang seperti terdapat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2.Posisi penelitian model perilaku agent dalam rantai pasok
Penulis (Tahun) Rantai
Pasok
Agent Sistem persediaan Jenis
model Produk
1 2 1 2 3 4 1 2 1 2
H. Van Dyke Parunak, Robert
Savit, Rick L. Riolo (1998) X X X X X
Fu et al. ,2000) X X X
Bonabeau (2002) X X
Maulana (2005) X X X
Wakhid Ahmad Jauhari (2006) X X X X X X
Syairudin et al. (2008) X X X
Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia, dan TMA. Ari Samadhi (2008)
X X X X X
Narmadha dan Selladurai
(2009) X X X X
Radhakrishnan, P. et al (2009) X X X X X
Yuerong Chen dan Xueping Li
(2009) X X X X
Narmadha, Selladurai dan
Sathish (2010) X X X
N.Jeyanthi dan P.
Radhakrishan(2010) X X X X X X
Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa
Binh Le (2011) X X X
Penelitian ini (2013) X X X X X X X X
Keterangan :
ABM : 1) Single, 2) Multiple
Sistem Persediaan :1) Deterministik, 2) Probabilistik, 3) Singleechelon, 4) Multiechelon Jenis Model:1) Kualitatif, 2) Kuantitatif
Kebaruan pada penelitian ini adalah diperolehnya model perilaku agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang. Perilaku agent yang terlibat dapat mempengaruhi terhadap pasokan kentang.