Asep Mohamad Noor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Disain Model Perilaku Agent Yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Kentang Industri adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2013
ABSTARCT
ASEP MOHAMAD NOOR. Design of Agent Behavior Model Involved in Potatoes Supply Chain. Under supervision of MACHFUD, INDAH YULIASIH, AND A. BENNY MUTIARA.
In generally there are two types of potatoes. The first is potatoes for consumption and the second is potatoes for industry. Both kinds of are cultivated in Pangalengan. Those two types of potatoes have different characteristics seen their functions and uses. This potatoes business is run by involving some agents. These agents have relationship one and another in term of information exchange and the distribution of potatoes commodity.
In this model, there are three agents involved, namely producer agent, supplier agent and consumer agent. The three agent have different roles according to their functions and characteristics. The roles of producer agent are passive, the role of supplier agent is semi-active and the roles of consumer agent are active. These roles make different behaviors. Such behaviors can affect the supply of potatoes produced by each of the agents, so if there is deviant behavior among those agents, it will affect the supply of potatoes and cause losses among the agent. Each agent involved in the potatoes supply chain is autonomous. The model was developed to address the issue of perception and business aspects. JADE is used as the approach of implementation to behavioral models to agents in the potatoes supply chain.
RINGKASAN
ASEP MOHAMAD NOOR. Disain Model Perilaku Agent Yang Terlibat dalam Rantai Pasok Kentang Industri. Dibimbing oleh MACHFUD, INDAH YULIASIH dan A. BENNY MUTIARA
Secara umum ada dua jenis kentang yang diusahakan di wilayah Kecamatan Pangalengan Jawa Barat, yaitu kentang untuk konsumsi sayuran dan kentang sebagai bahan baku industri. Setiap jenis kentang tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Usaha kentang industri dijalankan dalam suatu rantai pasok yang dilakukan oleh beberapa agent yang terlibat. Agent-agent tersebut mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain dalam hal pertukaran informasi dan pendistribusian komoditi kentang. Dalam rantai pasok ini terjadi interaksi antar agent yang digambarkan dalam bentuk perilaku, dimana perilaku tersebut mencerminkan masing-masing agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang. Perilaku agent yang mengusahakan kentang ini mempunyai karakteristik yang khas dan kompleks. Ke-khas-an dan kompleksitas dari perilaku ini akan menjadi salah satu yang dapat berpengaruh terhadap jumlah kentang yang dihasilkan oleh agent-agent tersebut dalam memenuhi pesanan kentang dari konsumennya.
Pendekatan model yang berbasis multi-agent dapat digunakan untuk mengkaji perilaku agent dalam rantai pasok, hal ini diperlukan dalam sebuah proses pengambilan keputusan (Sabri et al. ,2000; Fu, 2000; Bonabeau, 2002; Ittiwattana, 2002; Maulana, 2005; Erol et al., 2007; Syairudin, 2008; Radhakrishnan et al., 2009; Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa Binh Le, 2011). Suatu sistem kompleks dapat dipandang terdiri dari subsistem-susbsistem atau agent, interaksi agent-agent, atau berperilaku seperti agent-agent didalam suatu sistem. Agent-agent tersebut memiliki kemampuan belajar, merencanakan, berkomunikasi dan bernegosiasi. Upaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan model pengaruh perilaku dari setiap agent dalam mempengaruhi tingkat ketersediaan pasokan kentang pada sistem rantai pasok.
Dinamika pasokan kentang pada masing-masing agent hasil simulasi skenario tersebut menunjukkan adanya perubahan jumlah produksi kentang. Perubahan jumlah pasokan kentang juga terjadi pada agent distributor dan agent konsumen. Perubahan pasokan kentang ini dipengaruhi oleh perilaku agent produsen yang tidak menjual seluruh hasil panennya kepada agent yang sudah melakukan kerjasama. Alasan agent produsen menjual kentang kepada pihak lain diluar kesepakatan itu adalah adanya faktor harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diberikan oleh konsumen yang sudah terikat kerjasama. Pelanggaran kesepakatan ini merupakan suatu perilaku yang menyimpang, perilaku yang menyimpang ini adalah perilaku yang diluar norma yang berlaku di masyarakat. Dengan adanya perilaku ini, akan merugikan salah satu pihak, yaitu mengurangi pasokan kepada salah satu agent yang terlibat dalam rantai pasok ini. Pada kasus ini, adanya penyimpangan dari agent produsen terhadap kesepakatan yang sudah dibuat, salah satu penyebabnya adalah dalam hal pembuatan kesepakatan yang hanya bersifat verbal dan tidak dalam bentuk ikatan yang kuat. Penyebab perilaku menyimpang menurut Soerjono Soekanto adalah norma sosial yang ada tidak memuaskan pihak tertentu, karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Norma sosial yg ada kurang jelas perumusannya, sehingga menimbulkan aneka penafsiran, dalam masyarakat terjadi konflik antara peran-peran yang dipegang aktor dan tidak mungkin untuk mengatur kepentingan semua aktor.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pasokan kentang disetiap tingkat ini adalah jumlah bibit kentang yang ditanam oleh agent produsen, harga jual kentang disetiap tingkatan rantai pasok, cara pembayaran penjualan kentang yang dilakukan oleh konsumen terhadap produsen. Jumlah bibit yang digunakan oleh produsen merupakan salah satu bentuk realisasi yang dilakukan oleh agent produsen dengan agent konsumen dalam melakukan kesepakatan kerja. Jumlah bibit yang ditanam dipengaruhi oleh alokasi luas lahan yang digunakan oleh agent produsen. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan penawaran kerjasama antara konsumen dan produsen adalah harga jual kentang, luas lahan, jumlah bibit, mutu kentang dan cara pembayaran. Besaran harga jual kentang pada masing-masing tingkatan rantai pasok mempengaruhi terhadap jumlah pasokan kentang. Agent-agent tesebut akan mencari harga beli yang rendah dan mencari harga jual yang tinggi. Oleh sebab itu agent-agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang ini akan melakukan tawar-menawar sampai terjadi kesepakatan yang dapat memberikan keuntungan di semua pihak.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
DISAIN MODEL PERILAKU AGENT YANG TERLIBAT
DALAM RANTAI PASOK KENTANG INDUSTRI
Asep Mohamad Noor
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada ujian tertutup: 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc
2. Dr. Ir. Sutrisno, MS. Agr
Penguji pada ujian terbuka: 1. Dr Ir Mat Syukur, MS
Judul Disertasi : Desain Model Perilaku Agent Yang Terlibat Dalam Rantai Pasok Kentang Industri
Nama : Asep Mohamad Noor
NIM : F361080141
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Machfud, MS Ketua
Prof. Dr.rer.nat. A. Benny Mutiara, SSi, SKom Dr. Indah Yuliasih, STP., MSi. Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas kekuatan, rahmat, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Desain Model Perilaku Agent Yang Terlibat Dalam Rantai Pasokan Kentang. Penulis sangat menyadari penelitian dan penulisan disertasi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB ini tidak akan pernah dapat diselesaikan dengan baik dan tuntas apabila tidak dibimbing dan tidak didukung oleh berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sangat mendalam kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS., Bapak Prof. Dr. rer.nat. Achmad Benny Mutiara, SSi., SKom., dan Ibu Dr. Indah Yuliasih, STP, MSi., atas semua bimbingan, arahan, semangat, motivasi dan petunjuk yang telah banyak diberikan kepada penulis sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.
2. Ketua dan Sekretaris Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak membantu dalam kelancaran studi S3 di IPB
3. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB
4. Ketua dan Sekretaris serta seluruh dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB
5. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc., dan Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr, sebagai penguji luar komisi pada Ujian Tertutup yang telah memberikan masukan yang sangat berarti untuk menyempurkan disertasi ini.
6. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Mat Syukur, MS., dan Bapak Dr. Ir. Sudaryanto, MSc., sebagai penguji luar komisi pada Ujian Terbuka yang telah memberikan masukan yang sangat berarti untuk menyempurkan disertasi ini.
7. Rektor Universitas Gunadarma, Ibu Prof. Dr. E.S. Margianti, SE., MM ., yang telah memberi kesempatan dan ijin bagi penulis dalam menempuh pendidikan S-3 di IPB
8. Bapak Prof. Suryadi Harmanto, SSi., MMSI dan Bapak Agus Sumin, SSi., MM
9. Yayasan Pendidikan Gunadarma dan Tim PHKI Universitas Gunadarma atas ijin melanjutkan pendidikan yang diberikan dan dana studi serta penelitian.
10.Civitas Akademika Universitas Gunadarma
12.Kepala, Wakil Kepala dan Staf Laboratorium Teknik Industri, Dr. Emirul Bahar, SSi., MT., Ir Farry Firman Hidayat, MSIE., Ainul Haq Parinduri, ST., MMSI., Anita, ST., MT., Nurjanah, ST serta seluruh asisten di Laboratorium Teknik Industri serta seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma, terimakasih atas kerjasama dan dorongan semangatnya.
13.Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Teknologi Industri, Prof. Dr. Syahbudin, MSc., Dr Ernastuti, SSi., MMSI., Dr. Dwi Asih Haryanti, SE., MM., Ir. Sunyoto, MT.
14.Sahabat seperjuangan, Dr. Ir. Raziq Hasan, MT.Ars dan Istri, Dr. Ir. H. Arief Rahman, MT.Ars dan Istri, Dr. Ir. Ridwan dan Istri, Dr. Ir. Andi Tentrisuki Tentriajeng, MT dan Istri.
15. Bapak Dr. Ir. Budiman P., MS, Dr. Asep Juarna, SSi., MKom. dan istri, rekan-rekan LPM Universitas Gunadarma, serta rekan-rekan-rekan-rekan Jurusan Teknik Arsitektur dan Jurusan Teknik Mesin.
16.Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada rekan-rekan Mahasiswa S3 TIP IPB angkatan 2008, 2009, 2010 atas persaudaraan, kerjasama dan dorongan semangat yang diberikan.
17.Terimakasih untuk para petani kentang di Kecamatan Pangalengan, khususnya Kelompok Tani Tunas Mekar yang diketuai oleh Kang Fitri dan perwakilan perusahaan industri atas informasi dan data yang sangat berguna dalam penyelesaian disertasi ini.
18.Terimakasih juga penulis haturkan kepada Sdr. Suparto, S.Sas., M.Hum atas bantuannya dalam penenjemahan dalam penulisan jurnal internasional, dan sdr. Hendra Gunawan, SKom atas bantuan pembuatan program JADE.
19.Ibu-ibu pengajian Nurul Fikri Depok, terimakasih atas do’a dan dukungannya selama ini.
20.Tidak lupa penulis haturkan terimakasih kepada Ketua Umum Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Kota Depok Bapak Drs. Amri Yusra, MSi., Bapak Dr. H. Prihandoko, MIT, rekan-rekan pengurus dan staf KONI Kota Depok, H. Misbahul Munir, SH., MSi, H. Sugeng Abdussalam, SE., Drs. H. Dudi Mi’raz Imadudin, MSi., Hery Supriyanto, Dr.Yasep Setiakarnawijaya, SKM, MKes., Hj. Nina Suzana, S.Sos., MSi., Rusmiyati Yahya, SPd., MM., Dr Trisna Setiawan, MKes., Salamah, Arti, Dwi, Sunyitno, Nanang, serta rekan-rekan pengurus lainnya yang tidak penulis sebutkan satu persatu, dan rekan-rekan pengurus cabang olah raga se Kota Depok.
Mohamad Ghazy Firzatullah Noor (Alm), Kakak-kakak dan keponakan yang berada di Serang Banten, Karawang, Bandung dan Salawu Tasikmalaya. Keluarga besar Bapak H. Sahda (Alm) yang berada di Bandung dan Depok dan keluarga besar Bapak Holil (Alm) yang berada di Tasikmalaya dan Ciawi Bogor atas bimbingan dan do’anya yang tidak pernah putus, serta atas segala kesabaran, ketabahan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan S3.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan. Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 4 Mei 1969 sebagai anak ke-enam dari enam bersaudara dari pasangan H. Sahda (Alm) dan Hj. Kurniasih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar sampai menengah di SD Negeri Garuda 1 Bandung, SMP Negeri 1 Bandung, dan SMA Negeri 9 Bandung. Pendidikan Sarjana di tempuh di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Universitas Pasundan Bandung pada tahun 1989-1994. Tahun 1993 – 1994 menjadi Ketua Komisi Litbang dan Pendidikan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FT Universitas Pasundan. Tahun 1993 - 1995 menjadi asisten Laboratorium Sistem Produksi di Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Universitas Pasundan. Tahun 1996, penulis diterima sebagai staf dosen di Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma. Pada tahun 2010 sampai sekarang, penulis menjadi Koordinator Laboratorium Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma. Tahun 2008 – 2010 penulis menjadi anggota Bidang Organisasi KONI Kota Depok. Akhir tahun 2010 menjadi sekretaris panitia pelaksana Musyawarah Luar Biasa KONI Kota Depok. Periode tahun 2010 – 2012 penulis dipercaya menjadi Wakil Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KONI Kota Depok. Saat ini penulis menjadi Ketua Komisi Data dan Informasi Bidang Litbang KONI Kota Depok pada periode kepengurusan tahun 2012 – 2016. Kesempatan mendalami ilmu teknik, khususnya Teknik Industri diperoleh tahun 1998 di Program studi Teknik Industri Universitas Pelita Harapan Jakarta dan memperoleh gelar Magister Teknik pada awal tahun 2000. Tahun 2008, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan program Doktor di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB hingga saat ini.
Karya ilmiah yang telah dan akan diterbitkan dalam jurnal nasional maupun internasional antara lain :
1. Multi Agent-Based Behaviour Models in Potatoes Supply Chain, dimuat pada European Journal of Scientific Research, ISSN 1450-216X / 1450-202X
1.1. Latar Belakang Masalah
Manajemen rantai pasok yaitu suatu metode dalam bekerja sama membuat
produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu dan dengan mutu yang bagus
yang didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah rantai pasok tergantung pada
kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya baik internal maupun eksternal,
serta secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi keinginan
konsumen. Pengertian, kepercayaan, dan aturan main merupakan faktor sukses
dalam rantai pasok (Krajewski dan Ritzman, 2005; Pujawan, 2006; Chopra dan
Meindl, 2007). Dari beberapa pengertian mengenai rantai pasok yang
dikembangkan oleh beberapa sumber (Lambert et al., 1998; Chopra dan Meindl,
2007; Pujawan, 2006, Simchi Levi et al., 2006) maka didapatkan definisi rantai
pasok sebagai “suatu jaringan yang terdiri atas beberapa perusahaan yang
bekerjasama dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
memenuhi permintaan pelanggan, dimana perusahaan-perusahaan tersebut
melakukan fungsi pengadaan material, proses transformasi material menjadi
produk setengah jadi dan produk jadi, serta distribusi produk jadi tersebut hingga
ke konsumen akhir”. Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai pasok adalah
untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra dan
Meindl, 2007). Rantai pasok yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan
nilai yang dihasilkan oleh rantai pasok tersebut.Untuk memenuhi kriteria dari
definisi tersebut diperlukan suatu koordinasi antara pihak-pihak yang terkait pada
rantai pasok. Diantara bentuk koordinasi tersebut adalah adanya pengendalian
persediaan pada masing-masing agent rantai pasok (Pujawan, 2006 dan
Radhakrishnan, 2009). Fungsi pengendalian persediaan tersebut adalah untuk
menjaga pasokan kentang dari hulu sampai hilir sehingga tidak terjadi
kekurangan.
Untuk mengendalikan persediaan tersebut dibutuhkan suatu manajemen
persediaan yang tepat, karena jika tidak dilakukan dengan tepat akan
mengakibatkan kekurangan pasokan sehingga akan mengganggu pada proses
dari persediaan yang optimal sangat penting, karena kekurangan persediaan
menghasilkan penjualan yang hilang, sementara kelebihan persediaan dapat
mengakibatkan biaya penyimpanan meningkat. Tujuan utama dari pengendalian
persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah
yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah
ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin.
Secara konsepsual, rantai pasok kentang merupakan suatu sistem ekonomi
yang mendistribusikan manfaat serta risiko diantara agent yang terlibat di
dalamnya. Produk kentang yang dipasarkan melalui rantai pasok pada umumnya
memiliki karakteristik mengkonsumsi ruang, mudah rusak, dan berat serta volume
produk sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomi produk bersangkutan. Setiap
mata rantai dihubungkan oleh adanya pertukaran informasi, jaminan mutu produk
serta komitmen volume transaksi. Keterkaitan dari berbagai proses yang terjadi
dapat menciptakan nilai tambah produk kentang, namun menuntut setiap rantai
agent untuk mengkoordinasikan aktivitasnya sebagai suatu proses perbaikan yang
berkelanjutan. Biaya yang terjadi pada satu mata rantai ditentukan secara
signifikan oleh tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh mata rantai
lain. Menurut Adiyoga et al. (2007), bahwa rantai pasok sayuran di kabupaten
Bandung, Jawa Barat masih bersifat tradisional dan belum tertata dengan baik.
Ada beberapa masalah yang terjadi di sepanjang rantai pasok, yaitu variabilitas
harga tinggi, pasokan tidak stabil, biaya penanganan tinggi, ketidak-pastian mutu
produk, respon terhadap pemesanan lambat, kurangnya pengawasan mutu di
sepanjang rantai, kurangnya perencanaan produksi/metode produksi konvensional,
tidak ada regulasi dan peraturan yang jelas, kompetisi pasokan dari sentra
produksi lain, kurangnya informasi pasar, kurangnya transparansi dalam
penentuan harga, kurangnya rasa kepercayaan antar partisipan, kesulitan
koordinasi antar pemasok skala kecil, dan tidak ada kemampuan untuk penjejakan
dan penelusuran.
Kentang industri dilihat dari produktivitasnya mempunyai proporsi yang kecil
dibandingkan dengan kentang sayuran, akan tetapi secara fungsi mempunyai
peran yang besar dalam industri kentang olahan. Kentang untuk bahan baku
fisik maupun kimiawi. Karakteristik tersebut mempengaruhi terhadap mutu
kentang sebagai bahan baku yang merupakan syarat utama dalam proses
produksinya. Dengan melihat kegunaan dan karakterik tersebut diperlukan suatu
kajian lebih mendalam mengenai kentang industri.
Agent dalam rantai pasok mempunyai karakteristik dan perilaku yang khas
sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing. Dari beberapa agent yang
terkait dan tingkatannya, dapat dikelompokkan dalam tiga agent utama, yaitu
agent produsen, agent distributor dan agent konsumen. Masing-masing agent
utama tersebut mempunyai perilaku dan sifat yang khas serta kompleks.
Kompleksitas dari perilaku agent kentang ini berpengaruh terhadap pasokan dan
permintaan dari komoditas secara keseluruhan. Perilaku sendiri mempunyai arti
yang luas, salah satunya perilaku dapat dinyatakan sebagai sekumpulan aksi dari
manusia yang didasari oleh kemauannya (Reynolds, 1999). Perilaku juga bisa
dikatakan sebagai respon dari setiap individu, grup kelompok tertentu terhadap
lingkungannya (Thalmann et al., 1999). Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan
sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua
kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku agent dalam rantai pasok kentang ini
mempunyai kompleksitas dan kepentingannya masing-masing sesuai dengan
posisinya, dimana kepentingan tersebut, jika dilihat pada suatu konteks rantai
pasok harus dapat memberikan nilai tambah atau keuntungan bagi anggota rantai
pasok tersebut. Pendekatan model yang berbasis multi-agent dapat digunakan
untuk mengkaji perilaku agent dalam rantai pasok, hal ini diperlukan dalam
sebuah proses pengambilan keputusan (Sabri et al.,2000; Fu, 2000; Bonabeau,
2002; Ittiwattana, 2002; Maulana, 2005; Erol et al., 2007; Syairudin, 2008;
Radhakrishnan et al., 2009; Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa Binh Le, 2011). Suatu
sistem kompleks dapat dipandang terdiri dari subsistem-susbsistem atau agent,
interaksi antar agent, atau berperilaku seperti agent-agent didalam suatu sistem.
Agent-agent tersebut memiliki kemampuan belajar, merencanakan, berkomunikasi
mengembangkan model pengaruh perilaku dari setiap agent dalam mempengaruhi
tingkat ketersediaan pasokan kentang industri pada sistem rantai pasok.
1.2. Rumusan Permasalahan
Ada beberapa agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang, dimana
dimasing-masing agent tersebut mempunyai hubungan perilaku antar agent.
Salah satu aspek yang dikaji dalam manajemen rantai pasok adalah masalah
ketersediaan pasokan. Ketersediaan pasokan di masing-masing agent perlu
dikendalikan dalam suatu sistem yang terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang ada, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dan dijawab melalui penelitian ini adalah terdapat perilaku agent
yang dapat menyebabkan tidak optimalnya tingkat pasokan kentang dalam rantai
pasok.
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah dihasilkannya sebuah model
perilaku agent yang terlibat dalam sistem rantai pasok kentang yang efektif dan
efisien serta responsif guna membantu setiap agent rantai pasok untuk membuat
keputusan secara cepat. Sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian ini antara
adalah:
a. Teridentifikasinya perilaku agent yang terlibat dalam rantai pasok kentang.
b. Terpetakannya pengaruh perilaku agent dalam penentuan tingkat ketersediaan
pasokan dalam rantai pasok kentang.
c. Membuat model pengambilan keputusan pengaruh perilaku agent untuk
menentukan ketersediaan pasokan dalam rantai pasok kentang.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari model perilaku agent yang terlibat dalam
rantai pasok kentang industri ini adalah :
a. Dapat digunakan untuk menyusun kebijakan penentuan kebutuhan kentang
sebagai bahan baku industri
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Perancangan model pengaruh perilaku agent ini melingkupi integrasi
sistem pasokan kentang dan informasi yang melibatkan seluruh agent yang
terlibat dalam rantai pasok kentang, yaitu petani, kelompok tani, pedagang
besar/penyalur sampai kepada konsumen industri. Penelitian ini difokuskan pada
perancangan model pengaruh perilaku agent terhadap tingkat pasokan dalam
suatu rantai pasok kentang mempunyai ruang lingkup sebagai berikut:
a. Rantai pasok produk pertanian yang akan diteliti adalah rantai pasokan
kentang di Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat
b. Jenis kentang yang akan diamati adalah kentang untuk konsumsi industri
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rantai Pasok Agroindustri
Rantai pasok adalah suatu sistem organisasi yang menyalurkan barang
produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai pasok ini juga merupakan
jaringan yang terdiri dari berbagai organisasi-organisasi yang saling berhubungan
dan mempunyai hubungan yang sama, yaitu menyelenggarakan pengadaan atau
distributor barang dengan sebaik-baiknya (Indrajit dan Djokopranoto, 2006).
Secara konsepsual, rantai pasok sayuran juga merupakan suatu sistem ekonomi
yang mendistribusikan manfaat serta risiko diantara partisipan yang terlibat di
dalamnya. Setiap mata rantai dihubungkan oleh pembagian informasi dan
penjadwalan, jaminan mutu produk serta komitmen volume transaksi. Keterkaitan
dari berbagai proses yang terjadi dapat menciptakan nilai tambah produk sayuran,
namun menuntut setiap partisipan rantai untuk mengkoordinasikan aktivitasnya
sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. Biaya yang terjadi pada satu
mata rantai ditentukan secara signifikan oleh tindakan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh mata rantai lain (Adiyoga et al., 2007)
Ada tiga karakteristik dari pengolahan agroindustri yaitu musiman, mudah
rusak dan beragam. Karakteristik agroindustri yang menonjol sebenarnya adalah
adanya ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri, yaitu pengadaan bahan
baku, pengolahan, dan pemasaran produk. Rantai pasok agroindustri merupakan
siklus lengkap produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai
aktifitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai. Pendekatan
Manajemen Rantai Pasok didasarkan pada; (a) Proses budidaya untuk
menghasilkan produk (hortikultura), (b) Mentransformasikan bahan mentah
(penanganan panen dan pasca panen), dan (c) Pengiriman produk ke konsumen
melalui sistem distribusi. Dengan demikian dalam penerapan Manajemen Rantai
Pasok tidak hanya menuntut GAP (Good Agriculture Practice), tetapi juga
mencakup GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing
Practices) dan GTP (Good TradingPractices). Untuk menjamin keberhasilan
penerapan Manajemen Rantai Pasok perlu memahami faktor-faktor pendukung
teknologi, kelembagaan, modal pembiayaan, system informasi, sosial budaya dan
lingkungan lain. Proses aktifitas dalam penerapan Manajemen Rantai Pasok
memiliki 5 aliran utama yang harus dikelola dengan baik, yaitu aliran produk,
aliran informasi, aliran dana, aliran pelayanan dan aliran kegiatan (Pedoman
Teknis Pengembangan Hortikultura Tahun 2010, Direktorat Jenderal Hortikultura)
Koordinasi sistem persediaan dalam rantai pasok dengan satu informasi
sangat penting dilakukan oleh perusahaan, hal ini telah dikemukakan oleh
beberapa peneliti, diantaranya Chu (2006) membahas mengenai sistem
single-warehouse multi-buyers, sitem single vendor multi buyers, sistem seri dan sistem
asembling dengan satu informasi. Dalam sistem ini, karakteristiknya mengikuti (i)
setiap fasilitas dalam sistem ini mempunyai otoritas pengambilan keputusan
sendiri, (ii) parameter biaya dari setiap fasilitas dianggap satu informasi, bahwa
tidak semua fasilitas dalam sistem mempunyai akses, dan (iii) sebagian informasi
dibagi diantara fasilitas-fasilitas yang ada. Sedangkan menurut Beamon(1998),
pada umumnya, model multi-stage untuk model dan analisis rantai pasok dapat di
kembangkan dalam empat kategori. Keempat kategori tersebut adalah (i) model
analitik deterministik, dimana peubah sudah diketahui dan ditetapkan, (ii) model
analitik stochastic, dimana salah satu peubah tidak diketahui, dan diasumsikan
distribusi probabilitas, (iii) model ekonomi, dan (iv) model simulasi. Jammernegg
et al. (2007), mengemukakan bahwa terjadi peningkatan kinerja proses rantai
pasok dengan mengiplementasikan koordinasi antara manajemen persediaan dan
kapasitas pada industri telekomunikasi dan otomotif, dimana fasilitas produksi di
tempatkan di negara yang mempunyai biaya tenaga kerja yang rendah dan
fleksibilitas penyebaran tenaga kerja yang tinggi. Proses simulasi ini menjelaskan
bagaimana aplikasi metode koordinasi antara manajemen persediaan dan kapasitas
menghasilkan peningkatan kinerja antara biaya dan tingkat pelayanan. Sabri et al.
(2000) mengemukakan mengenai pengembangan model multi-objective rantai
pasok yang teritegrasi dengan mengadopsi sistem pengukuran kinerja, hal ini
termasuk biaya, tingkat pelayanan konsumen, dan fleksibilitas. Model ini
memasukan unsur produksi dan permintaan yang tidak menentu. Sedangkan
Pujawan dan Kingsman dalam Jauhari (2006) mengembangkan model persediaan
pembeli menginginkan pengiriman dari produsen terjadi dalam n pengiriman
untuk satu kali pemesanan yang dilakukan. Selanjutnya jumlah produksi
merupakan m kali dari ukuran pengiriman. Hasil yang didapatkan dari penelitian
ini adalah bahwa dengan sinkronisasi waktu produksi dan pengiriman akan dapat
mengurangi total biaya rantai pasok.
Dengan menggunakan pendekatan algoritma genetik pada tingkat
persediaan dan tingkat kekurangan memerlukan persediaan yang optimal untuk
meminimumkan biaya rantai pasok. Diprediksi bahwa tingkat persediaan yang
optimal dalam semua anggota rantai pasok dengan penambahan pada setiap
tingkatan. Dengan menggunakan pendekatan algoritma genetik pada manajemen
persediaan yang efektif dan efisien telah merubah pada tingkat pelayanan kepada
konsumen (Radhakrishnan et al., 2009).
Salah satu aspek fundamental dalam manajemen rantai pasok adalah
manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan hal
tersebut dibutuhkan sistem yang komprehensif sehingga menghasilkan kinerja
rantai pasok yang holistik. Dimana sistem pengukuran tersebut diperlukan untuk
melakukan monitoring dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi
ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, mengetahui dimana posisi suatu organisasi
relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai, dan
menentukan arah perbaikan untuk mencapai keunggulan dalam bersaing. Filosofi
manajemen rantai pasok adalah mendorong terjadinya integrasi antar fungsi,
pendekatan berdasarkan proses digunakan untuk merancang sistem pengukuran
kinerja rantai pasok. Menurut Chan dan Li dalam Pujawan (2006), pendekatan
pengukuran kinerja berdasarkan proses tidak hanya sejalan dengan hakekat dari
manajemen rantai pasok, tetapi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
perbaikan berkelanjutan. Sistem pengukuran manajemen rantai pasok digunakan
untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan
kesesuaian antara strategi rantai pasok dengan metrik pengukuran, setiap periode
pengukuran dilakukan untuk mengetahui seberapa penting ukuran yang satu
relatif terhadap yang lain, siapa yang bertanggungjawab terhadap suatu ukuran
tertentu adalah sebagian dari pertanyaan yang harus dijawab pada waktu
chain operation reference (SCOR) adalah suatu acuan dari operasi rantai pasok.
Model SCOR mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu
business process reeingineering, benchmarking, dan process measurement
kedalam kerangka lintas fungsi dalam rantai pasok. Skema model SCOR dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Rantai pasok dalam
Rantai pasok luar
Gambar 2.1. Infrastruktur rantai pasok berbasis SCOR (Huan et al., 2004)
SCOR membagi proses-proses rantai pasok menjadi 5 proses inti yaitu
perencanaan, Source, make, deliver, dan return. Plan yaitu proses yang
menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik
dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi dan pengiriman. Pada proses ini
juga mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan
pengendalian persediaan, perencanaan produksi, perencanaan material,
perencanaan kapasitas dan melakukan penyesuaian perencanaan rantai pasok dan
perencanaan keuangan. Source yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk
memenuhi permintaan. Make yaitu proses untuk mentransformasikan bahan Perecanaan
Perecanaan
Pemasok Fasilitas Pabrik IFasilitas Pabrik II konsumen
sumber Membuat distribusi
Membuat distribusi
baku/komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Deliver yaitu proses
untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa. Dan Return adalah
proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai
alasan.
2.2. Sistem Persediaan
Persediaan adalah bahan-bahan atau barang (sumberdaya-sumberdaya)
yang disimpan yang akan dipergunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya
untuk proses produksi atau perakitan, untuk suku cadang dari peralatan, maupun
untuk dijual. Walaupun persediaan hanya merupakan suatu sumber dana yang
menganggur, akan tetapi dapat dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi
tanpa persediaan. Ganeshan (1999) mengemukakan bahwa biaya yang
dikeluarkan untuk persediaan berkisar antara 20% – 40% per tahun, oleh sebab itu
manajemen perusahaan berusaha untuk meminimalkan tingkat pengeluaran untuk
persediaan. Berdasarkan kepada fungsinya persediaan dikelompokkan menjadi 3
jenis, yaitu, ukuran persediaan, fluktuasi stok, dan antisipasi stok. Ukuran
persediaan, yaitu persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar dari
jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Cara ini dilakukan dengan tujuan
memperoleh potongan harga karena pembelian dalam jumlah yang besar, dan
memperoleh biaya pengangkutan per unit yang rendah. Permasalahan persediaan
dapat dikelompokkan menurut pengulangan pengambilan keputusan, sumber
pasokan, pengetahuan tentang permintaan dan waktu ancang-ancang serta
kebijakan persediaan.
Ditinjau dari aspek struktural, sistem persediaan memiliki tiga komponen
dasar, yaitu pengelola (management), pemasok (supplier), dan pemakai (user).
Pengelola adalah penentu kebijakan yang memiliki perangkat berupa gudang
untuk menyimpan barang dan fasilitas pelayanan untuk memberikan pelayanan
kepada pemakai. Kedua perangkat tersebut sepenuhnya berada di bawah kendali
pihak pengelola. Pemasok adalah penyedia barang untuk memenuhi keperluan
pengelola dan bekerja berdasarkan pesanan dari pengelola, sedangkan pemakai
adalah komponen yang memerlukan barang. Berdasarkan ketiga komponen
inventory system) dan sistem persediaan berjenjang (multiechelon inventory
system) (Bahagia, 2006).
Model persediaan deterministik adalah model untuk menjawab persoalan
selama horizon perencanaan diketahui secara pasti dan tidak memiliki variansi,
sehingga tidak memiliki pola distribusi. Model persediaan probabilistik adalah
persoalan persediaan dimana fenomenanya tidak diketahui secara pasti, namun
nilai ekspektasi, variansi, dan pola distribusi kemungkinannya dapat diprediksi.
Persoalan utama dalam persediaan probabilistik adalah selain menentukan
besarnya stok operasi juga menentukan besarnya cadangan pengaman. Model
persediaan tak tentu adalah persoalan persediaan dimana ketiga parameter
populasinya tidak diketahui secara lengkap. Parameter yang tidak diketahui
biasanya adalah pola distribusi kemungkinannya (Bahagia, 2006).
Fluktuasi stok, merupakan persediaan yang diadakan untuk menghadapi
permintaan yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, serta untuk mengatasi
berbagai kondisi tidak terduga seperti terjadi kesalahan dalam peramalan
penjualan, kesalahan waktu produksi, kesalahan pengiriman. Antisipasi stok, yaitu
persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diramalkan seperti mengantisipasi pengaruh musim, dimana pada saat permintaan
tinggi perusahaan tidak mampu menghasilkan sebanyak jumlah yang dibutuhkan.
Disamping itu juga persediaan ini ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan
sulitnya memperoleh bahan sehingga tidak menggangu operasi perusahaan.
Sedangkan berdasarkan kepada bentuk fisiknya pesediaan dapat dikelompokkan
menjadi 5 jenis persediaan,yaitu persediaan bahan baku, komponen rakitan,
bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.
2.3. Komoditi Kentang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim
yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,
Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan
Spesies Solanum tuberosum L. Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di
daerah tropika dan subtropika dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3000 m
di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas
mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir.
Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5
sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH
yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Menurut Asandhi dan Gunadi (1989), tanaman
kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan menghasilkan umbi yang
bermutu jelek. Di daerah-daerah yang akan ditanam kentang yang menimbulkan
masalah penyakit kudis, pH tanah diturunkan menjadi 5,0 sampai 5,2.
Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Tanaman
kentang tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu rendah, yaitu 150C sampai
200C, cukup sinar matahari, dan kelembaban udara 80% sampai 90%. Suhu tanah
berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan
respirasi. Jika suhu meningkat, laju pertumbuhan tanaman meningkat sampai
mencapai maksimum. Laju fotosintesis juga meningkat sampai mencapai
maksimum, kemudian menurun. Pada waktu yang sama laju respirasi secara
bertahap meningkat dengan meningkatnya suhu. Kehilangan melalui respirasi
lebih besar daripada tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis.
Akibatnya, tidak ada peningkatan hasil netto dan bobot kering tanaman dan umbi
menurun.
Produksi kentang di Indonesia mencapai 1.174.068 ton dengan luas areal
panen sekitar 71.302 hektar, sehingga rerata produksi per hektarnya adalah 16,47
ton. Daerah-daerah sentra produksi kentang di Indonesia terdapat di 22 propinsi.
Dari 22 propinsi lebih dari separuhnya memiliki tingkat produktivitas yang tinggi,
lebih dari 10 ton kentang per hektar. Produktivitas tertinggi berada di propinsi
Jawa Barat, yaitu sekitar 20,88 ton per hektar.
Data selengkapnya mengenai produksi dan produktifitas di tiap-tiap
propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1. (Biro Pusat Statistik, 2008). Di
antara propinsi produsen kentang ada propinsi tertentu yang dianggap sebagai
pusat produksi kentang di Indonesia. Pada tahun 2008, Propinsi dengan produksi
kentang terbesar berturut-turut adalah Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Tengah,
Jogyakarta, NAD, Banten, Lampung, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan
kentang di Indonesia (Gambar 2.2). Sementara itu sebaran wilayah yang menjadi
sentra dan pengembangan produksi kentang di Jawa Barat dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
Tabel 2.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang di setiap Provinsi
No. Provinsi Luas panen
(Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1 Nanggroe Aceh Darussalam 948 13.599 14.34
2 Sumatera Utara 8.013 129.587 16.17
3 Sumatera Barat 1.661 28.820 17.35
4 R i a u 0 0 0
5 J a m b i 5.296 94.368 17.82
6 Sumatera Selatan 110 1.333 12.12
7 Bengkulu 459 5.410 11.79
8 Lampung 56 741 13.23
9 Bangka Belitung 0 0 0
10 Kep. Riau 0 0 0
11 DKI Jakarta 0 0 0
12 Jawa Barat 15.344 320.414 20.88
13 Jawa Tengah 18.655 288.654 15.47
14 DI Yogyakarta 13 193 14.85
15 Jawa Timur 9.529 125.887 13.21
17 B a l i 291 5.488 18.86
18 Nusa Tenggara Barat 268 5.030 18.77
19 Nusa Tenggara Timur 162 1.476 9.11
20 Kalimantan Barat 1 0 0
21 Kalimantan Tengah 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 0 0 0
23 Kalimantan Timur 0 0 0
24 Sulawesi Utara 8.852 141.849 16.02
25 Sulawesi Tengah 58 427 7.36
26 Sulawesi Selatan 1.410 10.491 7.44
27 Sulawesi Tenggara 0 0 0
28 Gorontalo 0 0 0
29 Sulawesi Barat 33 112 3.39
30 M a l u k u 0 0 0
31 Maluku Utara 0 0 0
32 Papua Barat 121 38 0.31
33 Papua 16 66 4.13
T o t a l 71.302 1.174.068 16.47
Gambar 2.2. Kontribusi Propinsi Utama Penghasil Kentang ( BPS, 2008)
Gambar 2.3 Peta Kabupaten/Kota Sentra dan Pengembangan Produksi Kentang di Jawa Barat
2.4. Sistem Multi Agent
Perkembangan penelitian tentang agent telah membawa ketahap yang
lebih pesat. Pesatnya perkembangan ini membawa dampak terdahap teknologi
agent dan multi agent untuk di implementasikan kedalam dunia nyata yang dapat
mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan teknologi. Multi agent
intelligence (AI) yang bernama distributed artificial intelligence (DAI). Dalam
suatu komunitas, agent-agent dapat saling berinteraksi, berkoordinasi dan
bernegosiasi satu sama lain dalam menjalankan pekerjaannya. Hal ini disebut
sebagai multi agent system (MAS).
Diantara peneliti yang membahas mengenai MAS, Harsani, P., et al.
(2008) dengan menggunakan metodologi Gaia, mampu menghasilkan
model-model yang menggambarkan arsitektur sistem dan dokumentasi teknis untuk
pengembangan sistem lebih lanjut. Dengan simulasi ini proses pengambilan
keputusan menjadi lebih efektif karena pengguna mampu mengontrol dan
mengamati jalannya simulasi untuk kemudian melakukan pengaturan skenario
simulasi yang sesuai dengan kondisi dan keputusan yang diharapkan.
Multi-agent atau sistem berbasis agent digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang khas dalam domain logistik dan transportasi yaitu sistem
pendukung keputusan, sistem perencanaan logistik serta simulasi dan pemodelan
sistem yang mendukung pengambilan keputusan dan perencanaan. Penggunaan
informasi yang lebih spesifik dan analisis yang lebih rinci sangat diperlukan
untuk menyelesaikan isu-isu mendesak dalam pengembangan lingkungan kerja
yang kolaboratif untuk logistik dan transportasi yang berbasis agent (Graudina.,
Vita., Janis Grundspenkis , 2005)
2.5. Java Agent Development Framework (JADE)
JADE (Java Agent Development Framework) adalah sebuah middleware
yang memberikan fasilitas pengembangan sistem berbasis multi-agents pada
aplikasi Java. JADE dikembangkan oleh Telecom Italia pada tahun 1998 dalam
rangka verifikasi spesifikasi awal FIPA (Foundation for Intellegent
PhysicalAgent). JADE memiliki lisensi di bawah LPGL (Library Gnu Public
License), yang berarti semua orang berhak untuk menyalin, mengakses kode
sumber, merubah kode sumber, dan melakukan penggabungan dengan perangkat
lunak lain yang berlisensi sama dengan catatan hasil kerja harus dikembalikan ke
Sebagai sebuah framework, JADE terdiri atas Runtime Environment,
sebuah lingkungan dimana agen-agen dapat berkerja dan hidup. Pustaka berisi
kelas-kelas yang dapat digunakan pengembang dalam membangun aplikasinya.
Paket perangkat dengan GUI (Graphical User Interface) yang memiliki fitur
manajemen dan pengawasan terhadap aktivitas agent-agent yang sedang
berlangsung (Bellifemine et al., 2007). Selain untuk komputasi pada komputer
desktop, JADE juga dapat dijalankan pada platform J2ME (Java Micro Edition)
yang dikhususkan untuk perangkat bergerak bersumber daya terbatas, seperti
telepon genggam. Ini merupakan kemampuan tambahan bagi JADE melalui
ekstensi. Ekstensi yang diperlukan untuk fitur ini dikenal dengan nama LEAP.
Pustaka JADE menyediakan beberapa fitur yang dapat memudahkan pengembang
dalam mengimplementasikan spesifikasi FIPA untuk agent. Fitur-fitur tersebut
antara lain. Sistem terdistributif, agen dijalankan pada sistem distributif dan tetap
dapat saling berkomunikasi. JADE secara otomatis akan menjalankan seluruh
perilaku dari sebuah agent secara paralel. Setiap perilaku tersebut dapat terdiri
dari beberapa sub perilaku lagi yang dapat dijalankan secara paralel atau
sekuensial. Kemudahan mengatur siklus hidup agent. JADE menyediakan API
(Application Programming Interface) dan aplikasi untuk menghidupkan,
menunda, memulai lagi, membekukan, mencairkan, memindahkan,
menggandakan, dan mengakhiri sebuah agent. Perintah-perintah tersebut juga
dapat dilakukan dari jarak jauh (remote). agent dapat dipindahkan dari satu mesin
kemesin lainnya. Dengan spesifikasi FIPA dan dukungan Java, agent dapat saling
berinteraksi tanpa dibatasi jenis sistem operasi yang digunakan (Nikraz et al.,
2006).
Menurut Ahn, H., Lee, H. (2004), kolaborasi praktis untuk manajemen
rantai pasok dengan sistem multi-agen membentuk jaringan informasi yang
dinamis dengan mengkoordinasikan produksi dan perencanaan agar sesuai dengan
estimasi yang disinkronkan dengan tuntutan pasar. Dalam kerangka kerja ini,
agent diperlakukan secara berulang untuk menemukan pemasok yang paling
diinginkan dengan menggunakan analisis nonparametrik. Selain itu, rantai
pembeli dan pemasok, dari pasar akhir kepada pemasok bahan baku, membentuk
nonparametrik secara berulang dalam realisasi kontrak untuk pembentukan rantai
pasok dinamis dan jaringan informasi yang memungkinkan perusahaan untuk
memperkirakan permintaan masa depan dari beberapa jalur pasar dengan cara
disinkronkan. Model perilaku berbasis Petri-Net untuk setiap agent
dikembangkan untuk menjelaskan kondisi, transisi, dan kebutuhan komunikasi
dari agent dan juga untuk memudahkan turunan prosedur konkret untuk perilaku
agent yang dapat digunakan untuk pengembangan aktual sistem agen, dimana
hubungan antar agent menggunakan model protokol FIPA yang ber- Platform
JADE. Hasil dari simulasi ini menunjukkan pendekatan kelayakan yang praktis.
Potensi yang terus tumbuh dari teknologi agent untuk manajemen rantai pasok di
mana penggunaan metode analitik atau optimasi hasil dari rantai pasok sederhana
tidak dapat dengan mudah diterapkan.
2.6. Penelitian Terdahulu dan Posisi Peneltian
Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai
pasok. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang
sudah dibuat. Akibat dari ketidakpastian ini, perusahaan menciptakan
pengamanan di sepanjang rantai pasok. Pengamanan ini dapat berupa persediaan,
waktu, ataupun kapasitas produksi maupun transportasi (Pujawan, 2005).
Sebuah rantai pasok terdiri atas agent-agent yang saling bergantung dan
terlibat dalam transformasi barang, jasa, dan informasi terkait, serta dana dari
produsen sampai kepada konsumen akhir. Agent dari rantai pasok terdiri atas
pemasok bahan baku, produsen, distributor, dan pengecer yang melakukan proses
yang terintegrasi untuk menciptakan nilai bagi konsumen akhir. Pada akhirnya
harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
Dalam banyak domain, pemodelan sistem berbasis agent bersaing dengan
pendekatan berbasis persamaan yang mengidentifikasi peubah sistem dan
mengevaluasi atau mengintegrasikan set persamaan yang berkaitan dengan
peubah. Perbedaan kepentingan dalam sebuah kegiatan yang menerapkan
pemodelan berbasis agent ke jaringan pasokan industri, karena hampir semua
model berbasis komputer dari jaringan tersebut sampai saat ini telah
persamaan diferensial biasa. ABM merupakan pendekatan yang relatif baru untuk
pemodelan sistem dan simulasi. Dalam banyak domain, untuk menghadapi
persaingan dari metodologi Equation-Based Modeling (EBM) seperti sistem
dinamik (Parunak et al., 1998).
Ada tujuh jenis agent yang terdapat dalam rantai pasok yang berbasis model.
Setiap agent mempunyai pengetahuan, ketertarikan, status informasi, pesanan,
[image:31.595.73.502.83.610.2]eksekusi proses dan kebijakan. Model generik selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Generic Agent Architecture (Fu et al, 2000)
Sedangkan jika dilihat dari tingkatan manajemennya terdapat empat
tingkatan Manajemen Rantai Pasok dengan pendekatan model, yaitu identifikasi
rantai pasok secara fisik, proses determinasi, proses pengembangan agent, dan
kerangka kerja elemen proses.
Menurut Bonabeau (2002), sistem dimodelkan sebagai kumpulan
pengambilan keputusan entitas yang disebut agent otonom. Setiap agent
individual menilai situasi dan membuat keputusan atas dasar seperangkat aturan.
Agent dapat melakukan berbagai perilaku yang tepat untuk sistem yang
diwakilinya, contohnya, memproduksi, mengkonsumsi, atau menjual. Interaksi
kompetitif berulang antara agent adalah fitur pemodelan berbasis agent, yang
mengandalkan kekuatan komputer untuk menjelajahi dinamika dari jangkauan
metode matematika murni. Pada tingkat yang paling sederhana, sebuah model
berbasis agent terdiri dari sistem agent dan hubungan antara agent tesebut. Masukan
(I)
Tingkat kepentingan
seleksi
Kebijakan (P)
Tempat pesan (M)
Status Proses unsure
pelaksana
Keluaran Basis
pengetahuan (K)
Bahkan model berbasis agent sederhana dapat menunjukkan pola perilaku yang
kompleks dan memberikan informasi berharga tentang dinamika sistem yang
mirip dunia nyata.
Maulana (2005), pada simulasi berbasis agent, yang ditentukan adalah
perilaku agent-agent yang berada dalam sistem yang disimulasikan. Yang
dimodelkan adalah pertumbuhan penduduk, diantaranya adalah perilaku atau
sikap agent (dalam hal ini penduduk), terhadap hal-hal di lingkungannya.
Misalnya, jika dia kesulitan mendapatkan pekerjaan, karena banyaknya pencari
kerja, sementara lapangan kerja tidak tumbuh, maka dia akan memutuskan
bermigrasi. Atau, jika suatu agent tidak mendapatkan pekerjaan yang memadai,
maka ini akan mempengaruhi kesehatannya, dan pada gilirannya kemungkinan
kematiannya.
Model yang dikembangkan oleh Jauhari (2006) adalah setiap lot
pemesanan dari pembeli dikirim dalam n kali pengiriman sesuai dengan
permintaan pembeli. Kemudian pihak manufaktur akan memproduksi sejumlah m
kali jumlah yang dikirim. Hasil dari penelitian ini adalah semakin besar nilai
konversi material ke produk jadi maka total biaya persediaan yang dihasilkan
akan semakin kecil. Semakin besar frekuensi pengiriman yang dilakukan maka
akan semakin kecil total biaya persediaan yang ditanggung pembeli dan semakin
besar total biaya yang ditanggung manufaktur. Frekuensi pengiriman yang besar
cenderung akan menurunkan lot pengiriman sehingga jumlah persediaan pada
manufaktur akan cenderung lebih besar. Pada nilai konversi bahan baku ke
produk jadi yang lebih kecil, nilai z akan cenderung besar. Hal ini disebabkan
pada r yang kecil diperlukan bahan baku yang lebih banyak sehingga untuk
mencapai ukuran pemesanan bahan baku yang optimal diperlukan nilai pembagi
yang lebih besar.
Syairudin et al. (2008) mengungkapkan bahwa interaksi antar agent dalam
bentuk knowledge sharing akan melibatkan pertukaran pengetahuan tentang
proses perbaikan mutu produk dalam bentuk: explicit knowledge, tentang
upaya-upaya proses perbaikan mutu produk yang dapat memuaskan kebutuhan
melakukan proses perbaikan mutu produk untuk meningkatkan mutu produk agar
dapat memenuhi kepuasan pelanggan.
Sutopo et al. (2008) memberikan model buffer stock untuk menstabilkan
harga komoditi yang sangat stabil antara panen dan musim tanam. Upaya
kebijakan harga untuk membatasi fluktuasi harga di antara batas atas dan bawah
untuk mencapai sasaran volatilitas pemerintah. Model yang diusulkan ini
difokuskan pada elastisitas harga, waktu terbatas pasokan dan kepentingan
pemangku kebijakan. Model yang diusulkan mempunyai pengaruh yang
signifikan untuk meningkatkan keuntungan serta meminimalkan kehilangan yang
dialami oleh produsen, konsumen dan pemerintah. Bila pasokan tidak elastis,
kerugian keuangan relatif lebih kecil dari elastis. Jika dilihat dari tujuan ketahanan
pangan, intervensi pemerintah memainkan peranan yang penting yaitu: (i)
Cadangan Penyangga memberikan stabilisasi harga memberikan keuntungan baik
produsen dan konsumen, (ii) model yang diusulkan dapat memperoleh program
buffer stock, dan (iii) pendapatan intervensi harga dimaksudkan untuk mendorong
mengurangi fluktuasi pasar.
Manajemen persediaan memainkan peranan penting dalam manajemen
rantai pasok. Layanan yang diberikan kepada pelanggan akhirnya mendapat
peningkatan setelah pengelolaan yang efisien dan efektif persediaan dilakukan
sepanjang rantai pasok. Dengan demikian penentuan persediaan yang akan
diadakan di berbagai tingkat dalam rantai pasok menjadi tak terelakkan sehingga
untuk memastikan biaya minimal pada rantai pasok. Meminimalkan biaya rantai
pasok total dimaksudkan untuk meminimalkan biaya penyimpanan di seluruh
rantai pasok. Meminimalkan biaya total rantai pasok hanya bisa dicapai ketika
optimalisasi tingkat stok dasar dilakukan pada setiap anggota rantai pasok. Sebuah
masalah serius dalam pelaksanaan yang sama adalah bahwa level stok kelebihan
dan kekurangan tingkat tidak statis untuk setiap periode.
Segmentasi pelanggan adalah alat pemasaran penting dimana segmentasi
pelanggan yang efektif membantu keuntungan perusahaan meningkatkan tingkat
layanan pelanggan. Di sisi lain, karena konsekuensi yang mungkin merugikan,
gangguan pasokan telah menerima perhatian yang lebih. Sistem persediaan yang
pelanggan. Pengecer ini mengadopsi kajian-kontinu dari kebijakan persediaan,
backordering parsial dipertimbangkan ketika terjadi kehabisan stok. Sistem
persediaan disimulasikan berdasarkan proporsi backorder pelanggan yang
berbeda, pengaruh segmentasi pelanggan pada sistem persediaan di bawah
simulasi yang berbeda dengan adanya gangguan pasokan. Durasi gangguan
pasokan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pengaruh segmentasi
pelanggan pada sistem persediaan (Yuerong Chen dan Xueping Li, 2009).
Menurut Narmadha dan Selladurai (2009) bahwa estimasi yang tepat dari
persediaan yang optimal sangat penting, karena kekurangan persediaan
menghasilkan penjualan yang hilang, sementara kelebihan persediaan dapat
mengakibatkan biaya penyimpanan meningkat.
Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu
mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan
dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha
dapat terjamin. Anggota rantai pasok bertanggung jawab untuk meminimalkan
biaya rantai pasok dengan mengelola tingkat persediaan dalam sejumlah operasi
produksi dan distribusi yang terkait dengan tahapan rantai yang berbeda. Lead
time memainkan peran penting dalam kenaikan biaya rantai pasok, kompleksitas
dalam memprediksi tingkat kenaikan permintaan yang optimal. Metode yang
diusulkan adalah menggunakan algoritma genetika dengan mempertimbangkan
lead time dan multi produk. Pendekatan yang diusulkan kemudian diterapkan dan
kinerjanya dievaluasi dengan menggunakan MATLAB 7.4. Aplikasi Algoritma
Genetika yang digunakan berjalan dengan baik seperti yang diperkirakan. Dengan
mengikuti pendekatan algoritma genetika berbasis manajemen persediaan, dapat
menimalkan lead time dan total biaya rantai pasok pada masing-masing anggota
rantai pasok (Jeyanthi dan Radhakrishnan, 2010).
Manajemen persediaan merupakan salah satu bidang penting dalam
manajemen rantai pasok, karena biaya persediaan dalam rantai pasok mempunyai
nilai sekitar 30% dari nilai produk. Layanan yang diberikan kepada pelanggan
akhirnya mendapat peningkatan setelah pengelolaan persediaan yang efisien dan
efektif dilakukan sepanjang rantai pasok. Estimasi dari jumlah persediaan yang
meminimalkan total biaya rantai pasok adalah masalah utama untuk persediaan
dan manajer rantai pasok. Estimasi yang tepat dari persediaan yang optimal sangat
penting, karena kekurangan persediaan menghasilkan penjualan yang hilang,
sementara kelebihan persediaan dapat mengakibatkan biaya penyimpanan
meningkat (Narmadha, Selladurai dan Sathish, 2010).
Penggunaan pendekatan model yang berbasis agent dapat dilakukan untuk
mengkaji perilaku dalam suatu rantai pasok dalam sebuah proses pengambilan
keputusan terhadap salah satu kinerja dari rantai pasok tersebut (Kashif, Ayesha
dan Xuan Hoa Binh Le, 2011).
Selengkapnya posisi penelitian model perilaku agent dalam rantai pasok
kentang seperti terdapat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2.Posisi penelitian model perilaku agent dalam rantai pasok
Penulis (Tahun) Rantai
Pasok
Agent Sistem persediaan Jenis
model Produk
1 2 1 2 3 4 1 2 1 2
H. Van Dyke Parunak, Robert
Savit, Rick L. Riolo (1998) X X X X X
Fu et al. ,2000) X X X
Bonabeau (2002) X X
Maulana (2005) X X X
Wakhid Ahmad Jauhari (2006) X X X X X X
Syairudin et al. (2008) X X X
Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia, dan TMA. Ari Samadhi (2008)
X X X X X
Narmadha dan Selladurai
(2009) X X X X
Radhakrishnan, P. et al (2009) X X X X X
Yuerong Chen dan Xueping Li
(2009) X X X X
Narmadha, Selladurai dan
Sathish (2010) X X X
N.Jeyanthi dan P.
Radhakrishan(2010) X X X X X X
Kashif, Ayesha dan Xuan Hoa
Binh Le (2011) X X X
Penelitian ini (2013) X X X X X X X X
Keterangan :
ABM : 1) Single, 2) Multiple
Sistem Persediaan :1) Deterministik, 2) Probabilistik, 3) Singleechelon, 4) Multiechelon Jenis Model:1) Kualitatif, 2) Kuantitatif
Kebaruan pada penelitian ini adalah diperolehnya model perilaku agent yang
terlibat dalam rantai pasok kentang. Perilaku agent yang terlibat dapat mempengaruhi
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Untuk memenuhi permintaan terhadap kentang, baik distributor maupun
konsumen memerlukan suatu tingkat pasokan yang memadai dan waktu yang
tepat, sehingga terjadi keseimbangan antara permintaan dan pasokan, yang
menjadikan pasokan kentang tercukupi dengan tingkat harga yang adil.
Pengendalian pasokan dengan jumlah produk yang banyak serta mempunyai
berbagai tingkat rantai pasok adalah peran yang kompleks. Untuk membuat
pengendalian pasokan yang efektif, tujuan paling utama adalah untuk
memprediksi dimana, mengapa, dan berapa banyak kontrol yang harus diperlukan,
yang dalam hal ini dipengaruhi oleh perilaku agent dan mitranya dalam suatu
rantai pasok. Prediksi tersebut akan dilakukan melalui metodologi yang diusulkan.
Untuk memperkirakan tingkat pasokan kentang yang harus dijaga oleh para
anggota masing-masing rantai pasok di masa mendatang.
Dalam penelitian ini identifikasi dan analisis perilaku dilakukan pada setiap
agent rantai pasok. Kerangka pemikirian disain pemodelan dalam penelitian ini
mengacu kepada metodologi yang dikembangkan oleh Nikraz et.al (2006). Detail
dari kerangka kerja penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
3.2. Tata Laksana Penelitian
3.2.1. Prosedur Penelitian
Secara garis besar pengembangan model ini terdiri atas beberapa tahap
penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.2 dibawah ini. Tahap pertama adalah
mempelajari perilaku agent dari berbagai sumber, tahap kedua adalah
pengumpulan data yang berupa identifikasi dari perilaku agent dan sistem
persediaannya, tahap ketiga adalah pengolahan data dan analisis dari hasil
identifikasi, tahap keempat adalah perancangan model, tahap kelima adalah
verifikasi dan validasi model, tahap keenam adalah pengujian dan perbaikan
model dan tahap ketujuh adalah kesimpulan.
Pada tahap pertama dipelajari perilaku dari setiap agent pada komoditi
kentang secara umum, yang dikaitkan dengan berbagai macam prinsip dalam
kentang serta karakteristiknya. Selain itu dipelajari juga konsep dasar dan
berbagai prosedur dasar manajemen rantai pasok yang berkaitan langsung dengan
perilaku agent komoditi kentang. Kemudian melakukan survey langsung ke
lapangan dengan objek komoditi kentang yang berada di wilayah Pangalengan
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.
1. PERENCANAAN
Tidak
Ya
2. ANALISIS 3. DISAIN
[image:38.595.104.515.172.777.2]4. IMPLEMENTASI DAN UJI COBA
Gambar 3.1.. Kerangka kerja penelitian dengan plafrom JADE (Nikraz et.al,2006)
Rencana pengembangan sistem
Apakah agent merupakan solusi
yang tepat?
Gunakan metode lain
2. Pembentukan use case
3. Identifikasi awal tipe agent
4. Identifikasi peran agent
5. Identifikasi interaksi antar agent
6. Perbaikan agent
7. Penentuan penyebaran agent
1. Pemisahan/penggabunga n/penamaan ulang agent
3. Definisi protokol interaksi ad-hoc 2. Spesifikasi interaksi
11. Penentuan arsitektur sistem dan pengkodean dalam JADE
10. Seleksi pemilihan konten 9. Pendefinisian ontologi 8. Definisi perilaku agent internal
v
Gambar 3.2. Prosedur penelitian
Tahap kedua dilakukan pengumpulan data mengenai karakteristik dari
masing-masing agent. Tahap ketiga dilakukan pengolahan data dan analisis dari
karakteristik dari setiap agent. Tahap keempat adalah perancangan model perilaku
dari setiap agent dalam rantai pasok kentang dengan masalah yang telah
dipahami, kemudian dihubungkan dengan pengaruh dari perilaku setiap agent
dengan tingkat ketersediaan komoditi kentang. Tahap kelima adalah validasi yang
disesuaikan dengan data serta kondisi nyata dilapangan, khususnya data perilaku
setiap agent di Pangalengan Kabupaten Bandung. Verifikasi dilakukan secara
terus menerus selama pengembangan setiap sub model yang dikembangkan.
Tahap keenam adalah pengujian dan perbaikan model dengan memperhatikan
Latar belakang dan perumusan masalah
Ruang lingkup penelitian Tujuan penelitian
Identifikasi pasokan kentang Identifikasi perilaku agent
Identifikasi pasokan kentang pada masing-masing agent
Identifikasi agent dan karakteristiknya Identifikasi perilaku agent dan
karakteristiknya
Analisis pasokan kentang dalam rantai pasok
Analisis perilaku agent
Interaksi perilaku agent dan pasokan kentang
Pembuatan model pengaruh perilaku agent dalam rantai pasok dan pengaruhnya terhadap tingkat ketersediaan pasokan kentang
Verifikasi dan validasi model Pengujian dan perbaikan model
Kesimpulan dan rekomendasi
dilapangan. Tahap ketujuh adalah merumuskan rekomendasi kebijakan dalam
rangka meningkatkan kinerja manajemen rantai pasok komoditi pertanian melalui
aspek perilaku dari setiap agent dalam rantai pasok.
3.2.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan di Pangalengan Kabupaten Bandung
sebagai sentra produksi kentang di Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan
Juli 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012.
3.2.3. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
sekunder. Data sekunder diperoleh dari laporan kajian terdahulu yang relevan dan
jurnal ilmiah serta dari berbagai sumber yang terkait.
Data primer diperoleh dari observasi lapang, yakni dengan secara langsung
melihat dan mengamati kegiatan-kegiatan rantai pasok dari produsen (petani dan
kelompok tani), distributor hingga konsumen. Kemudian melakukan wawancara
mendalam yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku dari
masing-masing agent, jumlah produksi dan penjualan, alat transportasi, distribusi
dan pasokan serta hubungannya dengan tingkat ketersediaan kentang dari para
pemangku kebijakan yang dikaji. Focus group discussion dilakukan dengan
petani/kelompok tani, dan konsumen industri, hal ini dilakukan untuk pendalaman
terhadap kondisi saat ini. Proses identifikasi terhadap kondisi pengaruh perilaku
agent yang ada sekarang terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan
menggunakan uji val