• Tidak ada hasil yang ditemukan

A Design of supply chain for organic coffee in Central Aceh to optimize the risk balancing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "A Design of supply chain for organic coffee in Central Aceh to optimize the risk balancing"

Copied!
318
0
0

Teks penuh

(1)

RISK

ARIE SAPUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Desain Rantai

Pasok Agroidustri Kopi Organik Di Aceh Tengah Untuk Optimalisasi Balancing

Risk merupakan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun keperguruan tinggi manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar

pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

Arie Saputra

(4)
(5)

to optimize the risk balancing.

Organic coffee agro businesses in Central Aceh experienced problems such as imbalance of supply chain management and profit distribution of risks assumed by each of the actors in the supply chain. Those issues became the driving factors that interfere with the emergence of a variety of risk supply chain sustainability. Appropriate risk management processes required by the model approach to create a balanced risk among supply chain actors. This study aims to design a model to ensure and increase profit organic coffee supply chain actors. Risk mitigation approach implemented with the risk sharing model which aims to improve profitability and contunuity supply chain’s actor. The orientation of the model output is not only to sustain the supply chain but at the same time to increase the total profit on the whole supply chain actors. balancing risk optimization are done through risk specific calculation and performance of supply chain actors into risk sharing models. The performance of each supply chain actors is calculated with the DEA approach. Total profit improvement among supply chain actor causing risk sharing models in this study have a good bargaining position against all supply chain actors. The design of the of contract structure resulted a form of quantitative models as a tool for coordinating mechanism of risk sharing models for supply chain actors. Through the risk sharing model approach in this study, the design of the supply chain can be produced that have sustainability as well as profitability.

Keywords : Organic coffee, supply chain risk, risk balancing, risk mitigation, data

(6)
(7)

ARIE SAPUTRA. Desain Rantai Pasok Agroindustri Kopi Organik Di Aceh Tengah Untuk Optimalisasi Balancing Risk. Dibawah bimbingan: TAUFIK DJATNA dan SAPTA RAHARJA.

Manajemen risiko rantai pasok produk pertanian organik sangat berbeda

dengan produk yang berasal dari industri manufaktur maupun produk pertanian

pada umumnya. Pendekatan terhadap proses identifikasi risiko lebih diutamakan

pada sisi kualitas dan kuantitas pasokan. Kualitas berdasarkan standarisasi produk

organik menjadi parameter paling penting terhadap kesuksesan manajemen risiko

rantai pasok. Permintaan konsumen yang semakin meningkat di pasaran ekspor

menjadi indikasi terhadap kekurangan pasokan produk organik. Metode mitigasi

risiko yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan dan peningkatan

profit rantai pasok di masa yang akan datang. Salah satu metode mitigasi risiko

yang banyak dipakai di dalam berbagai kasus manajemen risiko rantai pasok

adalah model distribusi risiko (risk sharing). Pemodelan disribusi risiko (risk

sharing) menjadi banyak pilihan stakeholder rantai pasok dalam melakukan kegiatan mitigasi risiko. Pendekatan dan kesesuaian model dengan kompleksitas

permasalahan di lapangan menjadi kekuatan tersendiri, ketika banyak metode

mitigasi risiko lainnya gagal mengatasi permasalahan yang ada.

Pada era sekarang konsep model risk sharing seringkali dikombinasikan dengan kontrak sehingga koordinasi terhadap mekanisme model untuk setiap

pelaku rantai pasok dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Proses

penyeimbangan risiko (balancing risk) pelaku rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko dilakukan dengan cara mendistribusikan sebagian profit pelaku

terhadap pelaku lainnya yang teridentifikasi menanggung bobot risiko yang lebih

tinggi. Pendistribusian risiko dilakukan melalui mekanisme penetapan harga

untuk setiap unit produk pada tingkatan rantai pasok. Kesulitan dalam

menetapkan nilai harga serta posisi tawar (bargaining position) model terhadap semua stakeholder rantai pasok menjadi kompleksitas permasalahan dan tujuan banyak peneliti. Penyempurnaan model terakhir dilakukan dengan menetapkan

(8)

hasil yang signifikan. Fokus banyak peneliti terhadap model risk sharing lebih kepada konsep keberanjutan rantai pasok. Indikasi ini berbanding terbalik dengan

Pemahaman konsep rantai pasok yang berbeda-beda dari setiap organisasi.

Perbedaan perspektif tersebut berimplikasi terhadap proses penerapan model

distribusi risiko . Perspektif risiko yang dianggap sebagai peluang memperoleh

keuntungan menyebabkan model risk sharing tidak lagi relevan bagi semua

stakeholder rantai pasok. Model harus bisa memberikan penawaran yang lebih baik terhadap pelaku rantai pasok terutama sekali kepada pelaku yang akan

menjadi titik sentral pendistribusian profit akibat konsekuensi mekanisme model.

Penelitian ini memberikan konsep model risk sharing yang dapat menjaga

keberlanjutan rantai pasok sekaligus peningkatan profit pelaku di waktu yang

bersamaan. Penambahan faktor pengukuran kinerja terhadap model risk sharing terbukti mampu menghasilkan model yang lebih dekat dengan realita dan

permasalahan di dunia nyata. Peningkatan profit pelaku juga memberi kemudahan

model untuk diterapkan pada berbagai level organisasi dan perusahaan. Pemilihan

metode pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) terbukti mampu mengakuisisi indikator peningkatan profit pelaku rantai

pasok. DEA bekerja dengan cara yang unik melalui proses perbandingan

bertingkat sehingga tercipta kompetisi pelaku rantai pasok dalam meningkatkan

profit pelaku rantai paosk melalui parameter yang telah ditetapkan.

Pendekatan model ini juga menghasilkan suatu hipotesa bahwa faktor

penggelembungan risiko dari pelaku bagian hulu rantai pasok mengakibatkan

kemampuan dari pelaku berikutnya dalam memperbaiki parameter kinerja rantai

pasok menjadi sangat riskan sehingga tingkat perbaikan terhadap produk sulit

dilakukan. Model risk sharing di dalam studi ini terbukti dapat merubah paradigma konsep manajemen risiko rantai pasok yang hanya terfokus terhadap

kesinambungan pasokan. Implikasi model pada agroindustri kopi organik di Aceh

Tengah terbukti mampu meminimalisir dampak risiko serta peningkatan total

(9)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(10)
(11)

RISK

ARIE SAPUTRA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama : ArieSaputra

Nomor Pokok : F351100041

Menyetujui

KomisiPembimbing

Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, M.Si Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr.Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr

(14)
(15)

ALLAH SWT, karena hanya dengan pertolongan dan rahmat – Nya maka Tesis:

Desain Rantai Pasok Agroindustri Kopi Organik di Aceh Tengah Untuk

Optimalisasi BalancingRisk ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun guna

memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan program

Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dan tesis ini dapat terlaksana dan terwujud berkat bimbingan,

bantuan dukungan beserta iringan doa dari banyak pihak. Karena itu dengan

ketulusan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih

kepada :

1. Bapak Dr.Eng. Taufik Djatna, STP, M.Si sebagai ketua komisi

pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan, arahan,

dukungan, serta kelapangan dan keikhlasan hati dalam memberikan

dorongan sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku anggota komisi pembimbing

yang telah memberikan pikiran serta masukan berharga guna

penyempurnaan penulisan Tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M. Eng. Selaku dosen penguji

luar komisi.

4. Bapak Dr. Ir Machfud, MS. Sebagai ketua program studi Teknologi

Industri Pertanian.

5. Ibunda Tercinta, atas dukungan dan doanya beserta iringan harapan yang

menjadi kekuatan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Istri tercinta Liza Melya yang telah mendampingi dalam suka dan duka,

berbagi kesedihan dan kebahagiaan serta memberi dukungan secara moril

bahkan materil sehingga menjadi bagian dari perjalanan hidup penulis

dalam menyelesaikan studi di Program Pascasarjana TIP IPB.

7. Mama dan Papa, atas keikhlasan hati, kemudahan materi, serta kasih

sayang yang sangat berharga sampai penulis bisa menyelesaikan program

(16)

telah memberikan masukan dan pandangan berharga selama proses

penelitian dilakukan.

9. Rekan-rekan kuliah di Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas

dukungan, kebersamaan dan semangat saling menguatkan untuk

(17)

Penulis dilahirkan di Bukittinggi, pada tanggal 18 Juli 1983 sebagai anak

bungsu dari pasangan Joelizar (almarhum) dan Elma. Penulis menyelesaikan

pendidikan dasar di SDN 06 Pincuran Tilatang Kamang Kabupaten Agam pada

tahun 1995. Selanjutnya penulis mengikuti pendidikan menengah di SMPN 1

Gadut (Lulus tahun 1998) dan SMUN 2 Bukittinggi (2002). Pada tahun 2002,

penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Teknik Industri,

Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta dan berhasil

menyelesaikannya pada tahun 2009. Kesempatan untuk melanjutkan ke Progran

Magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada Program

Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2010 melalui dukungan pembiayaan dari

beasiswa BPPS – DIKTI.

Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 penulis bekerja sebagai agen lepas

Asuransi Prudential. Tahun 2009 bertepatan dengan penyelesaian masa pendidikan sarjana, penulis diterima sebagai dosen muda di Program studi Teknik

Industri, Fakultas Teknik, Universitas Teuku Umar, Meulaboh Aceh Barat.

Penulis menikah pada tanggal 7 Desember 2009 dengan Liza Melya Febriana,

putri dari pasangan Syafrizal B dan Refliana di Meulaboh, Aceh Barat.

(18)
(19)

i

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR ISTILAH ... viii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 6

1.3. Manfaat Penelitian ... 7

1.4. Perumusan Masalah Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup ... 8

2. TINJAUANPUSTAKA ... 9

2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok ... 9

2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen resiko Rantai Pasok ... 14

2.1.2. Analisis Risiko Rantai Pasok ... 18

2.2 Pengukuran Kinerja pelaku Rantai Pasok melalui pendekatan Data EnvelopmentAnalysis (DEA) ... 20

2.3.Model Mitigasi Risiko Dengan Pendekatan Distribusi Risiko (Risk Sharing) ... 22

2.4. Kopi ... 24

3. METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Kerangka Pemikiran ... 29

3.2. Sub Model Distribusi Desain Rantai Pasok Untuk Optimalisasi Balancingrisk ... 30

3.2.1. Sub Model Analisis risiko ... 31

3.2.2. Sub Model Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok ... 32

3.2.3.Sub Model Distribusi Risiko ... 36

3.2.4.Analisis sensitivitas model RS ... 38

3.3.Tata Laksana Penelitian ... 38

3.3.1. Tahapan Penelitian ... 38

3.3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3.3.Teknik pengumpulan data ... 40

3.4.Teknik-Teknik yang Digunakan ... 41

4. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK ... 43

4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah ... 43

4.2. Identifikasi Risiko Rantai Pasok Kopi Organik ... 44

4.2.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani ... 48

4.2.2. Identifikasi Risiko Tingkat Prosesor ... 50

4.2.3. Identifikasi Risiko Tingkat Kolektor ... 52

(20)

ii

5.1.1. Risiko Indeks ... 58

5.1.2. Biaya Total ... 60

5.1.3. Siklus Pemenuhan Pesanan ... 61

5.1.4. Harga Produk ... 62

5.1.5. Kualitas ... 63

5.1.6. FulfillOrder ... 64

5.1.6. Jumlah pasokan ... 66

5.2. Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Dengan Pendekatan Data EnvelopmentAnalysis (DEA) ... 66

5.2.1. Kinerja Pelaku Tingkat Petani ... 67

5.2.2. Kinerja Pelaku Tingkat Prosesor ... 69

5.2.3. Kinerja Pelaku Tingkat Kolektor ... 70

6. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO (RISKSHARING) ... 74

6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko ... 74

6.2. Kondisi Awal Struktur Rantai Pasok ... 77

6.3. Analisis Model Distribusi Risiko Rantai Paok Kopi Organik ... 78

6.3.1. Tujuan Pembuatan Model Distribusi Risiko ... 78

6.3.2. Asumsi Model Distribusi risiko ... 79

6.4. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Kopi Organik ... 79

6.4.1. Penyeimbangan Risiko Tingkat Petani ... 84

6.4.2. Penyeimbangan Risiko Tingkat Prosesor ... 85

6.4.3. Penyeimbangan Risiko Tingkat Kolektor ... 87

6.5. Koordinasi Rantai Pasok Kopi Organik ... 86

6.6. Implikasi Manajerial Model Risk Sharing ... 90

6.7 Rencana Implementasi Model ... 91

6.7.1. Mekanisme Kerja DEA Dalam Model Distribusi Risiko (RiskSharing) ... 91

6.7.2. Analisis Sensitivitas Distribusi Risiko Terhadap Pelaku Rantai Pasok ... 93

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

7.1. Kesimpulan ... 99

7.2. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(21)

iii

Halaman

1. Nilai konsekuensi risiko ... 19

2. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami ... 19

3. Data realisasi ekspor kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam 24 Tahun 2001-2008 ... 25

4. Rekapitulasi nilai ekspor kopi Arabika Gayo ... 26

5. Data luas areal tanam kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun 1983-2006 ... 27

6. Distribusi risiko tingkatan rantai pasok ... 46

7. Distribusi risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok... 47

8. Variabel risiko tingkat petani ... 48

9. Variabel risiko tingkat prosesor ... 51

10.Variabel risiko tingkat kolektor ... 52

11.Variabel risiko tingkat koperasi ... 54

12.Evaluasi bobot risiko pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok ... 55

13.Persentase nilai tambah pelaku rantai pasok... 59

14.Rekapitulasi risiko indeks pelaku rantai pasok ... 60

15.Rekapitulasi total biaya pelaku rantai pasok ... 60

16.Rekapitulasi siklus pemenuhan pesanan pelaku antai pasok ... 61

17.Rekapitulasi harga jual produk pelaku rantai pasok ... 62

18.Rekapitulasi kualitas produk pelaku rantai pasok ... 63

19.Rekapitulasi fulfillorder pelaku rantai pasok ... 65

20.Rekapitulasi jumlah pasokan pelaku rantai pasok ... 66

21.Hasil perhitungan efisiensi petani menggunakan pendekatan DEA ... 68

22.Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA ... 71

23.Hasil perhitungan efisiensi prosesor menggunakan pendekatan DEA ... 72

24.Rekapitulasi nilai harga jual tingkat petani ... 84

25.Rekapitulasi nilai harga jual tingkat prosesor ... 86

26.Rekapitulasi nilai harga jual tingkat kolektor ... 86

(22)

iv

5 % terhadap perhitungan efisiensi petani ... 94

(23)

v

Halaman

1. Kerangka kerja pembuatan keputusan rantai pasok (Chopra, 2007) ... 5

2. Hubungan antara resiko dengan kinerja (Zsidisin, 2009) ... 12

3. Segitiga penilaian resiko ... 13

4. Kerangka kerja manajemen resiko

rantai pasok (Wu dan Blackhurst, 2009) ... 13

5. Sumber dan driver resiko dan kinerja (Wu dan Balckhurst, 2009) ... 15 6. Persamaan dampak revenue dan penurunan resiko

dengan manajemen resiko (Handfield dan Kevin M, 2008) ... 16

7. Penyebaran pengeluaran dan revenue penurunan resiko

secara keseluruhan (Handfield dan Kevin M, 2008) ... 17

8. Persentase expor komoditi pertanian NAD (Aceh Coffe Forum 2011) .... 25 9. Perkembangan Produksi Kopi 1990 s/d 2007

di Aceh Tengah dan Bener Meriah (APED, 2011) ... 28

10.Kerangka pikir penelitian desain rantai pasok agroindustri

kopi organik untuk optimalisasi BalancingRisk ... 30 11.Tahapan analisis risiko rantai pasok kopi organik ... 31

12.Use Case Diagram Tahapan pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dengan pendekatan DEA ... 33

13.Mekanisme Benhmarking di dalam pengukuran kinerja

pelaku rantai pasok melalui pendekatan model DEA ... 34

14.Mekanisme benchmarking DEA terhadap rencana

implementasi model ... 35

15.Fungsi sub model DEA dalam meningkatkan

profit pelaku rantai pasok dalam model RS ... 36

16.Tahapan pemodelan distribusi risiko rantai pasok kopi organik ... 37

17.Struktur rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah ... 44

18.Parameter variabel risiko rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah ... 45

19.Kerangka kerja model distribusi risiko rantai pasok kopi organik ... 56

(24)

vi

(25)

vii

Halaman

1. Kuisioner penelitian petani untuk petani komoditas kopi organik ... 103

2. Kuisioner penelitian prosesor untuk komoditas kopi organik ... 114

(26)
(27)

viii

Agroindustri Perpaduan antara pertanian dan industri dimana

keduanya menjadi sistem pertanian berbasis industri

dengan penanganan utama pada sisi pasca panen.

Benchmarking Proses perbandingan antar unit dalam satu kelompok tertentu untuk menentukan capaian nilai kinerja.

Balancingrisk Teknik penanggulangan risiko pelaku rantai pasok dengan cara menyeimbangkan bobot risiko setiap

pelaku di dalam struktur jaringan rantai pasok.

Bargainingposition Kemampuan untuk memperoleh output yang diinginkan berdasarkan kondisi dan permasalahan

yang dihadapi

Penggelembungan risiko Amplifikasi permintaan atau penggelembungan risiko

rantai pasok dari jaringan hilir ke jaringan hulu rantai

pasok yang mengakibatkan inefisiensi pada rantai

pasok antara lain perencanaan produksi, pengiriman

produk.

Downstream Pelaku bagian hilir di dalam stuktur jaringan rantai pasok.

Drivers Parameter yang menjadi indikator terhadap

pencapaian sebuah output.

DEA (Data Envelopment Analysis) – Teknik berbasis pemrograman linier untuk melakukan pengukuran

efisiensi organisasi melalui unit-unit pembuat

keputusan.

Efisiensi relatif Nilai efisiensi yang diperoleh suatu unit pengukuran

setelah melalui proses perbandingan dengan unit-unit

lainnya didalam sebuah kelompok tertentu.

DMU Unit-unit yang menjadi dasar pengukuran dalam

(28)

ix

fungsi pembayaran, probabilitas kejadian,

penghindaran risiko dan utilitas lainnya.

EV (ExpectedValue) – Bobot rata-rata dari kemungkinan nilai dari sebuah objek terhadap fungsi pembayaran.

Emergency purchase Pengadaan barang dan jasa diluar periode pemesanan yang telah disepakati sehingga mengakibatkan

perubahan terhadap fungsi pembayaran.

ICS (Internal Control System) – Lembaga independen yang meninjau ulang kelayakan proses sertifikasi

organik.

LeannessSupplychain Prinsip rantai pasok yang bertumpu pada keputusan untuk memanfaatkan semua sumber daya dalam batas

maksimal sehingga pencapaian terhadap efisiensi

yang diinginkan bisa dilakukan.

Lossprofit Kehilangan peluang meraih keuntungan akibat kegagalan dari pemanfaatan sumber daya

MIMO CCR DEA (Multiple Input Multiple Output Charnes Cooper Rhodes Data Envelopment Analysis) – Teknik pengukuran kinerja berbasis programa linier yang

dikembangkan Charnes, Cooper dan Rhodes dengan

nilai parameter input dan output lebih dari satu.

Manajemen rantai pasok Perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang

terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan

semua kegiatan manajemen logistik yang mencakup

koordinasi dan kolaborasi dengan mitra penyalur,

yang dapat berupa pemasok, perantara, penyedia

layanan pihak ketiga, dan pelanggan, Dengan tujuan

mengintegrasikan manajemen penawaran dan

(29)

10

produk pertanian berbasis industri melalui koordinasi

pendekatan sumber peluang yang dapat

mengakibatkan kerugian finansial untuk setiap

pengadaan yang dilakukan dengan tujuan untuk

mengurangi gaangguan terhadap rantai pasok secara

keseluruhan.

Peersgroup Sekumpulan unit yang mengelompok dengan pola aturan tertentu untuk mengidentifikasi unit-unit

keputusan yang tidak efisien.

Produk Organik Makanan atau produk yang dihasilkan oleh kegiatan

usaha yang mengutamakan penggunaan

sumber-sumber terbarukan serta konservasi lahan dan air

untuk meningkatkan kualitas lingkungan tanpa

melibatkan penggunaan bahan kimia di dalam

kegiatan pemberian nilai tambah produk.

Rantai pasok Jaringan perusahaan-perusahaan yang secara

bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

suatu produk ke tangan pemakai akhir dimana

perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier,

pabrik, distributor, toko atau ritel serta

perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan-perusahaan jasa

logistik.

Regularprice Harga unit produk dalam periode pemesanan normal. Reservation Utility Utilitas yang bisa didapatkan agen jika tidak

menandatangani kontrak dan memberikan peluang

terhadap kemungkinan yang lain.

Risiko Ancaman yang terjadi secara internal ataupun

eksternal yang akan berpengaruh merugikan

kemampuan untuk mencapai sasaran dan

menimbulkan dampak pada nilai capaian.

(30)

11

Risk pooling Teknik penanggulangan risiko dengan mengumpulkan semua kemungkinan paparan risiko yang bersifat

individu ke dalam perhitungan risiko yang lebih besar

melalui suatu bentuk jaminan dengan tujuan proteksi

terhadap dampak yang ditimbulkan.

Responsiveness Kemampuan suatu sistem untuk mencapai tujuan minimal sama dengan tenggang waktu yang diberikan

Risksharing Mekanisme penanggulangan risiko dengan mendistribusikan sebagian risiko agen kepada agen

lainnya.

Riskaversion Kecendrungan agen untuk memilih hasil dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi dengan

konsekuensi nilai yang didapatkan lebih rendah.

Stakeholder Individu, kelompok, organisasi yang merupakan anggota dari suatu sistem yang terkena dampak dari

setiap tindakan yang dilakukan terhadap sistem

tersebut.

Systematic risk Risiko yang tidak dapat dihindari oleh pelaku rantai pasok yang disebabkan konfigurasi struktur rantai

pasok itu sendiri.

Solver Istilah umum untuk sebuah perangkat lunak

matematika yang merupakan bagian dari program

komputer yang berdiri sendiri.

Sphere Wilayah yang merupakan tingkatan atau kumpulan dari beberapa pelaku di dalam struktur rantai pasok.

Variabel risiko Parameter yang berpengaruh terhadap timbulnya

risiko pada suatu faktor risiko.

(31)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh

Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual

tertinggi di dunia (AcehCoffeeForum). Faktor ini yang menjadi salah satu alasan pentingnya menjaga keberlangsungan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah.

Keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah berada dalam posisi

kritis karena terjadi ketidakseimbangan antara distribusi profit dan risiko yang

ditanggung oleh setiap pelaku rantai pasok (balancing risk). Akibatnya produktifitas dan kinerja petani sebagai pemasok utama produk menurun secara

drastis. Penurunan produktifitas berimplikasi nyata terhadap kekuatan pemasok

dalam menjaga stabilitas dan kualitas pasokan. Peningkatan produktifitas dan

kinerja pemasok menjadi sangat sulit dilakukan karena pendistribusian profit yang

tidak seimbang dengan biaya operasional budidaya kopi organik. Nilai harga jual

produk tidak sebanding dengan besarnya risiko yang harus ditanggung pelaku

rantai pasok bagian hulu terutama sekali petani. Produktifitas lahan yang sudah

berada pada taraf kritis mengakibatkan usaha budidaya kopi organik tidak lagi

layak secara ekonomi. Keberlanjutan rantai pasok kopi organik semakin terancam

ketika fungsionalitas produk kopi organik Gayo tidak dapat tergantikan oleh

produk kopi Arabika sejenis.

Proses penyeimbangan risiko untuk setiap pelaku yang terlibat di dalam

jaringan rantai pasok dapat dilakukan dengan melalui mekanisme pendistribusian

profit secara proporsional dan berimbang. Mekanisme penyeimbangan risiko

dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan dari keselurahan pelaku yang terlibat

di dalam jaringan rantai pasok (Moses dan Seshadri 2000). Suharjito (2011)

melakukan proses distribusi risiko (Risk Sharing) melalui proses negosiasi harga antara petani dengan pelaku lainnya di dalam rantai pasok melalui model

Stakeholder Dialog. Chen dan Seshadri (2001) melakukan penyeimbangan risiko di dalam industi manufaktur dengan menciptakan pelaku yang berperan sebagai

penyeimbang (intermediasi) antara pemasok dan pengecer. Pada kondisi ideal

(32)

budidaya pertaniannya, maka semakin besar profit yang bisa didapatkannya

(Harrington dan Niehauss 1999). Risiko kekurangan pasokan di level koperasi di

Aceh Tengah diakibatkan oleh upaya dari petani untuk memperkecil risiko

budidaya melalui perpindahan dari budidaya organik ke budidaya konvensional.

Menurut Meuwissen etal. (2001) petani biasanya melakukan proses pengendalian risiko melalui tiga cara yaitu : diversifikasi tanaman, perubahan metoda budidaya

pertanian dan berbagi risiko dengan pelaku lain didalam jaringan rantai pasok.

Ketidakseimbangan antara distribusi profit yang diterima pelaku rantai

pasok kopi organik di Aceh Tengah dengan risiko yang harus ditanggung dalam

melaksanakan kegiatan usahanya berakibat terhadap keberlanjutan produk kopi

organik. Menurut Li et al. (2005) pada beberapa kasus tertentu

penggelembumbungan risiko dapat terjadi dari bagian Upstream jaringan rantai

pasok ke bagian downstream. Faktor ketidakseimbangan risiko (Balancing risk) memicu terjadinya risiko pada standar mutu dan kualitas, kuantitas pasokan serta

harga. Faktor penggelembungan risiko dari bagian upstream ke bagian downstream rantai pasok merupakan salah satu indikator yang signifikan dalam mempengaruhi timbulnya risiko dalam sebuah jaringan rantai pasok (Hui min et

al, 2009). Kompleksitas permasalahan Pengembangan kopi organik di Aceh

Tengah dapat dilihat diantaranya : 1) Penumpukan risiko di salah satu sphere jaringan rantai pasok, 2) Kekurangan kuantitas pasokan bahan baku dari bagian

hulu (Upstream) jaringan rantai pasok, 3) Keuntungan menumpuk di pelaku bagian hilir (Downstream) jaringan rantai pasok, 4) Kualitas bahan baku rendah karena belum sesuai standar budidaya organik, 5) Belum terciptanya koordinasi

yang baik pada setiap pelaku rantai pasok untuk mengatasi permasalahan (risiko)

yang terjadi di sepanjang jalur pasokan, dan 6) Belum adanya rancangan rantai

pasok yang baik untuk komoditi kopi organik di Aceh Tengah.

Pendistribusian profit yang tidak seimbang dengan biaya operasional pelaku

bagian hulu rantai pasok menjadi faktor penyebab utama yang memicu timbulnya

penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir jalur rantai pasok yaitu

koperasi. Penggelembungan risiko terhadap pelaku bagian hilir rantai pasok kopi

organik yang paling memberikan dampak nyata adalah kuantitas pasokan yang

(33)

organik produk serta jumlah komunitas petani kopi organik yang semakin

menurun. Risiko ini berdampak terhadap kesinambungan pasokan kopi organik.

Tingkat dampak dari risiko bukan saja mengganggu keberlanjutan rantai pasok

kopi organik tetapi juga mengancam kelangsungan keberlanjutan rantai pasok

kopi organik di Aceh Tengah. Oleh karena itu diperlukan rancangan rantai pasok

yang dapat mengkoordinasikan risiko-risiko rantai pasok untuk dapat menciptakan

keseimbangan risiko. Koordinasi yang selama ini sudah berjalan hanya antara

koperasi selaku eksportir dengan importir dalam bentuk kontrak. Ketika dikaji

lebih dalam, kontrak kerjasama antara koperasi dengan importir masih banyak

kelemahan. Kelemahan tersebut terutama sekali terdapat pada penelti kontrak

yang masih bersifat satu arah. Konsekuensi kontrak hanya berlaku bagi koperasi.

Penanganan produk akhir yang buruk sebagai akibat belum adanya model

rantai pasok yang baik mengakibatkan tingkat keuntungan petani relatif rendah.

Pada saat ini ada sekitar 15 eksportir yang aktif terlibat dalam perdagangan kopi

organik diantaranya CV. Ujang Jaya, Koperasi KBQ Baburrayan, CV. Sari

Makmur, CV. Sam Karya, CV. Arvis dan beberapa perusahaan PMA seperti CV.

Gajah Mountain dan CV. Indo Cafco. Lima diantaranya termasuk kedalam

pengusaha lokal dan hanya satu eksportir yang mempunyai manajemen serta

strukturisasi rantai pasok kopi organik cukup baik. Permasalahan periode masa

panen yang tidak merata antara satu wilayah dengan wilayah lainnya di Aceh

Tengah memberikan keuntungan sekaligus risiko terhadap rantai pasok kopi

organik di Aceh Tengah. Keuntungannya terdapat pada ketersediaan pasokan kopi

organik di Kabupaten Aceh Tengah selalu tetap terjaga karena periode masa

panen yang tidak sama. Sebaliknya perbedaan periode masa panen membuka

celah kepada eksportir yang berasal dari luar daerah untuk merusak mekanisme

harga kopi organik di sepanjang jalur distribusi rantai pasok.

Faktor budidaya yang tidak memenuhi standar organik di tingkat pelaku

petani ikut memperburuk kualitas produk kopi sehingga tidak sesuai dengan

standar kualitas organik yang telah ditetapkan. Distribusi total profit yang berada

di tingkat pelaku hilir atau koperasi yang tidak berpihak kepada petani menjadi

kendala utama dalam peningkatan standarisasi budidaya organik sesuai dengan

(34)

penyeimbangan risiko rantai pasok, diperlukan penelitian tentang manajemen

risiko rantai pasok dan disribusi kopi organik di Aceh Tengah dengan melibatkan

berbagai stakeholder yang berkepentingan dalam bisnis tersebut. Model mitigasi

risiko melalui pendekatan RiskSharing (RS) merupakan metode yang sangat tepat untuk kondisi rantai pasok kopi organik khususnya serta konsep rantai pasok

komoditi pertanian lain pada umumnya. Model RS yang dapat mengkoordinasikan

permasalahan atau risiko pada setiap pelaku rantai pasok juga sangat dibutuhkan

dalam meminimalisir penggelembungan risiko terhadap pelaku upstream rantai pasok. Menurut Cachon (2003) koordinasi pelaku rantai pasok dapat dilakukan

melalui mekanisme kontrak. Menurut Chen dan Seshadri (2000) penyeimbangan

risiko yang adil untuk setiap pelaku rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah

ditetapkan melalui mekanisme penentuan harga jual optimal. Studi terakhir

berkaitan dengan perancangan model RS yang dilakukan oleh Wu dan Blackhurst

(2009) merupakan penyempurnaan model dari mekanisme distribusi risiko

melalui penetapan harga jual optimal yang dipadukan dengan koordinasi kontrak.

Kendala yang dihadapi model RS yang telah ada selama ini adalah pada

posisi tawar (Bargaining Position) model yang lemah terhadap pelaku yang akan menerima beban risiko atau berbagi profit ketika model diterapkan. Sementara,

tidak semua perusahaan yang menjadi stakeholder atau pelaku rantai pasok yang akan berbagi profit bisa menerima konsep model yang ditawarkan. Model

disribusi risiko selama ini terkendala oleh proses penerapan model ketika

diselaraskan dengan kontradiksi antara tujuan distributor dan pemasok dalam hal

ini petani. Kelemahan model sebelumnya terlihat dari perspektif risiko pada era

sekarang yang menyatakan bahwa risiko dianggap sebagai peluang dalam

meningkatkan nilai profit dan kompetitif perusahaan di masa depan (Luhman,

1996). Kelemahan dari model yang di buat Wu dan Blackhurst (2009) adalah

model masih beorientasi kepada keberlangsungan rantai pasok walaupun telah

disempurnakan dengan proses minimalisir risiko loss profit dalam penetapan harga jual di tingkat pelaku rantai pasok. Oleh karena itu penelitian ini akan

bertujuan merancang model rantai pasok yang berorientasi kepada keberlanjutan

(35)

bersamaan sehingga model lebih mudah diaplikasi dan diterima oleh semua

pelaku rantai pasok.

Kerangka manajemen risiko rantai pasok dimulai dari pemahaman Chopra

(2007) mengenai dualisme strategi penetapan keputusan rantai pasok yaitu

keputusan rantai pasok dengan titik berat kepada efisiensi dan responsif. Untuk

mensinergikan dengan kompleksitas masalah pada rantai pasok kopi organik di

Aceh Tengah, diperlukan acuan kerangka penetapan keputusan rantai pasok yang

terfokus kepada efisiensi rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah (Gambar 1).

Strategi Kompetitif

Strategi rantai pasok

Fasilitas Inventori Transportasi

Informasi Sumber Daya Harga Responsif Efisiensi Struktur Rantai Pasok

Driver Logistik

Driver lintas fungsional

Gambar 1 Kerangka kerja pembuatan keputusan rantai pasok (Chopra, 2007)

Penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan manjemen risiko

rantai pasok adalah Halikas et al. (2002), Jutner et al. (2003), Harland et al. (2003), Li et al. (2007) tetapi belum terfokus kepada mitigasi risiko melalui mekanisme distribusi risiko (RiskSharing) serta objek studi yang bukan komoditi pertanian. Suharjito (2011) telah melakukan studi penyeimbangan risiko pada

rantai pasok komoditi pertanian dengan model mekanisme penetapan harga jual

yang masih bersifat umum. Chen dan Seshadri (2000), Tsay (2001), serta Cachon

(2003) telah mulai membuat model RS melalui penetapan harga dengan

mengkombinasikan pemberian insentif berdasarkan parameter acuan jumlah

pasokan. Wu dan Blackhurst (2009) menyadari kelemahan model sebelumnya

yaitu dalam hal penetapan insentif belum spesifik terhadap risiko pelanggan

(36)

tepat bisa terjadi. Dari semua model distibusi risiko yang diusulkan pada

penelitian terdahulu, tujuan yang dihasilkan hanya bertumpu pada

keberlangsungan rantai pasok sebagai kekuatan model melalui modifikasi

mekanisme penetapan insentif pada harga jual. Perubahan dilakukan oleh Wu dan

Blackhurst (2009) dengan merujuk pada penelitian Chen dan Seshadri (2000)

dengan usulan penentuan spesifik risiko pelaku untuk meminimalisir lossprofit. Studi ini bertujuan memberikan perspektif yang berbeda dari model RS

yang sebelumnya hanya terfokus kepada keberlanjutan rantai pasok. Pendekatan

yang berbeda pada studi ini memberikan output yang tidak saja berorientasi

kepada keberlanjutan rantai pasok tetapi sekaligus meningkatkan total profit

pelaku yang menerima beban risiko akibat penerapan model. Pemahaman yang

mendalam terhadap berbagai tingkat kesulitan pada proses aplikasi model RS

yang telah ada memberikan kejelasan pada studi ini dalam memahami konsep

distribusi risiko secara menyeluruh.

1.2. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan merancang rantai pasok yang

berorientasi kepada peningkatan profit dan kesinambungan pasokan melalui

mekanisme mitigasi risiko dengan pendekatan model RS bagi setiap pelaku

komoditi dan produk kopi organik Gayo, Aceh. Adapun secara khusus tujuan dari

penelitian ini adalah :

a. Melakukan identifikasi dan evaluasi faktor risiko terhadap model rantai pasok

kopi organik yang sudah ada di Aceh Tengah.

b. Memformulasikan bentuk mitigasi risiko rantai pasok kopi organik melalui

pendekatan model RS dengan orientasi output keberlanjutan dan peningkatan

profit rantai pasok secara simultan dan bersamaan.

c. Merancang rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah yang berkelanjutan

(37)

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dengan rancangan rantai pasok melalui

pendekatan model RS kopi organik di Aceh Tengah yang dihasilkan dari

penelitian ini adalah :

a. Model dapat digunakan untuk mengkoordinasikan seluruh pelaku rantai

pasok sehingga efek penggelembungan risiko (Bullwhip Effect) dari pelaku hulu rantai pasok (Upstream) terhadap pelaku bagian hilir jalur pasokan (Downstream).

b. Model distribusi dirancang dengan tujuan lebih memudahkan stakeholder rantai pasok ketika akan diaplikasikan melalui perubahan terhadap

mekanisme pendistribusian risiko dan profit antar pelaku.

c. Dapat membantu pemangku kepentingan dalam mmbuat perencanaan

manajemen risiko rantai pasok sehingga setiap perubahan skenario risiko

disepanjang jalur pasokan dapat diamati, diukur, dikoordinasikan serta

diminimalisir.

1.4. Perumusan Masalah Penelitian

Perancangan model penilaian risiko jaringan rantai pasok kopi organik di

Aceh Tengah membutuhkan analisis yang komprehenif dan sistematis melalui

pengelompokan setiap pelaku rantai pasok, rumusan masalah risiko yang

diselaraskan dengan tujuan formulasi model RS sehingga dihasilkan model yang

dapat mengakomodir kompleksitas permasalahan palaku rantai pasok secara

menyeluruh. Kerangka pemikiran ini akan menjawab beberapa pertanyaan

penelitian ini :

a. Bagaimana bentuk model RS yang mudah diterima dan digunakan oleh setiap

pemangku kepentingan rantai pasok dengan meminimalisir perbedaan

pandangan antar pelaku rantai pasok terhadap mekanisme distribusi risiko

yang telah ada ?

b. Bagaimana memformulasikan bentuk model yang bisa menjaga

kesinambungan pasokan sekaligus meningkatkan profit pelaku rantai pasok

(38)

c. Bentuk parameter seperti apa yang perlu didefinisikan kedalam formulasi

model sehingga dapat mengakomodir tujuan model RS yang telah ditetapkan

sebelumnya.

d. Bagaimana pemilihan parameter yang dapat bekerja secara simultan dan

tanpa batas dalam meningkatkan profit pelaku rantai pasok terutama pelaku

yang akan menerima beban risiko ?

e. Mekanisme kontrak seperti apa yang akan dipilih untuk mengkoordinasikan

formulasi model kepada pelaku sehingga tercipta desain rantai pasok yang

diinginkan.

1.5. Ruang Lingkup

Untuk memfokuskan penelitian dengan berbagai keterbatasan dan

kendalanya, maka studi desain rantai pasok agroindustri kopi organik di Aceh

Tengah untuk optimalisasi balancingrisk akan dibatasi kondisi sebagai berikut a. Penelitian akan dibatasi terhadap pelaku rantai pasok yang berlokasi di

wilayah dengan kuantitas pasokan cukup besar.

b. Identifikasi risiko akan difokuskan terhadap variabel-variabel risiko yang

berhubungan dengan standarisasi kualitas organik sehingga tujuan

meningkatkan kualitas produk sebagai salah satu permasalahan utama rantai

pasok dapat dicapai.

c. Sampel pelaku hilir rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah selaku

eksportir akan dibatasi pada pelaku yang mempunyai strukturisasi dan

traceability yang baik terhadap semua pelaku rantai pasok kopi organik sehingga sistematika permasalahan bisa diurai dengan baik.

d. Eksportir sebagai pelaku bagian hilir rantai pasok ditetapkan pada satu pelaku

(39)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Resiko Rantai Pasok

Menurut (Pujawan 2005) rantai pasok adalah jaringan

perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan

menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir dimana

perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel seta

perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. (Chopra and

Meindl 2007) mendefinisikan rantai pasok sebagai keterlibatan fungsi

keseluruhan bagian didalam jaringan pasokan baik pabrik, suppliers, perusahaan jasa pengiriman, pergudangan, retail, bahkan konsumen seta dalam memenuhi

permintaan pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung. Istilah

manajemen rantai pasok pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada

tahun 1982. Kalau pada rantai pasok adalah jaringan fisiknya maka, manajemen

rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya.

Manajemen rantai pasok dipopulerkan sebagai pendekatan manajemen

persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Isu ini terus berkembang

sebagai kebijakan strategis perusahaan yang menyadari bahwa keunggulan

bersaing perlu didukung oleh manajemen aliran barang dari pemasok hingga

pengguna akhir yang baik. Menurut The Council of Supply Chain Management

Professionals (CSCMP) manajemen rantai pasok adalah perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi,

dan semua kegiatan manajemen logistik yang mencakup koordinasi dan

kolaborasi dengan mitra penyalur, yang dapat berupa pemasok, perantara,

penyedia layanan pihak ketiga, dan pelanggan, Dengan tujuan mengintegrasikan

manajemen penawaran dan permintaan didalam dan antar perusahaan. Menurut

Vorst (2004) manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan,

koordinasi seluruh proses dan atktifitas bisnis untuk menghantarkan nilai

keutamaan produk ke tangan konsumen sebagai keseluruhan untuk memenuhi

kebutuhan kepuasan para pihak yang berkepentingan dalam system rantai pasok.

Beberapa tahun belakangan, perusahaan tidak hanya memfokuskan

(40)

mengatasi ganguan yang terjadi di sepanjang jaringan rantai pasok untuk menjaga

keberlasungan jaringan rantai pasok itu sendiri. Gangguan-gangguan inilah yang

menyebabkan timbulnya resiko di sepanjang aliran nilai jaringan rantai pasok.

Sehingga pendekatan manajemen rantai pasok lebih difokuskan kepada

bagaimana mengelola resiko yang timbul di sepanjang jaringan rantai pasok.

Dalam literatur, istilah resiko didefinisikan sebagai suatu ketidakpastian di masa

yang akan datang tentang kerugian (Christopher and H 2004). Resiko adalah

ketidakpastian dari kejadian yang akan datang (Olsson 2002) resiko berarti

kemunculan kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak baik (Borge 2011).

Resiko adalah ancaman yang terjadi secara internal ataupun eksternal yang akan

berpengaruh merugikan kemampuan untuk mencapai sasaran dan menimbulkan

dampak pada nilai capaian. Kemungkinan bahwa sesuatu yang tidak baik akan

terjadi atau sesuatu yang jelek yang akan terjadi (Shimell 2002). Resiko adalah

setiap sumber kejadian secara random yang bisa mempunyai dampak berlawanan

terhadap nilai pertanggungjawaban asset bersih suatu perusahaan pada pendapatan dan atau arus kasnya. Resiko adalah tingkat ketidakpastian dimana melibatkan

beberapa kemungkinan diantaranya kerugian, bencana atau hasil yang tidak

dinginkan lainnya (Hubbard 2009).

Dalam teori statistik resiko dimodelkan dalam nilai kemungkinan dari

beberapa hasil yang dilihat sebagai bentuk yang tidak diinginkan (Dantzig, 2001).

Resiko bisa juga diartikan sebagai akumulasi dari resiko yang timbul dari

beberapa kejadian sehingga resiko bisa diformulasikan dalam bentuk :

...(1)

Menurut Norrman dan Lindroth (2004) resiko adalah peluang suatu kejadian

terhadap dampak tingkat keparahan terhadap bisnis. Saat ini menurut March dan

Saphira resiko tidak hanya diartikan sebagai deviasi negatif tetap tetapi bisa

diartikan sebagai peluang dan kesempatan.

Dalam perspektif yang berbeda, risiko pada masa sekarang dipandang

sebagai peluang dalam meningkatkan profit dan kompetitif perusahaan di masa

yang akan datang. Variabel tidak terduga dan dampak dari definisi risiko

 

ker

kejadian

(41)

dipandang sebagai nilai positif sebagai peningkatan peluang dan profit. Menurut

Luhmann (1996) risiko dipandang sebagai dampak positif melalui peningkatan

kewaspadaan sebagai atribut peluang sukses di masa yang akan datang.

Resiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai potensi terjadinya insiden

atau kegagalan untuk merebut peluang dengan pasokan inbound di mana hasil tersebut mengakibatkan kerugian finasial untuk setiap pengadaan yang dilakukan

perusahaan (Zsidisin dan Ritchie 2009). Menurut Kersten et. al (2004) resiko rantai pasok adalah kerusakan yang dikaji dengan kemungkinan terjadinya

disebabkan oleh oleh suatu kejadian dalam sebuah perusahaan, dalam rantai pasok

atau lingkungannya menimbulkan pengaruh negatif terhadap proses bisnis pada

lebih dari satu perusahaan dalam rantai pasok. Menurut Kumar etal (2010) resiko rantai pasok adalah potensi penyimpangan dari keseluruhan tujuan awal tersebut,

yang menjadi akibat pemicu penurunan kegiatan nilai tambah kegiatan di berbagai

tingkatan. Menurut Zsidisin dan Ritchie (2009) resiko dalam konteks rantai pasok

dapat dikategorikan berdasarkan jumlah dimensinya :

a) Gangguan terhadap pasokan barang dan jasa termasuk kualitas yang buruk

yang menyebabkan downtime dan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.

b) Volatilitas dalam masalah harga yang menyebabkan kesulitan dalam

mengatasi perubahan harga di tingkat konsumen dan berpotensi

menyebabkan kerugian.

c) Mutu dan jasa pelayanan produk yang buruk, dapat mempengaruhi tingkat

kepuasan pelanggan dengan konsekuensi terhadap pendapatan di masa yang

akan datang dan kemungkinan klaim yang lebih cepat untuk kompensasi

finansial.

d) Reputasi perusahaan, dihasilkan dari isu-isu yang tidak terkait langsung

terhadap rantai pasok itu sendiri sehingga dapat menimbulkan resiko.

Tingginya kompleksitas dan ketergantungan merupakan karakteristik dari

rantai pasok saat ini. Globalisasi, e-bisnis, permintaan mengambang dan

bergesernya filosofi bisnis (seperti outsourcing) merupakan beberapa faktor yang membuat anggota rantai pasok menjadi lebih bergantung terhadap yang lain.

(42)

suatu gangguan terjadi pada salah satu pemain rantai pasok, hal ini akan

mengganggu keseluruhan jaringan. Risiko dalam rantai pasok dapat diakibatkan

dari suatu perusahaan dalam rantai pasok, atau keterhubungan antar organisasi

dalam jaringan pasokan, atau antar jaringan pasokan dan lingkungannya, yang

akan menyebabkan kerugian finansial secara menyeluruh atau bahkan

mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis. Oleh karena itu perlu pengendalian

risiko rantai pasok agar dapat menghindarkan akibat berkelanjutan yang dapat

terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan.

Menurut (Wu dan Blackhurst 2009) resiko yang terjadi dengan hasil yang

diharapkan dapat dipetakan (Gambar 2).

A B

C

Rendah Tinggi

Rendah Tinggi

Resiko yang dihadapi

Hasil kinerja yang diharapkan

Gambar 2 Hubungan antara resiko dengan kinerja (Zsidisin 2009)

Dalam kondisi tertentu, penilaian resiko yang dihadapi akan menjadi penilaian

bagi setiap pemangku kepentingan atau pengambil keputusan mengenai kinerja

yang diinginkan dan dampak potensial dari resiko pada kinerja yang dihasilkan.

Pengelolaan resiko rantai pasok intinya berlandaskan dari tujuan pengelolaan

jaringan rantai pasok itu sendiri, dimana optimalisasi difokuskan pada tiga prinsip

(43)

waktu

Biaya

Mutu

Re

sp

on

si

ve

ne

ss

Resiko

L

ea

nn

es

s

Agility

Gambar 3 Segitiga penilaian resiko

Manajemen resiko berarti menghasilkan dan mempertimbangkan skenario

alternatif dan solusi, menilai manfaat masing-masing, memilih solusi dan

melakukan pelaksanaan (Wu dan Blackhurst 2009). Menurut (Culp dan

Christopher 2002) manajemen resiko adalah proses yang dilakukan organisasi

untuk coba memastikan bahwa resiko yang muncul adalah resiko yang diinginkan

dan perlu dimunculkan untuk menjalankan bisnis utamanya.

Menurut Hanani et al. (2003), agroindustri merupakan perpaduan antara pertanian dan industri dimana keduanya menjadi sistem pertanian berbasis

industri dengan penanganan utama pada sisi pasca panen. Sehingga, manajemen

risiko rantai pasok Agroindustri adalah perencanaan dan pengelolaan seluruh

kegiatan dari pelaku yang terlibat didalam alur rantai pasokan produk pertanian

berbasis industri melalui koordinasi pendekatan sumber peluang yang dapat

mengakibatkan kerugian finansial untuk setiap pengadaan yang dilakukan dengan

tujuan untuk mengurangi gangguan terhadap rantai pasok secara keseluruhan.

Secara umum, proses manajemen resiko rantai pasok terdiri atas identifikasi

resiko,analisis resiko, evaluasi resiko dan mitigasi resiko. Identifikasi resiko

merupakan tahapan fundamental dalam proses manajemen resiko. (Hallikas et al.2004; Norrman dan Lindroth 2004). Resiko yang tidak teridentifikasi dengan baik dapat menyebakan kesalahan arah dalam proses manajemen resiko. Sehingga

dalam penentapan resiko sendiri berdasarkan strategi dari jaringan rantai pasok

(44)

inginkan, karena akan menjadi landasan fundamental dalam penerapan resiko

jaringan rantai pasok.

2.1.1. Kerangka Kerja Manajemen resiko Rantai Pasok

Penetapan kerangka kerja dalam pengelolaan resiko di dalam rantai pasok

sangat penting karena akan menjadi tahapan pemikiran dalam menyelesaikan

permasalahan resiko yang ada. Klasifikasi tahapan ini akan membantu sistematika

manajemen resiko rantai pasok. Menurut (Wu dan Blackhurst, 2009) kerangka

kerja manajemen resiko rantai pasok terdiri atas dua bagian utama (Gambar 4).

1. Bagian inti lingkaran yang meliputi profil resiko, profil kinerja, jangka

waktu strategi dan partisipasi stakeholder rantai pasok

2. Bagian luar lingkaran meliputi komponen kunci atau aktifitas yang terlibat

di dalam proses manajemen resiko dan kinerja.

Profil resiko Profil kinerja

Jangka waktu Stakeholders

rantai pasok Drivers dan sumber resiko

Penilaian resiko

Manajemen resiko

Keluaran resiko

Keluaran Kinerja

Manajemen kinerja Penilaian

kinerja Drivers dan

sumber kinerja

Gambar 4 Kerangka kerja manajemen resiko rantai pasok

(Wu dan Blackhurst 2009)

Menurut Hallikas et al. (2004) proses manajemen resiko yang umum terjadi pada suatu perusahaan terdiri dari empat kegiatan utama yaitu identifikasi resiko,

pengkajian resiko, pengambilan keputusan dan implementasi pada kegiatan

manajemen resiko dan pengawasan resiko.

1. Identifikasi resiko

Resiko rantai pasok secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

resiko internal dan resiko external (Chan dan Kumar 2007)Menurut Wu dan

Blackhurts (2009) resiko yang dihadapi perusahaan dapat dibagi menjadi dua

(45)

dihindari (unsystematic risk) yang bisa dilihat pada Gambar 5. Unsystematic

risk merupakan gambaran resiko yang dihasilkan dari tujuan yang berbeda untuk setiap sphere di dalam rantai pasok. Sehingga untuk resiko yang dapat dihindari merupakan resiko yang berada di masing-masing sphere rantai pasok yang tentu saja dapat dikendalikan dengan baik. Ketika konsep resiko

meluas kedalam bentuk konfigurasi dari jaringan rantai pasok yang terdiri

dari bebagai macam sphere maka akan terjadi conflict kepentingan antara berbagai level sphere di dalam rantai pasok sehingga akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan atau tidak dapat dihindari (systematics risk). Untuk jenis resiko seperti ini hanya bisa di kurangi lewat proses risk

Mitigation.

Karakteristik lingkungan

Karakteristik industri

Konfigurasi rantai pasok

Anggota rantai pasok

Strategi organisasi

Unit Pembuat keputusan

Variabel spesifik masalah

Sistematis (Tidak dapat dihindari) Risk exposure

Tidak sistematis (dapat dihindari) Risk exposure

Portofolio hasil resiko dan kinerja

[image:45.595.131.459.326.566.2]

Profil kinerja Profil resiko

Gambar 5 Sumber dan driver resiko dan kinerja (Wu dan Balckhurst 2009)

2. Pengkajian resiko

Pengkajian resiko dan prioritas untuk masing-masing resiko diperlukan agar

dapat memilih tindakan manajemen yang sesuai terhadap faktor-faktor resiko

yang teridentifikasiberdasarkan situasi dan kondisi perusahaan.

3. Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko, sangat diperlukan

untuk menggunakan metode manajemen yang dapat memastikan pencegahan

(46)

terjadinya kegagalan, dilakukan dengan mengurangi akibatnya terhadap

pengoperasian rantai pasok. Metode utama untuk menanggulangi risiko,

seperti dalam literatur (Culp dan Christopher 2002; IRM 2003; Chapman

2006) adalah:

a) Menghidari risiko, secara intuisi cara untuk menghindari risiko yang

utama adalah tidak mengambil tindakan yang akan berpotensi

terjadinya risiko yang dimaksud.

b) Mitigasi atau eliminasi risiko, Tindakan penanggulangan resiko di

identifikasi dengan meninjau ulang profil resiko dari keseluruhan

sphere rantai pasok dan merumuskan tindakan yang harus diambil dalam rangak mengurangi profil resiko tadi atau membuat penghalang

dari dampak yang akan ditimbulkan resiko terhdap perusahaan.

Menurut Handfield dan McCormack (2008), ada beberapa pendekatan

yang berbeda dalam penanggulangan resiko :

 Mengambil tindakan yang bisa mengubah profil resiko.

Ini adalah tindakan penangulangan resiko yang pertama kali harus

dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap atribut

masing masing pemasok di setiap sphere rantai pasok, hubungan atau interaksi yang akan menimbulkan skor atau bobot resiko

yang paling tinggi dan apa yang dapat dilakukan untuk

mengubahnya berdasarkan atribut atribut yang mempunyai nilai

bobot tertinggi (Gambar 6).

Profil 1 Tidak ada pengelolaan resiko Profil 2 ada pengelolaan resiko L H

Indeks peluang resiko (Peluang kejadian x skor)

Da mp a k r e v e n u e ( $ ) L H

(47)

 Mendistribusikan resiko kepada beberapa pemasok yang memiliki

resiko profil yang lebih rendah

Hal ini akan mengurangi dampak resiko untuk masing masing

pemasok dan pengurangan resiko secara keseluruhan dalam satu

jaringan rantai pasok (Gambar 7).

Pemasok 1 tiidak ada management resiko Pemasok 2

L H

Indeks peluang resiko (Peluang kejadian x skor)

D

a

m

p

ak

r

e

ve

nue

(

$

)

L H

Pemasok 3

[image:47.595.187.464.145.387.2]

Pemasok 4

Gambar 7 Penyebaran pengeluaran dan revenue penurunan resiko secara keseluruhan (Handfield dan Kevin M, 2008)

c) Pengalihan risiko, Sebuah prinsip yang umum dari strategi menajemen

risiko yang efektif adalah bahwa risiko harus didistribusikan jika

mungkin pada semua pihak agar dapat dilakukan pengaturan dengan

baik. Sebagai tindakan ekstrim risiko dapat dialihkan pada perusahaan

asuransi, dengan membayar premi yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadinya risiko tersebut, dengan melakukan kontrak untuk

menyediakan konpensasi terhadap seluruh pelaku yang terpengaruh

oleh risiko. d) Penyerapan dan pengumpulan risiko. Ketika risiko (tidak

dapat dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan

dan dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini

tidak selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk

menanggung semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan

(48)

lebih anggota dapat melakukan pengendalian parsial terhadap kejadian

dan akibat dari risiko.

d) Penyerapan dan pengumpulan risiko, Ketika risiko (tidak dapat

dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan

dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak

selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung

semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui

mekanisme pengumpulan (pooling) kemungkinan melalui partisipasi 4. Pengawasan risiko, Perusahaan dan lingkungannya tidaklah statik, dan oleh

karenanya juga status risiko akan berubah. Faktor-faktor risiko yang dikenali

harus dimonitor untuk mengidentifikasi potensi meningkatnya kecenderungan

dari kemungkinan dan konsekuensinya. Sebagai akibatnya faktor risiko

penting yang baru bisa muncul.

2.1.2.AnalisisRisikoRantaiPasok

Dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode

pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar dan metode pengukuran risiko

secara statistik (Klimov dan Merkuyev 2006). Pengukuran risiko dengan

pendekatan statistik bersifat objektif dan lebih efektif dengan kerangka kerja

berdasarkan probabilitas kejadian risiko sebagai variabelnya. Analisis rantai pasok

merupakan bagian bagian dari manajemen rantai pasok yang harus dilakukan

untuk mengurangi atau menghindari terjadinya kegagalan bisnis dalm kondisi

yang penuh ketidakpastian. Analisis risiko dilakukan dengan menghitung nilai

indeks risiko pada setiap tingkatan rantai pasok yaitu indeks risiko (Marimin dan

Maghfiroh 2010).

... (2)

Dimana :

Rix = Indeks risiko rantai pasok pada tingkat ke x

= konsekuensi dari rantai pasok yang harus ditanggung pelaku pada

tingkat ke-x ketika produk gagal dipasok.

= persentase nilai tambah yang diberikan pelaku rantai pasok pada tingkat

x

^

1

1 1

n

xi

x x x

i

RI

 

P S

   

    

 

(49)

ke x.

x = pelaku rantai pasok pada masing-masing sphere

= Probabilitas kegagalan produk komponen ke-i dari pelaku tingkat ke-x.

Nilai indek risiko berada pada nilai antara nol dan satu. Dalam kajian ini,

nilai konsekuensi dapat diklasifikasikan sebagai vital, dibutuhkan, diperlukan dan

diinginkan (Tabel 1 ).

Tabel 1 Nilai konsekuensi risiko

Konsekuensi Keterangan Α

Vital Tidak tergantikan 1,00

Necessary Tidak mudah digantikan 0,60

Necessary Mudah digantikan 0,30

Desired Mudah digantikan 0,10

Sumber : Marimin 2010

Sementara perhitungan nilai tambah pelaku rantai pasok menggunakan

[image:49.595.98.494.425.758.2]

pendekatan metode Hayami (Tabel 2)

Tabel 2 Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input, Harga

1 Output (Kg) (1)

2 Bahan baku (Kg) (2)

3 Tenaga kerjalangsung (HOK) (3)

4 Faktor konversi (4) = (1) / (2)

5

Koofisien tenaga kerja langsung

(HOK/Kg) (5) = (3) / (2)

6 Harga Output (Rp/Kg) (6) 7 Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) (7) Penerimaan dan keuntungan

8 Harga bahan baku (Rp/Kg) (8) 9 Harga input lain (Rp/Kg) (9)

10 Nilai output (Rp/Kg) (10) =(4) X (6)

11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) – (8) – (9) b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a)/10 x 100

12

a. Pendapatan tenaga kerja langsung

(Rp/Kg) (12a) = (5) x (7)

b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a)/(11a)x 100 13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a) – (12a)

(50)

Tabel 2 prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami (lanjutan)

No Variabel Nilai

Balas jasa pemilik faktor produksi

14 Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) x (8)

a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) (14a) = (12a) /(14)x 100 b. Sumbangan input lain (%) (14b) = (9) /(14)x 100 c. Keuntungan perusahaan (%) (14c) = (13a) /(14)x 100 Sumber : Marimin 2010

2.2. Pengukuran Kinerja pelaku Rantai Pasok melalui pendekatan Data

EnvelopmentAnalysis (DEA)

Salah satu aspek fundamental dalam Supply Chain Management (SCM) adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut Pujawan

(2005), sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk : 1) melakukan monitoring

dan pengendalian, 2) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada

rantai pasok, 3) mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap

pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai dan 4) menentukan arah

perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Menurut Aranyam et al. (2006), terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mengukur kineja SCM. Beberapa metode terbaik tersebut

antara lain : Supply Chain Council Operations Reference (SCOR), the Balanced

Scorecard (BSC), Multi-Criteria Analysis, Data Envelopment Analysis (DEA), Life-Cycle Analysis dan Activity-Based Costing. Di dalam studi ini pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan melalui pendekatan Data Envelopment

Analysis (DEA). DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) sebagai programa linier (LP). Keuntungan DEA dapat

mengevaluasi berbagai pengukuran secara efisien seperti yang diperlukan untuk

menemukan berbagai hubungan antar variabel yang berkaitan. Selain itu, DEA

mampu bekerja dengan cara yang unik melalui proses Benchmarking sehingga tidak batasan limit dari atribut pengukuran DEA dalam mencapai efisiensi yang

diinginkan. Setiap unit atau organisasi yang akan menjadi objek pengukuran

menggunakan metode DEA didefinisikan sebagai unit pembuat keputusan

(DecisonMakingUnit) atau DMU.

Penentuan nilai efisiensi DMU setiap unit dalam pengukuran (θi) dalam

(51)

output (Oij) ketika dibandingkan dengan DMU yang lainnya. Nilai efisiensi suatu unit pengukuran sangat tergantung kepada nilai output dan input serta bobot pada

setiap nilai variabel output (wij) dan bobot variabel input (vij) dari DMU pengukuran.

... (3)

Dalam penentuan nilai efisien unit dilakukan melalui dua pendekatan yaitu

dengan cara memaksimalkan output dengan penggunaan nilai input yang sama

atau sebaliknya dengan cara meminimalkan input yang digunakan dalam

menghasilkan output dengan kuantitas yang sama. Di dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara memaksimalkan output yang dihasilkan karena untuk

menyelaraskan dengan tujuan rancangan model distribusi risiko.

Kelebihan lain dari metode DEA adalah penentuan bobot dilakukan

berdasarkan analisa kuantitatif sehingga dapat menghilangkan efek bias yang

selalu terjadi ketika pengukuran kinerja dilakukan melalui pendapat para pakar.

Pada setiap proses pengukuran, unit tidak dapat menentukan bobot terhadap

dirinya sendiri yang akan menyebabkan efisiensi unit lainnya termasuk unit

tersebut melebihi 100 %. Sangat tidak mungkin setiap unit untuk mencapai

efisiensi lebih dari 100 % berdasarkan penentuan bobot pengukuran setiap unit.

Oleh karena itu, setiap individu unit pengukuran menghasilkan akumulasi dari

perkalian bobot dengan output tidak boleh melebihi daripada akumulasi perkalian

bobot dengan input. Formulasinya dapat dilihat pada persamaan (4)

... (4)

Untuk mencegah solusi diluar batas yang diinginkan maka kumulatif perkalian

bobot dengan input dari unit pengukuran sama dengan 1 sesuai dengan persamaan

(5).

... (5)

.

.

o o

n n

ij ij ij ij

j i j i

O w

I v

(52)

Asumsi ini berlaku jika pencarian (Threshold) nilai efisiensi unit melalui mekanisme dengan memaksimalkan output.

2.3. Model Mitigasi Risiko Dengan Pendekatan Distribusi Risiko (Risk

Sharing)

Proses mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan salah satu bagian dari metode dalam pendekatan penanggulangan

risiko di dalam manajemen risiko rantai pasok (Culp dan Chritoper 2002;

Chapman, 2006). Banyak literatur (Laviere dan Porteus 2001; Tsay,2001; Wu dan

Blackhurst 2009) yang menjelaskan bahwa proses distribusi risiko bisa

dilakukan dengan mekanisme pendistribusian profi

Gambar

Gambar 5 Sumber dan driver resiko dan kinerja (Wu dan Balckhurst 2009)
Gambar 7 Penyebaran pengeluaran dan revenue penurunan resiko secara
Tabel 2 Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami
Tabel 3 Data realisasi ekspor kopi Arabika Nagroe Aceh Darussallam Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kategori-kategori ekonomiikal yang sebelumnya telah kita analiisa secara sama mengadung kesan akan asal-usul historikal mereka. Keberadaan suatu produk dalam bentuk suatu

Pengukuran Beam Area, Direktivitas, Efisiensi Antena, Aperture Effective , Efisiensi Aperture , dan front to back ratio Pengukuran dengan cara matematis dapat

Ruang lingkup analisis sitiran pada penelitian ini adalah hanya menganalisis tingkat relevansi notasi klasifikasi subjek dokumen yang disitir mencakup, semua notasi klasifikasi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja penggilingan padi berdasarkan hasil analisis artikel terdiri dari umur, Lama kerja, masa

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) kualitas keterlaksanaan pembelajaran berbantuan modul

EIEGE A FtAr r lt.lal[rllrl lrIF Fttll rrrr I tlt :r^r

Penyakit belang pada tanaman lada pada awalnya diduga disebabkan oleh mikoplasma, namun hasil penelitian di beberapa negara menunjukka n bahwa penyakit ini disebabkan oleh dua