• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN TERDAHULU

Dalam dokumen Early Warning System Krisis Mata Uang In (Halaman 53-59)

Bank Sentral

INDIKATOR PENENTU KRISIS DAN HUBUNGANNYA DENGAN KRISIS

2.2. PENELITIAN TERDAHULU

2.2.1. Penelitian Graciela Kaminsky, Soul Lizondo, Carmen M. Reinhart (1998)

KLR (1998) dalam tulisannya berjudul “Leading Indikators of Currency Crises” mengamati tentang efektivitas sistem peringatan dini terhadap krisis mata uang yang digambarkan dalam seperangkat indikator terpilih, dimana krisis tersebut biasanya didahului oleh gejala peningkatan taraf gerakan sinyal. Indikator yang terbukti secara khusus terbukti dalam mengantisipasi krisis adalah perilaku dari cadangan internasional, tingkat mata uang riil, kredit domestik, kredit sektor publik, dan inflasi domestik. Indikator lainnya yang ditemukan mendukung terjadinya krisis adalah keseimbangan perdagangan, ekspor, pertumbuhan uang, pertumbuhan GDP riil, dan defisit fiskal.

Pada penelitian ini juga diusulkan spesifik EWS untuk krisis mata uang. Pada EWS melibatkan pengawasan perilaku dari beberapa indikator, dan mencatat sinyal yang ditimbulkan bilamana melebihi level ambang tertentu. Pada bulan tertentu, sistem diharapkan dapat memperkirakan kemungkinan krisis pada 24 bulan periode krisis. Karena dengan demikian indikator dengan sinyal tertentu akan menyediakan informasi tentang sumber yang mendasari kemungkinan krisis. Sehingga pembuktian dari pergerakan indikator terjadinya krisis diidentifikasi dengan pendekatan sinyal.

Penelitian ini juga menyatakan bahwa EWS penting sebagai media untuk menelusuri kemungkinan krisis yang hingga saat ini masih terbatas dalam pembahasan. Untuk itu penambahan kategori indikator krisis menjadi hal utama seperti sektor politik dan institusional. Dengan demikian komprehensif dalam pemasukan indikator utama memungkinkan interpretasi yang lebih mendukung kejadian dan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan.

2.2.2. Penelitian oleh Sri Adiningsih, Dini N. Setiawati, dan Sholihah (2002) Adiningsih et al. (2002) membangun suatu mekanisme untuk memperingatkan beberapa gejala yang berpotensi menciptakan krisis ekonomi sehingga kemungkinan krisis dapat diperingatkan dan diantisipasi. EWS yang dibangun ini mengikuti model yang dibentuk oleh Santiago Herrera dan Conrado Garcia (1999). Dalam analisisnya menggunakan simple model dan ARIMA residual model dimana menggunakan data yang dipecah dan data yang disatukan dengan hasil yang relatif sama. Penelitian ini dapat memprediksi periode krisis karena sinyal keluar dalam waktu 24 bulan sebelum periode krisis

Dari hasil penelitian ini indikator utama yang dipakai adalah real effective exchange rate, real domestik credit growth, M2/international reserve, dan inflation. Dan dalam rentang waktu penelitian 1990.05-2001.05 terdapat sinyal yang muncul dengan intensitas yang tinggi akan tetapi tidak diikuti krisis yaitu pada tahun 1993 dan 1994. Bagaimanapun, bukan berarti kalau sinyal itu palsu. Karena pada saat itu kondisi ekonomi Indonesia dalam posisi kuat yang diperlihatkan oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi, cadangan internasional,

ditunjang pula oleh stabilitas non-ekonomi indikator. Untuk itu, menuntut kemampuan pemerintah untuk senantiasa mengontrol ekonomi nasional secara intensif mengingat liberalisasi pasar terbuka secara pesat

2.2.3. Penelitian Matthieu Bussiere dan Marcel Fratzscher (2002)

Penelitian ini mempunyai keserupaan dengan penelitian tentang early

warning sistem (EWS) yang lainnya, yaitu bertujuan untuk menganalisis

hubungan antara variabel-variabel fundamental ekonomi dengan variabel krisis ekonomi. Perbedaan utama terletak kepada penggunaan definisi variabel krisis ekonomi yang menggunakan definisi dari 3 variabel kualitatif (pre-crises, crises

dan after crises).

Argumen penggunaan definisi ketiga variabel kualitatif tersebut terletak kepada perilaku perekonomian yang sulit dibedakan antara keadaan sesudah krisis (after crises) dengan keadaan saat krisis (crises). Kesulitan pembedaan tersebut akan menimbulkan penyimpangan (bias) dalam pengukurannya. Hasil pengukuran menimbulkan indikasi ketepatan model, dimana hal tersebut terbukti pada 32 pasar (perekonomian) di dunia.

2.2.4. Penelitian Hali J. Edison (2000)

Edison (2000) dalam peneltiannya yang berjudul “Do Indikators Of Finansial Crises Work? An Evaluation of an Early Warning Sistem” bertujuan untuk mengevaluasi model EWS yang sudah ada (yang dikembangkan oleh Kaminsky, Lizondo, dan Reinhart (1998) serta Kaminsky dan Reinhart (1999)).

Kedua model EWS tersebut merupakan model EWS yang menggunakan pendekatan sinyal krisis (signal approach). Metode ini mengestimasi nilai aktual dari kondisi ekonomi saat ini, yang kemudian dibandingkan dengan nilai

threshold. Apabila nilai aktual tersebut berada di atas atau di bawah nilai

threshold, maka disimpulkan bahwa pada periode tersebut terjadi krisis ekonomi. Hasil penelitian Edison (2000) menyebutkan bahwa metode tersebut terbukti berhasil dalam memprediksi krisis pada media 1997/1998. Hal tersebut menyiratkan bahwa konsep signal approach merupakan metode yang berguna dalam proses identifikasi krisis di sebuah negara.

2.2.5. Penelitian Rossanto Dwi Handoyo (2005)

Penelitian Handoyo (2005) yang berjudul ”Indikator Kerentanan Variabel Ekonomi Makro Sebagai Sistem Peringatan Dini Terhadap Krisis Mata Uang Di Indonesia” bertujuan untuk implementasi currency model terhadap pembentukan model peringatan dini krisis untuk Indonesia. Periode penelitian adalah Bulan Januari 1991 hingga Bulan Desember 2004. Periodesasi krisis ditentukan oleh mekanisme indeks EMP (exchange market pressure). Hasil penelitian menyebutkan bahwa:

1. Indonesia mengalami periode krisis mata uang (currency crisis) selama 4 episode. Episode pertama berlangsung tahun 1994 (4,5); episode kedua berlangsung tahun 1994 (4); ketiga tahun 1997-1998 (8, 10, 12, 1, 2, 6); keempat tahun 2000 (9); dan episode kelima (6).

2. Ada 5 indikator terpilih yang memiliki kemungkinan terjadinya krisis pada variabel ini jika mengalami gangguan yaitu pertumbuhan impor, M2/Reserve, tingkat bunga riil, tingkat inflasi dan pertumbuhan uang M1 3. Dari model untuk contagion effect dapat disimpulkan bahwa variabel

contagion secara signifikan mempengaruhi krisis atau serangan spekulasi terhadap mata uang di Indonesia. Koefisien dari variabel contagion adalah positip, yang menunjukkan semakin tertekan pasar valas kita maka semakin besar krisis mata uang itu terjadi.

2.2.6. Penelitian Tulus Tambunan (2002)

Penelitian Tulus Tambunan yang berjudul “Building An Early Warning Sistem For Indonesia with The Signal Approach” bertujuan untuk melihat perubahan variabel ekonomi yang memiliki kecenderungan perilaku yang tidak normal pada periode sebelum krisis. Pada penelitian ini mengadopsi teori dan pandangan Kaminsky et al. (1996) bahwa krisis adalah penurunan mata uang secara tajam dan penurunan cadangan devisa internasional. Dalam analisis EWS Tambunan menggunakan kombinasi metode sinyal dan model probabilitas variabel bebas terbatas dengan alasan indikator utama yang muncul memberikan keakuratan untuk memprediksi krisis dan menghindari sinyal palsu.

Dengan mengambil kasus Indonesia tahun 1990-2001, dan menggunakan rentang periode 12 bulan sebelum krisis, serta pemilihan exchange market

pressure (EMP) mean plus minus 1,5 SD, maka ditemukan bahwa krisis di

persisten. Sehingga untuk menutupi defisit tersebut menggunakan sumber hutang luar negeri dalam jumlah yang besar dari IMF. Selain itu Tambunan memandang stabilitas rupiah dipengaruhi oleh efek menular akibat serangan spekulasi dari mata uang negara tetangga. Hal ini mengacu pada studi yang dilakukan Zhang’s (2001) tentang the contagion effect in the Asia Crisis, dengan pendekatan Auto-

regressive Conditional Hazard (ACH) yang mendukung hipotesis bahwa

kemungkinan suatu mata uang diserang dalam suatu periode dipengaruhi oleh intensitas serangan spekulasi di negara lain sebelum periode krisis. Jadi, ini berarti stabilitas rupiah pada masa datang tergantung pula pada stabilitas mata uang di negara tetangga

2.2.7. Penelitian Saksit Budsayaplakorn, Sel Dibooglu, dan Ike Mathur Penelitian Saksit Budsayaplakorn et al. berjudul “Can Macroeconomic indikators predict a currency crisis? Evidence from selected Southeast Asian Countries” bertujuan untuk mengetahui kemungkinan krisis dengan 2 pendekatan, yaitu pendekatan sinyal dan multivariate probit model. Dengan pendekatan sinyal 3 indikator yang berguna dalam mengantisipasi krisis termasuk cadangan internasional, saham, dan GDP dengan periode waktu tiga sampai tujuh bulan sebelum krisis benar-benar terjadi.

Dengan pendekatan probit dapat menangkap secara benar dampak perilaku indikator yaitu dapat memprediksi kemungkinan krisis Asia dengan bias yang kecil, walaupun kesulitan dalam mengamati perilaku indikator secara tunggal dan terus menerus. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa potensi terjadinya krisis

bukan karena faktor fundamental, tetapi digerakkan oleh non-economic motif

seperti ekspektasi yang tidak rasional dan struktur institusi. Secara terpisah Shimpalee dan Breuer (2006) menemukan bahwa jeleknya kualitas institusi dikaitkan dengan kontraksi yang besar dalam output dan korupsi, disamping itu juga rezim mata uang tetap, stabilitas pemerintahan yang lemah, penegakan hukum yang lemah turut menyumbang krisis. Dengan demikian, harapan terjadinya devaluasi tidak bergantung hanya pada kemungkinan devaluasi tetapi perbedaan tingkat bunga, kebijakan pemerintah, stabilitas makroekonomi, dan investor panik/ekspektasi yang tidak rasional.

2.3. HIPOTESIS DAN MODEL PENELITIAN

Dalam dokumen Early Warning System Krisis Mata Uang In (Halaman 53-59)

Dokumen terkait