• Tidak ada hasil yang ditemukan

3) Perspektif Proses Bisnis Internal

2.2. PENELITIAN TERDAHULU

2.2.1 Penelitian tentang Desentralisasi Fiskal

Pengalaman dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di banyak negara menunjukkan hal yang berbeda, sebagai contoh di RRC. Sebagian besar dana yang didistribusikan pemerintah pusat ke daerah berasal dari pajak-pajak yang dibagi hasilkan seperti pajak pertambahan nilai (VAT), pajak sumber alam (natural resources taxes), pajak bangunan (construction taxes), pajak saham (security taxes), pajak perdagangan dan industri (industrial and commercial taxes), dan pajak pendapatan perusahaan joint-venture asing. Sedangkan jenis pajak daerah yang merupakan wewenang pemerintah lokal antara lain pajak penghasilan perusahaan daerah, pajak bisnis, pajak tanah perkotaan, pajak penghasilan perorangan dan PPN tanah (Bahl, 2001).

Islam (1999) dalam penelitiannya di Indonesia menegaskan bahwa desentralisasi seharusnya diikuti dengan perubahan struktur sosial, ekonomi dan politik secara komprehensif dan berkala. Kustituanto dan Yansekardias (2001)

dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process di Daerah Istimewa Yogyakarta menyimpulkan bahwa sebagian besar proporsi DAU terkonsentrasi di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, dengan jumlah penduduk yang relatif besar, rata-rata DAU perkapita di propinsi ini relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata DAU perkapita nasional.

Menurut Lembaga Penelitian Smeru (2002), salah satu kelemahan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah adalah lambatnya pemerintah pusat menerbitkan peraturan pendukungnya. Di pihak lain, dalam beberapa kasus pemerintah daerah cenderung menempatkan otonomi sebagai tujuan, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dua kondisi tersebut menimbulkan berbagai ekses dalam aspek kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan. Idealnya, penyelesaian permasalahan yang timbul akibat kedua hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Halim (2001) dengan menggunakan data fiskal seluruh propinsi di Indonesia memperoleh kesimpulan sebagai berikut: bahwa setahun setelah kebijakan fiscal stress (kemampuan sebuah pemerintah daerah memenuhi anggarannya) dicanangkan tahun 1997 ternyata secara rata-rata seluruh provinsi di Indonesia belum mampu menurunkan peran PAD terhadap total anggaran penerimaan/pendapatan daerah provinsi.

Wuryanto (1996) menggunakan SAM interregional Indonesia untuk mensimulasi perubahan komposisi penyusunan fiskal, dengan memfasilitasi lebih banyak sistem desentralisasi anggaran, tanpa perubahan total pengeluaran investasi pemerintah. Dari hasil studinya ditemukan bahwa desentralisasi fiskal dapat

meningkatkan pendapatan rumahtangga regional di hampir semua region-region teristimewa di Jawa. Namun peningkatan pendapatan rumah tangga di luar Jawa yang awalnya rendah, cenderung menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dibandingkan skenario aktual.

2.2.2 Penelitian tentang Balanced Scorecard

Berbagai studi yang terkait dengan desentralisasi fiskal di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri telah banyak dilakukan. Namun, penelitian yang secara spesifik menelaah dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kinerja pemerintah dengan pendekatan Balance Scorecard belum pernah dilakukan, baik di Indonesia maupun di negara lain. Ekholm dan Wallin (2003) yang melakukan penelitian dengan membandingkan pertumbuhan perusahaan dan pengukuran kinerja keuangan yang menggunakan sistem manajemen keuangan tradisional, Economic Value Added (EVA), dan sistem manajemen modern, Balance Scorecard, di Swedia memperoleh hasil bahwa pertumbuhan penjualan suatu perusahaan tidak saja dilihat dari kinerja keuangan, tetapi juga kombinasi dengan aspek lainnya.

Menurut Kaplan dan Norton (1992), dari pengalaman beberapa perusahaan yang menerapkan Balance Scorecard telah menunjukkan kelebihan manajerial, seperti: 1) elemen yang semula tampak terpisah, dengan diterapkannya Balance Scorecard menjadi berorientasi konsumen, mempersingkat waktu respons, meningkatkan kualitas, menekan kerja kelompok, mengurangi waktu peluncuran produk baru dan pengaturan dalam jangka panjang; 2) melindungi dari sub-optimasi,

dimana peningkatan di satu area telah dicapai mungkin dengan pengorbanan di area lain.

Penerapan Balance Scorecard dalam organisasi pemerintah, pertama kali dilakukan oleh Pemerintahan Kota Charlotte, North Carolina, Amerika Serikat tahun 1994. Walaupun, pertama kali Balanced Scorecard digunakan oleh sektor swasta, manajemen kota telah mengadopsinya untuk diterapkan dalam sektor publik. Hasil yang diperoleh berdasarkan studi terbaru tahun 2001, mengindikasikan bahwa Balance Scorecard telah berhasil dalam menurunkan tingkat kejahatan, meningkatkan persepsi tentang keamanan publik, mengembangkan kapasitas untuk penyelesaian masalah lingkungan tempat tinggal, dan meningkatkan keselamatan kendaraan dan pejalan kaki.

2.2.3 Penelitian tentang Kinerja Organisasi Pemerintah

Ukuran atau kriteria kinerja organisasi sangat bervariasi bahkan kadangkala kontroversial (Goodman dan Pennings, 1980; Cameron, 1986; Chakraverthy, 1986; Eccles, 1991). Kontroversi tersebut utamanya terfokus pada keraguan apakah kriteria tradisional yakni menggunakan ukuran – ukuran keuangan semata (ROI, growth) sudah memadai untuk menilai kinerja sebuah organisasi, ataukah masih diperlukan ukuran-ukuran lain yang bersifat non-finansial, seperti kepuasan pelanggan (konsumen), kepuasan shareholders, dll untuk mengukur pencapaian kinerja organisasi (Glaister dan Buckley, 1998). Dari perdebatan panjang tersebut, disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria kinerja organisasi sangat dipengaruhi dan tergantung pada karakteristik lingkungan organisasi dan kapasitas sumberdaya

organisasi. Sebagaimana ungkapan Anderson (1990) dimana kinerja organisasi (perusahaan) kecil di tengah lingkungan yang tidak bersahabat dapat dikatakan lebih tinggi daripada kinerja organisasi yang lebih besar tetapi berada dalam lingkungan yang relatif stabil (bersahabat).

Dwiyanto,dkk melakukan penelitian mengenai kinerja instansi pemerintah di Sumatra Barat, Daerah Istimewa Yogjakarta, dan Sulawesi selatan dengan menggunakan indikator tingkat akuntabilitas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di Sumatra Barat tingkat akuntabilitas buruk sebesar 90,9 %, di DIY tingkat akuntabilitas buruk sebesar 87,1 % dan di Sulawesi selatan tingkat akuntabilitas buruk sebesar 87 % (dalam Dwiyanto,dkk.,2002).

2.2.4 Penelitian tentang pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Finansial

Kerk L.Phillips dan Gary Woller (1997) melakukan penelitian mengenai pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada 40 negara, baik negara maju maupun negara yang masih terbelakang. Melalui pengujian empirik, secara statistik mereka menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif signifikan antara tingkat desentralisasi penerimaan dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju. Artinya bahwa semakin tinggi desentralisasi penerimaannya maka pertumbuhan ekonomi justru semakin rendah. Temuan ini klasik mengingat sudah banyak diteliti dan diketahui bahwa apabila daerah tidak lagi mendapat transfer dana dari pemerintah Pusat maka anggaran penerimaan daerah menjadi sangat terbatas sehingga kurang dapat menopang pembangunan yang pada gilirannya akan

menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Tetapi mereka gagal menemukan hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang masih terbelakang (less-developed countries).

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Peneliti Hasil Temuan Regional Decentralization in Indonesia

Anggaran Daerah dan “Fiscal Stress” .

The Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance

Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia

Fiscal Decentralization and Economic Performance in Indonesia

Shareholder/Stakeholder Value Management, Company Growth and Financial Performance Islam, I (1999) Halim, A. (2001 ) Kaplan dan Norton (1992) Dwiyanto, Agus. Dkk. (2002 ) Wuryanto,L.E. (1996) Ekholm, B-G. and J.Wallin

Desentralisasi Fiskal, Struktur Sosial, Ekonomi & politik

Ternyata secara rata-rata provinsi di Indonesia belum mampu

menurunkan peran PAD terhadap total anggaran penerimaan

Dari pengalaman beberapa perusahaan yang menerapkan Balance Scorecard telah

menunjukkan kelebihan manajerial

Dari Semua Propinsi yang dijadikan sampel menunjukkan akuntabilitas instansi Pemerintah yang rendah

Desentralisasi fiskal dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga regional

Bahwa pertumbuhan penjualan suatu perusahaan tidak saja dilihat dari kinerja keuangan,

Dokumen terkait